“Aku tidak tahu apa yang sedang kamu bicarakan itu, Lau,” kata Fidel. “Aku tidak memiliki rahasia apapun yang aku sembunyikan dari Jake!” “Baguslah,” tanggap Laura ringan. “Bagus jika kamu tidak memiliki rahasia.” “Tolong—” Fidel menghela dalam napasnya. “Tolong jangan memperumit perceraianmu dengan Jake. Karena dia juga harus bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan padaku sampai membuat skandal terjadi di luar sana,” lanjutnya. “Kamu tidak tahu saja kalau aku disebut sebagai wanita tidak benar saat ini.” Laura mengangguk, ia kembali menjumpai wajah Fidel yang memiliki kesamaan dengan saat ia datang tadi, bukan lagi Fidel yang baru saja memandang Laura dengan matanya yang berkaca-kaca. Perubahan ekspresinya itu membuat Laura bingung. ‘Sebenarnya apa yang dia inginkan?’ Dia ingin memamerkan dia mendapat restu dari orang tuanya Jake, atau ingin meminta bantuan Laura untuk tidak mempersulit perceraiannya dengan Jake? ‘Seperti biasanya … dia masih tidak bisa ditebak,’ batin Laur
Senin pagi yang terlihat mendung saat Jake keluar dari rumahnya pagi hari ini. Ia baru saja membaca pesan dari Farren, pemuda itu menyebut dirinya akan sampai lima menit lagi sehingga Jake memutuskan untuk menunggunya di luar.Tetapi, baru saja hal itu ia lakukan, ia dibuat kesal oleh panggilan yang masuk di ponselnya. Dari Alina, ibunya.“Ada apa, Mam?” tanyanya setelah memberi salam. “Pagi sekali menelponku?”“Kamu tidak menepati janjimu,” jawab Alina.Meski Jake tidak saling bertatap muka dengan sang ibu, tetapi Jake bisa membayangkan seperti apa ekspresi dan alis berkerutnya.“Kamu tidak bisa membuat orang-orang berhenti membicarakan skandal itu, Jake,” lanjutnya.“Tidak begitu saja langsung hilang, Mam. Semuanya butuh proses.”“Mama tidak mau tahu,” tanggap Alina tak peduli. “Mama sudah menganggapmu gagal dan kamu tidak menepati janjimu. Jadi kamu harus menikahi Fidel. Kita sudah menyepakati ini sebelumnya, Jake.”Mata Jake terpejam, ia tak habis pikir mengapa ibunya sangat bern
Jake dengan cepat menekan intercom yang menyambungkannya pada Farren yang ada di luar.“Ya, Tuan?” sambut pemuda itu begitu panggilan mereka tersambung.“Masuklah! Ada yang ingin aku tanyakan padamu.”“Baik.”Hanya membutuhkan waktu beberapa detik untuk membuat Farren kembali terlihat di dalam ruang CEO. Ia berdiri berseberangan meja dengan Jake saat bertanya, “Apa yang ingin Tuan tanyakan?”“Apa kamu ada di rumah sakit saat aku kecelakaan sama Laura waktu itu?” tanyanya balik.Farren memiringkan kepalanya sekilas ke kiri, mencoba mengingat kejadian hari itu.“Seingatku, aku baru ada di sana setelah Tuan dipindah ke ruang ICU,” jawabnya yakin.“Jadi kamu tidak tahu siapa yang hari itu mendonorkan darah untukku?”Farren menggeleng lebih dulu, “Aku tidak tahu, Tuan. Tapi bukankah saat itu Nona Fidel bilang kalau dia yang mendonorkan darah saat Tuan sudah bangun?”Jake pun ikut menggeleng, “Tidak,” ucapnya. “Bukan saat itu, Ren. Tapi saat aku dibawa masuk ke gawat darurat.”“Maaf, tapi
Sudah hampir pukul empat sore saat Laura duduk di dalam ruang kerjanya. Ia baru saja mengistirahatkan tubuhnya dengan duduk sebentar di sana setelah seharian bertemu dengan banyak orang dan ikut membantu staf mengukur klien. Saat ia menunduk dan baru saja meraih ponsel untuk memeriksa pesan ….“Akh ….” Laura meremas kepalanya yang terasa sangat sakit, bahkan rasa sakitnya sangat menusuk.Ia merasa kepalanya semakin sering sakit belakangan ini. Matanya yang baru saja terpejam ia buka kembali dan ia menjumpai cairan merah itu menetes jatuh mengenai tangannya.Ia kembali mimisan. “Bu Laura?” sapa seorang staf—Hani—yang datang dari balik pintu dan terkejut melihat Laura yang sibuk membersihkan hidungnya yang berdarah dengan menggunakan tisu.“Bu Laura baik-baik saja?” tanya Hani khawatir.“Iya, Han,” jawab Laura sembari sedikit memalingkan wajahnya. “Hanya capek, dan butuh istirahat sebentar.”“Jangan memaksakan diri jika memang kondisi Bu Laura sedang tidak baik.”“Iya.”“Akan kami
