“Juno, sakit jantung, Tante. Mama, bilang … sebentar lagi, Juno akan sembuh. Mama sedang mengumpulkan uang yang banyak untuk operasi Juno, Tante. Tapi, sekarang mamanya Juno sedang sekarat. Iya sekarat, itu yang dikatakan sama om berbaju putih tadi,” ucap Juno bercerita dengan polos dan wajahnya juga tampak masih ketakutan.Ratih kuasa untuk menahan tangis. Ia ingin bertanya lebih, tetapi Ratih tidak tau bagaimana caranya. Jangan sampai pertanyaannya justru membuat Juno semakin tertekan dan semakin trauma. Tetapi, anak ini ternyata lebih kuat dari yang dipikirkan oleh Ratih.“Mama bilang, Juno harus kuat dan harus hidup. Om Parlin, Juno juga mengingat nama orang yang datang ke rumah Mama,” terang Juno membuat semua langsung berhenti mengunyah. Buru-buru Parlin meneguk air minumnya dan segera mendekatkan wajahnya ke Juno.“Siapa, Jun? Apa kamu mendengarnya dengan jelas?” tanya Parlin dijawab dengan anggukan kepala.“Iya, Om. Namanya Pak Tedi Johan, tadi sebelum mereka pergi ada seorang
Mereka langsung beristirahat pada malam itu, terkecuali Leo. Malam itu di saat semua terlelap Ia membuat urutan bukti-bukti beserta nama, tempat, tanggal korban ditemukan dan juga tersangka yang dicurigai.Bukan hanya itu, foto-foto para jaksa dan para hakim, juga sudah dipegang untuk menjadi bukti terjadinya penyalah gunaan jabatan. Anak buah Ikbal ini, sudah bekerja dengan baik bersama tim mereka yang lainnya.“Baiklah, dengan begini, pembicaraan besok akan lebih terarah,” ucap Leo bermonolog dengan dirinya sendiri.Sesuai dengan instruksi Tuan Besar Rahadjo, semua sudah berkumpul di ruang tengah apartemen pukul lima lewat lima belas menit. Mereka lantas turun ke basemen dan segera bergegas menuju tempat tujuan.Rombongan Abizar, langsung menuju ke Jakarta Timur. Jakse sudah membuat janji temu dengan Kepala Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, sesuai instruksi Abizar saat masih di Sumatera.Saat turun dari mobil, AbiZar Raharjo langsung disambut hangat oleh Pak Hasto Suraya, seora
“Apa, kamu bisa menghubunginya untuk kali ini saja sesuai dengan permintaanku, Harto?” tanya Abizar dengan perasaan tidak enak, mengingat masa lalu yang pernah terjadi antara Abizar dan Hastuti."Tenanglah, Abidzar. Hastuti sudah ada di ruangan sebelah.” Hasto tersenyum melihat wajah Abizar yang langsung berbinar.“Benarkah?” tanya Abizar antusias.“Hastuti, menunggumu dan pengacaramu untuk menjabarkan kasus yang sedang kalian hadapi. Siapa korban dan siapa tersangka yang kalian curigai. Lalu, apa yang ingin kalian lakukan. Semua sampaikanlah dengan lengkap, jangan sampai ada yang tertinggal.” Hasto mengingatkan sahabatnya itu.“Iya aku akan memceritakan semua dengan lengkap,” sahut Abizar.“Iya, jika informasi sudah terkirim, dia akan pergi ke kotamu dengan membawa nota khusus dari kepala tim forensik Indonesia. Nanti juga paling Tuti akan meminta izin pengawalan khusus untuknya kepada Bapak Kapolri, kalau ada nota khusus aku yakin, mereka pasti akan menetapkan satu petinggi untuk me
