Nara tampak mondar mandir di depan pintu kamar Jaden. Setelah melihat berita di televisi tadi, Jaden sekarang malah mengurung diri di dalam kamar. Nara bisa tahu apa yang sedang Jaden rasakan. Pemberitaan tentang model terkenal, yaitu Kalista yang saat ini sedang dekat dengan seorang pria yang belum diketahui identitasnya secara jelas. Sontak saja hal itu membuat Jaden merasa sangat sakit hati. "Bagaimana ini?" Nara dibuat terkejut saat dia mendengar suara benda yang dibanting secara bergantian, dan Nara tau pasti Jaden sudah membuat kamarnya seperti kapal pecah. "Apa aku menerobos masuk saja? Aku takut kalau dia nantinya akan berbuat hal yang buruk pada dirinya." Nara akhirnya mengambil keputusan untuk menerobos masuk ke dalam kamar Jaden, dan saat dia baru masuk. Tiba-tiba dahinya malah terkena lemparan kotak kayu yang ada di sana. "Aduh!" Nara memegangi dahinya dan dia merasakan sesuatu di jarinya. "Darah?" Jaden melihat dahi Nara yang mengeluarkan darah tampak terkeju
"Anak? Bagaimana aku bisa memiliki anak kalau calon istriku malah pergi meninggalkan aku karena kakiku yang lumpuh?" ucap Jaden getir."Tuan JL lupa kalau di dunia ini, wanita bukan hanya mantan tunanganmu itu? Masih banyak wanita yang akan mau menerima Tuan JL dengan tulus.""Mereka mungkin mau hanya karena apa yang aku punya, tapi tidak akan dengan tulus mencintaiku dan mau menerima keadaanku yang lumpuh ini."Nara tampak mengerutkan kedua alisnya, dia tampak kesal jika diajak oleh Jaden berdebat seperti ini."Hal itu memang bisa saja terjadi, tapi wanita yang mencintai dengan benar-benar tulus pun masih ada. Contohnya aku. Aku jika jatuh cinta dengan seseorang, tidak akan mau memandang harta atau kekurangan yang dia miliki karena harta bisa menghilang. kekurangannya akan bisa tertutupi dengan cinta tulus yang kita miliki.""Apa kamu mau denganku?""Hah?" Mulut Nara seketika terbuka lebar karena kaget dengan apa yang Jaden tanyakan."Tidak perlu sekaget itu. Aku juga tidak akan mau
Nara seketika berjongkok di depan kuris roda Jaden. "Tuan Muda kenapa tidak mau ikut? Kita sudah berjanji, kan, kalau Tuan Muda mau melupakan masa buruk yang Tuan JL alami." Tangan Nara pun menggenggam tangan pria itu.Nenek dan Reno yang melihat hal itu seketika saling melempar pandangan dengan wajah tentu saja tidak percaya."Nek, itu benaran cucu nenek ya?" tanya Reno lirih."Dia cucuku, Ren, dan sepertinya kita sudah menemukan orang yang tepat untuk pria arogan itu." Wanita tua itupun tersenyum lebar melihat hal itu.Tatapan mata Jaden yang tadinya tajam, sekarang terlihat lebih teduh. Dia pun melihat pada tangannya yang digenggam oleh Nara."Aku memang sudah berjanji sama kamu, tapi tidak berarti aku harus mengikuti semua yang kamu perintahkan. Kalau kamu mau pergi, pergi saja." Jaden menarik tangannya dari tangan Nara. Dia pun mendorong kursi rodanya masuk ke dalam kamar. Nara yang masih duduk berjongkok di sana hanya bisa terdiam."Kalau tuan muda tidak mau, kita tidak jadi per