Dada Laura berdebar menanti apa yang akan dilakukan oleh Zafran, karena tatapan pria itu seperti serigala yang sedang marah. Laura bahkan bisa merasakan atmosfer di sekelilingnya berubah menjadi dingin, sebelum akhirnya Zafran tersenyum tipis dan meraih tangan Fidel yang menempel di dadanya agar lepas dari sana. “Kamu tidak cukup dekat denganku untuk bisa mengatur apa yang harus dan tidak harus aku lakukan seperti itu, Nona Fidella Magali,” ujarnya lirih tetapi ada penekanan dari setiap kata yang ia sampaikan. Ia memalingkan wajahnya, senyumnya yang tadi hanya tampak samar kini melebar saat ia memandang Laura. Matanya melunak saat iris cokelatnya menatap Laura dan sekilas melambaikan tangannya kemudian benar-benar pergi melewati pintu butik. Sebuah perubahan wajah yang bisa disaksikan oleh Fidel, dan itu sangat kentara. Zafran yang tampak sangat malas saat melihatnya tetapi begitu manis saat tersenyum pada Laura. “Sejak kapan kamu kenal dengan Zafran, Laura?” tanya Fidel, membua
Saat Laura membuka matanya, ia menjumpai dirinya ada di dalam kamarnya. Ada wajah khawatir Hani yang berdiri tak jauh darinya. Kedua bahu gadis itu jatuh penuh kelegaan saat Laura sadar.Bukan hanya Hani saja, tetapi Laura juga bisa melihat Elsa. Temannya itu sama cemasnya dengan Hani. Raut wajahnya tidak bisa berbohong.Samar yang diingat oleh Laura, ia tadi merasakan kepalanya yang sangat sakit sebelum akhirnya ia menjatuhkan tongkat siku yang menopang tubuhnya setelah ia mimisan—untuk yang ke sekian kalinya.“Saya tadi meminta security untuk membawa Bu Laura masuk ke sini waktu pingsan,” jelas Hani sesederhana mungkin.Laura mengangguk samar, ia melihat Elsa yang duduk di tepi ranjang dan meraih tangannya.“Kamu perlu ke rumah sakit?” tanyanya.“Tidak, Sa, terima kasih,” jawab Laura. “Kamu ada di sini juga?”Elsa mengangguk, “Hani menghubungiku dan bilang kalau kamu tiba-tiba pingsan,” jelasnya, sekilas menoleh pada Hani sebelum gadis itu menundukkan kepalanya kemudian undur diri
“Bubar!” kata Farren tegas, langkahnya yang menghampiri beberapa staf yang bergerombol di dekat meja informasi itu membuat keseluruhan dari mereka membubarkan diri seperti titahnya. Sementara Jake yang berhadapan dengan Fidel menepis tangan gadis dengan mini dress berwarna hitam itu dengan cepat, sesaat setelah jemari lentiknya menggerayangi jas di bagian dada Jake. “Jangan lakukan ini, Fi!” tegurnya keras. “Bukankah aku sudah bilang padamu jangan bertingkah?” “Jake ….” “Kamu masih belum cukup puas dengan membuat kita terkena skandal di kantor dan ingin membuat skandal baru lainnya?” tanya Jake tak habis pikir. Fidel mendesah, kedua bahunya jatuh secara bersamaan saat ia mundur satu langkah dan bersedekap. “Kamu berubah, Jake!” tudingnya. “Kamu bukan Jake Ganzano Heist yang selalu bersikap manis kepadaku.” Jake memijit keningnya sekilas sebelum kembali menatap Fidel dan melempar seulas senyumnya—yang tampak sangat kentara bahwa itu berbalut keengganan yang cukup kental. “Aku ti
“Baik, Nona. Saya mengerti,” jawab Varo. “Tuan Jake memanggil saya beberapa hari yang lalu tapi saya tidak mengatakan soal Nona.”“Kerja bagus.”Hanya itu yang dikatakan oleh Fidel sebelum ia keluar dar dalam mobil sedan milik pria itu.Napasnya terasa tercekat dan berhenti di tenggorokan setiap kali ia mengingat tatapan Jake yang tak lagi sama seperti dulu.Ia memandang ke arah pintu masuk dari parkiran yang terhubung ke sana, kakinya sangat ingin pergi ke dalam.Tetapi hal itu tak bisa ia lakukan karena Jake melarangnya untuk banyak bertingkah.“Sialan!” umpatnya sebelum menghentakkan kakinya dan memalingkan wajahnya yang terasa panas.Matanya sejenak terpejam, ia sedang berpikir keras. “Aku harus melakukan sesuatu biar Jake tidak berhasil mengajak Laura untuk pergi!”Tidak boleh ada kata rujuk! Jake dan Laura harus bercerai!Karena Fidel tahu Jake sebenarnya memiliki rasa pada Laura—atau bahkan jatuh cinta—sekarang ia tidak bisa diam saja dan berpangku tangan.“Aku juga tidak bisa