“Mencoba lagi? Jangan-jangan kamu seperti apa yang dikatakan wanita itu, demi memuaskan jiwa, sengaja datang untuk mencoba? Pak, bukan aku ingin menceramahimu. Apakah kamu tidak takut dapat membawa pengaruh buruk untuk anakmu?” Pelayan itu menoleh kepalanya menatap Sean. “Darimana kamu melihat diriku tidak bisa membeli pakaian itu? Bukankah mereka hanya membeli enam set pakaian, apakah kamu begitu merendahkan kita?” Sean sudah agak kesal. “Bagaimana, anak muda? Kamu ingin bermain denganku?” Pria dewasa itu menatap Sean kesal. Melihat Sean yang kesal, dia merasa sangat puas. Sean menoleh kepalanya dan menyipitkan matanya melihat pria dewasa itu, “Oh, bagaimana kamu ingin bermain?” Jennie menarik tangan Andin dan berkata, “Ayo, Andin. Tante bawa kamu beli di toko lain. Kita beli dua set.” Sean mempermalukan dirinya sendiri, dia tidak memiliki kemampuan seperti sepasang suami istri kaya itu. Tapi masih ingin bermain dengan mereka. Bukankah dia bodoh? “B
“Hah? Benarkah? Kamu ingin membeli semuanya?” Pelayan rambut pendek itu terkejut dan tak percaya kepada Sean. “Aku telah menghitung semuanya, ditambah beberapa set pakaian yang dipilih Nyonya itu, totalnya dua ratus tiga puluh juta rupiah. Maaf Anda ingin membayar via tunai atau kredit?” Pelayan tadi itu meremehkan Sean. Sean menoleh ke arah pelayan berambut panjang, “Dua ratus tiga puluh juta?” Pelayan itu menganggukan kepalanya. “Baik, aku bayar via debit,” ucap Sean dan berjalan menuju kasir. Pelayan berambut panjang itu baru tersadar kembali dan mengikuti jejaknya. “Sial, apakah dia benar-benar sanggup untuk membelinya?” Sepasang suami istri ini tercengang. Orang ini sama sekali tidak terlihat seperti bisa menghabiskan ratusan juta untuk membeli pakaian. Jennie juga membuka matanya dengan lebar. Tatapan Sean yang pasti juga membuat mereka tidak tenang. “Tuan, Anda membeli semua pakaian disini, aku bisa memberi diskon 3% untukmu,” Pelaya
Anaknya menyukai pakaian itu, maka dia harus membelikan pakaian itu. Itu sudah tidak berkaitan dengan dia dipermalukan atau tidak. “Apakah kamu bodoh, Rahma? Kamu masih percaya kepada omong kosongnya?” sindir pelayang pertama. Pelayan yang dipanggil Rahma itu hanya bisa tertawa judes. Sebenarnya dia juga tidak percaya lagi kepada Sean. Tapi dia juga harus tetap profesional dalam bekerja. Meskipun Sean akhirnya tidak membeli apapun, dia juga tidak akan mengatakan apapun. “Tuan, kalau Anda masih belum membayar, mohon Anda segera tinggalkan tempat ini. Jangan mempengaruhi toko kami,” ucap pelayan pertama dengan cuek. “Sudah cukup berpura-pura kaya, lebih baik kamu cepat pergi dari sini. Jangan menunggu banyak orang yang datang untuk melihat, agar tidak lebih memalukan," ucap wanita itu. Sean menatap wanita itu sekilas, baru saja ingin mengeluarkan telepon menghubungi Roby, lalu dia melihat seorang pria tinggi mendekatinya. “Ternyata Pak Adam yang datang
