“Siapa yang telepon, Pak Yono?” tanya Rangga menatap serius.
“Panitera.” Yono menjawab singkat sambil menunjukkan nama yang tertera pada layar ponsel di tangannya.Yono lalu berdiri dan keluar sebentar, ia berbincang dengan Panitera. Tampak dari wajahnya, Yono tidak sedang baik-baik saja, Rangga tidak suka jika keadaan berubah menjadi genting seperti ini. Ia tetap menunggu Yono dengan sabar.Sampai akhirnya Yono datang kembali menghampiri dirinya. “Tuan Rangga, ada sesuatu yang tidak beres. Semua hakim saat ini sedang diperiksa oleh bagian Tipikor, Tuan Tedi juga sampai sekarang tidak menjawab ponselnya, begitu juga dengan Soni. Saya harus segera mencari tau keberadaan kakak Anda terlebih dulu,” pamit Yono.Rangga langsung mencengkeram tangan Yono dengan kuat. Ia menatap nyalang wajah Yono, dengan rahang yang mengeras. “Demi Tuhan, sampai kau tinggalkan aku sendirian maka aku akan akan menghabisimu, ibumu, istrimu, anakmu dan semua keturunanmuKonferensi Pers Akbar ini bukan hanya ditonton oleh keluarga Deva, tetapi dari penjara berita ini juga langsung menjadi viral. Kepala Penjara yang bernama Pak Eric langsung ketar ketir, sedangkan Rangga yang mendengar berita ini langsung shock dan histeris. “Tidak! Tidak!” teriak Rangga tidak terima di dalam ruangan khususnya. Melihat Rangga yang histeris seperti itu, Rajimin berusaha untuk menenangkan Rangga. beberapa kali ia menepuk-nepuk bahu Rangga. "Sabar, Tuan, sabar," ucap Rajimin dengan wajah yang dibuat bingung, seolah-olah dia tidak tahu apa yang membuat Rangga begitu marah. Mendapati berita yang sangat menghebohkan itu, Erik segera bergegas menuju ke rumah tahanan tempat dia berdinas. Iya tidak ingin mempertaruhkan jabatannya untuk menolong Rangga. Buru-buru ia perintahkan anak buahnya untuk menghapus beberapa rekaman CCTV yang menampilkan dirinya pada saat bertemu dengan Teddy maupun Leni. Sayangnya,
"Benarkah, aku terlalu percaya diri? Bagaimana kalau ini aku berikan kepadamu?" Deva lantas mengangkat sebuah cincin berwarna maroon dan bertahta emas putih, tampak sangat indah, tidak terlalu berkilau tetapi terlihat sangat elegan."Apa ini, Deva," tanya Ratih menatap takjub perhiasan di tangan Deva tersebut."Ini adalah cincin ruby dari Madagaskar. Aku sengaja memesannya, karena dia sangat cantik mengingatkanku kepadamu. Terimalah Ratih, ini adalah hadiah untukmu. Aku harap, kau akan memakainya nanti di acara resepsi kita," pesan Deva kepada Ratih sambil menyematkan cincin itu di tangan istrinya.Ratih lantas mengangkat punggung telapak tangannya dan memperhatikan cincin itu dengan seksama. Ia tersenyum lebar dan kembali memeluk Deva dengan erat."Segala apa yang kau berikan kepadaku, sudah lebih dari cukup. Kamu tidak perlu memberikan aku hadiah-hadiah yang mahal seperti ini kedepannya. Karena kebersamaan kita merupakan sebuah hadiah yang tidak terhingga nilainya dan sangat berharg
Pagi itu kurang lebih pukul sepuluh pagi, Abizar dan Deva berangkat menuju ke rumah sakit kepolisian. Di sana mereka berencana untuk berkunjung melihat keadaan Rahma, Surya dan Ucok. Tentu saja, mencari tau bagaimana keadaan terkini Tedi Johan."Apakah tidak ada tanda-tanda sama sekali, kalau Rahma pasti akan sadar?" tanya Deva kepada Abizar."Papa juga tidak tahu, Deva. Justru itu, kenapa papa mengajakmu untuk berangkat ke rumah sakit. Agar kita bisa mencari tahu apa kendala yang membuat Rahma sampai sekarang tidak sadarkan diri," jawab Abizar dengan wajah penuh penyesalan.Mengangguk setuju dan mereka segera bergegas menuju ke rumah sakit polisi. Sesampainya di sana Hastuti sudah berada di depan lobby menyambut kedatangan Deva dan Abizar."Selamat siang, Mas Abizar. Apakah, ini Deva anak kalian?" tanya Hastuti menatap takjub kepada Deva.Pasalnya wajah Deva mengingatkannya ketika Abizar masih muda dulu. Hanya bedanya Deva jauh lebih tinggi dibandingkan pria yang kini sedang tersenyu
