pernikahan Rahasia dengan Dosen Tampan update yaaa ❤️ terima kasih sudah membaca Jake Laura ❤️🩹 sampai jumpa besok lagi 🩷🩷 TYSM ILYTTMAB 🌝
“Aku dibohongi sepupuku, Tuan, Nona,” jawab Farren, pemuda itu menanggapi keterkejutan Jake perihal dirinya yang terpergok ikut kencan buta oleh istrinya—Hani—sehingga hubungan mereka menjadi kurang baik.“Kamu dibohongi sepupumu, atau kamu membohongi istrimu?” tanya Jake memperjelas dan sepertinya itu membuat Farren kesal setengah matim“Aku dibohongi sepupuku,” jawabnya yakin. “Sepupuku itu bilang biar aku menemuinya di kafe yang dia sebutkan, tapi waktu aku tiba di sana, ternyata dia itu sedang janjian dengan perempuan yang dia ajak kenalan lewat dating app,” terang Farren. “Dia mengajakku karena tidak mau datang sendirian. Sialnya ... aku yang datang terlalu cepat jadi aku yang bertemu lebih dulu dengan perempuan itu dan—“Farren menjeda kalimatnya. Ia memberhentikan mobilnya di belakang garis putih saat rambu lalu lintas menunjukkan warna merah. Melihat dari gestur tangannya yang terlihat putus asa, apa yang akan ia katakan ini sepertinya cukup traumatis.“Dan ternyata tanpa sep
Dadanya berdebar-debar. Elsa sedang mencoba menata debar jantungnya yang bertalu lebih cepat dari pada biasanya. Pandangannya jatuh pada gaun putih yang— “Cantiknya ....” Kehadiran sebuah suara itu membuat Elsa mengangkat wajahnya. Ia menemukan seorang wanita yang tampak sangat cantik dengan gaun ibu hamil yang ia kenakan. “Laura,” sapa Elsa, ia hampir berdiri tetapi Laura mencegahnya dan memintanya agar duduk saja. “Aku pikir sudah tidak boleh menemuimu,” kata Laura. “Tapi ternyata aku diizinkan masuk.” “Memangnya siapa yang bisa melarangmu? Aku akan memarahi mereka.” Laura tertawa saat ia semakin dekat dengan Elsa. Ia menunduk dan memeluk sahabatnya itu selama beberapa detik sebelum melepasnya. Matanya terlihat berkaca-kaca saat memindai Elsa yang sangat cantik dalam balutan gaun pernikahan yang ia kenakan. Benar ... ini adalah hari resepsinya dengan Zafran. Malam yang mereka tunggu agar kebahagiaan yang memeluk mereka itu bisa mereka bagikan pada semua orang, sanak kerabat
Berdiri di antara para hadirin yang ada di sana, Laura ikut bertepuk tangan di samping Jake. Melihat interaksi manis di antara Zafran serta Elsa, Laura bisa memastikan bahwa ini adalah kebahagiaan mereka yang sempurna.Acara dilanjutkan dengan keduanya yang berdansa dengan iringan live music. Tapi sayangnya Laura tidak bisa duduk terlalu lama lagi.Pinggangnya terasa sakit, sehingga ia mengatakan pada Jake bahwa ia ingin pulang saja.“Kalian pulang juga?” tanya Jake, saat mereka melihat Farren serta istrinya—Hani—yang juga keluar dari ballroom.Keduanya menyapa Jake serta Laura lebih dulu sebelum menjawab, “Iya, Tuan Jake. Hani bilang kalau pinggangnya sakit.”“Aku pun juga begitu,” sahut Laura, memandang Hani yang sejauh Laura melihatnya, perutnya sudah sedikit turun ketimbang beberapa waktu yang lalu. Hari kelahiran anaknya semakin dekat, ia tahu itu.“Dan agak pusing melihat banyak orang, Nona Laura,” imbuh Hani yang membuat Laura mengangguk membenarkannya.Setelah berbincang sebe