“Baik, kalau begitu tolong bungkus seluruh pakaian anak perempuan disini. Untuk pakaian anak laki-laki, disumbang saja ke panti asuhan,” ucap Sean. Kedua pelayan itu tercengang dan membutuhkan waktu untuk tersadar kembali. Sean tidak membawa kartu ATM, tapi kartu VVIP ini lebih berguna dari kartu ATM. Saat seluruh karyawan mall ini menerima pelatihan, diminta untuk mengingat selembar kartu VVIP itu dan menyuruh mereka tidak boleh menerima uang dengan menunjukkan kartu VVIP ini, walaupun harga barang itu sangatlah mahal. Biasanya di setiap area mall ini akan memasang video kartu VVIP ini, sehingga mereka sangat mengingat ini. “Mengapa kalian masih diam? Cepat bungkus!” Adam menegur pelan kepada dua pelayan yang terdiam disana. Mereka berdua reaksi kembali dan segera membungkus seluruh pakaian anak perempuan, bahkan kasir pun ikut serta membantu mereka membungkus, setelah selesai menghitung total pembelian. Sedangkan Adam mengeluarkan teleponnya untuk menyuruh o
"Tuan Besar? Apakah pria muda ini adalah anak keturunan dari pemilik Perusahaan Martaguna? Ya Tuhan!" mereka pun memikirkan itu dan ekspresi wajah mereka semakin berubah. "Direktur Adam, maaf, kamilah yang tidak bisa melihat jelas identitas Tuan Sean!" kata pria itu dengan wajah yang sedih dan penuh bersalah. Dia juga memiliki perusahaan kecil dan sedikit kaya. Namun, didepan orang kaya besar seperti Adam, dia hanya bagaikan butiran debu. Bahkan, Adam juga merupakan bagian dari Perusahaan Martaguna. "Minggir! Semoga ini bisa menjadi pelajaran bagi kalian agar kalian tidak meremehkan orang lain lagi kedepannya," kata Sean sambil menatap mereka. Umur anak perempuan mereka tidak beda jauh dengan putrinya. Disaat ini, anak perempuan itu hanya memandang kedua orangtuanya dengan kebingungan. Perkataan ibunya sedikit menggerakkan hati Sean. Sean tidak ingin membuat orang tuanya malu di depan anak perempuannya yang begitu imut itu dan memberikan pengaruh yang bur
"Ibu, lihatlah baju ini, cantik kan?" ketika Natalie keluar, Jennie pun memamerkan baju yang dia kenakan itu dengan bangga. Natalie menatap baju yang dikenakan Jennie dan berkata dengan terkejut, "Ini adalah baju merk Calvin Klein yang diimpor dari Amerika itu kan, harganya sekitar 50 jutaan, dari mana kamu mendapat uang sebanyak itu?" "Ini gratis loh, Bu," kata Jennie kepada ibunya dengan senyum yang semringah. "Maksudmu gratis? Apakah kamu sedang bercanda?" kata Natalie. "Karena aku ada ini." Jennie lalu mengeluarkan kartu VVIP itu. "Apa itu?" tanya Natalie sambil menatap kartu itu. "Ini adalah kartu VVIP Mall PVJ Bandung, dengan kartu ini, kita bisa membeli seluruh barang di mall itu dengan gratis," kata Jennie. Natalie mengerutkan kening dan sedikit tidak percaya pada putrinya sendiri. Mall PVJ Bandung merupakan salah satu mall terbaik di kota Bandung. Meskipun putrinya merupakan mahasiswa yang sudah tingkat akhir, namun dia masih meru
Mega mengatakan itu dengan marah, lalu masuk kedalam kamar Andin. Sean memijat pundaknya sendiri dan menyimpan kembali makanan itu lalu duduk diruang tamu sambil menonton tv.— Keesokan harinya, Sean mengantar Andin ke sekolah dan sekalian pergi ke Perusahaan Arthaguna. Semenjak dia membeli Perusahaan Arthaguna itu, dia tidak pernah mengunjunginya karena terlalu sibuk menjaga putrinya. Dia kebetulan datang untuk melihat kondisi kantor hari ini dan juga sekalian mencari tahu siapa klien Mega itu. Setelah masuk melalui pintu kantor, Sean melihat beberapa satpam sedang menggosipi dirinya. Setelah mendengar semua perkataan satpam itu, hatinya pun dipenuhi oleh amarah. "Bukankah dia sudah dipecat? Kenapa datang lagi?" "Dipecat? Kamu berpikir terlalu banyak." "Ah, seingatku atasan kita pernah berkata, tidak hanya ingin memecatnya bahkan juga menahan gajinya." "Iya, ini merupakan kekuasaan Direktur Khair. Saat itu aku juga merasa kalau sudah waktunya o