“Ini benar-benar, gila!” gumam Hasto sampai mengusap wajahnya.Ia tidak menyangka seorang perwira berpangkat letnan satu, bisa melakukan segala kekejian ini. Hasto dan Tuti kembali memperhatikan semua penjabaran Leo. Leo tidak hanya menceritakan dengan detail, tetapi ia juga menunjukkan bukti-bukti yang jelas."Ini adalah beberapa foto yang saya miliki pada saat Tedi Johan bertemu dengan jaksa, lalu ini adalah anak buah Tedi Johan yang memberikan gratifikasi kepada beberapa hakim dan juga panitera.” Beberapa foto yang sempat diambil oleh anak buahnya membuat Abizar terbelalak, soalnya Abizar juga belum tau kalau ada bukti tambahan seperti ini."Kami sebenarnya bisa saja melenyapkan mereka dengan mudah Bu dokter. Tetapi, jika hal tersebut terjadi apa bedanya kami dengan mereka," ucap Leo menutup sesi persentase lengkapnya.Abizar lantas menganggukkan kepalanya dan ia setuju dengan apa yang Leo katakan. Siapa saja tau, sebanyak apa bodyguard terlatih milik Atmadeva. Bahkan mereka juga m
"Surya rindu Ibu, dan paling rindu sama Bintang, Om Lukman," lirik Surya sambil sesekali menyeka air matanya. Lukman pun merasa apa yang dialami Surya adalah sesuatu hal yang sangat tidak pantas dan tidak adil bagi anak yang tidak ada sangkut paut dengan perbuatan Susantio. "Tenangkan dirimu, jangan pernah berhenti untuk berharap, berdoa terus kepada Tuhan. Om yakin, sebentar lagi kamu pasti akan bertemu dengan ibu dan adikmu," hibur Lukman dengan tulus. Surya lantas menganggukan kepalanya dan kembali membersihkan wajahnya dari bekas air mata. Lukman sudah membulatkan tekad, jika saja ada kesempatan yang sangat baik, dia akan membawa pergi Surya dari neraka ini. Ia berpikir akan segera menghampiri rumahnya Abidzar atau langsung saja datang ke kantor tempat Abizar bekerja. Lalu Lukman menggelengkan kepalanya. “Jika aku ke kantor maka resiko pasti besar, bisa saja mereka menangkap aku dan Surya. Iya kalau cuman aku yang dihabisi, kalau Surya juga ditembak mati di tempat? Itu tidak bo
Kali ini giliran Ratih yang memberikan kesaksian. Ia bersaksi sesuai dengan apa yang memang dialaminya. Tanpa menambah atau mengurangi, semua dia ceritakan secara detail, setelah hakim langsung memberikan kesempatan untuk pengacara Rangga untuk bertanya kepada Ratih. “Apa ada pertanyaan dari tim kuasa hukum terdakwa?” ucap hakim ketua. “Iya, Hakim ketua,” sahut Yono lalu berdiri dan menghadap kepada Ratih. “Nyonya Ratih, boleh saya tau dulu hubungan Anda dengan Terdakwa?” tanya Yono memulai pertanyaannya. “Rangga adalah kekasih saya, dulu,” jawab Ratih tenang dan teratur. “Berapa lama Anda dan Terdakwa berpacaran?” tanya Yono lagi. “Kurang lebih selama tiga tahun,” sahut Ratih juga masih tenang. “Hem, lalu apakah benar saat Anda memutuskan Terdakwa itu tidak hanya empat mata. Melainkan Anda mempermalukan terdakwa di hadapan banyak tamu?” tanya Yono sekali lagi. “Benar, lalu apa hubungannya masalah pribadi ini dengan kasus percobaan pembunuhan yang saya hadapi?” tanya Ratih mul
“Kalau begitu bawa pasukanmu yang agak banyak. Jangan membuang waktu lagi, kita pergi sekarang juga,” titah Sundari.Sementara semua urusan di Jakarta telah diselesaikan dengan tuntas oleh Abizar. Ia, Fitri, Jakse, Leo dan Dr. Tuti, kini sedang berjalan dengan kepala yang terangkat menaiki anak tangga pesawat. Tujuan pertama mereka adalah menuju ke sebuah vila yang berada di bukit tinggi.“Apa kamu yakin, kalau kali ini kita tidak akan gagal?” tanya Abizar kepada Jakse.“Tuan, modal peluru kita sudah lebih dari cukup. Saya yakin, setelah ini semua akan segera selesai. Tidak lama lagi, Tuan.” Jakse kembali meyakinkan Abizar yang masih terlihat resah.“Tenanglah, Abizar. Ada aku juga yang menemanimu.” Tuti juga ikut menenangkan Abizar sambil memegang pergelangan tangan Abizar.Wajah Abizar tersenyum lega, ia merasa tenang sekarang. Bukan masalah seberapa kerugian materi yang Abizar pikirkan. Tetapi nyawa seorang anak kecil yang menjadi taruhannya, dia sadar jika dirinya kini berkejaran
