“Iya, Jake,” jawab Laura. “Ada banyak orang di dunia ini yang sebenarnya mereka sadar terlibat dalam hubungan yang toxic tetapi tidak bisa pergi dari lingkaran itu karena memiliki ikatan emosi yang kuat dengan pasangannya. Pada Fidel ... seandainya dia merasakan betapa kejamnya hidup sendirian dengan tidak memiliki tujuan, dia bisa saja memilih kembali pada Erick, ‘kan?” Jake tentu saja membenarkannya. Ia setuju dengan yang disampaikan oleh istrinya. Stockholm syndrome namanya. “Tapi jika benar seperti itu, justru akan sedikit menguntungkan bukan?” tanya Jake, meraih tangan Laura, memberi kecupan di punggung tangannya dengan seulas senyum manis. “Maka Erick akan segera mengatakan bahwa wanita itu di sana, dan akan ada tindakan penangkapan.” “Asalkan bukan yang kedua,” tanggap Laura. “Aku tidak ingin dia mengakhiri hidupnya begitu saja, setidaknya dia harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah dia lakukan padaku, atau pada orang-orang yang bahkan sampai kehilangan anggota keluargan
“Kapan?” tanya Jake, salah satu alisnya terangkat menunggu jawaban.“Masih sekitar satu setengah bulan lagi, Pak Jake,” jawab Elsa. “Makanya kami ingin bicara langsung pada Laura,” lanjutnya seraya memutar kepalanya pada Laura yang menunjuk pada dirinya sendiri.“Aku?”“Iya, Lau.”“Kenapa kamu ingin bicara langsung denganku?” tanya Laura penasaran.“Aku ingin kamu yang membuatkan gaun untukku,” jawabnya. Senyum yang terkembang di kedua sudut bibir Elsa terlihat begitu manis. Tapi yang lebih manis di mata Laura serta Jake adalah Zafran yang tak memalingkan wajahnya dari Elsa apapun yang ia lakukan. Dari gerakan kecilnya saat bertutur, atau saat ia menganggukkan kepalanya, mata Zafran pergi mengikuti.“Bukan gaun yang sangat mewah atau dengan banyak detail,” lanjut Elsa. “Aku ingin yang sederhana tapi elegan saja. Apakah ... kamu bisa?” tanyanya penuh harap. “Masih jauh dari hari H, makanya aku ingin membicarakan ini denganmu mengingat kondisimu yang sedang hamil juga.”“Bisa,” jawab L
"Kamu ada tamu rupanya?" tanya gadis itu—Xandara—saat berjalan mendekat pada Elsa serta Zafran. Pandangannya bergantian memindai keduanya, seolah meminta penjelasan. "Tidak," jawab Zafran lebih dulu. "Dia bukan tamu, kami memang baru saja pergi." Gadis itu mengangguk beberapa kali, senyum terkembang saat ia bertanya, "Siapa, Zaf?" Zafran menoleh pada Elsa, kemudian mengangkat tangan mereka yang saling bergandengan agar cincin yang berada di jari manis mereka dapat dilihat olehnya. "Tunanganku, Xan," jawab Zafran. "Namanya Elsa." Zafran lalu menoleh pada Elsa dan menyambung kalimatnya, "Elsa, ini anak partner bisnisku, namanya Xandara." Elsa mengarahkan tangannya ke depan, pada Xandara yang tampak ragu menerimanya. "Halo," sapa Elsa lebih dulu, Xandara membalas dengan sebuah 'Halo' yang sama. "Aku baru tahu kamu sudah bertunangan," ucap Xandara, manik gadis itu menatap Zafran dengan raut wajah yang tak bisa Elsa artikan. "Iya, sebelum aku pergi ke Edinburgh," jawabnya. "Tapi
Zafran sedang berada di RY Holdings, bersama dengan sekretarisnya—Andy—mereka baru saja mengadakan pertemuan dengan beberapa rekannya yang dalam waktu dekat akan merenovasi mall.Ia melonggarkan dasi yang ada di kerah kemejanya saat memeriksa ponsel dan membaca pesan masuk dari Elsa.[Aku akan tiba dalam lima menit.]Zafran pun membalasnya dengan cepat.[Naik apa? Aku bilang akan menjemputmu, 'kan][Dengan temanku, Zaf. Tidak apa-apa, sekalian arahnya sama.]Zafran tersenyum saat kembali membalasnya.[Baiklah. Aku dan Andy baru selesai meeting, kita bertemu di lobi.]Sore hari ini, rencananya mereka akan pergi ke butik milik Laura untuk konsultasi pertama mereka. "Kita pergi ke tempat Nona Elsa sekarang, Tuan Zafran?" tanya Andy yang berjalan di sebelah kirinya."Tidak perlu, Ndy. Dia dengan temannya yang ke sini. Sudah hampir sampai," jawabnya. "Tolong antar kami ke butik Laura ya?""Baik.""Kamu tidak ada jadwal kencan dengan pacarmu, 'kan?""Tidak ada, dia sibuk dengan skripsi," j
