Beranda / Pernikahan / Tuan CEO, Mari Bercerai! / 24. Selamat Tinggal, Krisna

Share

24. Selamat Tinggal, Krisna

Penulis: Aww Dee
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-20 14:25:37

Radha duduk termenung di depan meja riasnya. Tatapan matanya kosong menatap pantulan dirinya di cermin. Wajahnya sudah dipoles sempurna, gaun anggun berwarna biru tua membalut tubuhnya, rambutnya ditata dengan elegan. Namun, di balik keindahan penampilannya, ada luka yang tak terlihat. Luka yang terus menggerogoti hatinya.

Pesta penting yang diadakan Kakek Felix seharusnya menjadi ajang untuk menunjukkan bahwa ia masih istri yang layak di mata keluarga Harlingga. Namun semua kejadian hari ini membuat Radha nyaris kehilangan energi untuk sekadar berdiri.

Pikiran Radha berkelana ke peristiwa yang baru saja ia alami. "Apa lagi yang harus aku hadapi di pesta nanti?" ia bergumam, suaranya hampir tak terdengar.

Dadanya terasa sesak saat mengingat bagaimana dirinya memergoki Krisna bersama Nindy, sahabat yang katanya paling Krisna cintai. Melihat mereka berdua saling berpelukan dengan sangat intim di dalam kamar pagi tadi masih terbayang jelas di p
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   25. Radha Pingsan

    “Selamat tinggal, Krisna ....”Saat kembali ke ruang tamu, Radha terlihat lebih nyaman dalam pakaian barunya. Nakula tersenyum kecil. “Nah, sekarang lebih masuk akal. Kalau begitu, kita bisa langsung pergi?”Radha mengangguk. Ia mengambil tas kecilnya dan memeriksa sekali lagi untuk memastikan semua barang penting sudah terbawa. “Aku sudah siap.”“Tunggu,” ujar Nakula tiba-tiba. “Kakak yakin tidak ada yang perlu diberi tahu? Bibi Maryam, mungkin?”Radha menggeleng. “Aku sudah memberitahu Maryam bahwa aku akan pergi ke pesta Kakek Felix dan pulangnya bersama Krisna. Aku juga meminta dia dan para pelayan lain untuk istirahat lebih awal malam ini. Jadi mereka tidak akan curiga.”Nakula mengangguk, meski raut wajahnya masih dipenuhi kekhawatiran. “Baiklah. Ayo pergi sekarang, Kak. Sebelum ada siapa pun yang menyadarinya.”Radha mengangguk. Keduanya pun berjalan menuju tempat masuk Nakula tadi. Namun baru saja Radha membuka sedikit pintu dapur yang terhubung dengan gerbang samping, ada Pak

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   26. Malam Yang Chaos

    "Kak Radha, bangun, Kak! Jangan bikin aku takut begini!" suara Nakula pecah, dipenuhi rasa cemas. Ia menepuk-nepuk pipi Radha dengan lembut, berharap ada reaksi.Namun Radha tetap diam, hanya napasnya yang terdengar berat dan terputus-putus. Nakula memegangi tangan Radha, merasakan dinginnya kulit kakaknya yang seolah kehilangan tenaga."Astaga … aku harus bagaimana?" Nakula berdiri, mondar-mandir di sekitar kasur. Ia ingin membawa Radha ke rumah sakit, tetapi itu terlalu berisiko. Jika ada yang mengenali Radha, apalagi dari keluarga Harlingga, semua rencana mereka akan hancur.Matanya terpaku pada tas kecil milik Radha yang tergeletak di lantai. Dengan cepat ia meraihnya dan membuka isinya, berharap menemukan sesuatu yang bisa menjelaskan kondisi Radha.Matanya terpaku pada tas kecil milik Radha yang tergeletak di lantai. Dengan cepat ia meraihnya dan membuka isinya, berharap menemukan sesuatu yang bisa menjelaskan kondisi Radha.Ia menemukan beberapa barang biasa—dompet, ponsel, kun