Sore itu, Soni yang sedang menyeruput teh dan memakan gabin asin saat itu sedang bertukar pesan dengan Tedi. “Jadi bagaimana, Bang Ted? Semua rencana tidak berubah lagi kan? Setelah vonis Rangga dibacakan, hari itu juga target ‘R’ langsung kita ciduk kan, Bang?” tanya Soni untuk mengkonfirmasi kembali rencana mereka.“Hem, tentu saja. Tidak ada yang berubah, ingat yah, Dek. Kalau tidak bisa ditangkap hidup, tembak mati ditempat.” Soni mengangguk saat membaca balasan dari Tedy tersebut.Baru saja ia akan menyimpan ponsel black berrynya masuk ke kantung. Tiba-tiba saja nama komandannya muncul di layar ponsel berbarengan dengan suara notifikasi panggilan masuk. Soni agak heran, tidak biasanya dia dihubungi pada saat hari bebas piket.Apalagi Soni tau kalau saat ini, komandannya sedang bersantai di bukit tinggi dengan keluarganya. Itulah yang diketahui oleh Soni. Ia segera mengangkat dan mendapatkan perintah untuk menyusul ke Bukit tinggi.Tanpa ada rasa curiga sedikit pun, Soni segera b
Deva dan Ratih saat itu juga langsung menghubungi Lusi dan Abizar. Selama ini, Deva dan Ratih sengaja menutupi dan menyembunyikan kalau ingatan Ratih sudah kembali untuk kepentingan penangkapannya Rangga.“Bunda, bisakah kita bertemu malam ini juga?” tanya Ratih pada Lusi.Malam ini sudah pukul sebelas malam, Lusi mengira ada masalah baru lagi. “Baiklah, Nak. Bunda akan ke sana sekarang yah,” jawab Lusi segera bergegas.“Bunda, nanti dijemput sama pak Ratmin yah,” ucap Ratih.“Baiklah, Bunda akan bersiap sekarang juga,” jawabnya.Benar saja, saat dirinya sudah siap dengan jaket di tubuhnya, mobil pribadi Deva sudah menunggunya di depan."Selamat malam, Pak Ratmin. Maafkan, anakku yang memerintahkanmu malam-malam menjemputku ke sini," sapa Lusi merasa tidak enak hati dengan sopir setianya Deva.Ratmin menatap prihatin kepada Lusi. "Saya tahu kondisi kesehatan anak anda, memang sangat mengkhawatirkan dan sangat menyedihkan, Nyonya Lusi. Tetapi, yakinlah Tuhan pasti berpihak kepada yang
“Saudara Tania dan Leni, anda ditangkap karena sudah melakukan penipuan dan penggelapan serta pembunuhan berencana terhadap korban Susantio!”Alan datang dan langsung segera memborgolnya, sedangkan anak buah yang lainnya langsung datang bergerak meringsek masuk.Mereka segera menuju ke dalam kamar hotel mewah tersebut untuk menangkap Leni. Keduanya digeret ke lantai satu dan dimasukkan ke dalam mobil tahanan.Habis sudah mimpi mereka untuk menjadi orang kaya raya. Saat itu juga Leni masih berusaha untuk melepaskan dirinya menggunakan kekuatan hipnotisnya kepada para polisi. Tetapi sayang, semua itu tidak berlaku bagi para polisi yang saat ini bersama dengannya.“Apa yang sedang kau lakukan, Bu? Kenapa, dari tadi mulutmu umak umik tidak jelas,” kekeh salah satu anak buahnya Alan.Leni pun geram mendengar ejekan tersebut. “Kalian harus melepaskan kami saat ini juga! Ini, adalah perintahku,” ucap Leni tegas berusaha untuk menghipnotis orang yang mengejeknya.Tetapi Alan datang dan menepu
