1nst4gram @almiftiafay || update setiap hari pukul 12.00-12.30 WIB 🔥 terima kasih sudah membaca, jangan lupa tinggalkan komentar dan gems untuk mereka, thankyou so much ❤️❤️
“Baik, Nona. Saya mengerti,” jawab Varo. “Tuan Jake memanggil saya beberapa hari yang lalu tapi saya tidak mengatakan soal Nona.”“Kerja bagus.”Hanya itu yang dikatakan oleh Fidel sebelum ia keluar dar dalam mobil sedan milik pria itu.Napasnya terasa tercekat dan berhenti di tenggorokan setiap kali ia mengingat tatapan Jake yang tak lagi sama seperti dulu.Ia memandang ke arah pintu masuk dari parkiran yang terhubung ke sana, kakinya sangat ingin pergi ke dalam.Tetapi hal itu tak bisa ia lakukan karena Jake melarangnya untuk banyak bertingkah.“Sialan!” umpatnya sebelum menghentakkan kakinya dan memalingkan wajahnya yang terasa panas.Matanya sejenak terpejam, ia sedang berpikir keras. “Aku harus melakukan sesuatu biar Jake tidak berhasil mengajak Laura untuk pergi!”Tidak boleh ada kata rujuk! Jake dan Laura harus bercerai!Karena Fidel tahu Jake sebenarnya memiliki rasa pada Laura—atau bahkan jatuh cinta—sekarang ia tidak bisa diam saja dan berpangku tangan.“Aku juga tidak bisa
“Apakah permintaanku ini sulit kamu lakukan, Lau?” tanya Fidel, membuka suaranya kembali karena yang disuguhkan oleh Laura hanyalah sebuah kebisuan. Gadis itu masih tersenyum saat melepas tangannya dari punggung tangan Laura. “Aku pikir harusnya kamu tidak keberatan karena pernikahanmu dan Jake tidak didasari dengan cinta, ‘kan?” lanjutnya. “Lagi pula … bukankah kamu sudah dekat dengan Zafran? Jadi tidak ada salahnya kamu menjauh dari kami agar tidak terus-menerus membuat Jake terjebak.” Laura terpaku di tempat ia duduk. Jari tangannya terasa dingin, tubuhnya merespon lebih cepat atas rasa sakit yang diterima oleh hatinya. Ia juga tak bisa menyangkal Fidel begitu saja karena Fidel tak sepenuhnya salah. Ia dan Jake menikah karena perjodohan dan bentuk tanggung jawab pria itu yang telah membuat kakinya pincang, tidak ada cinta di dalam pernikahan mereka—selain Laura yang mencintai Jake seorang diri. Akhirnya, Laura menganggukkan kepalanya dengan yakin, ia mencoba tersenyum m
Sore hari ini, Jake sedang duduk di depan meja. Cukup lelah sepulang bekerja dan memutuskan untuk mengistirahatkan sejenak dirinya di sini.Matanya yang beriris kelam menatap ponsel yang sedari tadi ia genggam dengan perasaan ragu, apakah ia harus menghubungi Laura dan mengajaknya makan malam seperti rencananya ataukah sebaiknya ia menahan dirinya dulu?Farren sudah mengatakan padanya bahwa ia menemukan restoran yang bagus yang seperti yang diinginkan Jake.Jake menghela dalam napasnya dan memutuskan untuk melakukannya.[Laura, kamu ada waktu untuk makan malam denganku? Aku tahu tempat yang bagus. Aku harap kamu bersedia.]Tetapi ….Ia terkejut saat menyadari pesan tersebut tak menunjukkan bahwa itu akan terkirim atau dibaca oleh Laura. Saat Jake mengetuk foto yang biasa ia lihat pada profil Laura, hasilnya nihil. Ia hanya menjumpai kekosongan.“Tiba-tiba saja?” tanyanya pada diri sendiri.‘Aku diblokir?’ Jake menahan napasnya.Jake pikir … kemarin saat ia melihatnya belum begini. P