"Nyonya Rahma, apakah Anda bisa mendengar saya?" ucap Hastuti saat sudah berada di sampingnya Rahma yang masih menatap langit-langit rumah sakit dengan tatapan yang kosong. Rahma tidak menjawab pertanyaannya Hastuti, ia terus terdiam seperti orang yang sedang syok. Melihat hal tersebut Deva berinisiatif mendekati Rahma. "Rahma, apa kau mengenal aku? Bagaimana perasaanmu saat ini," tanya Deva berusaha untuk berbincang dengan Rahma. Walau mendengar suara Deva, tapi Rahma tetap saja terdiam dan ia hanya melihat satu titik cahaya yang ada di atap kamarnya. "Mungkin Nyonya Rahma masih dalam keadaan trauma. Bisakah kita berbicara di depan saja Mas Abizar dan Deva?" tanya Hastuti setelah memeriksa semua tanda-tanda vital yang berada di dalam tubuhnya Rahma. "Ada apa dengan Rahma, Tante? Kenapa dia seperti orang yang linglung begitu dan tidak bisa berbicara apa-apa? Apakah, ada sesuatu yang salah dengan dirinya." Deva menjadi penasaran.
"Tuan masih ada satu yang Anda belum tahu, di sebuah villa tempat Yoga Budiman biasanya berlibur dengan istri dan anak-anaknya. Tersimpan sebuah brankas yang berisikan emas murni, kurang lebih sekitar 100 kg di brankas. Emas itu adalah hasil dari penyelundupan karet yang selama ini dia kerjakan dengan pria yang bernama Teddy," cerita Rahma. Mendengar berita tersebut Deva cukup terkejut, tetapi ia tidak mau terlalu memikirkannya untuk saat ini. Ia berpikir bahwa lebih baik informasi yang disampaikan oleh Rahma ini diberitahukan saja kepada Pak Alfri atau Alan. "Baiklah Rahma, kamu harus sehat sekarang. Untuk semua informasi yang akan kamu sampaikan dan yang telah kamu sampaikan kepadaku, nanti bisa kamu katakan pada saat pemeriksaan yang dilakukan oleh Pak alfri atau Pak Alan ya," ucap Deva kepada Rahma. Rahma mengangguk mengerti, tak lama kemudian Deva, Ratih dan Abizar pun berpamitan. Hanya tertinggal Rahma dan Juno yang saat itu ditemani o
Yeni langsung bergegas berdiri dan menuju ke ruang tamu. Matanya berbinar melihat pria yang saat ini sedang duduk memainkan ujung jemarinya. "Apa kabar, Deva?" tanya Yeni berusaha mengatur nafasnya. Ia tahu jika dirinya saat ini sedang berdebar luar biasa, menatap wajah tampan Deva yang selama bertahun dilihatnya dari jauh, kini justru berada di ruang tamu rumah milik ibunya. "Kabarku baik, Yeni," jawab Deva dingin. Yeni lalu berjalan mendekat dan mengambil kursi plastik untuk duduk di sebelahnya Deva. Dalam diam ia memejamkan matanya sejenak dan menghirup aroma tubuh Deva. "Gila! luar biasa, dia tidak pernah berubah! Aroma tubuhnya selalu saja wangi sejak dulu, wajahnya semakin tegas. Tatapannya semakin tajam, tubuhnya juga semakin gagah. Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan untuk menahan hasrat seperti ini," gumam Yeni dalam hati menatap Deva dengan tatapan muka pengennya. "Yeni, aku datang ke sini bukan untu