"Pikirlah dengan jelas, sekarang beri aku data klien yang sedang dilayani oleh Mega itu," kata Sean sambil mematikan rokoknya. Chandra mengangguk dan langsung menyuruh sekretarisnya untuk pergi mencari manajer marketing. Dengan cepat, sekretarisnya kembali dengan membawa data klien itu. "Tuan Sean, ini adalah data yang kamu inginkan," kata sekretaris itu dengan hormat dan meletakkan data itu didepan Sean dan menatap Sean dengan tatapan yang berkilau.Siapa yang menduga, Sean yang awalnya hanya merupakan satpam di kantor ini, seketika dia bisa menjadi pemilik saham terbesar diperusahaan ini. Apalagi ketika melihat direktur Chandra sedang berdiri dengan hormat disamping Sean, sekretaris itu pun semakin menghormatinya. Setelah Sean melihat data orang itu, dia lalu mengeluarkan ponsel dan menelepon Roby. Jika ada yang berani mengganggu istrinya, maka harus berani menanggung resikonya juga! Setelah menutup telepon, Sean kembali berkata, "Satu lagi, atur jadwal untu
“Dian, apa kamu sedang sibuk?” Sean menelepon Jenderal Dian, suaranya terdengar dingin.[Ya, Tuan, aku baru saja mau pergi makan, apa kamu sudah makan? Kalau kamu belum makan, aku traktir kamu makan.] Jenderal Dian tertawa."Oke, aku akan mencarimu sendiri di hari lain, tapi Dian, aku punya sesuatu untuk didiskusikan denganmu, apa kamu bisa menyisihkan beberapa menit untuk mendengarkanku?" Sean juga tertawa.[Tentu saja tidak masalah, katakan saja,] jawab Jenderal Dian."Aku ingin keluarga Wijaya menghilang dari muka bumi ini!" Ucap Sean dengan dingin.Dian yang mendengar itu terkejut, dia menggertakan giginya dengan kuat. [A-ada apa, Tuan? Apa yang terjadi?]"Lakukan, aku ingin keluarga Wijaya menghilang hari ini juga!"Dian yang menyadari terjadi sesuatu antara Sean dan Riswan langsung bergegas membawa anak buahnya menuju kediaman keluarga Wijaya,***Sementara itu, malam hari di kediaman Wijaya.BRAK!"Bajingan!" Gerutu Riswan dengan kesal. "Beraninya dia memperlakukanku seperti in
"Tidak, kamu masih tidak terlalu mengenalku, aku hanya manusia biasa, aku tidak mencintai itu semua, aku hanya mencintai uang. Begini saja, melihat ketulusanmu, aku akan mengurangi sedikit uangnya menjadi 10 milyar, kita semua orang terhormat, tidak perlu membicarakan harga lagi." Sean melambaikan tangannya, tampak seperti orang yang menyukai uang. Sebenarnya dia hanya ingin memeras Riswan. Malam itu, Riswan tidak ingin pergi ke supermarket untuk melakukan sesuatu, dan setelah kejadian ini, dia merasa Riswan tidak tahan untuk tidak pergi ke supermarket untuk melakukan sesuatu. Kalau begitu, peras dia dengan keras dulu, ketika dia benar-benar membuat masalah, kemudian memerasnya lagi, atau memberikan sedikit masalah pada keluarga Wijaya-nya, lihat apa dia berani pergi ke supermarket membuat masalah di masa depan? Begitu Sean mengatakan ini, Riswan dan yang lainnya tercengang. '10 Milyar?!' Ini jelas adalah perampasan! Riswan mengeluh di dalam hatinya, mengeluh hingga hampir muntah