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   27. Kabar Mengejutkan

    "Mereka kabur lewat belakang! Cepat kejar mereka!"Nakula merasa dadanya seolah hendak meledak karena panik. Ia memandang Saga dengan tatapan penuh kecemasan.Saga hanya tersenyum samar. "Jangan lihat ke belakang. Lari sekarang!"“Kak Saga mau ke mana?” Tanya Nakula dengan nada gemetar. “Jangan bilang kalau—”Nakula ragu sejenak, tetapi akhirnya menurut. Ia kembali melangkah dengan cepat, membawa Radha menyusuri jalan setapak yang gelap. Sementara itu Saga berbalik, menghadapi para pengejar yang kini semakin dekat.Saat Nakula berhasil mencapai mobil dan menurunkan tubuh Radha ke kursi belakang, ia mendengar suara bentrokan dari arah belakang. Sepertinya saat ini Saga tengah berhadapan langsung dengan para pengejar itu sendirian.Namun, sebelum Nakula sempat memutuskan apa yang harus dilakukan, pintu mobil di sebelahnya tiba-tiba terbuka. Nakula tersentak, tetapi merasa lega saat melihat Saga masuk dengan napas terengah-engah.“Pasang sabuk pengamanmu. Kita pergi sekarang,” kata Saga

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   28. Bagaimana Mungkin? Hamil?

    Malam telah larut, namun Nakula tak beranjak dari sisi tempat tidur. Di kursi dekat kepala ranjang, ia duduk dengan punggung tegap, matanya terus mengawasi kakaknya yang terbaring lemah. Kamar vila itu dihiasi lampu remang yang memancarkan suasana damai, tetapi Nakula justru merasa gelisah.Sesekali, ia mengusap wajahnya, mencoba menghalau rasa kantuk yang menghadang. Radha belum juga sadar. Dokter memang mengatakan bahwa kondisinya cukup stabil, tetapi tubuhnya yang pucat dan napasnya yang terengah membuat Nakula tak bisa berhenti khawatir.Waktu terus bergulir. Suara langkah pelayan yang melintas di luar kamar sesekali terdengar. Hingga akhirnya, Radha bergerak sedikit, kelopak matanya perlahan terbuka.“Kak Radha?” panggil Nakula dengan nada cemas, langsung berdiri dan mendekat. “Kakak sudah sadar?”Radha memutar kepalanya perlahan, ekspresi bingung tergurat jelas di wajahnya. “Nakula? Apa yang terjadi?”Nakula tersenyum lega, meskipun hatinya masih terasa berat. “Kak Radha pingsa

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   29. Berusaha Mencari Radha

    Krisna berjalan mondar-mandir di ruang tamu rumahnya yang luas dengan ekspresi wajah penuh kemarahan. Suara sepatu kulitnya yang beradu dengan lantai marmer menggema di seluruh ruangan, menciptakan ketegangan yang semakin mencekam. Di tangannya, ponsel yang sudah berkali-kali ia gunakan untuk mencoba menghubungi Radha. Namun, sama seperti sebelumnya, tidak ada jawaban.“Kenapa tidak diangkat juga?! Apa dia sengaja menghindar?!” Krisna menggerutu keras, nada suaranya mencerminkan amarah yang semakin mendidih.Ia mencoba menelepon sekali lagi, menunggu dengan tidak sabar hingga nada sambung berhenti. Hasilnya tetap sama, dan Krisna kehilangan kendali. Dengan kemarahan yang tak tertahan, ia membanting ponselnya ke lantai. Ponsel itu pecah berkeping-keping, membuat para pelayan yang berada di ruangan itu tersentak dan mundur beberapa langkah karena ketakutan."APA KALIAN SEMUA AKAN DIAM SAJA SEPERTI INI?!" Krisna berteriak, menatap tajam ke arah para pelayan dan pegawai yang berdiri membe

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   30. Sisi Lain Kakek Felix

    "Buka dan lihat sendiri. Setelah itu, tanyakan pada Kakek Felix apa yang sebenarnya terjadi."Krisna mengernyit, wajahnya menunjukkan kebingungan yang semakin dalam. "Apa maksudmu, Saga? Apa hubungannya Kakek Felix dengan ini semua?"Saga tidak menjawab. Sebaliknya, ia menyeringai tipis, seolah menikmati kebingungan Krisna. "Mungkin setelah membaca itu, kau akhirnya akan sadar bahwa kau hanyalah bidak kecil dalam permainan besar Kakekmu. Tapi berhati-hatilah, Krisna. Terkadang kebenaran akan terasa begitu menyakitkan."Tanpa menunggu jawaban, Saga membuka pintu dan melangkah keluar, membantingnya dengan keras hingga suara dentumannya menggema di seluruh rumah. Krisna tetap berdiri di tempatnya, matanya terpaku pada amplop cokelat itu.Pikirannya berputar keras. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang Saga ketahui? Dan kenapa juga dirinya harus bertanya pada Kakek Felix?Dengan tangan yang sedikit gemetar, Krisna perlahan membungkuk untuk mengambil amplop itu. Namun, sebelum ia sempat me