“Akh!” Anya menjerit seraya meraba pipinya yang terasa remuk. Yang baru saja melayang itu seolah bukan hanya tangan Xandara saja, melainkan juga kemarahan yang bergejolak seperti api disiram minyak. Anya tak berani bertanya mengapa Xandara sampai melakukan itu terhadapnya. Gadis itu lebih memilih diam dan membiarkan Xandara duduk setelah melempar tas miliknya ke atas sofa ruang VIP klub malam tersebut. “Tuangkan aku minuman, Anya!” pinta Xandara setelah keheningan mengurung mereka selama beberapa saat. Anya mengangguk, ia berjalan mendekat dan menurut pada Xandara. Menuangkan minuman mengandung alkohol itu ke dalam gelas berkaki yang ada di atas meja. “Duduk!” titah Xandara sekali lagi. Anya duduk di samping Xandara tetapi baru satu detik berada di sana, ia terlempar jatuh ke lantai. “Kamu berpikir kamu itu pantas duduk di sampingku?” tanya Xandara. Decih kesalnya terdengar saat ia memandang Anya yang lalu berlutut di lantai, tak jauh dari sebelah kanan Xandara duduk menyil
Senin pagi yang tak begitu cerah saat Xandara membuka pintu ruang kerja ayahnya. Kepalanya masih sedikit pusing akibat sisa mabuk semalam. Tetapi karena ia tidak berjumpa ayahnya saat di rumah tadi, maka dengan diantar oleh managernya—Anya—ia pergi ke sini.Kim yang semula duduk di balik meja kerjanya pun seketika bangun melihat kedatangan anak perempuannya.“Xan?” sambutnya hangat. “Kamu sudah baikan? Tadi pagi mamamu bilang kalau kamu kurang enak badan, jadi—““Aku bukannya nggak enak badan,” potong Xandara. “Tapi mabuk. Aku bingung harus melampiaskannya ke mana jadi aku minum semalam.”“Kamu bisa minum di rumah, jangan pergi ke klub malam seperti itu karena kamu public figure. Kalau ada orang yang nanti melihatmu, nanti nama baikmu jadi buruk.”Tapi, kalimat panjang Kim hanya dianggap sebagai sebuah celotehan tak bermakna oleh Xandara.Gadis itu tertawa saat berjalan mendekat pada Kim, melewatinya dan meletakkan tas yang ia bawa ke atas meja kerja sang ayah. Ia duduk di kursi aya
Tangan Laura terulur ke depan, ia menerima buket bunga itu sebelum menarik napasnya sedikit dalam dan menegarkan diri. “Terima kasih,” ucapnya. “Mama dan Papa silahkan duduk.” “Terima kasih,” sambut mereka hampir bersamaan. Laura meletakkan buket bunga itu ke atas meja, kemudian kembali untuk duduk di sofa, berseberangan meja dengan kedua orang tuanya. “Tadi Mama bertanya pada Jake apakah kamu di rumah ataukah di butik,” ujar wanita itu membuka percakapan. “Dia bilang kalau kamu sedang di butik, jadi kami pergi ke sini.” “Mama dan Papa ada perlu sesuatu?” tanya Laura. “Tidak, hanya ingin melihatmu saja,” jawab sang Ayah. “Kami melihat ada sesuatu yang bagus kemarin saat kami pergi ke luar kota, jadi kami membawakannya untukmu.” Hariz mengeluarkan sebuah kotak besar dari dalam paperbag yang ia letakkan di lantai. Ia berikan kotak yang berjumlah dua itu pada Laura, ia letakkan di atas meja agar Laura bisa melihatnya dengan jelas. “Ini pakaian bayi,” ucap Hariz. “Sebelu
Pelukan hangat ayah dan ibunya masih terasa membekas bahkan hingga saat Laura memasuki rumahnya sore hari ini.Ia baru saja dijemput oleh Han—salah satu sopir milik Jake—dan berjalan melewati pintu dengan disambut oleh Rani.“Nona Laura, sudah pulang,” sapanya keibuan.“Iya, Bu Rani.”Rani hampir mengatakan sesuatu lebih jauh sebelum ia melihat Han yang membawa masuk sebuah buket bunga berukuran besar dan beberapa paper bag.“Tolong taruh di meja ruang tengah saja, Pak Han,” pinta Laura.“Baik, Nona.”“Nanti tolong Bu Rani bawa masuk ke dalam kamar ya,” katanya kemudian beralih memandang wanita paruh baya tersebut.“Baik, Nona,” jawabnya. “Tapi dari mana itu jika saya boleh tahu?”“Dari Mama dan Papa.”Jawaban itu membuat Rani terangat kedua alisnya. Hanya beberapa detik keterkejutannya sebelum ekspresinya berubah menjadi rasa senang.“Senang mendengar beliau berdua berusaha memperbaiki hubungan,” ucapnya. “Saya harap Nona mendapatkan kebahagiaan sempurna dan keluarga yang utuh, ditam
