"Ayah, Jennie, aku akhirnya sudah memahami kalian. Sean membantu kalian mendapatkan 100 miliar. Setelah ada masalah, kalian meninggalkannya dan langsung melarikan diri pulang ke rumah, apakah kalian masih memiliki hati nurani?" Dia menoleh ke Natalie dan berkata dengan marah, "Selain itu, ibu, ayah sudah mengatakan, dari 100 miliar ini, setengahnya adalah milik Sean, tetapi ibu tidak ingin memberinya sepeserpun, tanpa Sean, apakah ayah bisa mendapatkan uang itu? Apakah ibu tidak memiliki hati nurani lagi? Apakah ibu lupa, kalian selalu memusuhi Sean, tetapi waktu itu dia masih diam-diam membantumu memenangkan proyek perusahaan Wijaya. Terus kalian pernah mengatainya, mempermalukannya, apa dia ada mengatai kalian? Dia tidak mengatakan apa-apa, setidaknya dia tidak mengatakan sesuatu yang tidak baik tentang kalian di depanku. " Mungkin karena dia juga merasa takut, akhirnya Mega pun marah. Bambang, Natalie, dan Jennie semuanya menundukkan kepala karena malu. Iya, sel
Sean menoleh dan menatap Mega, hatinya yang paling lembut langsung tersentuh. "Bu, aku ingin pulang," ujar Andin sambil menangis ketika dia melihat neneknya marah. "Iya sayang, kita akan pulang sekarang," Mega menekan kemarahan di hatinya dan menggendong Andin dari pelukan Sean. "Mega, percayalah padaku, berapa banyak pun keluarga Suryana aku tidak mempedulikannya. Aku bilang mereka tidak berani datang mencari masalah, maka mereka tidak akan berani datang, ayo kita pulang," Sean merangkul bahu Mega, dan mereka bertiga berjalan menuju pintu. Setelah mereka bertiga keluar dari lift, mereka berjalan menuju mobil, ketika mereka akan masuk ke dalam mobil, mereka melihat Bambang berlari dengan terengah-engah. "Ayah, apa yang ayah lakukan?" Tanya Mega. "Mega, temperamen ibumu memang seperti itu, kamu jangan marah padanya," Bambang menghela napas dan berbalik ke arah Sean. "Sean, berikan nomor kartu mu, aku akan mentransfer uang bagian untukmu, bawa Meg
"Apakah kamu mentransfer uangnya kepada mereka?" Natalie bertanya dengan muram ketika Bambang kembali. Dia jelas tahu bahwa Bambang mengejar mereka karena ingin mentransfer uang untuk Sean, tetapi dia akhirnya hanya membiarkan Bambang mengejar mereka. "Sean baru saja memenangkan lotre sebesar 300 miliar beberapa waktu lalu. Apakah mereka akan tertarik dengan 50 miliar?" Ujar Bambang dengan kesal. "Apa? Dia memenangkan lotre 300 miliar beberapa waktu yang lalu?" Natalie terkejut, ratusan miliar, bahkan dia belum pernah melihatnya. "Ayah, apakah yang kamu katakan itu benar, kakak ipar benar-benar memenangkan lotre 300 miliar?" Jennie juga menatap Bambang dengan terkejut. "Benar, jika tidak percaya kamu bisa menelpon kakakmu dan bertanya kepadanya," ujar Bambang dengan mencibir. "Huh, anak itu memenangkan uang ratusan miliar, dan tidak memberikan kita sepeserpun untuk menunjukkan rasa baktinya. Dia benar-benar tidak memiliki hati nurani. Selain itu Mega
Disisi lain, di vila keluarga Suryana. "Apakah identitasnya sudah diketahui?" Faruq menatap pria paruh baya yang masuk dan bertanya dengan suara dalam. "Direktur Faruq, sudah diketahui, dia adalah pemilik supermarket Sejahtera," ujar pria paruh baya dengan hormat. "Seorang pemilik supermarket dapat mengeluarkan uang triliunan untuk berjudi? Apa kamu tidak menemukan ada identitas lain lagi?" Ujar Faruq dengan mengerutkan keningnya. "Sementara belum ditemukan," ujar pria paruh baya itu sambil menggelengkan kepalanya. "Oke, teruslah periksa, selain itu, cari orang untuk pergi ke supermarketnya dan membuat sedikit masalah dulu," ujar Faruq dengan serius. "Baik, Direktur Faruq, aku akan segera mengaturnya sekarang," Pria paruh baya mengangguk dengan hormat dan kemudian keluar. Faruq berdiri di dekat jendela, terlihat tatapan mematikan di matanya. "Aku tidak peduli siapa kamu, berani memukul putra sulungku dan melukai putra bungsuku. Jika aku t