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   31. Kebenaran Yang Menyakitkan

    “Kau, bukanlah kakekku.”Mendengar hal itu, Kakek Felix meresponnya dengan senyuman kecil. "Kau masih belum memahami apa yang kau katakan barusan, Krisna," jawab Kakek Felix dengan suara yang rendah. "Jika aku bukan kakekmu, siapa lagi yang akan menjaga keluarga ini tetap berdiri kokoh? Aku melakukan semua ini untuk melindungi kita semua."Krisna merasa ada sesuatu yang retak dalam dirinya usai mendengar kata-kata Kakek Felix. Kakeknya, yang selalu ia anggap sebagai sosok yang bijaksana dan penuh perhitungan, kini berbicara seolah segala tindakannya—termasuk yang paling kejam sekalipun—adalah demi kebaikan keluarga."Melindungi?" Krisna mengulang kata itu dengan nada sarkastis, "Apa yang kau lindungi, Kek? Nama baik keluarga? Atau justru kekuasaan yang kau genggam erat-erat?"Kakek Felix menatapnya tajam. Matanya menyipit, namun ekspresinya tetap tenang. "Aku melindungi apa yang paling penting. Stabilitas, kekuasaan, dan yang terpenting, masa depan keluarga Harlingga.” Tandasnya. “Dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   32. Surat Dari Radha

    Usai bersiteru dengan Kakek Felix dan mendapatkan kenyataan yang tak mengenakkan, Krisna memutuskan untuk mengendarai mobilnya sendiri, sementara pengawalnya mengikuti dari belakang.Krisna melajukan mobilnya cukup pelan di bawah kelamnya langit malam, seolah setiap kilometer yang dilalui menambah berat beban yang menggantung di pundaknya. Kata-kata Kakek Felix terus terngiang di telinganya yang terasa begitu tajam dan dingin, hingga mampu menghancurkan apa pun yang tersisa dari keyakinannya sendiri.Ketika akhirnya mobil itu berhenti di halaman rumahnya, Krisna hanya duduk diam di balik kemudi untuk beberapa saat. Tangan-tangannya yang kokoh terasa lemah, ketika menggenggam setir tanpa tujuan. Ia pun menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk melangkah keluar. Dan seperti biasa, rumah megah yang berdiri kokoh itu, mencerminkan kesempurnaan palsu—yang tak lebih dari sebuah cangkang kosong akan kebahagiaan yang telah lama hilang.Dengan langkah gontai, Krisna membuka

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23

Bab terbaru

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   60. Dipaksa Pulang

    Pagi menjelang siang, sinar matahari mengintip lembut dari sela-sela pepohonan, mengiringi perjalanan Radha dan Saga dalam mobil menuju vila pribadi milik Saga. Jam di dashboard menunjukkan pukul sepuluh lebih lima menit. Radha bersandar di kursi penumpang, menatap lurus ke jalanan dengan pikiran yang terasa berat. Saga, yang duduk di belakang kemudi, sesekali melirik Radha dengan tatapan penuh perhatian. "Kau diam saja sejak tadi," ucap Saga, memecah keheningan. Suaranya tenang, namun penuh rasa ingin tahu. "Kau baik-baik saja, Radha?" Radha menoleh sebentar, lalu tersenyum kecil. "Aku baik, Kak. Maaf, aku hanya sedang memikirkan banyak hal." Saga mengangguk paham. "Aku mengerti. Tapi... jujur saja, aku merasa tidak enak atas apa yang sudah dilakukan Kakek Felix padamu. Keluargaku, sudah terlalu sering membuatmu dalam masalah." Radha menggeleng cepat. "Tidak, Kak. Justru aku yang merepotkanmu. Rasanya aku yang terlalu sering melibatkanmu dalam masalahku." Saga tertawa kecil, nam

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   59. Momen Yang Terganggu

    "Radha," ujar Krisna perlahan. "Kau bisa pulang setelah ini. Tapi, untuk saat ini, duduklah. Biarkan aku membuatkan sesuatu untukmu."Radha mendesah panjang. Ia ingin membantah, namun entah kenapa tubuhnya justru mengikutinya lagi. Ia duduk di kursi dapur, mengamati punggung Krisna dari belakang.Krisna bergerak dengan cekatan, seperti seseorang yang sudah terbiasa melakukannya. Tangannya meraih bahan-bahan dari lemari es, kemudian mulai menyiapkan sesuatu. Radha memperhatikan tanpa sadar, merasa aneh dengan situasi ini."Sejak kapan kau bisa memasak?" tanya Radha akhirnya, suaranya terdengar ragu.Krisna meliriknya sekilas, senyum kecil muncul di wajahnya. "Ada banyak hal tentang aku yang tidak kau tahu, Radha. Sama seperti aku yang tidak pernah benar-benar tahu apa yang kau pikirkan."Radha terdiam mendengar jawaban itu. Ia tidak tahu bagaimana merespons, jadi ia memilih untuk tidak mengatakan apa-apa.Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Aroma harum mulai memenuhi udara, membu