"Kapan kau mau bertemu dengan istriku?!" tanya Deva sambil menahan rasa emosinya.Yeni lantas tersenyum penuh kemenangan. Ia sudah menduga jika Deva memang masih bisa diperdaya olehnya. Keinginannya untuk memiliki Deva semakin besar di saat ia tahu jika Deva bisa melunak seperti saat ini."Bagaimana kalau misalnya besok kamu menjemput aku pagi? Kita akan bersama-sama ke rumahmu, yah minimal hari ini kamu bisa memberitahu kepada Nyonya Raharjo kalau dia akan menyambut seorang tamu yang merupakan mantan kekasih suaminya," ucap Yeni percaya diri.Deva jengah mendengar ucapannya Yeni. Bagaimana mungkin wanita ini berubah menjadi lebih berani. Seingatnya dulu, Yeni adalah gadis yang baik. Terlepas dari motivasinya mendekati Deva tetapi ia tidak pernah menyangka jika Yeni bisa berubah menjadi ular betina seperti ini."Aku bekerja Yeni, aku tidak memiliki waktu untuk mengantar jemput dirimu. Buat apa aku memiliki banyak pegawai dan banyak supir jika aku harus datang menjemputmu sendiri?” Dev
"Alasannya? Apakah aku perlu memberitahunya kepadamu, Nyonya?"Dari cara bicaranya Yeni, Ratih sudah bisa menduga apa yang diinginkan oleh perempuan licik yang tidak tahu malu ini. Ratih berusaha untuk tidak menampakkan emosinya di depan Yeni."Jika kamu memang perempuan yang tahu malu, aku rasa tidak perlu ada alasan untuk kamu menahan barang milik orang lain.” Ratih berbicara dengan sarkas.“Apa, ibumu tidak mengajarkanmu tentang tata krama dan tidak pernah beliau mengajarkanmu jika menginginkan barang yang bukan miliknya adalah sebuah perbuatan yang salah dan memalukan?" Ucapan Ratih terdengar sangat tajam.Ratih sudah tidak perduli lagi dengan perasaannya Yeni, karena ia berpikir wanita ini harus dididik. Sayang niat baik Ratih sama sekali tidak digubris, Yeni justru tersenyum bangga mendengar Ratih mengomel."Yah kamu benar sekali, ibuku tidak pernah mengajarkan aku tentang tata krama. Dia terlalu sibuk mencuci bajunya para tetangga untuk mencari nafkah. Dan, kamu juga benar seka
Deva dan Ratih saat itu juga langsung menghubungi Lusi dan Abizar. Selama ini, Deva dan Ratih sengaja menutupi dan menyembunyikan kalau ingatan Ratih sudah kembali untuk kepentingan penangkapannya Rangga.“Bunda, bisakah kita bertemu malam ini juga?” tanya Ratih pada Lusi.Malam ini sudah pukul sebelas malam, Lusi mengira ada masalah baru lagi. “Baiklah, Nak. Bunda akan ke sana sekarang yah,” jawab Lusi segera bergegas.“Bunda, nanti dijemput sama pak Ratmin yah,” ucap Ratih.“Baiklah, Bunda akan bersiap sekarang juga,” jawabnya.Benar saja, saat dirinya sudah siap dengan jaket di tubuhnya, mobil pribadi Deva sudah menunggunya di depan."Selamat malam, Pak Ratmin. Maafkan, anakku yang memerintahkanmu malam-malam menjemputku ke sini," sapa Lusi merasa tidak enak hati dengan sopir setianya Deva.Ratmin menatap prihatin kepada Lusi. "Saya tahu kondisi kesehatan anak anda, memang sangat mengkhawatirkan dan sangat menyedihkan, Nyonya Lusi. Tetapi, yakinlah Tuhan pasti berpihak kepada yang
“Saudara Tania dan Leni, anda ditangkap karena sudah melakukan penipuan dan penggelapan serta pembunuhan berencana terhadap korban Susantio!”Alan datang dan langsung segera memborgolnya, sedangkan anak buah yang lainnya langsung datang bergerak meringsek masuk.Mereka segera menuju ke dalam kamar hotel mewah tersebut untuk menangkap Leni. Keduanya digeret ke lantai satu dan dimasukkan ke dalam mobil tahanan.Habis sudah mimpi mereka untuk menjadi orang kaya raya. Saat itu juga Leni masih berusaha untuk melepaskan dirinya menggunakan kekuatan hipnotisnya kepada para polisi. Tetapi sayang, semua itu tidak berlaku bagi para polisi yang saat ini bersama dengannya.“Apa yang sedang kau lakukan, Bu? Kenapa, dari tadi mulutmu umak umik tidak jelas,” kekeh salah satu anak buahnya Alan.Leni pun geram mendengar ejekan tersebut. “Kalian harus melepaskan kami saat ini juga! Ini, adalah perintahku,” ucap Leni tegas berusaha untuk menghipnotis orang yang mengejeknya.Tetapi Alan datang dan menepu
