Setelah masuk ke mobil, Clara masih tampak agak linglung .... Satya menggenggam tangannya, lalu berpaling dan bertanya dengan lembut, "Lagi mikir apa?"Clara memeluk lengan Satya, lalu bersandar di bahunya. "Satya, kadang-kadang saat terbangun di tengah malam, aku masih terus berpikir kenapa kita bisa sampai di titik ini .... Vigo sudah menikah dan punya anak. Terlepas dari bagaimana perasaannya, dia tetap terikat oleh statusnya dan nggak bisa melakukan hal-hal yang melampaui batas, apalagi ada perasaan masa lalu di antara kita.""Aku nggak ngerti, kenapa Pak Malik nggak bisa menerimaku? Masalah rem mobil juga aku nggak bisa merelakannya."....Satya menjawab dengan suara serak, "Karena kekuasaan! Karena dia ingin membantu Vigo bangkit.""Dalam hatinya, aku ini kelemahan bagi Vigo?" tanya Clara dengan sedih. Satya mengecup bibirnya, lalu bergumam, "Dalam hatiku, kamu selalu jadi nomor satu!"Perkataan ini cukup menghibur bagi Clara. Mungkin tidak sepenuhnya perasaan tidak adil itu akan
Urusan pernikahan kebanyakan diurus oleh Annika dan Shinta. Clara fokus merawat janinnya. Kehamilan kali ini berbeda dengan yang sebelumnya, hampir sama dengan saat dia mengandung Joe. Clara menebak bahwa dirinya mengandung anak laki-laki, tetapi Satya mengharapkan seorang anak perempuan.Jadi, Clara tidak memberi tahu Satya karena khawatir pria ini tidak bisa tidur dan sibuk mencari cara untuk mengubah jenis kelamin anaknya.Angin musim gugur bertiup. Daun pisang di luar jendela mulai menguning dan ujung daunnya menggulung. Terkadang di malam hari, ada lapisan tipis embun beku di atasnya. Bagian dalam vila mulai terasa hangat, membuat siapa pun merasa sangat nyaman.Clara hampir tidak pernah keluar sejak hamil. Sore harinya Satya menelepon, mengajaknya untuk makan malam bersama sekaligus mencoba gaun yang sudah diperbaiki. Clara menyetujuinya dengan senang hati. Setelah mandi, dia mengganti pakaiannya.Di halaman lantai bawah, terdengar suara mesin mobil. Clara mengira itu adalah Saty
Veren meninggalkan ruang baca. Di sisi lain, Satya akhirnya pulang. Begitu Satya masuk, Aida diam-diam menghampiri dan berbisik, "Tadi Nyonya Veren datang. Nyonya Clara terlihat agak sedih sekarang."Satya mengernyit, lalu mengangguk sebagai isyarat sudah mengerti. Kemudian, Satya menemui Clara di taman bunga. Clara tampak bersandar di sofa dan melamun. Jelas, kedatangan Veren membuatnya sedih.Satya menghampiri dan mengelus kepada Clara sambil berkata, "Kalau mood-mu kurang bagus, kita bisa cari hari lain untuk mencoba gaun."Dengan tatapan mendalam, Satya mendekapkan Clara ke pelukannya. Pada akhirnya, mereka tetap pergi ke restoran untuk makan dan pergi ke butik untuk mencoba gaun.Satya sudah mencoba setelannya sebelumnya. Dia pun duduk di ruang VIP dan membaca majalah sambil menunggu Clara dengan sabar. Sekitar setengah jam kemudian, staf membawa Clara keluar. Gaun merah, rambut disanggul, mahkota berkilau, semua ini membuatnya sangat menawan.Satya tak kuasa berdiri. Dia terkesim
Bianka bertanya dengan mata berkaca-kaca, "Serius?"Clara membujuknya seperti membujuk anak kecil, "Tentu saja."Bianka menyeka air matanya sambil berkata, "Baiklah, aku akan mendengarkanmu."Saat ini, Satya mendorong pintu dan masuk. Begitu masuk, dia langsung melihat Bianka menangis. Jika itu biasanya, dia tidak akan peduli. Namun, dia ingin membangun citra pria lembut di depan Clara sehingga bertanya dengan penuh perhatian, "Apa yang terjadi? Kenapa Bianka menangis?Bianka merasa malu. Dia membelakangi Satya sambil menyeka air mata. Clara menyuruh Bianka untuk keluar dulu. Setelah Bianka keluar, Satya menutup pintu dan bertanya, "Ada apa dengannya? Dia biasanya sangat murah hati. Nggak mungkin dia merasa sedih karena kalian akan berpisah, 'kan?"Clara merasa lucu. Dia menyahut, "Bianka melihat Adnan."Ekspresi Satya menjadi dingin. Sesaat kemudian, dia terkekeh-kekeh dan berujar, "Apa bagusnya pria itu? Dia sama sekali nggak punya tekad yang kuat. Bianka nggak akan rugi meskipun keh