Dia tidak menyangka itu Sean, meskipun dia tidak tahu identitas pasti Sean, tapi pria ini adalah dewa yang ingin diajak bersulang oleh tokoh-tokoh kuat di kota, termasuk Rendy. Dia hanya putra dari keluarga kecil, sama sekali tidak berani menghadapinya. "Sean, Tuan Muda Riswan kami sudah datang, bukankah kamu tadi berteriak ingin melihat Tuan Muda Riswan kami, kamu berani sombong? Oh iya, kami Tuan Muda Riswan adalah pewaris Keluarga Wijaya, salah satu dari empat keluarga besar," kata Beni memberikan pandangan mengejek pada Sean. Sebelumnya dipukuli oleh Sean, sekarang Riswan ada di sini, dia segera melanjutkan kembali penampilannya yang arogan dan sombong. Sean bahkan tidak menatapnya sama sekali, hanya menatap Riswan dengan datar. “Ternyata kamu,” Riswan tidak menyangka itu adalah Sean, ekspresi matanya tiba-tiba menjadi suram. Hubungannya dengan Sean sudah naik ke titik musuh sejati, dia belum pergi mencari masalah ke Sean, tapi tidak disangka Sean ter
"Hutang mamaku padamu sudah dibayar, sekarang kita akan menghitung kompensasi untuk kerusakan mental mamaku selama periode ini. Oh iya, dan adik iparku," kata Sean sambil tersenyum mengejek. Awalnya dia hanya ingin membayar hutang Natalie, mengambil kwitansinya lalu pergi dari tempat itu. Tidak disangka, Beni ternyata masih ingin mempermainkannya, jadi dia menemani Beni untuk bersenang-senang. "Ada apa denganmu? Kompensasi kerusakan mentalnya seharusnya dia sendiri yang memintanya pada kami baru benar, kan," Beni tertawa mendengar perkataan Sean. “Kenapa? Dia mamaku, aku sebagai menantu, bukankah tidak masalah mencari kalian untuk menghitung kompensasi kerusakan mental?" Sean melotot ke arah Beni. Mamamu? Kami tidak melihat dia memperlakukanmu sebagai menantu, kalau tidak bagaimana mungkin dia meninggalkanmu sendirian, dan dengan tidak pedulinya melarikan diri. Wajah Beni menjadi sangat jelek, tapi dia masih berkata, "Kamu jangan bercanda, tadi juga
"Lepaskan dia, berapa banyak hutangnya, aku akan membayarnya," menanggapi pengakuan bersalah Natalie, Sean tidak repot-repot menanganinya, Natalie bahkan meminjam dari lintah darat untuk mendapatkan kembali uang kalah judinya, dia sama sekali tidak percaya omong kosong Natalie. Di masa lalu, dia melihat dengan matanya sendiri, ada orang yang demi berhenti berjudi, dia bahkan memotong jari kelingkingnya. Tapi tidak lama kemudian, orang itu menginjakkan kaki di kasino dan kehilangan celana dalam. "2 miliar dengan tambahan bunga 15%," Natalie dengan tergesa-gesa berkata. Sean menatap tajam ke arah Beni, dan Beni dan yang lainnya pun menatap serius wajah Sean, kemudian Beni mengangguk, berkata, "Benar, total semuanya jadi 2,3 miliar, jika kamu dapat membayar kembali uang itu, aku akan segera melepaskannya." "Berikan aku nomor rekening," kata Sean sambil menatap handphone yang dia keluarkan. Beni tertegun, kemudian tertawa, langsung memberikan nomor rekeningny
Jennie juga merupakan wanita cantik di sekolahnya. Sejujurnya, Beni yang sudah hidup lebih dari 30 tahun dan melihat banyak wanita, tapi dia belum pernah melihat wanita cantik seperti Jennie. Alasan Beni meminjamkan uang sebanyak 2 miliar kepada Natalie itu karena dia sudah melihat foto Jennie sebelumnya. Biasanya, tidak banyak orang yang bisa dengan tepat waktu melunasi pinjaman rentenir, apalagi pinjaman dengan bunga berganda semacam ini. Jika melihat Jennie orangnya langsung hari ini, dia bahkan lebih cantik dari foto, Beni langsung tertarik. “Benar, dia putriku Jennie, Jennie, cepat kesini dan temui Kak Beni,” Natalie dengan hati-hati tersenyum dan berbicara, Beni bisa memberikan toleransi beberapa hari, membuatnya sedikit terkejut, dan tidak berpikir hal lainnya sama sekali. “Halo, Kak Beni,” Jennie dengan sedikit takutnya menyapa Beni. "Jennie cantik, sini duduk, tolong cepat tuangkan teh," Beni menyuruh pria berotot untuk menyiapkan teh. Si pria be