“Tentu saja, aku ingin mencari para wanita tetapi bukan hanya satu wanita. Aku ingin sepuluh wanita tercantik dan terseksi, yang ada di tempat ini.” Rangga tampak sangat takabur.“Satu malam akan ku bayarkan dua juta setengah untuk mereka. Aku akan menyewa mereka selama waktu yang aku inginkan,” sambung Rangga.Wanita di hadapannya langsung mengalungkan tangannya di leher Rangga. “Di mana anda akan menginap? Kami akan menuju ke sana, Tuan tampan,” ucap wanita itu.“Berikan saja nomor ponselmu, aku akan mengirimkan waktu dan tempatnya,” jawab Rangga.Wanita itu pun segera bergegas mengeluarkan sebuah kartu nama kepada Rangga. “Anda bisa memanggil saya kapan saja dan sembilan wanita lainnya akan siap melayani anda.” Rangga tertawa dengan puas.Ia lalu beranjak pergi ke sebuah showroom mobil. Dilihatnya, sebuah mobil Lamborghini berwarna merah tua dengan harga dua setengah milia
“Ah, Tuan!” ucap Ara saat dadanya menabrak dada bidangnya Rangga, hingga membuat darah Rangga berdesir.“Kapan kau akan pulang kerja, hari ini?” tanya Rangga to the point, masih dalam kondisi memeluk Ara tanpa ada jarak diantara tubuh keduanya.“Aku akan pulang dua jam lagi, bagaimana?” tanya Ara menahan senyuman lebar di bibir.Ia sudah tau apa niatan pria yang dikenalnya sebagai Raka ini. Hanya dengan saling menatap saja, Ara sudah bisa menebak kalau Raka tertarik padanya.“Bisakah sebelum kau pulang, kau mengirimkan seorang desainer dan belikan aku beberapa pakaian yang sekiranya tampak casual? Juga, aku membutuhkan beberapa pakaian resmi untuk pertemuan bisnisku,” ucap Rangga sambil tertawa geli dalam hatinya.“Oke bisnis man, sambil kau menunggu, aku aku akan mengirimkan beberapa orang yang kau perlukan,” jawab Ara yang tanpa segan meraba dadanya Rangga dengan lembut, se
“Okay, Sayang. Aku pasti akan membei rumah yang terbaik untuk kita. Pergilah dari kekangan keluargamu dan hiduplah berdua denganku di sana. Aku yakin, kau dan aku akan hidup bahagia selamanya,” kekeh Rangga.Ratih mengangguk dan berusaha menatap Rangga dengan bahagia. “Baiklah, Sayang. Aku percayakan semuanya padamu,” jawab Ratih sambil mencium punggung tangannya Rangga.“Kalau begitu, bisakah kau pesankan aku tiket pesawat hari ini? Aku sudah bosan di sini dan aku ingin segera menggunakan nama baruku Raka Sagabara, bagus tidak?” kekeh Rangga.Ratih mengangguk. “Nama yang sangat indah, cocok dengan tampilanmu yang sangat tampan,” jawab Ratih membuat Rangga juga terbahak dan tampak bangga.“Terima kasih, Sayang. Berarti, kita akan langsung mengambil tiket tersebut?” tanya Rangga dan Ratih menunjukkan e-tiket pada ponselnya.“Pesawat akan berangkat tiga jam lagi. Kau tida
“Lalu, kapan kau mengirim uangnya? Aku tidak mungkin menunggu kau selesai sampai masa pemulihan. Rumah itu harus segera dibayar, Rangga.” Nia mendengus saat membaca pesannya Rangga.“Aku tidak bisa menunggu sampai kau selesai masa pemulihan yang baru akan berakhir tiga minggu lagi!” dengus Nia.Rangga pun sudah mulai kesal, ia memilih untuk mengarsipkan pesan dari Nia dan mengirimkan pesan pada Ratih. “Ratih, kapan kau datang ke tempatnya dokter Charles? Aku, merindukanmu,” ucap Rangga.Ratih yang pada saat itu sementara berbelanja di sebuah supermarket yang besar bersama dengan Saka dan Deva lantas terdiam. Ia mematung saat membaca pesannya Rangga dan menunjukkan pesan itu kepada Deva.“Lihatlah apa yang harus aku lakukan?” Deva tersenyum menanggapi pertanyaannya Ratih.“Lakukan saja apa yang dia inginkan, bukankah dia baru saja meminta uang tambahan. Kirim saja sepuluh miliar lagi. Dengan begitu, dia akan terus memberikan kabar padamu tanpa kau perlu bertemu dengannya.” Ratih pun me
