Pria itu terlihat berusia sekitar 22 tahun. Dia memakai kemeja putih dan berpenampilan menawan. Dia duduk di samping Malik dan terlihat sangat sopan.Berhubung telah menonton video, Satya tidak percaya bahwa Vigo begitu sopan. Dia tidak bersikap kasar. Sebaliknya, Satya berucap sambil tersenyum, "Aku dengar Pak Malik mencariku. Kebetulan, aku juga berharap Pak Malik bisa tegakkan keadilan untukku."Malik meletakkan cangkir tehnya dan memandang ke arah Satya dengan tenang. Di sisi lain, Satya enggan mengalah.Malik pun berujar sembari tersenyum, "Satya, kenapa kamu begitu serius? Sekalipun langit runtuh, aku akan mendukungmu. Sekarang, aku bakal suruh bocah nggak guna ini untuk menjelaskan semuanya. Kalau dia berani bohong sedikit pun, aku akan mematahkan kakinya di depanmu. Aku yakin dia nggak akan berani rayu istri orang lain lagi."Meski berbicara dengan santun, Malik sebenarnya sedang melindungi cucunya. Mana mungkin Satya tidak tahu tentang itu? Namun, dia memang ingin mengetahui k
Setengah jam kemudian, mobilnya kembali ke vila.Satya turun mobil dan bergegas ke pintu masuk. Kini, dia tidak sabar untuk melihat Clara. Hanya saja, perasaannya sangat kompleks. Dia khawatir hidupnya tidak akan tenang lagi karena terlibat dengan Keluarga Sadali.Namun begitu masuk ke kamar dan melihat Clara yang tertidur nyenyak di ranjang, kegelisahan dalam hatinya pun mereda. Mereka telah melewati begitu banyak hal bersama. Mana mungkin seorang Vigo bisa mengacaukan segalanya?Memang benar bahwa Keluarga Sadali memiliki pengaruh yang kuat, tetapi Satya juga sosok yang berpengaruh. Jika bukan begitu, sikap Malik kepadanya tidak mungkin seperti ini.Satya merenungkan banyak hal sejenak. Dia berjalan ke samping ranjang dan melihat wajah Clara yang terlelap. Wanita itu sudah waspada terhadapnya selama beberapa hari terakhir. Jadi, Satya merasa tenang ketika melihatnya tidur pulas. Sembari melihat wanita itu, dia melepaskan dasi.Kemudian, Satya berbaring di sampingnya. Awalnya, dia tid
Clara tidak bersuara.Satya merasa agak kesal, tetapi dia juga tidak ingin membuat situasi menjadi terlalu tegang. Itu sebabnya dia berbicara dengan lembut, "Kemarilah, tidur sebentar. Bukannya kamu nggak bisa tidur belakangan ini?"Di sisi lain, Clara yang memegang segelas air tampak bengong di depan jendela. Setelah sekian lama, dia baru berucap, "Aku mau pulang. Sudah setengah bulan aku nggak pulang, Bi Aida pasti mengkhawatirkanku."Satya menimpali sambil mengernyit, "Ini rumahmu."Clara membalas dengan tenang, "Kita sudah nggak tinggal bareng.""Satya, apa jangan-jangan kamu kira dengan mengancam dan melecehkanku beberapa kali, aku akan kembali ke sisimu dan membiarkanmu mengatur hidupku seenaknya? Aku bahkan sudah nggak punya harga diri lagi. Apa lagi yang harus kutakuti?" tanya Clara.Satya tidak ingin membiarkannya pergi. Namun, dia sadar telah bersalah atas masalah Reagan. Dia berpikir sejenak dan akhirnya membiarkan Clara pergi.....Awalnya Satya ingin mengantarnya, tetapi C
Lantaran niatnya terungkap, Gilian berseru dengan kesal, "Jangan asal bicara! Reagan jelas-jelas terluka karena kamu."Clara sedari tadi bersikap dengan sangat tenang. Dia menimpali dengan datar, "Cinta nggak bisa didapatkan hanya dengan kata-kata ataupun merengek. Di dalam hati Satya nggak ada dirimu. Dia nggak menganggapmu siapa-siapa. Untuk apa kamu masih terobsesi dengannya? Kamu jelas-jelas bisa mempunyai kehidupan yang lebih baik."Bibir Gilian berkedut-kedut. Sebenarnya dia tahu bahwa yang dikatakan Clara itu benar. Akan tetapi, dia tetap enggan menerimanya. Dia tidak bisa menerima usahanya dipandang sebagai sampah oleh Satya. Harga dirinya tidak akan membiarkan dirinya berakhir dengan menyedihkan.Gilian menggigit bibirnya sambil menatap Clara cukup lama. Beberapa saat kemudian, dia menutup wajahnya dan pergi.Kini, Clara duduk sendirian di area istirahat dengan kopi yang sudah dingin. Clara memiliki rasa bersalah terhadap Reagan, tetapi dia tidak bisa menebus kesalahannya. Dia