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   58. Perubahan Sikap Krisna

    Radha berdiri di depan cermin, memandangi pantulan dirinya dengan tatapan campur aduk. Gaun sederhana berwarna lembut yang ia kenakan tampak pas di tubuhnya, seolah dibuat khusus untuknya. Jemarinya menyusuri kain lembut itu, merasakan betapa nyaman dan ringan bahan yang digunakannya.Selama mereka menikah, Krisna hampir tidak pernah peduli pada hal-hal kecil seperti ini. Ia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali Krisna menunjukkan perhatian yang nyata terhadapnya. Namun, setiap kali ia mengenakan sesuatu yang dipilih oleh Krisna, entah bagaimana rasanya selalu pas. Warna, potongan, bahkan desainnya—semuanya terasa seperti mencerminkan dirinya.“Sebenarnya, ada apa dengan Krisna? Kenapa sikapnya sedikit berubah di saat kami akan bercerai?” gumam Radha, setengah melamun.Helaan napas yang panjang terdengar darinya, sembari meletakkan sisir di atas meja rias setelah beberapa kali menggunakannya untuk menyisir rambut basahnya. Radha mencoba mengalihkan pikirannya, tetapi pertanyaan i

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   57. Pertengkaran Di Pagi Hari

    "APA INI?!" Suara lengkingan Radha menggema di seluruh ruangan, memecahkan keheningan pagi. Dengan wajah pucat, ia mendapati dirinya terbangun di tempat tidur megah itu, tanpa sehelai benang pun di tubuhnya, dan hanya selimut tebal yang melilit erat. Napasnya tersengal, matanya melirik panik ke sekeliling kamar.Pintu kamar terketuk pelan dari luar. Suara khawatir seorang pelayan terdengar memanggil Radha berulang kali. "Nyonya Radha, Anda baik-baik saja?! Apa yang terjadi?”"Ja-Jangan masuk! Aku ... aku baik-baik saja!" seru Radha, suaranya bergetar.Pikirannya melayang ke ingatan samar-samar semalam—demam tinggi, tubuhnya menggigil, dan sosok Krisna yang duduk di tepi tempat tidur. Ia ingat tangannya yang dingin menyeka keringat di dahinya. Tapi apa yang terjadi setelah itu?Tepat saat ia mencoba mengingat lebih jauh, pintu kamar kembali terbuka lebar, kali ini menampilkan sosok Krisna yang masuk dengan santai. Ia mengenakan kemeja putih yang digulung hingga siku, wajahnya tampak s

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   56. Kau Membuatku Gila

    “Kendalikan dirimu, Krisna,” gumamnya tegas, namun suaranya nyaris tenggelam oleh deru napasnya sendiri. Krisna berdiri cepat, menjauh dari kasur tempat Radha terbaring. Namun, setiap langkah terasa seperti menambah beban yang tak kasatmata di pundaknya. Ia mencoba menjauhkan diri, bukan hanya dari Radha, tetapi juga dari pergulatan batinnya yang semakin menggila. Akan tetapi, suara pelan dari tubuh Radha yang menggigil memaksa langkahnya terhenti. Krisna menoleh, dan pandangannya jatuh pada tubuh Radha yang tampak semakin kecil di balik selimut yang ia berikan sebelumnya. “Sial,” batinnya menggerutu. Selimut itu tidak mampu menghalau dingin yang menyerang tubuh Radha, bahkan napasnya terdengar lebih berat dan tersengal.Krisna memejamkan mata sejenak, rahangnya mengeras, dan tangannya mengepal di sisi tubuhnya. "Sial, apa yang harus kulakukan?" pikirnya penuh frustrasi.Ia mengeluarkan ponsel dari sakunya, memeriksa layar untuk yang entah ke berapa kali. Tidak ada pesan. Tidak ada

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   55. Kendalikan Dirimu!