Sore hari ini, Laura gugup saat ia berjalan bergandengan tangan bersama dengan Jake sekeluarnya mereka dari mobil yang dikendarai oleh suaminya itu hingga tiba di tempat ini. Halaman yang luas menyambut kedatangan mereka, tempat yang sudah cukup lama tidak didatangi oleh Laura. Ia bahkan lupa kapan terakhir kali menginjakkan kakinya di sini. Ini adalah rumah Hariz dan juga Agnia, rumah di mana Laura tinggal sebelum ia diperistri oleh Jake. Ia datang ke sini setelah Jake mengajaknya untuk mengunjungi orang tuanya. Semakin cepat mereka melakukan banyak interaksi, maka akan membuat hubungan mereka juga membaik dalam waktu singkat. Dua orang itu menyambut kedatangan mereka di teras rumah, Agnia bahkan berlari kecil menjemput Laura dan senyumnya yang hangat menghujaninya penuh kasih sayang. “Senang melihatmu, Nak,” katanya. “Selamat datang,” imbuh Hariz yang berdiri di belakang Agnia. “I-ini—“ kata Laura terbata, tangannya terarah ke depan saat menyerahkan dua buah paper bag beruku
Tiga tahun kemudian .... .... Musim yang tak menentu membuat siang hari ini sedikit lebih mendung ketimbang hari-hari biasanya. Hembusan angin dari timur membelai rambut Laura yang baru saja keluar dari mobil. Ia tak bisa untuk tak tersenyum saat melihat anak-anaknya yang berlarian sekeluarnya dari sedan yang pintunya baru saja dibukakan oleh si papa—Jake. “Jangan tarik tangannya Senna, Jayce!” pinta Jake. “Nanti Adik jatuh loh!” “Iya, Papa,” sahut Jayce dari seberang sana, pada sisi lain halaman dan memelankan langkahnya yang baru saja menarik Jasenna. Jake memang tak pergi ke kantor hari ini. Ia menyempatkan diri untuk mengantar Jayce dan Jasenna untuk pergi ke preschool mereka. Dan baru saja ia menjemput si kembar bersama dengan Laura. "Kamu tidak akan pergi ke kantor?" tanya Laura, menoleh pada Jake yang malah duduk di teras alih-alih masuk ke dalam rumah. "Tidak, Sayang," jawabnya. Ia mengarahkan tangannya ke depan, meraih tangan Laura agar duduk di sebelahnya.
“Seandainya aku memperlakukannya dengan lebih baik, dan memintanya untuk mengakui kesalahan apa yang pernah dia perbuat pada Laura, dia pasti tidak akan sehancur itu di tangan takdir yang memberikan karmanya.” Laura dan Jake tahu betul bahwa yang disebutkan oleh Erick itu adalah Fidel. “Tapi kamu ‘kan juga tidak tahu kalau Fidel melakukan itu pada Laura,” tanggap Jake. “Kamu tahu saat semuanya sudah terlambat. Bukan sepenuhnya salahmu juga, kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri.” Erick tersenyum saat sekilas menoleh pada Jake, kemudian kembali memandang Jayce dan Jasenna yang sangat tampan dan cantik. Dua bayi mereka, anugerah setelah penderitaan panjang tak berkesudahan itu. “Mulailah hidup barumu, Erick,” kata Jake. “Kamu berhak mendapatkan hidupmu yang baru, dan terlepas dari semua ini.” Erick lalu bangun dari berlututnya. Ia menghadap pada Jake dan Laura yang tampak tulus saat memberinya nasehat. Ia mengangguk, “Iya, aku pikir juga begitu,” jawabnya. “Tapi mungkin tidak d