Reno yang melihat Nara pergi menyusul Jaden pun khawatir. "Nek, apa aku juga ikut menyusul Nara dan Tuan Muda?" "Tidak perlu, Ren. Nara pasti bisa mengatasi sikap cucuku yang memang sejak kelumpuhan itu sangat membuat orang lain kesal." Nenek cantik itu malah santai menikmati teh hangatnya."Oh ya sudah kalau begitu, tapi memang benar apa kata Nenek. Nara itu penjaganya Tuan JL." Reno pun malah santai menikmati tehnya.Nara mencari di mana keberadaan si pria lumpuh yang menjadi majikannya itu. Jaden ternyata sedang duduk di atas batu besar dengan kruk yang dia sandarkan tepat di sebelahnya."Dia sedang melamun apa? Pasti ingat dengan wanita yang sudah meninggalkan itu. Tuan Jaden harus bisa melupakan wanita itu dan satu-satunya cara dia jatuh cinta pada wanita lain yang tentu saja bisa menerimanya keadaanya," Nara malah berdialog sendiri di tempatnya berdiri saat ini."Tuan JL, Tuan kenapa malah duduk di sini sendirian?" Nara pun duduk di sebelah majikannya itu.Jaden hanya melirik p
Jaden pun mencoba membantu Reno menyalakan perapian. Nara yang juga membantu malah diusili Reno dengan menorehkan sisa kayu bakar yang sudah menjadi abu pada wajah Nara."Reno!" seru Nara kesal.Reno malah cekikikan. "Muka kamu lucu sekali seperti boneka anabel," ejek Reno."Awas kamu, ya!" Nara mengambil sisa kayu bakar yang sudah menjadi abu, tapi matanya malah kelilipan. "Aduh!" Erang Nara malah kebingungan sendiri karena tangannya pun kotor. Di tengah kebingungannya itu, Nara pun merasakan tangannya ditarik oleh seseorang dan sebuah sentuhan lembut pada pipi Nara."Biar aku tiup, kamu tenang dulu," suara itu sangat Nara kenali, meskipun kedua matanya masih tertutup menahan perih.Nara pun seketika menurut suara yang berbicara dengannya. Dia merasakan embusan udara yang terasa hangat pada matanya.Perlahan, wanita itu mencoba membuka kedua matanya dan dia melihat wajah seseorang yang baginya menyebalkan, tapi entah kenapa dia mulai menyukai wajah itu."Sudah tidak apa-apa, kan?" t
Nara pun beralasan jika dia sedang mimpi buruk, padahal bayangan akan rasa bersalah pada Jaden itu kembali muncul, di tambah juga Nara yang merindukan suaminya. "Aku tadi memang mimpi buruk, Tuan. Maaf kalau sudah membuat Tuan Jaden terbangun.""Aku tadi mau mengambil air minum karena air di gelasku habis, tapi aku mendengar kamu mengigau apalagi pintu tidak kamu tutup dengan rapat. Kamu itu ceroboh sekali. Bagaimana kalau ada orang masuk?" Sekarang Jaden malah ngomel sama Nara."Orang lain siapa? Di sini hanya ada Tuan, Nenek dan Reno, lagi pula kalau salah satu dari kalian masuk pun tidak apa-apa.""Tidak bisa begitu, Nara! Kalau aku atau nenek tidak masalah, tapi kalau Reno jangan!" seru Jaden tegas."Memangnya kenapa dengan Reno?""Dia ... Pokoknya tidak boleh! Dia mau apa masuk ke kamar kamu?" Jaden pun bingung mau menjelaskan bagaimana yang dia rasakan jika Reno dekat dengan Nara."Mungkin saja dia ingin membangunkan aku seperti yang Tuan JL lakukan, atau ....""Kamu masih menga
Nara yang baru bangun dari pingsannya tampak terkejut karena melihat ada nenek dan juga Reno di sana. Nara pun menceritakan kejadian sebenarnya pada nenek dan itu sama persis seperti apa yang Jaden katakan."Sekarang Tuan JL ke mana?" tanya Nara yang tidak melihat ada pria lumpuh yang semalam menemaninya tidur."Dia ngambek, Nara," celetuk Reno."Ngambek kenapa?" Nara pun melihat heran."Reno, kamu jangan bicara sembaranga. Dia ada di kamarnya seperti biasa, kamu tau sendiri bagaimana cucuku itu, Nara."Nara pun menganggukan kepalanya. "Kalau begitu, aku akan menyiapkan makan pagi untuk tuan JL dan setelahnya aku akan membawanya ke ruang terapi untuk memijit kakinya." Nara pun bangkit dari tempat tidurnya.Di sana Reno kembali berbisik tentang undangan yang baru saja Reno terima, dan tentu saja membuat Nara heran. "Ada apa sih, Nek?" tanya Nara yang terlihat penasaran."Ini tuan Jaden dapat undangan dari mantan tunangannya dulu, Nara. Nona Kalista akan bertunangan dengan tuan muda De