Keesokan harinya Mega bangun pagi-pagi dan tidak mengatakan sepatah kata pun kepada Sean, bisa dilihat bahwa dia masih sangat marah. Sepertinya itu bukan hanya marah biasa, itu sangat menyedihkan. Sudah hampir sepuluh tahun menikah, Mega dibohongi, jika wanita yang lain, tidak mungkin hanya marah semudah itu. Mega terjaga, dan Sean juga sudah bangun. Dia diam-diam menatap Mega yang sedih yang tidak berbicara dengannya, hatinya merasa sedikit terguncang, dan bahkan dia hampir ingin menceritakan yang sebenarnya padanya. Setelah Mega keluar, Sean juga bangun untuk mandi. Lalu dia pergi ke dapur untuk membuat sarapan untuk Andin. Setelah mengantarkan Andin ke sekolah, dia berencana pergi ke supermarket. Meskipun tidak mungkin bagi Riza untuk mengirim seseorang ke supermarketnya untuk menimbulkan masalah, dia tahu bahwa Riswan pasti akan mengirim seseorang, dan itu masalah akhir-akhir ini. Pada saat itu, dia masih gelisah tentang Irfan, dan dia khawatir kepercayaan
Pria muda itu mengambil kotak nasi itu tanpa sadar dan ingin mengatakan sesuatu, tetapi ternyata dia tidak bisa mengatakan apa-apa. Pagi ini dia makan beberapa roti dan memang sedikit lapar, dia diam-diam mengucapkan terima kasih kepada Andin dan Sean sebelum membuka nasi kotak. Tetapi ketika nasi kotak terbuka, dia tercengang. Dia kaget melihat puluhan juta uang tunai, lalu buru-buru menatap Sean. Tetapi pada saat itu Sean memegang tangan Andin dan berjalan di luar taman. “Semoga kehidupan kalian diberkati!” Pria muda itu bergetar, di belakang Sean dan Andin dia membungkuk, matanya sedikit basah. Akhirnya dia menyadari, bahwa saat dia menelpon keluarganya tadi, ada sepasang ayah dan anak perempuan yang melewatinya, saat itu di tidak memperhatikan, dan percakapannya pasti didengar oleh ayah dan anak perempuan itu. Untuk bantuan Sean, dia mengingat erat-erat di dalam hatinya. Dan akan benar-benar ingat penampilan mereka berdua. Uang itu sangat penting baginya.
Dia juga orang yang memiliki harga diri, dia ingin dengan kemampuannya sendiri naik selangkah demi selangkah, tapi perasaan yang semua sudah diatur oleh orang lain ini membuatnya sangat tidak nyaman. “Itu, aku, aku tidak tahu apa yang dipikirkan Tuan muda Sean,” Chandra tertawa. “Lupakan saja, aku juga tidak mempersulitmu, aku akan bicara sendiri dengannya,” kata Mega dan meninggalkan kantor Chandra. Pada saat itu, saat itu dia benar-benar mengetahui identitas Sean yang sebenarnya, di hatinya tidak ada rasa terkejut dan bahagia. Yang ada hanya perasaan ditipu. Setelah meninggalkan perusahaan, Mega memarkir mobil di sisi jalan, mengeluarkan ponselnya, dan mencari nomor Sean. Dia awalnya ragu, tapi akhirnya dia tetap tidak menelepon Sean. Awalnya, dia ingin menanyakan mengapa Sean terus membohonginya, tetapi setelah memikirkannya, dia menyerah. Sean telah menipu dia. Apa gunanya bertanya lagi? Sebelum Mega kembali ke rumah, dia ditelepon Dewi, mengunda