Sejak si kembar sudah dalam fase merangkak, Jake dibuat sedikit kewalahan menghadapi mereka yang sangat aktif.Setahunya, cheetah adalah salah satu pemilik lari tercepat di dunia dengan kecepatan seratus tiga puluh kilometer per jam, tapi apa itu cheetah?! Jayce dan Jasenna lebih cepat daripada cheetah dewasa yang tengah berlari saat mereka merangkak.Pagi ini saja, Jake baru selesai membawa Jayce keluar dari kamar mandi setelah berendam bersama dengan Laura. Tapi saat ia mengambilkan diapers, Jayce sudah pergi dari kamar dengan keadaan tanpa pakaian dalam sekejap mata.Jika Jake tak mendengar gelak tawanya yang seolah mengejek di luar, ia tak akan menemukan di mana anak lelakinya itu berada."Jayce, pakai baju dulu, Nak!" ucapnya saat menjumpai Jayce yang bermain slipper di dekat anak tangga.Ia menggendongnya untuk masuk ke dalam kamar, melihat Laura yang tak bisa menahan tawa saat membawa Jasenna keluar dari kamar mandi dengan handuknya yang bergambar panda."Loh? Aku kira sudah s
"Jadi, mengajakku bulan madu ke Edinburgh adalah caramu untuk mewujudkan apa yang pernah kamu tulis di dalam kafe itu?" tanya Elsa pada Zafran setibanya mereka di dalam kamar hotel tempat keduanya menghabiskan waktu selama berada di sini. Setelah mereka menikmati kunjungan di kafe tadi, mereka pulang saat hari beranjak petang. "Iya," jawab Zafran yang menyusul dari belakangnya. "Tadinya aku ingin menjadikan Edinburgh sebagai tempat penutup yang kita datangi, tapi kamu ingin pergi ke sini lebih dulu, makanya ini jadi tujuan pertama kita," tuturnya panjang. "Tapi aku senang karena artinya saat itu prasangka buruk yang aku tuduhkan padamu itu terbukti salah." Elsa melepas coat panjang yang ia kenakan lalu menoleh pada Zafran yang berdiri di dekat ranjang, sedang melepas coatnya juga. "Prasangka apa?" tanya Zafran memperjelasnya. "Aku 'kan pernah berpikir kalau kepergianmu tahun lalu saat gosip kencanmu dengan Xandara berhembus kencang itu kamu mengkhianati hubungan kita," jawab Els
Mungkin ini sangat terlambat untuk disebut sebagai ‘bulan madu’ karena pernikahan mereka sudah berlalu cukup lama dan tidak juga layak bagi Elsa dan Zafran menyebut diri mereka sebagai ‘pengantin baru’—kecuali pengantin baru yang istrinya juga baru keluar dari rumah sakit.Setelah melihat keadaan Laura pasca melahirkan Jayce dan Jasenna, Elsa dan Zafran terbang meninggalkan Jakarta untuk menuju ke tempat ini, Edinburgh.Tempat di mana asal rasa cemburu menggila kala hubungan jarak jauh memisahkan keduanya, tahun lalu.Sekarang, Elsa benar-benar menginjakkan kakinya ke tempat ini bersama dengan Zafran. Wanita pertamanya yang ia ajak melihat pohon maple yang gugur, dan air mancur di sela dinginnya udara pergantian musim.“Cantik sekali,” puji Elsa yang bergandengan tangan dengan Zafran saat mereka berdua melewati sebuah kafe bernuansa klasik yang ramai oleh kehadiran wisatawan lokal dan asing. “Tapi sayang ramai,” lanjutnya.“Kamu ingin minum sesuatu?” tanya Zafran saat keduanya beranj
Setelah meninggalkan rumah sakit dan membawa anak-anak mereka pulang, Jake tidak berbohong saat mengatakan bahwa ia akan menjaga keluarganya, menemani Laura merawat si kembar Jayce dan Jasenna untuk mereka bertumbuh. Karena saat Laura membuka mata dan melihat pada jam yang ada di atas meja, waktu menunjukkan pukul tiga dini hari tetapi Jake tak ia jumpai tidur di samping kirinya. Prianya itu sedang berdiri di dekat jendela, tengah menggendong Jasenna. Laura perlahan bangun dan turun dari ranjang. Ia menghampiri anak lelakinya terlebih dahulu yang terlelap di dalam box bayi miliknya sebelum mendekat pada Jake yang menoleh ke arahnya dengan gerak bibirnya yang bertanya, ‘Kenapa bangun?’ Laura tak serta merta menjawabnya. Ia lebih dulu menengok Jasenna yang juga tengah terlelap. “Kenapa kamu menggendongnya?” tanya Laura, membelai lembut pipi Jasenna sebelum beralih pada pipi Jake. “Tadi dia bangun,” jawab Jake sama lirihnya. “Kenapa kamu tidak membangunkan aku?” “Untuk apa? Kamu