Setelah mengadakan meeting kecil dengan para stafnya—sebelum ia benar-benar pergi untuk berobat—Laura mentraktir mereka semua makanan dan minuman di kafe yang ada di seberang jalan setelah butik mereka tutup lebih awal petang hari ini. Bukan hanya Laura dan para stafnya saja, tapi juga bersama dengan Elsa. “Jika ada kesulitan di sini, kalian bisa menghubungiku nanti,” ujar Elsa, menyapukan pandang pada staf milik Laura yang duduk dengannya melingkari satu meja yang sama. “Siapa tahu nanti aku bisa membantu,” lanjutnya. “Baik, Bu Elsa.” Setelah melewati beberapa percakapan dan saling bercanda, mereka berpamitan untuk pulang. Keluar dari kafe, mereka membubarkan diri setelah saling melambaikan tangan. “Mau pulang sekarang?” tanya Elsa, menoleh pada Laura yang mengangguk menjawabnya. Mereka baru saja melewati pintu gerbang kafe saat Elsa tiba-tiba berhenti dan itu membuat Laura kebingungan. Apalagi saat temannya itu memasang badan dari yang semula berada di sampingnya kini ada di
Setidaknya ... Jake ingin melakukan satu hal saja yang membuat Laura percaya bahwa hatinya telah menyerah untuk terus bersikap denial. Ia mencintainya, rasa yang terlambat ia sadari kala Laura telah pergi dari sisinya dan terasa sangat jauh seumpama matahari yang tak bisa ia gapai.Saat melihat Laura pergi dari hadapannya dan berjalan tertatih di bawah derasnya hujan, Jake menyadari tak ada lagi harapan baginya untuk mendapatkan kesempatan kedua. Dan jika benar hal itu terjadi, maka hidupnya sudah tak sama lagi. Renungan perihal kelamnya masa depan itu terhenti saat Jake melihat cahaya dari lampu mobil yang membelah petang berkabut, Laura yang berjalan untuk menyeberang jelas tidak akan bisa menghindarinya apalagi laju mobil itu semakin kencang seolah memang pengemudinya tak ingin berhenti."LAURA! AWAS—"Panggilan Elsa sepertinya tak begitu didengar oleh Laura sehingga Jake memutuskan untuk berlari dan mendekapnya. Sayangnya ... mobil itu sudah terlalu dekat sehingga ia mengumpank
Tangan Alina menunjuk pada Fidel, gadis itu berdiri tak jauh dari ranjang dan tertunduk meremas tas yang ada di tangannya. Jake tak ingin berbicara dengan orang-orang ini sementara waktu. Ia ingin ketenangan setelah ia berpikir hampir mati petang itu. “Tolong kalian semua pergilah ....” pintanya seraya menyapukan pandang pada tiga orang tersebut. “Jake—“ “Aku tidak ingin bertemu dengan kalian!” potong Jake tak mau tahu atas protes yang akan dilayangkan oleh Alina. “Pergi!” usirnya dengan suara yang lemah tetapi tak mengurangi betapa ingin meledaknya ia sekarang ini. Alina mendengus kasar, tangan ibunya itu menggandeng Fidel dan menariknya untuk meninggalkan Jake. “Ayo, Sayang!” ajak Alina pada Fidel. Jake menyaksikan gadis itu menatapnya dengan sepasang matanya yang sayu sebelum mengikuti Alina untuk keluar dari ruang rawatnya. Barack—ayahnya Jake—menepuk bahunya pelan dan mengatakan, “Cepatlah pulih!” “Tolong minta Farren untuk masuk ke dalam ruangan, Pa!” pesannya pada Ba
Jake tidak bisa mengatakan apapun selama beberapa detik. Tak pernah ada di dalam benaknya ia akan mendengar kabar seperti ini sejak ia bangun pasca operasi dan sangat ingin bertemu dengan Laura.Ia menatap Farren seraya bertanya, “Kenapa Laura koma, Ren?” “Maaf, aku tidak tahu, Tuan Jake,” jawab Farren. “Dokter tidak mengatakan kondisi pasien selain pada keluarganya, ‘kan?”“Jadi dokter mengatakannya pada orang tuanya Laura?”“Mereka tidak mau datang saat dihubungi,” jawabnya.Duri tumbuh di dalam hati Jake saat ia menyadari bahwa hingga saat-saat kritisnya bahkan tak ada yang peduli pada Laura. Istrinya itu tak ubahnya pembawa sial yang harus dibuang dan dihindari sejauh mungkin.“Mereka hanya bilang melalui telepon agar dokter melakukan yang terbaik, itu saja,” jawabnya. “Dugaan saya, dokter mengatakan alasan kenapa Nona Laura koma itu pada pengacaranya, dan pada Tuan saat sudah bangun.”Penjelasan Farren dapat dipahami oleh Jake yang memang membutuhkan penjelasan.“Jika begitu,