Clara membaca semua isi suratnya dengan tenang. Dia tahu bahwa Satya menyiapkan hadiah ini dengan sepenuh hati. Surat yang Satya tulis juga begitu tulus. Namun, Clara tidak bisa menerimanya. Dia menyimpan lukisan ini di gudang, lalu membuang suratnya ke tong sampah.Kala ini, terdengar suara ketukan pintu. Sekretarisnya membuka pintu dan masuk. Dia melaporkan, "Bu Clara, ada seseorang yang membeli lima lukisan yang paling mahal. Dia sudah menandatangani cek senilai 80 miliar. Dia bilang ... mau bertemu denganmu."Clara berdiri seraya menyahut, "Oke. Aku ke sana sekarang." Dia mengikuti sekretarisnya ke area pameran.Setibanya di area pameran VIP, terlihat Veren yang berdiri membelakanginya. Wanita ini mengenakan congsam dengan penutup bahu. Rambut hitamnya terurai di belakang. Dia tampak sangat anggun meskipun hanya dilihat dari belakang.Ketika Clara menghampirinya, Veren kebetulan membalikkan badan. Dia memandang Clara sembari tersenyum dan bertutur, "Kamu pasti Clara."Clara sontak
Selama ini, Satya selalu sukses dalam dunia bisnis. Dia tidak pernah kalah dalam hal apa pun. Kala ini, perkataan Veren justru membuat hatinya terasa sakit. Keluarga Sadali bukan keluarga yang bisa disinggung. Satya tidak bisa melakukan apa-apa selain menjaga sikapnya dan berujar, "Kalau begitu, Vigo mungkin harus menunggu sangat lama."Veren tersenyum tipis sembari berkomentar, "Pak Satya percaya diri sekali. Pantas saja banyak wanita yang mendekatimu. Aku rasa wanita-wanita di acara sosialisasi menyukai kepercayaan dirimu."Mereka berdua sedari tadi saling menyindir dengan tenang.Bagaimana mungkin Satya tidak mengerti maksud ucapan Veren? Pria ini hanya tidak bisa menjawab karena yang dikatakan Veren adalah fakta.Satya memang sudah lama bersenang-senang di luar, bergonta-ganti wanita, dan mabuk-mabukan. Dia pernah berpikir bahwa semua itu adalah penebusan atas hukuman penjaranya selama beberapa tahun. Namun sekarang, dia sudah muak dengan kehidupan seperti itu dan merindukan kehang
Clara bersandar di kursi sambil berlinangan air mata. Dia berucap, "Satya, hal semanis apa pun yang kamu katakan sudah nggak ada gunanya. Kamu juga pernah mendengar cerita 'Serigala Datang', 'kan? Jangan membodohi orang lain hanya untuk mencapai tujuanmu."Clara meraih pegangan pintu seraya melanjutkan, "Biarkan aku turun. Aku sudah janji pada Joe untuk membelikan kue. Joe sedang menungguku di rumah. Dia nggak mau tidur kalau aku belum pulang."Satya tercekat. Dia paham dengan maksud Clara. Jika dia masih tidak melepaskan Clara, dia bukan hanya akan menjadi suami yang buruk, tetapi juga ayah yang buruk. Pada akhirnya, dia membiarkan Clara pergi.....Clara pergi membeli kue. Begitu pulang ke apartemen, Joe malah tidak ada di ruang tamu. Clara mengira anak-anak sudah mengantuk. Aida tiba-tiba keluar dari kamar dengan ekspresi cemas. Dia menyampaikan, "Sepertinya Joe sakit. Sekarang, tubuhnya agak panas. Dia juga nggak bisa tidur nyenyak."Clara meletakkan kue dan buru-buru masuk ke kama
Clara tercengang. Sementara itu, Vigo justru tersenyum tipis dan berucap, "Perawat mengira kita kakak beradik, makanya dia bilang aku dan Joe mirip."Clara berpikir bahwa Vigo hanya bercanda, jadi dia tidak menganggapnya serius. Tidak lama kemudian, perawat sudah selesai memasangkan infus untuk Joe. Vigo tidak ada niat untuk pergi, melainkan menemani Joe berbicara. Bisa dilihat bahwa Joe sangat menyukai Vigo.Setelah cairan di dalam botol infus habis setengah, Joe akhirnya tertidur. Suasana di dalam kamar menjadi hening. Clara baru saja hendak berbicara, tetapi Vigo berbicara lebih dulu. Pria ini menatap Clara seraya bertanya dengan lembut, "Kamu nggak bertanya kenapa aku ada di rumah sakit?""Kenapa?" tanya Clara tanpa ketulusan. Hal ini membuat Vigo terkekeh-kekeh.Vigo tidak marah. Dia berdiri di depan jendela dan memandang langit malam. Setelah diam cukup lama, dia menjelaskan dengan suara rendah, "Aku mengidap kelainan darah. Ketika usiaku 16 tahun, aku menjalani operasi transplan