“Habis kau, sebentar lagi Tedi Johan!” gumam Leo menatap geram dalang pembunuhan banyak orang tersebut.Tidak lama kemudian, panggilan kepada seluruh penumpang dengan tujuan ke Pekanbaru dipanggil untuk mulai memasuki pesawat tersebut. Tedi, lantas mencocokkan nomor penerbangan pesawat yang dibacakan dengan yang tertera di boarding pass.Ia langsung memakai kaca mata hitam dan segera melangkah menuju ke keluar ruang tunggu dengan koper yang ditentengnya. Wajahnya tegas, seulas senyum tipis membuat aura maskulin sekaligus misterius menjadi ciri khas seorang Tedi Johan.“Target sudah naik ke pesawat, Komandan,” lapor salah seorang intel yang bertugas di lapangan.“Hem, awasi terus. Jangan sampai lolos,” titah Sigit dengan tegas.Setelah Tedi duduk di nomor kursi yang sesuai dengan tiketnya, ia segera memakai sabuk pengaman dan memanggu koper berisikan uang tersebut. Lalu ia memakai headphone di telinganya untuk menikmati alunan music bagi para penumpang VIP pesawat komersil tersebut sam
Saat di dalam mobil tahanan berpengawalan ketat, Tedi duduk dibagian tengah dan diapit oleh dua orang polisi Pak Ucok seorang polisi berambut cepak dan Pak Alfri polisi berambut gondrong. Perjalanan awalnya lancar.Baik Alfri dan Ucok sudah menganggap kalau Tedi Johan, dapat ditenangkan dan ditangkap tanpa perlawanan berarti. Tapi, dugaan mereka ternyata meleset. Saat mobil sudah dekat dengan perempatan tracfic light, tiba-tiba saja Tedi langsung berdiri dan menindis Pak Alfri dengan tubuhnya serta merampas pistol dan berbalik menembak kepala Ucok yang posisi saat itu lengah karena terkena hentakan tarikan tubuh Tedi Johan.DOR!“Sialan!” teriak Alfri langsung segera menyundul wajah Tedi dengan kepala hingga hidung Tedi mengeluarkan darah.Ia berikan satu uppercut di dagu, serta memukul ulu hati Tedi dengan siku tangannya dan membuat Tedi tersungkur. Perkelahian di dalam mobil tersebut membuat kondisi mobil oleh dan langsung saja menabrak tiang lampu merah di perempatan.“Kurang ajar
“Aku berharap dia tidak selamat, mungkin dengan cara ini dia akan berhenti menyakiti banyak orang, Deva. Aku tidak bisa membayangkan jika dia hidup dan menggunakan semua fasilitas kekuatannya untuk kembali lolos dan justru membalas dendam kepada kita. Apa kamu tidak pernah pikirkan hal tersebut?” ucap Ratih dengan wajah yang menatap ngeri suaminya. Deva lalu terdiam dan berpikir. Ia mengingat kembali beberapa malam lalu, saat Sundari dan Parlin serta anak buahnya turun menuju ke rumah kayu tempat Susantio selama ini menyembunyikan uang dan dirinya. Itulah pertama kalinya mereka bertemu dengan seorang pria jangkung yang bernama Lukman. Pria tersebut mengangkat kedua tangannya dan berteriak meminta untuk diberikan kesempatan untuk berbicara. “Tuan! Ku mohon, dengarkanlah saya. Saya tidak bersenjata, ini bukan jebakan dan silahkan periksa saya sekarang juga kalau Tuan tidak percaya,” teriaknya sambil mengangkat kedua tangan. Saat itu Sundarilah yang datang mendekati Lukman dan segera