“Tentu saja, aku ingin mencari para wanita tetapi bukan hanya satu wanita. Aku ingin sepuluh wanita tercantik dan terseksi, yang ada di tempat ini.” Rangga tampak sangat takabur.“Satu malam akan ku bayarkan dua juta setengah untuk mereka. Aku akan menyewa mereka selama waktu yang aku inginkan,” sambung Rangga.Wanita di hadapannya langsung mengalungkan tangannya di leher Rangga. “Di mana anda akan menginap? Kami akan menuju ke sana, Tuan tampan,” ucap wanita itu.“Berikan saja nomor ponselmu, aku akan mengirimkan waktu dan tempatnya,” jawab Rangga.Wanita itu pun segera bergegas mengeluarkan sebuah kartu nama kepada Rangga. “Anda bisa memanggil saya kapan saja dan sembilan wanita lainnya akan siap melayani anda.” Rangga tertawa dengan puas.Ia lalu beranjak pergi ke sebuah showroom mobil. Dilihatnya, sebuah mobil Lamborghini berwarna merah tua dengan harga dua setengah milia
“Ah, Tuan!” ucap Ara saat dadanya menabrak dada bidangnya Rangga, hingga membuat darah Rangga berdesir.“Kapan kau akan pulang kerja, hari ini?” tanya Rangga to the point, masih dalam kondisi memeluk Ara tanpa ada jarak diantara tubuh keduanya.“Aku akan pulang dua jam lagi, bagaimana?” tanya Ara menahan senyuman lebar di bibir.Ia sudah tau apa niatan pria yang dikenalnya sebagai Raka ini. Hanya dengan saling menatap saja, Ara sudah bisa menebak kalau Raka tertarik padanya.“Bisakah sebelum kau pulang, kau mengirimkan seorang desainer dan belikan aku beberapa pakaian yang sekiranya tampak casual? Juga, aku membutuhkan beberapa pakaian resmi untuk pertemuan bisnisku,” ucap Rangga sambil tertawa geli dalam hatinya.“Oke bisnis man, sambil kau menunggu, aku aku akan mengirimkan beberapa orang yang kau perlukan,” jawab Ara yang tanpa segan meraba dadanya Rangga dengan lembut, se
“Okay, Sayang. Aku pasti akan membei rumah yang terbaik untuk kita. Pergilah dari kekangan keluargamu dan hiduplah berdua denganku di sana. Aku yakin, kau dan aku akan hidup bahagia selamanya,” kekeh Rangga.Ratih mengangguk dan berusaha menatap Rangga dengan bahagia. “Baiklah, Sayang. Aku percayakan semuanya padamu,” jawab Ratih sambil mencium punggung tangannya Rangga.“Kalau begitu, bisakah kau pesankan aku tiket pesawat hari ini? Aku sudah bosan di sini dan aku ingin segera menggunakan nama baruku Raka Sagabara, bagus tidak?” kekeh Rangga.Ratih mengangguk. “Nama yang sangat indah, cocok dengan tampilanmu yang sangat tampan,” jawab Ratih membuat Rangga juga terbahak dan tampak bangga.“Terima kasih, Sayang. Berarti, kita akan langsung mengambil tiket tersebut?” tanya Rangga dan Ratih menunjukkan e-tiket pada ponselnya.“Pesawat akan berangkat tiga jam lagi. Kau tida