"Ayah, jika kita membubarkan perusahaan traffic, kelak kita tidak akan bisa berada di bidang itu lagi," ujar Yuda dengan cemas. "Tahu apa kamu masalah ini, pergi atur saja sana!" Ujar Faruq dengan suara yang dalam, kemudian dia bangkit dan berjalan keluar. Muncul masalah yang begitu besar, yang harus dia lakukan pertama kalinya adalah pergi ke perusahaan untuk mengadakan pertemuan manajemen untuk menstabilkan perusahaan.— Pada saat ini di Southbank Noir, Sean dan Agung sedang mendiskusikan suatu masalah. "Dua kontrak ini aku serahkan kepadamu, setelah masalah keluarga Suryana diselesaikan, kamu langsung dirikan perusahaan perdagangan perhiasan," ujar Sean. "Jika ingin membangun perusahaan perdagangan perhiasan, itu mungkin akan membutuhkan banyak uang," ujar Agung setelah menerima kontrak saluran batu asli. "500 miliar cukup tidak?" Ujar Sean sambil tersenyum. "Sepertinya kamu benar-benar sudah menjadi kaya," mata Agung langsung cerah, sebelumn
"Hei, Yardan, angin apa yang membawamu kesini," Bambang membuka pintu dan melihat sepasang suami-istri dan seorang pemuda tampan berdiri di depan pintu rumahnya. Pasangan ini adalah teman sekelasnya yang dulu, Yardan Tahalea dan Emily. Adapun pemuda yang tampan itu adalah putranya Yardan Tahalea dan istrinya, Gavin Tahalea. "Hai, aku sudah lama tidak berkontak denganmu. Hari ini, Gavin baru saja dipekerjakan oleh Champions, jadi aku sekalian datang bertamu, malam ini aku ingin mengundangmu keluar untuk makan malam bersama," ujar Emily sambil tersenyum. "Oh, Jennie juga ada di rumah. Hai, tidak bertemu selama beberapa tahun, Jennie sudah menjadi gadis yang sangat cantik," Emily melihat Jennie yang di samping dan menyapanya sambil tersenyum. Mereka hari ini datang ke rumah Bambang, tujuannya memang untuk menemui Jennie. Dulu, kedua keluarga mereka awalnya adalah tetangga. Gavin Tahalea menyukai Mega, keluarga Tahalea juga pernah datang untuk melamarnya, siapa sa
"Jennie, Champions adalah perusahaan terbesar di kota Bandung. Penghasil serta tunjangan dll bahkan sudah setara dengan penghasilan di kota-kota besar, orang biasa tidak akan bisa masuk," ujar Gavin Tahalea dengan bangga. Jennie tersenyum dan tidak mengatakan apa-apa, dia berkata dalam hati, gaji hanya 40 jutaan perbulan untuk apa di banggakan. Kakak iparku menghasilkan 100 miliar untuk ayahku hanya dalam semalam. "Jennie, ini aku belikan tas untukmu saat aku akan kesini," Gavin Tahalea mengeluarkan tas tangan dari plastik untuk Jennie ketika waktunya kira-kira sudah tepat. "Waw, tasnya sangat cantik, pasti harganya mahal bukan," ujar Bambang setelah melihatnya sejenak. "Asal Jennie menyukainya, tidak masalah aku mengeluarkan uang 15 juta untuk tasnya," ujar Gavin Tahalea dengan sombong. "Oh iya, paman, aku juga membawakanmu makanan, paman bisa mencobanya," Gavin Tahalea memberikan goodie bag dengan brand yang terkenal dan menyerahkannya kepada Bambang. "Kenapa harus repot-
Meskipun keluarga Emily merasa sedikit tidak senang, tetapi mereka juga harus mengakui keberuntungan Sean, menantu ini benar-benar berkah bagi Bambang. Hanya saja melihat Sean ternyata adalah seorang pengangguran, Emily tidak bisa menahan diri untuk mengatainya, "Bambang, Sean masih muda dan tidak pergi bekerja, bahkan jika dia memberikanmu 500 miliarpun, dia masih saja tidak berguna. Menurutku, anak muda seharusnya memiliki sebuah pekerjaan yang tetap dan stabil, seperti putra kami Gavin, dia bekerja di perusahaan besar seperti Champions, kelak dia akan sepenuhnya terjamin, dan tidak perlu lagi memakan uang orang tua. " "Iya, bahkan jika kamu memiliki banyak uang, jika generasi muda tidak kompeten, akhirnya juga akan hidup susah," ujar Yardan Tahalea. Gavin Tahalea juga tampaknya telah mendapatkan kembali kepercayaan dirinya, dia bersikap acuh tak acuh kepada Sean. Tidak peduli seberapa beruntungnya Sean, dia juga tidak akan bisa memenangkan hadiah utama lagi