Belum sempat Lukman memberitahu, suara beberapa mobil masuk ke dalam pekarangan rumahnya Deva. Buru-buru Deva, Parlin, Sundari dan Lukman langsung keluar menyambut kedatangan Abizar dan rombongannya. Deva langsung memeluk Abizar dengan erat. “Papa, baik-baik saja?” tanya Deva khawatir kepada papanya. “Aku tidak ikut berlari ke sana ke mari mengejar Tedi. Aku hanya mengikuti mereka di dalam mobil yang nyaman. Papa kasihan sama Pak Ucok, semoga beliau selamat,” ucap Abizar dengan mata berkaca-kaca dan menyugar rambutnya kebelakang. “Masuk dulu, Pa.” Deva langsung memegang tangan Abizar dan mengajaknya ke ruang tamu. “Mana menantuku? Kenapa dia tidak datang menyambutku?” tanya Abizar mencari Ratih. Deva menghela nafas. “Ratih ngambek sama Deva, Pa. dia ada di kamar, pasti tidak dengar kalau ada Papa datang. Nanti Deva panggil,” lapor Deva kepada papanya. “Ada apa? Kenapa sampai kamu membuat istrimu itu ngambek, hem?” tanya Abizar mengusap wajahnya. “Dia mendoakan agar Tedi meningg
Kabar penangkapan Tedi yang cukup menghebohkan kalangan intern kepolisian sementara dirahasiakan dan hanya segelintir orang saja yang tau. Sigit sudah memerintahkan agar tidak terjadi kebocoran informasi, walau ada beberapa wartawan yang sudah penasaran di rumah sakit bayangkari, tapi penjagaan yang sangat ketat membuat wartawan tidak bisa berkutik.“Demi keamanan negara, tidak ada yang boleh masuk. Nanti, jika pada waktunya akan ada konferensi pers. Sementara, kalian pulanglah dulu,” usir Asep dengan halus kepada para teman-teman wartawannya.Banyak sekali wartawan yang kecewa dan banyak pula yang pulang tapi sebagian kecil mereka memilih untuk bertahan. Yang memilih bertahan itulah ancaman bagi Asep dan sudah menjadi tugas Asep untuk menjaga ketat, agar mereka tidak dapat masuk ke area rumah sakit.Operasi pengangkatakan peluru yang bersarang di kepala Ucok dan Tedi masih berlangsung. Pembedahan pada bagian kepala memang tidak akan mudah untuk dilakukan, sedangkan Hastuti kini sedan
Buru-buru Lukman membuka kunci pintu kamar mandi dan segera membuka lebar pintu tersebut. Terlihat Surya meringkuk ketakutan di dalam bak kamar mandi dengan tubuh yang sudah basah kuyup dan gemetar. Ada jejak darah di pelipis dan bibirnya, Lukman yakin kalau Surya pasti dianiayi oleh Jagad.“Surya!” teriak Lukman langsung masuk dan mengangkat anak ini.Tubuhnya yang menggigil ternyata sangat panas, Surya demam, bibirnya gemetar dan suara gigi beradu menunjukkan betapa menderitanya anak ini.“Om, Surya sudah tidak kuat, Om. Tadi, Bapak datang minta maaf sama Surya, Om,” lirih anak ini dengan polosnya.Melihat hal tersebut Alfri segera bertindak cepat. “Bawa anak ini ke ambulance!” titahnya.Untunglah, Ambulance standby di luar karena sudah menjadi standart opersional penyelamatan sandera. Mereka harus mempersiapkan tenaga dan peralatan medis yang mumpuni. Lukman segera berlari dan bergegas menghampiri dua petugas Kesehatan yang langsung menyambut Surya.“Bertahanlah, Mama dan Bintang s
“Nia, ada yang tidak beres! Apa kau mau masuk penjara? Kita harus mengantisipasi dan menyelamatkan diri kita sendiri, jika memang ada sesuatu yang tidak beres!” bentak Leni kenapa Nia, anaknya. Mendengarnya Nia langsung duduk dan menatap kesal kepada ibunya Leni. “Baiklah, ayo kita pergi! Tapi, setelahnya apa aku boleh menjenguk Rangga, Bu?” tanya Nia, ia sudah rindu dengan Rangga. Sejak terakhir mereka bertemu malam itu saat koper disembunyikan di dalam Lapas, Nia tidak lagi pernah bertemu dengan Rangga kekasihnya. Tetapi, mendengar pertanyaan anaknya, Leni langsung emosi, ia tidak menyangka dengan kedunguan anak kandungnya ini. “Otak kau taruh di mana, hah?! Apa kau lupa barusan tadi Ibu bilang apa? Kita harus melihat kondisi markas, jika ada sesuatu yang mencurigakan maka kita harus segera menyelamatkan diri! Goblok!” bentak Leni sudah geram dengan Nia. Wajah Nia langsung ditekuk tidak terima, baru kali ini dia dicaci maki sekasar ini oleh