Saat melihat wajahnya sendiri, Rangga tampak sangat takjub. “Gila! Aku, sangat tampan!” ucapnya sangat puas saat menatap gambar dirinya di sebuah cermin kecil.Ia tahu kalau dirinya saat ini sudah siap untuk mengubah identitas aslinya. Cermin di tangan Rangga diberikan kembali pada dokter Charles, sambil menyeringai puas.“Terima kasih, Dokter. Ternyata uang yang dibayarkan oleh calon istriku, sepadan dengan hasil yang kau berikan!” Charles pun tersenyum, hingga membuat mata sipitnya semakin menghilang.“Hari ini kau sudah bisa melakukan proses foto untuk keperluan mengganti identitasmu. Tulis saja siapa nama yang kau inginkan di sebuah kertas putih. Tanggal lahir dan untuk alamat, aku sudah memberikan alamat yang tidak akan ditemukan oleh siapapun,” terang Charles.Ia sudah terbiasa membantu pelarian para mafia, maupun bandar narkoba. Dirinya cukup berpengalaman, untuk hal-hal illegal seperti ini. “Raka Sagara! Aku menginginkan namaku menjadi Raka Sagara, Dokter Charles,” ucapnya sam
Leni sedikit mendapatkan firasat tidak enak. Akhirnya, Nia pun menganggukkan kepalanya. “Okey, Bu. Kita, berangkat sekarang.”Keduanya pun segera menuju ke sebuah kantor pemasaran, tampak gedung bertingkat yang sangat tinggi. Dengan penampilan bak artis ibukota, mereka jalan penuh percaya diri.Siapa saja yang menatap mereka, tahu kalau orang-orang ini memakai pakaian mahal. Juga, tas serta sepatu yang bernilai fantastis. Mereka pun segera menunduk hormat dan membukakan pintu untuk Nia dan Leni.“Selamat pagi, Bu. Silahkan masuk,” sambut salah satu penerima tamu dan memberikan welcome drink kepada kedua wanita yang tampak kaya raya tersebut.Mereka sangat menikmati pemujaan yang luar biasa tersebut. “Ya, selamat siang. Aku mau membeli rumah, apa aku bisa melihat beberapa tipe-tipe rumah yang saat ini siap huni?” tanya Nia dengan sombong.“Oh baik, Ibu. Boleh, Ibu perkenalkan nama Ibu siapa ter
“Bu, pakaian di sini pun di bandrol paling murah senilai satu juta setengah, tolong jangan mempersulit pekerjaan kami,” ucap pelayan tersebut berusaha menyadarkan Leni.“Lancang mulutmu!” pekik Nia dan Leni langsung mengangkat tangannya untuk mencegah kemarahan anaknya.Leni ingin tetap tampi dengan elegan dan bersikap seperti orang kaya pada umunya. Leni lantas mengatupkan bibirnya dan menoleh kepada pelayan tersebut.Sedangkan, Nia sudah hendak menghajar pelayan itu. tetapi dicegah oleh Leni. “Oh, benarkah harga pakaian ini satu juta lima ratus paling murah? Kalau begitu, ini!” Leni menjeda sebentar ucapannya seraya memberikan tumpukan pakaian yang ada di pelukannya pada pelayan tersebut.Ia menatap tajam pelayan itu dan berbicara dengan kesan yang sangat mengintimidasi. “Hitung semua pakaian ini, aku akan membayarnya sekarang. Bila perlu, kau dan seisi ruangan ini pun akan kubeli,” ucap Leni dingin dengan menatap nyalang pada wanita itu.