Saat berikutnya, Shinta dan Aida maju bersama. Hari ini, Shinta membawa pulang menantu, sedangkan Aida menikahkan putrinya. Itu sebabnya, wajah keduanya tampak berseri-seri.Shinta telah melupakan masa lalu, hanya berharap Satya bahagia. Sementara itu, Aida tidak perlu diragukan lagi. Sejak awal, dia sangat berharap kedua majikannya ini hidup bahagia bersama untuk selamanya. Sekarang mereka bukan hanya mengadakan acara pernikahan, tetapi juga memiliki momongan.Shinta dan Aida duduk bersama. Staf membantu membawakan 2 cangkir teh, menunggu mempelai pria dan wanita maju. Di sisi lain, para tamu menunggu dengan penuh penantian.Malik menonton dari kejauhan. Dia melihat seorang pelayan tua menduduki tempat yang seharusnya menjadi miliknya, bahkan meminum teh dari sepasang mempelai. Ini adalah penghinaan besar baginya.Clara benar-benar tidak menganggapnya sebagai ayah. Ketika Malik hendak pergi, dia seketika berhenti karena musik tiba-tiba diputar. Terlihat sepasang pengantin masuk dengan
Mata Clara makin berair. Dia menggenggam tangan Satya dengan erat. Setelah melewat berbagai rintangan, mereka akhirnya benar-benar bersatu. Langit dan bumi menjadi saksi cinta mereka.....Malam hari, Satya menemani para tamu minum-minum. Pada akhirnya, seorang teman lamanya membujuknya untuk berhenti minum dan memapahnya ke kamar suite untuk menikmati malam pertamanya.Begitu pintu kamar ditutup, kesadaran Satya seketika menjadi jernih. Tatapannya tidak lagi linglung seperti orang yang mabuk.Clara sedang membuka hadiah. Kebetulan, dia menemukan hadiah dari Roy dan membukanya. Selain mahal, tidak ada makna ambigu pada hadiah itu. Meskipun begitu, Satya tetap cemburu melihatnya.Setelah mengambilnya untuk diamati, Satya duduk di sofa sambil berkata dengan getir, "Dulu Roy mengejar Annika. Waktu itu Annika masih istri Zakki. Baru-baru ini dia mengejarmu. Apa dia memang suka mengejar istri orang?"Clara mendengus dan membalas, "Waktu dia mengejarku, aku bukan istrimu. Aku jomblo lho!""K
Di koridor hotel, terlihat 2 orang yang dulunya merupakan sepasang kekasih. Sania bertemu dengan Jeremy. Bertahun-tahun telah berlalu. Jeremy terlihat jauh lebih dewasa dan tegas daripada dulu. Namun, begitu melihat Sania, ekspresi Jeremy menjadi dipenuhi ketulusan."Sania, lama nggak ketemu!" sapa Jeremy yang biasanya selalu bersikap dingin. Namun, hubungan mereka hanya mengizinkan mereka berbasa-basi seperti ini. Di luar itu, mereka sudah termasuk melampaui batas.Sudah bertahun-tahun berlalu sejak Faisal meninggal. Jeremy dan istrinya juga sudah lama bercerai. Tidak ada lagi halangan apa pun di sekitar mereka. Seluruh kekuasaan Keluarga Lutaha juga berada di tangan Jeremy.Sejak Sania pulang ke Kota Brata, Jeremy terus mencari kesempatan untuk muncul di dekatnya. Dia juga pernah meminta bantuan Annika untuk mengungkapkan perasaannya kepada Sania. Setiap kali Sania berulang tahun, Jeremy juga menyiapkan hadiah dan mengirimkannya untuknya.Namun, Jeremy tidak pernah mendapatkan balasa
Malik merasa agak sedih. Dia teringat pada hari di mana dirinya melihat Clara. Suasana saat itu juga sangat ramai. Seluruh kediaman keluarga Sadali terang benderang. Sinar lampu hari itu sungguh indah.Malik memanggil Surya, mengatakan dirinya ingin melihat lampu itu dan menyuruh Surya mengambilnya.Surya termangu. Sesaat kemudian, dia menuangkan secangkir teh untuk Malik dan berkata dengan lembut, "Pak, kamu sudah lupa, semua lampu itu sudah dipecahkan."Malik tertegun sesaat sebelum membalas, "Semua sudah pecah? Masa nggak ada satu pun yang tersisa?"Surya tidak tahu harus mengatakan apa. Malik pun tidak bertanya lagi. Dia hanya duduk dengan tenang menikmati kesepian ini.Seiring berjalannya waktu, Malik makin merasa kesepian. Demi Clara, Vigo diam-diam melawannya tahun itu. Veren dan Agus juga menjauh darinya. Kalau Renata, Malik tidak punya urusan dengannya.Ketika Malik merasa tak berdaya, seorang bawahan tiba-tiba melapor, "Pak, Axel demam lagi."Malik segera tersadar dari kesedi