Jaden tidak mau memberikan obat itu pada Nara dan Jaden tidak mau Nara terlalu ikut campur pada semua hal tentang dirinya."Tuan, aku bukannya ingin ikut campur, tapi aku hanya ingin agar Tuan JL bisa sembuh. Jangan mengkonsumsi obat yang tidak disarankan oleh dokter, tuan JL juga jangan langsung percaya akan hal seperti itu," terang Nara terlihat kesal."Nara, Andrew itu adikku, dan aku sangat kenal dengannya, dan dia tidak mungkin akan mencelakaiku. Malahan dia orang pertama yang membawaku ke rumah sakit saat kecelakaan itu dan dia juga yang menjagaku saat aku tidak sadarkan diri di sana karena nenek masih sakit dan berada di luar negeri. Jangan berpikiran negatif dengannya," ujar Jaden marah."Aku tidak berpikiran negatif dengannya, hanya saja aku mengatakan kalau Tuan JL itu lebih baik mengkonsumsi obat dari dokter Tuan sendiri. Apa aku salah?""Sebaiknya kamu dia saja dan urus pekerjaanmu saja, Nara." Jaden pun kembali terfokus pada ponselnya."Tuan, apa keinginan Tuan JL untuk s
Jaden tidak mau memberikan obat itu pada Nara dan Jaden tidak mau Nara terlalu ikut campur pada semua hal tentang dirinya."Tuan, aku bukannya ingin ikut campur, tapi aku hanya ingin agar Tuan JL bisa sembuh. Jangan mengkonsumsi obat yang tidak disarankan oleh dokter, tuan JL juga jangan langsung percaya akan hal seperti itu," terang Nara terlihat kesal."Nara, Andrew itu adikku, dan aku sangat kenal dengannya, dan dia tidak mungkin akan mencelakaiku. Malahan dia orang pertama yang membawaku ke rumah sakit saat kecelakaan itu dan dia juga yang menjagaku saat aku tidak sadarkan diri di sana karena nenek masih sakit dan berada di luar negeri. Jangan berpikiran negatif dengannya," ujar Jaden marah."Aku tidak berpikiran negatif dengannya, hanya saja aku mengatakan kalau Tuan JL itu lebih baik mengkonsumsi obat dari dokter Tuan sendiri. Apa aku salah?""Sebaiknya kamu dia saja dan urus pekerjaanmu saja, Nara." Jaden pun kembali terfokus pada ponselnya."Tuan, apa keinginan Tuan JL untuk s
Nara yang baru bangun dari pingsannya tampak terkejut karena melihat ada nenek dan juga Reno di sana. Nara pun menceritakan kejadian sebenarnya pada nenek dan itu sama persis seperti apa yang Jaden katakan."Sekarang Tuan JL ke mana?" tanya Nara yang tidak melihat ada pria lumpuh yang semalam menemaninya tidur."Dia ngambek, Nara," celetuk Reno."Ngambek kenapa?" Nara pun melihat heran."Reno, kamu jangan bicara sembaranga. Dia ada di kamarnya seperti biasa, kamu tau sendiri bagaimana cucuku itu, Nara."Nara pun menganggukan kepalanya. "Kalau begitu, aku akan menyiapkan makan pagi untuk tuan JL dan setelahnya aku akan membawanya ke ruang terapi untuk memijit kakinya." Nara pun bangkit dari tempat tidurnya.Di sana Reno kembali berbisik tentang undangan yang baru saja Reno terima, dan tentu saja membuat Nara heran. "Ada apa sih, Nek?" tanya Nara yang terlihat penasaran."Ini tuan Jaden dapat undangan dari mantan tunangannya dulu, Nara. Nona Kalista akan bertunangan dengan tuan muda De