“Lalu, kapan kau mengirim uangnya? Aku tidak mungkin menunggu kau selesai sampai masa pemulihan. Rumah itu harus segera dibayar, Rangga.” Nia mendengus saat membaca pesannya Rangga.“Aku tidak bisa menunggu sampai kau selesai masa pemulihan yang baru akan berakhir tiga minggu lagi!” dengus Nia.Rangga pun sudah mulai kesal, ia memilih untuk mengarsipkan pesan dari Nia dan mengirimkan pesan pada Ratih. “Ratih, kapan kau datang ke tempatnya dokter Charles? Aku, merindukanmu,” ucap Rangga.Ratih yang pada saat itu sementara berbelanja di sebuah supermarket yang besar bersama dengan Saka dan Deva lantas terdiam. Ia mematung saat membaca pesannya Rangga dan menunjukkan pesan itu kepada Deva.“Lihatlah apa yang harus aku lakukan?” Deva tersenyum menanggapi pertanyaannya Ratih.“Lakukan saja apa yang dia inginkan, bukankah dia baru saja meminta uang tambahan. Kirim saja sepuluh miliar lagi. Dengan begitu, dia akan terus memberikan kabar padamu tanpa kau perlu bertemu dengannya.” Ratih pun me
Saat melihat wajahnya sendiri, Rangga tampak sangat takjub. “Gila! Aku, sangat tampan!” ucapnya sangat puas saat menatap gambar dirinya di sebuah cermin kecil.Ia tahu kalau dirinya saat ini sudah siap untuk mengubah identitas aslinya. Cermin di tangan Rangga diberikan kembali pada dokter Charles, sambil menyeringai puas.“Terima kasih, Dokter. Ternyata uang yang dibayarkan oleh calon istriku, sepadan dengan hasil yang kau berikan!” Charles pun tersenyum, hingga membuat mata sipitnya semakin menghilang.“Hari ini kau sudah bisa melakukan proses foto untuk keperluan mengganti identitasmu. Tulis saja siapa nama yang kau inginkan di sebuah kertas putih. Tanggal lahir dan untuk alamat, aku sudah memberikan alamat yang tidak akan ditemukan oleh siapapun,” terang Charles.Ia sudah terbiasa membantu pelarian para mafia, maupun bandar narkoba. Dirinya cukup berpengalaman, untuk hal-hal illegal seperti ini. “Raka Sagara! Aku menginginkan namaku menjadi Raka Sagara, Dokter Charles,” ucapnya sam
Leni sedikit mendapatkan firasat tidak enak. Akhirnya, Nia pun menganggukkan kepalanya. “Okey, Bu. Kita, berangkat sekarang.”Keduanya pun segera menuju ke sebuah kantor pemasaran, tampak gedung bertingkat yang sangat tinggi. Dengan penampilan bak artis ibukota, mereka jalan penuh percaya diri.Siapa saja yang menatap mereka, tahu kalau orang-orang ini memakai pakaian mahal. Juga, tas serta sepatu yang bernilai fantastis. Mereka pun segera menunduk hormat dan membukakan pintu untuk Nia dan Leni.“Selamat pagi, Bu. Silahkan masuk,” sambut salah satu penerima tamu dan memberikan welcome drink kepada kedua wanita yang tampak kaya raya tersebut.Mereka sangat menikmati pemujaan yang luar biasa tersebut. “Ya, selamat siang. Aku mau membeli rumah, apa aku bisa melihat beberapa tipe-tipe rumah yang saat ini siap huni?” tanya Nia dengan sombong.“Oh baik, Ibu. Boleh, Ibu perkenalkan nama Ibu siapa ter
“Bu, pakaian di sini pun di bandrol paling murah senilai satu juta setengah, tolong jangan mempersulit pekerjaan kami,” ucap pelayan tersebut berusaha menyadarkan Leni.“Lancang mulutmu!” pekik Nia dan Leni langsung mengangkat tangannya untuk mencegah kemarahan anaknya.Leni ingin tetap tampi dengan elegan dan bersikap seperti orang kaya pada umunya. Leni lantas mengatupkan bibirnya dan menoleh kepada pelayan tersebut.Sedangkan, Nia sudah hendak menghajar pelayan itu. tetapi dicegah oleh Leni. “Oh, benarkah harga pakaian ini satu juta lima ratus paling murah? Kalau begitu, ini!” Leni menjeda sebentar ucapannya seraya memberikan tumpukan pakaian yang ada di pelukannya pada pelayan tersebut.Ia menatap tajam pelayan itu dan berbicara dengan kesan yang sangat mengintimidasi. “Hitung semua pakaian ini, aku akan membayarnya sekarang. Bila perlu, kau dan seisi ruangan ini pun akan kubeli,” ucap Leni dingin dengan menatap nyalang pada wanita itu.