‘Selalu ada kemungkinan dari kata ‘tidak’.’ Jake ingat kalimat itu pernah dikatakan oleh Farren saat pemuda tersebut menyebut jika Laura bisa saja yang menjadi pendonornya, dan Jake menjawab ‘tidak mungkin’ karena golongan darahnya adalah golongan darah yang langka. Tetapi … sekarang itu telah terbukti benar. “Saat Tuan Jake ada di gawat darurat kemarin itu, aku ditanya oleh salah seorang perawat,” kata Farren, kembali membuka suaranya meski Jake tampak sepenuhnya belum siap dengan apa yang akan ia katakan selanjutnya. “Perawat bilang bisa saja mereka kekurangan stok darah saat melakukan operasi pada Tuan mengingat golongan darah Anda terbilang langka,” lanjutnya. “Aku bilang kalau golongan darah kita tidak sama, jadi aku memancing perawat dengan bertanya dulu siapa yang mendonorkan darah untuk Anda pada saat kecelakaan dua tahun lalu itu terjadi, barangkali aku bisa menghubunginya untuk meminta tolong.” Farren menghela dalam napasnya, anggukan samarnya mengiringi kalimat yan
Tiga tahun kemudian .... .... Musim yang tak menentu membuat siang hari ini sedikit lebih mendung ketimbang hari-hari biasanya. Hembusan angin dari timur membelai rambut Laura yang baru saja keluar dari mobil. Ia tak bisa untuk tak tersenyum saat melihat anak-anaknya yang berlarian sekeluarnya dari sedan yang pintunya baru saja dibukakan oleh si papa—Jake. “Jangan tarik tangannya Senna, Jayce!” pinta Jake. “Nanti Adik jatuh loh!” “Iya, Papa,” sahut Jayce dari seberang sana, pada sisi lain halaman dan memelankan langkahnya yang baru saja menarik Jasenna. Jake memang tak pergi ke kantor hari ini. Ia menyempatkan diri untuk mengantar Jayce dan Jasenna untuk pergi ke preschool mereka. Dan baru saja ia menjemput si kembar bersama dengan Laura. "Kamu tidak akan pergi ke kantor?" tanya Laura, menoleh pada Jake yang malah duduk di teras alih-alih masuk ke dalam rumah. "Tidak, Sayang," jawabnya. Ia mengarahkan tangannya ke depan, meraih tangan Laura agar duduk di sebelahnya.
“Seandainya aku memperlakukannya dengan lebih baik, dan memintanya untuk mengakui kesalahan apa yang pernah dia perbuat pada Laura, dia pasti tidak akan sehancur itu di tangan takdir yang memberikan karmanya.” Laura dan Jake tahu betul bahwa yang disebutkan oleh Erick itu adalah Fidel. “Tapi kamu ‘kan juga tidak tahu kalau Fidel melakukan itu pada Laura,” tanggap Jake. “Kamu tahu saat semuanya sudah terlambat. Bukan sepenuhnya salahmu juga, kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri.” Erick tersenyum saat sekilas menoleh pada Jake, kemudian kembali memandang Jayce dan Jasenna yang sangat tampan dan cantik. Dua bayi mereka, anugerah setelah penderitaan panjang tak berkesudahan itu. “Mulailah hidup barumu, Erick,” kata Jake. “Kamu berhak mendapatkan hidupmu yang baru, dan terlepas dari semua ini.” Erick lalu bangun dari berlututnya. Ia menghadap pada Jake dan Laura yang tampak tulus saat memberinya nasehat. Ia mengangguk, “Iya, aku pikir juga begitu,” jawabnya. “Tapi mungkin tidak d