Nara pun beralasan jika dia sedang mimpi buruk, padahal bayangan akan rasa bersalah pada Jaden itu kembali muncul, di tambah juga Nara yang merindukan suaminya. "Aku tadi memang mimpi buruk, Tuan. Maaf kalau sudah membuat Tuan Jaden terbangun.""Aku tadi mau mengambil air minum karena air di gelasku habis, tapi aku mendengar kamu mengigau apalagi pintu tidak kamu tutup dengan rapat. Kamu itu ceroboh sekali. Bagaimana kalau ada orang masuk?" Sekarang Jaden malah ngomel sama Nara."Orang lain siapa? Di sini hanya ada Tuan, Nenek dan Reno, lagi pula kalau salah satu dari kalian masuk pun tidak apa-apa.""Tidak bisa begitu, Nara! Kalau aku atau nenek tidak masalah, tapi kalau Reno jangan!" seru Jaden tegas."Memangnya kenapa dengan Reno?""Dia ... Pokoknya tidak boleh! Dia mau apa masuk ke kamar kamu?" Jaden pun bingung mau menjelaskan bagaimana yang dia rasakan jika Reno dekat dengan Nara."Mungkin saja dia ingin membangunkan aku seperti yang Tuan JL lakukan, atau ....""Kamu masih menga
Jaden pun mencoba membantu Reno menyalakan perapian. Nara yang juga membantu malah diusili Reno dengan menorehkan sisa kayu bakar yang sudah menjadi abu pada wajah Nara."Reno!" seru Nara kesal.Reno malah cekikikan. "Muka kamu lucu sekali seperti boneka anabel," ejek Reno."Awas kamu, ya!" Nara mengambil sisa kayu bakar yang sudah menjadi abu, tapi matanya malah kelilipan. "Aduh!" Erang Nara malah kebingungan sendiri karena tangannya pun kotor. Di tengah kebingungannya itu, Nara pun merasakan tangannya ditarik oleh seseorang dan sebuah sentuhan lembut pada pipi Nara."Biar aku tiup, kamu tenang dulu," suara itu sangat Nara kenali, meskipun kedua matanya masih tertutup menahan perih.Nara pun seketika menurut suara yang berbicara dengannya. Dia merasakan embusan udara yang terasa hangat pada matanya.Perlahan, wanita itu mencoba membuka kedua matanya dan dia melihat wajah seseorang yang baginya menyebalkan, tapi entah kenapa dia mulai menyukai wajah itu."Sudah tidak apa-apa, kan?" t
Reno yang melihat Nara pergi menyusul Jaden pun khawatir. "Nek, apa aku juga ikut menyusul Nara dan Tuan Muda?" "Tidak perlu, Ren. Nara pasti bisa mengatasi sikap cucuku yang memang sejak kelumpuhan itu sangat membuat orang lain kesal." Nenek cantik itu malah santai menikmati teh hangatnya."Oh ya sudah kalau begitu, tapi memang benar apa kata Nenek. Nara itu penjaganya Tuan JL." Reno pun malah santai menikmati tehnya.Nara mencari di mana keberadaan si pria lumpuh yang menjadi majikannya itu. Jaden ternyata sedang duduk di atas batu besar dengan kruk yang dia sandarkan tepat di sebelahnya."Dia sedang melamun apa? Pasti ingat dengan wanita yang sudah meninggalkan itu. Tuan Jaden harus bisa melupakan wanita itu dan satu-satunya cara dia jatuh cinta pada wanita lain yang tentu saja bisa menerimanya keadaanya," Nara malah berdialog sendiri di tempatnya berdiri saat ini."Tuan JL, Tuan kenapa malah duduk di sini sendirian?" Nara pun duduk di sebelah majikannya itu.Jaden hanya melirik p
Nara seketika berjongkok di depan kuris roda Jaden. "Tuan Muda kenapa tidak mau ikut? Kita sudah berjanji, kan, kalau Tuan Muda mau melupakan masa buruk yang Tuan JL alami." Tangan Nara pun menggenggam tangan pria itu.Nenek dan Reno yang melihat hal itu seketika saling melempar pandangan dengan wajah tentu saja tidak percaya."Nek, itu benaran cucu nenek ya?" tanya Reno lirih."Dia cucuku, Ren, dan sepertinya kita sudah menemukan orang yang tepat untuk pria arogan itu." Wanita tua itupun tersenyum lebar melihat hal itu.Tatapan mata Jaden yang tadinya tajam, sekarang terlihat lebih teduh. Dia pun melihat pada tangannya yang digenggam oleh Nara."Aku memang sudah berjanji sama kamu, tapi tidak berarti aku harus mengikuti semua yang kamu perintahkan. Kalau kamu mau pergi, pergi saja." Jaden menarik tangannya dari tangan Nara. Dia pun mendorong kursi rodanya masuk ke dalam kamar. Nara yang masih duduk berjongkok di sana hanya bisa terdiam."Kalau tuan muda tidak mau, kita tidak jadi per