    Krisna berdiri diam di dapur setelah meletakkan gelas dan handuk basah yang tadi digunakannya. Pikirannya penuh dengan bayangan Radha yang terbaring lemah di kamar. Ia menghela napas, mencoba meredakan perasaan yang bercampur aduk. Saat ia melongok ke arah halaman luar, terlihat beberapa orang suruhan kakeknya sudah tidak ada di tempat. Hanya beberapa yang masih berjaga di pintu gerbang.“Kakek … apa yang sebenarnya kau rencanakan kali ini?” pikir Krisna sambil meraih ponselnya. Ia mengetik cepat, lalu menekan tombol panggil.“Martha,” panggilnya ketika suara di ujung sana menjawab. “Aku ingin kau menunda semua proses perceraian itu. Aku tidak peduli bagaimana caranya, tapi tunda saja.”“Tapi, Pak Krisna …,” Martha tampak hendak membantah, namun Krisna memotong.“Tidak ada tapi. Ini perintah.”Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut, Krisna memutus panggilan. Ia menghela napas panjang dan melirik dapur.

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   54. Hati Yang Menghangat

    "Apa maksud perkataan Kakek tadi?” Krisna membuka pembicaraan tanpa basa-basi, nada suaranya terdengar serius. “Kesempatan apa yang dia bicarakan?”Radha mengangkat kepalanya perlahan, mencoba mencari kata-kata yang tepat. Ia tahu percakapan ini akan berbuntut panjang jika Radha mengatakan yang sebenarnya. “Bukan apa-apa,” jawabnya pendek, berusaha menutupi.Krisna mendengus tidak percaya, melangkah lebih dekat. “Jangan berbohong, Radha. Kau tahu aku tidak sebodoh itu sampai kau harus menutupinya.”Radha menghela napas panjang. Ia mencoba bersandar sejenak, sembari menatap lurus ke arah Krisna. “Dibandingkan dengan itu, apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya dingin. “Bukankah kata pengacaramu, kau sedang berada di luar kota?”Krisna mengernyit, tidak menyangka Radha akan balik bertanya. Namun, ia menjawab dengan tenang, “Aku memang di sana. Ada rapat internal di perusahaan cabang. Tapi Martha tiba-tiba meneleponku. Katanya kau

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   53. Pertaruhan

    Radha membuka matanya perlahan, seolah ada beban berat yang menahannya. Kepalanya masih terasa pusing, sementara tubuhnya seperti kehilangan tenaga. Ketika pandangannya mulai jelas, ia menyadari dirinya berada di sebuah kamar megah dengan desain yang membuatnya terpana. Langit-langit tinggi dengan ukiran-ukiran klasik, dinding berlapis wallpaper berwarna emas dengan pola bunga-bunga Eropa yang elegan, dan sebuah lampu gantung kristal menjuntai indah di tengah ruangan.Di sudut ruangan, ada jendela besar dengan tirai tebal yang menyisakan celah kecil, memungkinkan sinar matahari siang itu menerobos masuk, menyinari lantai marmer yang berkilauan. Tempat tidur yang ia duduki pun memiliki kanopi bersutra putih yang melambai lembut, dihiasi ukiran kayu bernuansa antik. Samar-samar tercium aroma lembut kayu sandalwood yang menyusup di antara udara hening ruangan itu.Radha mengerjapkan matanya beberapa kali, mencoba mencerna apa yang terjadi. Detik berikutnya, ingatan samar tentang dua pr

  • Tuan CEO, Mari Bercerai!   52. Sebuah Peringatan

    Pak Arman kembali ke kafetaria dengan langkah santai setelah menyelesaikan panggilan teleponnya. Namun, langkahnya terhenti ketika ia melihat kursi tempat Radha duduk sebelumnya kini kosong. Matanya menyapu sekeliling ruangan, mencoba mencari keberadaan Radha. Hanya secangkir kopi yang masih utuh di meja menjadi satu-satunya petunjuk bahwa sesuatu telah terjadi.“Bu Radha?” panggil Pak Arman sambil berjalan lebih cepat menuju tempat duduk itu. Namun tidak ada jawaban, yang membuat hatinya mulai diliputi kegelisahan. Ia segera mencari nomor kontak Radha di ponselnya dan berusaha meneleponnya.Nada sambung terdengar beberapa kali, tetapi tidak ada yang mengangkat. Pak Arman mencoba lagi, dan hasilnya sama. "Astaga, ke mana dia?" gumamnya dengan wajah semakin tegang.Bersamaan dengan itu, suara langkah tergesa-gesa terdengar dari belakangnya. Ia berbalik dan melihat Martha mendekat dengan napas tersengal, wajahnya tampak panik.“P

DMCA.com Protection Status