“Siapa yang telepon, Pak Yono?” tanya Rangga menatap serius. “Panitera.” Yono menjawab singkat sambil menunjukkan nama yang tertera pada layar ponsel di tangannya. Yono lalu berdiri dan keluar sebentar, ia berbincang dengan Panitera. Tampak dari wajahnya, Yono tidak sedang baik-baik saja, Rangga tidak suka jika keadaan berubah menjadi genting seperti ini. Ia tetap menunggu Yono dengan sabar. Sampai akhirnya Yono datang kembali menghampiri dirinya. “Tuan Rangga, ada sesuatu yang tidak beres. Semua hakim saat ini sedang diperiksa oleh bagian Tipikor, Tuan Tedi juga sampai sekarang tidak menjawab ponselnya, begitu juga dengan Soni. Saya harus segera mencari tau keberadaan kakak Anda terlebih dulu,” pamit Yono. Rangga langsung mencengkeram tangan Yono dengan kuat. Ia menatap nyalang wajah Yono, dengan rahang yang mengeras. “Demi Tuhan, sampai kau tinggalkan aku sendirian maka aku akan akan menghabisimu, ibumu, istrimu, anakmu dan semua keturunanmu
Deva dan Ratih saat itu juga langsung menghubungi Lusi dan Abizar. Selama ini, Deva dan Ratih sengaja menutupi dan menyembunyikan kalau ingatan Ratih sudah kembali untuk kepentingan penangkapannya Rangga.“Bunda, bisakah kita bertemu malam ini juga?” tanya Ratih pada Lusi.Malam ini sudah pukul sebelas malam, Lusi mengira ada masalah baru lagi. “Baiklah, Nak. Bunda akan ke sana sekarang yah,” jawab Lusi segera bergegas.“Bunda, nanti dijemput sama pak Ratmin yah,” ucap Ratih.“Baiklah, Bunda akan bersiap sekarang juga,” jawabnya.Benar saja, saat dirinya sudah siap dengan jaket di tubuhnya, mobil pribadi Deva sudah menunggunya di depan."Selamat malam, Pak Ratmin. Maafkan, anakku yang memerintahkanmu malam-malam menjemputku ke sini," sapa Lusi merasa tidak enak hati dengan sopir setianya Deva.Ratmin menatap prihatin kepada Lusi. "Saya tahu kondisi kesehatan anak anda, memang sangat mengkhawatirkan dan sangat menyedihkan, Nyonya Lusi. Tetapi, yakinlah Tuhan pasti berpihak kepada yang
“Saudara Tania dan Leni, anda ditangkap karena sudah melakukan penipuan dan penggelapan serta pembunuhan berencana terhadap korban Susantio!”Alan datang dan langsung segera memborgolnya, sedangkan anak buah yang lainnya langsung datang bergerak meringsek masuk.Mereka segera menuju ke dalam kamar hotel mewah tersebut untuk menangkap Leni. Keduanya digeret ke lantai satu dan dimasukkan ke dalam mobil tahanan.Habis sudah mimpi mereka untuk menjadi orang kaya raya. Saat itu juga Leni masih berusaha untuk melepaskan dirinya menggunakan kekuatan hipnotisnya kepada para polisi. Tetapi sayang, semua itu tidak berlaku bagi para polisi yang saat ini bersama dengannya.“Apa yang sedang kau lakukan, Bu? Kenapa, dari tadi mulutmu umak umik tidak jelas,” kekeh salah satu anak buahnya Alan.Leni pun geram mendengar ejekan tersebut. “Kalian harus melepaskan kami saat ini juga! Ini, adalah perintahku,” ucap Leni tegas berusaha untuk menghipnotis orang yang mengejeknya.Tetapi Alan datang dan menepu