Karena sudah cukup sore, tidak terlalu ramai di butik milik Laura, ia yang berada di dalam ruang kerjanya menoleh ke arah pintu yang terbuka. Semula ia mengira yang datang adalah Elsa dan Zafran karena memang mereka memiliki janji untuk konsultasi. Tapi bukan, ia justru menjumpai wajah Jake dan senyumnya yang manis saat menunjukkan kepalanya lebih dulu dari balik pintu. "Laura," sapanya. Yang membuat Laura bangun dari duduknya. Ia membalas pelukan Jake yang berbisik, "Bahkan kamu masih cantik padahal sudah sore begini." Laura tak serta merta menjawabnya karena ia lebih dulu memukul dada Jake seraya mengingatkan, "Tidak akan terjadi apa-apa di dalam ruang kerjaku sekalipun kamu memujiku begitu, Tuan Jake!" "Aku tidak memikirkan apapun," tanggap Jake. "Tidak bolehkah aku memuji istriku sendiri?" "Sebentar coba kamu pegang ini," ucap Laura seraya meraih pergelangan tangan Jake dan meletakkan telapaknya yang besar di perutnya. "Mereka aktif bergerak sejak tadi." "Oh ya?" Laura m
"Laura benar." Elsa menggumam seorang diri di dalam kamar pada malam harinya. Ia baru saja diantar pulang oleh Zafran dan mengistirahatkan dirinya seraya membaca portal gosip online yang mengatakan bahwa 'Kisah Xandara Kim dan Zafran Almair Roya tersandung kehadiran orang ketiga!' Isi artikel lengkap dengan sebuah foto, menyebutkan bahwa 'seorang reporter' telah mengikuti Zafran yang pergi bersama dengan seorang wanita ke butik—yang terkenal dengan gaun pernikahannya yang cantik dan telah dikenakan oleh banyak artis serta model. Tentu saja ... 'wanita' yang disebutkan di dalam berita itu adalah dirinya, Elsa. Saat ia membaca lebih jauh artikel-artikel tersebut, panggilan masuk datang dari Laura. Saat Elsa menerimanya, suara manis Laura dari seberang sana segera saja bertanya, "Apakah kamu sudah tahu?" "Iya, Lau," jawabnya. "Persis seperti yang kamu katakan kalau aku akan menjadi orang ketiga seolah aku yang merusak hubungan mereka." "Yang sabar ya ... orang-orang di luar itu ha
Xandara benar-benar merasa hari ini tidak akan menjadi hari yang baik karena ia masih harus bertemu dengan banyak orang yang kerapkali berbisik bahwa dirinyalah yang ditolak oleh Zafran. Bahwa sebenarnya ... tak pernah ada hubungan di antara mereka berdua melainkan semua itu hanya dirinya saja yang suka menjadi pusat perhatian.Setelah ia memasang wajah yang manis meski hatinya sudah terpecah-belah di bincang santai pada sebuah forum, jadwal masih belum berakhir. Gadis itu memiliki kegiatan lain dengan melakukan sebuah interview bersama seorang beautypreneur dalam satu jam yang akan datang.Ia tengah menyesap kopi dingin yang ada di atas meja di salah satu kafe yang dipilih oleh asistennya dalam perjalanan ke tempat pertemuan. Alisnya berkerut, jemarinya sejak pagi sibuk menelusuri apakah rumor kencan dengan Zafran itu menuai banyak respon.'Kenapa hampir tidak ada?' gumamnya saat ia nyaris tak menemukan lagi artikel-artikel yang semalam gencar menyebut Elsa sebagai duri di antara
Jake menjaga nada bicaranya agar tak meninggi. Karena jika hal itu ia lakukan, Laura bisa saja menyebutnya keberatan, dan berakhir dengan istrinya itu yang merajuk. Tapi, saat tanya ‘Sekarang’ yang keluar dari bibirnya disambut oleh sebuah anggukan dari Laura, Jake benar-benar frustrasi. “Sayang,” panggil Jake, meraih pergelangan tangan Laura dan mengajaknya untuk duduk terlebih dahulu di tepi ranjang. “Apakah kamu benar-benar ingin minum itu sekarang?” “Iya,” jawab Laura. “Panas sekali rasanya, Jake. Aku ingin minum sesuatu yang dingin dan pergi ke pantai.” “Tapi ini sudah sangat malam, dan terlalu dini untuk kita pergi ke pantai atau minum es kelapa, Laura,” terang Jake. Alisnya berkerut, mencoba melobi istrinya yang sepertinya memang tak berbohong saat mengatakan bahwa ia sedang kepanasan. Rambut bagian depannya yang sedikit basah oleh keringat telah menjelaskan segalanya bahwa kehamilan pada trimester keduanya ini mengubah suhu tubuhnya. Tak jarang juga Jake mendengarnya me