"Anak? Bagaimana aku bisa memiliki anak kalau calon istriku malah pergi meninggalkan aku karena kakiku yang lumpuh?" ucap Jaden getir."Tuan JL lupa kalau di dunia ini, wanita bukan hanya mantan tunanganmu itu? Masih banyak wanita yang akan mau menerima Tuan JL dengan tulus.""Mereka mungkin mau hanya karena apa yang aku punya, tapi tidak akan dengan tulus mencintaiku dan mau menerima keadaanku yang lumpuh ini."Nara tampak mengerutkan kedua alisnya, dia tampak kesal jika diajak oleh Jaden berdebat seperti ini."Hal itu memang bisa saja terjadi, tapi wanita yang mencintai dengan benar-benar tulus pun masih ada. Contohnya aku. Aku jika jatuh cinta dengan seseorang, tidak akan mau memandang harta atau kekurangan yang dia miliki karena harta bisa menghilang. kekurangannya akan bisa tertutupi dengan cinta tulus yang kita miliki.""Apa kamu mau denganku?""Hah?" Mulut Nara seketika terbuka lebar karena kaget dengan apa yang Jaden tanyakan."Tidak perlu sekaget itu. Aku juga tidak akan mau
Nara tampak mondar mandir di depan pintu kamar Jaden. Setelah melihat berita di televisi tadi, Jaden sekarang malah mengurung diri di dalam kamar. Nara bisa tahu apa yang sedang Jaden rasakan. Pemberitaan tentang model terkenal, yaitu Kalista yang saat ini sedang dekat dengan seorang pria yang belum diketahui identitasnya secara jelas. Sontak saja hal itu membuat Jaden merasa sangat sakit hati. "Bagaimana ini?" Nara dibuat terkejut saat dia mendengar suara benda yang dibanting secara bergantian, dan Nara tau pasti Jaden sudah membuat kamarnya seperti kapal pecah. "Apa aku menerobos masuk saja? Aku takut kalau dia nantinya akan berbuat hal yang buruk pada dirinya." Nara akhirnya mengambil keputusan untuk menerobos masuk ke dalam kamar Jaden, dan saat dia baru masuk. Tiba-tiba dahinya malah terkena lemparan kotak kayu yang ada di sana. "Aduh!" Nara memegangi dahinya dan dia merasakan sesuatu di jarinya. "Darah?" Jaden melihat dahi Nara yang mengeluarkan darah tampak terkeju
Nara memberikan ponsel Jaden. Pria itu menerimanya dengan mendongak menatap wajah Nara."Tidak ada orang yang berani membuka ponselku, bahkan Reno pun tidak akan berani, tapi kenapa aku malah memberikannya padamu?" Jaden menggeleng tidak percaya.Nara duduk bersimpuh di bawah kaki Jaden. Dia pun tak segan memegang kedua tangan pria itu. "Itu artinya, Tuan JL sudah percaya padaku. Tuan JL, percayalah jika aku benar-benar ingin Tuan JL sembuh dan bahagia dalam hidup ini," ucap Nara yang terdengar hal yang tulus di telinga Jaden. "Apa sebenarnya motivasimu, Nara? Kenapa aku merasa kalau kamu sangat menginginkan kesembuhan dan kebahagiaanku, terlepas dari kontrak kerja itu? Aku merasa tidak hanya kontrak kerja itu yang membuatmu melakukan semua ini." Jaden menatap Nara dengan penasaran.Nara berusaha menunjukan wajahnya yang biasa agar Jaden tidak curiga. "Jujur saja, selain karena kontrak kerja itu, aku ingin menjadi orang yang bisa dibanggakan oleh orang lain dan diriku sendiri karena