“Tentu saja, aku ingin mencari para wanita tetapi bukan hanya satu wanita. Aku ingin sepuluh wanita tercantik dan terseksi, yang ada di tempat ini.” Rangga tampak sangat takabur.“Satu malam akan ku bayarkan dua juta setengah untuk mereka. Aku akan menyewa mereka selama waktu yang aku inginkan,” sambung Rangga.Wanita di hadapannya langsung mengalungkan tangannya di leher Rangga. “Di mana anda akan menginap? Kami akan menuju ke sana, Tuan tampan,” ucap wanita itu.“Berikan saja nomor ponselmu, aku akan mengirimkan waktu dan tempatnya,” jawab Rangga.Wanita itu pun segera bergegas mengeluarkan sebuah kartu nama kepada Rangga. “Anda bisa memanggil saya kapan saja dan sembilan wanita lainnya akan siap melayani anda.” Rangga tertawa dengan puas.Ia lalu beranjak pergi ke sebuah showroom mobil. Dilihatnya, sebuah mobil Lamborghini berwarna merah tua dengan harga dua setengah milia
“Ah, Tuan!” ucap Ara saat dadanya menabrak dada bidangnya Rangga, hingga membuat darah Rangga berdesir.“Kapan kau akan pulang kerja, hari ini?” tanya Rangga to the point, masih dalam kondisi memeluk Ara tanpa ada jarak diantara tubuh keduanya.“Aku akan pulang dua jam lagi, bagaimana?” tanya Ara menahan senyuman lebar di bibir.Ia sudah tau apa niatan pria yang dikenalnya sebagai Raka ini. Hanya dengan saling menatap saja, Ara sudah bisa menebak kalau Raka tertarik padanya.“Bisakah sebelum kau pulang, kau mengirimkan seorang desainer dan belikan aku beberapa pakaian yang sekiranya tampak casual? Juga, aku membutuhkan beberapa pakaian resmi untuk pertemuan bisnisku,” ucap Rangga sambil tertawa geli dalam hatinya.“Oke bisnis man, sambil kau menunggu, aku aku akan mengirimkan beberapa orang yang kau perlukan,” jawab Ara yang tanpa segan meraba dadanya Rangga dengan lembut, se
“Okay, Sayang. Aku pasti akan membei rumah yang terbaik untuk kita. Pergilah dari kekangan keluargamu dan hiduplah berdua denganku di sana. Aku yakin, kau dan aku akan hidup bahagia selamanya,” kekeh Rangga.Ratih mengangguk dan berusaha menatap Rangga dengan bahagia. “Baiklah, Sayang. Aku percayakan semuanya padamu,” jawab Ratih sambil mencium punggung tangannya Rangga.“Kalau begitu, bisakah kau pesankan aku tiket pesawat hari ini? Aku sudah bosan di sini dan aku ingin segera menggunakan nama baruku Raka Sagabara, bagus tidak?” kekeh Rangga.Ratih mengangguk. “Nama yang sangat indah, cocok dengan tampilanmu yang sangat tampan,” jawab Ratih membuat Rangga juga terbahak dan tampak bangga.“Terima kasih, Sayang. Berarti, kita akan langsung mengambil tiket tersebut?” tanya Rangga dan Ratih menunjukkan e-tiket pada ponselnya.“Pesawat akan berangkat tiga jam lagi. Kau tida
“Lalu, kapan kau mengirim uangnya? Aku tidak mungkin menunggu kau selesai sampai masa pemulihan. Rumah itu harus segera dibayar, Rangga.” Nia mendengus saat membaca pesannya Rangga.“Aku tidak bisa menunggu sampai kau selesai masa pemulihan yang baru akan berakhir tiga minggu lagi!” dengus Nia.Rangga pun sudah mulai kesal, ia memilih untuk mengarsipkan pesan dari Nia dan mengirimkan pesan pada Ratih. “Ratih, kapan kau datang ke tempatnya dokter Charles? Aku, merindukanmu,” ucap Rangga.Ratih yang pada saat itu sementara berbelanja di sebuah supermarket yang besar bersama dengan Saka dan Deva lantas terdiam. Ia mematung saat membaca pesannya Rangga dan menunjukkan pesan itu kepada Deva.“Lihatlah apa yang harus aku lakukan?” Deva tersenyum menanggapi pertanyaannya Ratih.“Lakukan saja apa yang dia inginkan, bukankah dia baru saja meminta uang tambahan. Kirim saja sepuluh miliar lagi. Dengan begitu, dia akan terus memberikan kabar padamu tanpa kau perlu bertemu dengannya.” Ratih pun me