Satu hari, bulan demi bulan yang berganti menjadi tahun di belakang sana terkenang seperti gambar-gambar di layar proyektor.Melewati itu, Laura sangat bersyukur ia tiba pada hari ini.Melihat Jake yang berada di sampingnya dan memasrahkan diri saat Laura mencengkeram tangannya untuk meredam rasa sakit yang bergejolak di perutnya menyadarkannya bahwa waktu benar-benar mengambil alih luka-luka itu dan menggantinya dengan kebahagiaan.Meski sekarang dirinya merasakan sakit, tapi ia tak bisa membendung senyumnya.Dadanya berdebar saat Jake menunduk dan berbisik, "Apakah sakit sekali?" tanyanya. "Operasi saja bagaimana? Aku tidak bisa melihatmu kesakitan seperti ini."Bibir Jake jatuh di kening Laura."Tidak perlu," jawab Laura. "Dokter bilang semuanya baik-baik saja, 'kan? Jangan khawatir, asalkan kamu denganku di sini, aku akan melewati hari ini, Jake.""Tentu aku di sini," balasnya. "Kamu bisa mengatakan padaku apapun hadiah yang kamu mau nanti setelah anak-anak kita lahir. Hm?"Laura
Sejak pulang dari resepsi pernikahan sekretarisnya Zafran—Andy—semalam, rasanya frekuensi rasa sakit yang diterima oleh perut Laura berinterval semakin sering. Rasanya berdenyut, nyeri berpusat lebih ke bawah. Dan ... si kembar yang ada di dalam perutnya juga lebih tenang. 'Apa aku akan melahirkan sebentar lagi?' tanya Laura dalam hati saat pagi ini baru saja keluar dari dalam kamar. Ia ingin menyusul Jake yang sedang berada di ruang gym, melakukan rutinitas yang hampir tak pernah ia lewatkan. "Selamat pagi," sapa para pelayan yang ada di dapur dan melihat kedatangannya. "Selamat pagi," balas Laura dengan melemparkan senyum pada mereka. "Mau mencicipi sedikit, Nona?" tawar Rani, yang membawa semangkuk besar soto ayam yang dibuatnya. Sarapan pagi ini bertemakan masakan Nusantara karena semalam Jake berpesan pada Rani ingin makan yang sedikit berbumbu, sehingga yang pagi ini menu-menu itu bisa dicium aromanya oleh Laura. "Nanti saja, Bu Rani," jawab Laura simpul. "Baiklah kal
Ketukan palu hakim menggema memenuhi ruang sidang. Fidel tertunduk dalam isak tangis.Sudah sejak awal dibacakannya vonis, Laura melihatnya tak kuasa menahan air mata.Laura lebih dulu bangun dari duduknya dan meminta Jake untuk segera pergi dari sana."Ayo, Jake!" ucapnya. Dan melihat istrinya yang tak ingin berlama-lama di sini, Jake pun dengan cepat bangun dari duduknya. Membiarkan Laura meraih dan melingkarkan tangan pada lengannya untuk beranjak."Laura," panggil suara yang dikenal betul oleh Laura adalah milik Fidel.Terdengar dari belakangnya, seperti penuh harap agar Laura menoleh sehingga mereka bisa berbicara.Laura memang berhenti. Tapi ia tidak menoleh pada wanita itu. "Aku ... ingin pergi dari sini," katanya lirih, sehingga Farren yang berada di depan bersama dengan Roy dan tim kuasa hukum keluarga Heizt dengan cepat membuka jalan untuk mereka dari kerumunan reporter yang meliput berita."Laura."Suara Fidel terdengar sekali lagi, nelangsa penuh dengan nestapa.Tapi Lau