Sejak si kembar sudah dalam fase merangkak, Jake dibuat sedikit kewalahan menghadapi mereka yang sangat aktif.Setahunya, cheetah adalah salah satu pemilik lari tercepat di dunia dengan kecepatan seratus tiga puluh kilometer per jam, tapi apa itu cheetah?! Jayce dan Jasenna lebih cepat daripada cheetah dewasa yang tengah berlari saat mereka merangkak.Pagi ini saja, Jake baru selesai membawa Jayce keluar dari kamar mandi setelah berendam bersama dengan Laura. Tapi saat ia mengambilkan diapers, Jayce sudah pergi dari kamar dengan keadaan tanpa pakaian dalam sekejap mata.Jika Jake tak mendengar gelak tawanya yang seolah mengejek di luar, ia tak akan menemukan di mana anak lelakinya itu berada."Jayce, pakai baju dulu, Nak!" ucapnya saat menjumpai Jayce yang bermain slipper di dekat anak tangga.Ia menggendongnya untuk masuk ke dalam kamar, melihat Laura yang tak bisa menahan tawa saat membawa Jasenna keluar dari kamar mandi dengan handuknya yang bergambar panda."Loh? Aku kira sudah s
"Jadi, mengajakku bulan madu ke Edinburgh adalah caramu untuk mewujudkan apa yang pernah kamu tulis di dalam kafe itu?" tanya Elsa pada Zafran setibanya mereka di dalam kamar hotel tempat keduanya menghabiskan waktu selama berada di sini. Setelah mereka menikmati kunjungan di kafe tadi, mereka pulang saat hari beranjak petang. "Iya," jawab Zafran yang menyusul dari belakangnya. "Tadinya aku ingin menjadikan Edinburgh sebagai tempat penutup yang kita datangi, tapi kamu ingin pergi ke sini lebih dulu, makanya ini jadi tujuan pertama kita," tuturnya panjang. "Tapi aku senang karena artinya saat itu prasangka buruk yang aku tuduhkan padamu itu terbukti salah." Elsa melepas coat panjang yang ia kenakan lalu menoleh pada Zafran yang berdiri di dekat ranjang, sedang melepas coatnya juga. "Prasangka apa?" tanya Zafran memperjelasnya. "Aku 'kan pernah berpikir kalau kepergianmu tahun lalu saat gosip kencanmu dengan Xandara berhembus kencang itu kamu mengkhianati hubungan kita," jawab Els
Mungkin ini sangat terlambat untuk disebut sebagai ‘bulan madu’ karena pernikahan mereka sudah berlalu cukup lama dan tidak juga layak bagi Elsa dan Zafran menyebut diri mereka sebagai ‘pengantin baru’—kecuali pengantin baru yang istrinya juga baru keluar dari rumah sakit.Setelah melihat keadaan Laura pasca melahirkan Jayce dan Jasenna, Elsa dan Zafran terbang meninggalkan Jakarta untuk menuju ke tempat ini, Edinburgh.Tempat di mana asal rasa cemburu menggila kala hubungan jarak jauh memisahkan keduanya, tahun lalu.Sekarang, Elsa benar-benar menginjakkan kakinya ke tempat ini bersama dengan Zafran. Wanita pertamanya yang ia ajak melihat pohon maple yang gugur, dan air mancur di sela dinginnya udara pergantian musim.“Cantik sekali,” puji Elsa yang bergandengan tangan dengan Zafran saat mereka berdua melewati sebuah kafe bernuansa klasik yang ramai oleh kehadiran wisatawan lokal dan asing. “Tapi sayang ramai,” lanjutnya.“Kamu ingin minum sesuatu?” tanya Zafran saat keduanya beranj
Setelah meninggalkan rumah sakit dan membawa anak-anak mereka pulang, Jake tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia akan menjaga keluarganya, menemani Laura merawat si kembar Jayce dan Jasenna untuk mereka bertumbuh. Karena saat Laura membuka mata dan melihat pada jam yang ada di atas meja, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari tetapi Jake tak ia jumpai tidur di samping kirinya. Prianya itu sedang berdiri di dekat jendela, tengah menggendong Jasenna. Laura perlahan bangun dan turun dari ranjang. Ia menghampiri anak lelakinya terlebih dahulu yang terlelap di dalam box bayi miliknya sebelum mendekat pada Jake yang menoleh ke arahnya dengan gerak bibirnya yang bertanya, ‘Kenapa bangun?’ Laura tak serta merta menjawabnya. Ia lebih dulu menengok Jasenna yang juga tengah terlelap. “Kenapa kamu menggendongnya?” tanya Laura, membelai lembut pipi Jasenna sebelum beralih pada pipi Jake. “Tadi dia bangun,” jawab Jake sama lirihnya. “Kenapa kamu tidak membangunkan aku?” “Untuk apa? Kamu