Saat melihat wajahnya sendiri, Rangga tampak sangat takjub. “Gila! Aku, sangat tampan!” ucapnya sangat puas saat menatap gambar dirinya di sebuah cermin kecil.Ia tahu kalau dirinya saat ini sudah siap untuk mengubah identitas aslinya. Cermin di tangan Rangga diberikan kembali pada dokter Charles, sambil menyeringai puas.“Terima kasih, Dokter. Ternyata uang yang dibayarkan oleh calon istriku, sepadan dengan hasil yang kau berikan!” Charles pun tersenyum, hingga membuat mata sipitnya semakin menghilang.“Hari ini kau sudah bisa melakukan proses foto untuk keperluan mengganti identitasmu. Tulis saja siapa nama yang kau inginkan di sebuah kertas putih. Tanggal lahir dan untuk alamat, aku sudah memberikan alamat yang tidak akan ditemukan oleh siapapun,” terang Charles.Ia sudah terbiasa membantu pelarian para mafia, maupun bandar narkoba. Dirinya cukup berpengalaman, untuk hal-hal illegal seperti ini. “Raka Sagara! Aku menginginkan namaku menjadi Raka Sagara, Dokter Charles,” ucapnya sam
Leni sedikit mendapatkan firasat tidak enak. Akhirnya, Nia pun menganggukkan kepalanya. “Okey, Bu. Kita, berangkat sekarang.”Keduanya pun segera menuju ke sebuah kantor pemasaran, tampak gedung bertingkat yang sangat tinggi. Dengan penampilan bak artis ibukota, mereka jalan penuh percaya diri.Siapa saja yang menatap mereka, tahu kalau orang-orang ini memakai pakaian mahal. Juga, tas serta sepatu yang bernilai fantastis. Mereka pun segera menunduk hormat dan membukakan pintu untuk Nia dan Leni.“Selamat pagi, Bu. Silahkan masuk,” sambut salah satu penerima tamu dan memberikan welcome drink kepada kedua wanita yang tampak kaya raya tersebut.Mereka sangat menikmati pemujaan yang luar biasa tersebut. “Ya, selamat siang. Aku mau membeli rumah, apa aku bisa melihat beberapa tipe-tipe rumah yang saat ini siap huni?” tanya Nia dengan sombong.“Oh baik, Ibu. Boleh, Ibu perkenalkan nama Ibu siapa ter
“Bu, pakaian di sini pun di bandrol paling murah senilai satu juta setengah, tolong jangan mempersulit pekerjaan kami,” ucap pelayan tersebut berusaha menyadarkan Leni.“Lancang mulutmu!” pekik Nia dan Leni langsung mengangkat tangannya untuk mencegah kemarahan anaknya.Leni ingin tetap tampi dengan elegan dan bersikap seperti orang kaya pada umunya. Leni lantas mengatupkan bibirnya dan menoleh kepada pelayan tersebut.Sedangkan, Nia sudah hendak menghajar pelayan itu. tetapi dicegah oleh Leni. “Oh, benarkah harga pakaian ini satu juta lima ratus paling murah? Kalau begitu, ini!” Leni menjeda sebentar ucapannya seraya memberikan tumpukan pakaian yang ada di pelukannya pada pelayan tersebut.Ia menatap tajam pelayan itu dan berbicara dengan kesan yang sangat mengintimidasi. “Hitung semua pakaian ini, aku akan membayarnya sekarang. Bila perlu, kau dan seisi ruangan ini pun akan kubeli,” ucap Leni dingin dengan menatap nyalang pada wanita itu.