Satu hari, bulan demi bulan yang berganti menjadi tahun di belakang sana terkenang seperti gambar-gambar di layar proyektor.Melewati itu, Laura sangat bersyukur ia tiba pada hari ini.Melihat Jake yang berada di sampingnya dan memasrahkan diri saat Laura mencengkeram tangannya untuk meredam rasa sakit yang bergejolak di perutnya menyadarkannya bahwa waktu benar-benar mengambil alih luka-luka itu dan menggantinya dengan kebahagiaan.Meski sekarang dirinya merasakan sakit, tapi ia tak bisa membendung senyumnya.Dadanya berdebar saat Jake menunduk dan berbisik, "Apakah sakit sekali?" tanyanya. "Operasi saja bagaimana? Aku tidak bisa melihatmu kesakitan seperti ini."Bibir Jake jatuh di kening Laura."Tidak perlu," jawab Laura. "Dokter bilang semuanya baik-baik saja, 'kan? Jangan khawatir, asalkan kamu denganku di sini, aku akan melewati hari ini, Jake.""Tentu aku di sini," balasnya. "Kamu bisa mengatakan padaku apapun hadiah yang kamu mau nanti setelah anak-anak kita lahir. Hm?"Laura
Sejak pulang dari resepsi pernikahan sekretarisnya Zafran—Andy—semalam, rasanya frekuensi rasa sakit yang diterima oleh perut Laura berinterval semakin sering. Rasanya berdenyut, nyeri berpusat lebih ke bawah. Dan ... si kembar yang ada di dalam perutnya juga lebih tenang. 'Apa aku akan melahirkan sebentar lagi?' tanya Laura dalam hati saat pagi ini baru saja keluar dari dalam kamar. Ia ingin menyusul Jake yang sedang berada di ruang gym, melakukan rutinitas yang hampir tak pernah ia lewatkan. "Selamat pagi," sapa para pelayan yang ada di dapur dan melihat kedatangannya. "Selamat pagi," balas Laura dengan melemparkan senyum pada mereka. "Mau mencicipi sedikit, Nona?" tawar Rani, yang membawa semangkuk besar soto ayam yang dibuatnya. Sarapan pagi ini bertemakan masakan Nusantara karena semalam Jake berpesan pada Rani ingin makan yang sedikit berbumbu, sehingga yang pagi ini menu-menu itu bisa dicium aromanya oleh Laura. "Nanti saja, Bu Rani," jawab Laura simpul. "Baiklah kal
Ketukan palu hakim menggema memenuhi ruang sidang. Fidel tertunduk dalam isak tangis.Sudah sejak awal dibacakannya vonis, Laura melihatnya tak kuasa menahan air mata.Laura lebih dulu bangun dari duduknya dan meminta Jake untuk segera pergi dari sana."Ayo, Jake!" ucapnya. Dan melihat istrinya yang tak ingin berlama-lama di sini, Jake pun dengan cepat bangun dari duduknya. Membiarkan Laura meraih dan melingkarkan tangan pada lengannya untuk beranjak."Laura," panggil suara yang dikenal betul oleh Laura adalah milik Fidel.Terdengar dari belakangnya, seperti penuh harap agar Laura menoleh sehingga mereka bisa berbicara.Laura memang berhenti. Tapi ia tidak menoleh pada wanita itu. "Aku ... ingin pergi dari sini," katanya lirih, sehingga Farren yang berada di depan bersama dengan Roy dan tim kuasa hukum keluarga Heizt dengan cepat membuka jalan untuk mereka dari kerumunan reporter yang meliput berita."Laura."Suara Fidel terdengar sekali lagi, nelangsa penuh dengan nestapa.Tapi Lau