Pintu bangsal terbuka pelan. Pengasuh memberi tahu dengan canggung, "Nona Selvy, ada seorang wanita di luar yang mau bertemu denganmu. Katanya, dia adalah adikmu."Selvy langsung menoleh. Apakah Marcella datang? Benar saja, di ambang pintu ada Marcella yang terlihat lelah karena perjalanan.Begitu melihat Selvy, Marcella langsung bertanya, "Selena itu anak siapa?"Selvy masih ingin menyembunyikan kebenaran, tetapi dia tahu bahwa meskipun bisa menyembunyikannya dari orang lain, dia tidak akan bisa menyembunyikannya dari saudara kandungnya sendiri.Marcella perlahan berjalan mendekati sisi ranjang kecil. Dia menatap Selena yang sedang tertidur. Wajah kecilnya yang oval dan putih bersih sangat mirip dengan Selvy saat kecil. Anak itu mungkin sudah berusia 5 tahun.Dengan tangan bergetar, Marcella menyentuh pipi kecil Selena. Dia menyentuh keponakannya. Setelah beberapa lama, dia berbisik pelan, "Dia lahir saat kamu masih kuliah?"Sebagai kakak yang selalu bertindak seperti seorang ibu, bia
Seminggu kemudian, Selena dibawa kembali ke Kota Brata. Sebenarnya Marcella ingin mengajak Selena untuk tinggal bersamanya.Namun setelah berpikir matang, Selvy memutuskan untuk merawat putrinya sendiri. Dia berkata kepada Marcella, "Aku nggak bisa titip Selena terus."Di dalam pesawat pribadi, Selena bersandar lembut di pelukan ibunya. Marcella mengusap kepala gadis itu dengan lembut.....Ketika pesawat mendarat, Selvy membawa Selena ke tempat tinggalnya. Selena turun dari mobil dengan mengenakan jaket bulu berwarna kuning lembut.Wajah kecilnya terlindung rapat oleh syal. Dia melihat ke arah halaman rumah yang indah. Meskipun sedang musim dingin, rumput di halaman masih hijau dan terawat rapi.Selena sangat senang. Dia mendongak sambil bertanya, "Bu, apa aku akan tinggal di sini selamanya?"Suara Selvy terdengar serak saat menjawab, "Ya, kamu akan tinggal sama Ibu mulai sekarang."Pengasuh yang ikut serta membawa koper kecil mereka. Sambil memandangi rumah besar itu, dia tak bisa me
Telepon di kedua sisi terdiam dengan keheningan aneh. Sebenarnya mereka sudah bersama cukup lama, tetapi tidak pernah ada kata cinta yang diucapkan, baik dari Jose maupun Selvy.Mereka selalu bertengkar dan membuat satu sama lain merasa tidak nyaman. Setelah sekian lama, akhirnya Selvy mengungkit tentang perasaan.Namun saat mereka berpisah dulu, apa yang Selvy katakan? Dia bilang selain tidur bersama, dia tidak pernah mencintai Jose sedikit pun.Selvy mengucapkan kata-kata yang sangat tajam, tanpa meninggalkan celah sedikit pun di antara mereka.Setelah sekian lama, suara Jose terdengar sangat dingin ketika berujar, "Masih mencintaimu? Selvy, apa kamu nggak terlalu banyak berkhayal? Aku nggak akan mati karena seorang wanita. Kamu seharusnya nggak lupa apa yang pernah kamu bilang, 'kan?""Sekarang, kamu lagi rencanakan apa lagi? Apa kamu melihat ada keuntungan dariku? Setelah memanfaatkannya, kamu mau membuangku lagi?" tanya Jose.Selvy tidak menutup telepon. Dia mendengarkan Jose teru
Selvy membalas jabatannya sambil berucap, "Senang bertemu denganmu."Setelah itu, Yasa menoleh ke arah Jose dan berucap, "Ayo, masuk! Barusan, Kak Ariel mencari kita." Jose sangat memperhatikan wanita itu. Dia mengangguk ke arah Selvy, lalu pergi bersama pacarnya.Di depan pintu masuk, tinggal Selvy seorang diri. Di dekatnya, cermin besar dari lantai ke langit-langit memantulkan bayangan dirinya.Selvy menyentuh wajahnya. Dia bisa melihat betapa pucatnya dirinya sendiri. Dalam hatinya, dia tertawa sinis. Ini adalah pilihan yang dia buat sendiri, lalu kenapa sekarang dia seperti ingin menangis?Butuh lima menit bagi Selvy untuk menenangkan diri. Ketika memasuki aula pesta, dia kembali menjadi sosok Selvy yang tak bisa dikalahkan.Marcella pun mendekatinya. Barusan dia melihat apa yang terjadi sehingga merasa simpati. Tanpa banyak bicara, dia menarik kakaknya ke toilet yang sepi dan mengunci pintunya.Setelah berbalik, Marcella menatap kakaknya. Selvy tertawa sinis sebelum bertanya, "Kam
Jose baru memasuki aula utama setelah resepsi dimulai.Ada 100 meja tamu undangan dalam acara pernikahan Henley dan Ariel. Gedung pernikahan ini adalah yang terbesar dan termewah di Kota Brata, suasananya benar-benar megah. Sebagai sanak keluarga dari pihak mempelai wanita, Jose pun duduk di meja utama resepsi.Melihat Jose datang, Yasa berucap pelan, "Di sini, Jose."Setelah berjalan beberapa langkah, Jose yang belum sempat duduk mendapati Selvy yang duduk di meja sebelah mereka. Wanita itu duduk bersebelahan dengan Marcella dan berjarak beberapa kursi dari Joe. Matanya tampak memerah, seperti baru saja menangis.Wanita itu tidak mengenakan gaun pesta, melainkan setelan tulle simpel yang tampak formal tapi tidak kalah memesona. Figur tubuhnya memang bagus dan Jose paling tahu soal itu.Tak kuasa, dia jadi teringat dengan malam yang tak terkendali itu. Dia teringat bagaimana dua insan muda itu terus bergelut sepanjang malam. Itu adalah pengalaman pertama baginya, juga bagi Selvy.Beber
Setelah meletakkan gelas sampanye, gadis itu jadi makin tersipu. Dia langsung mendekap ke sisi Jose. Sikapnya tampak manja dan mesra.Di bawah kilauan lampu kristal, wajah tampan Jose memancarkan ekspresi dingin nan tegas yang memesona. Namun samar-samar, pandangan matanya terus mendarat pada Selvy.Sementara itu, wajah Selvy terlihat pucat. Adegan barusan terlalu kejam baginya. Dia harus mengerahkan seluruh tenaganya untuk menahan emosinya agar tidak kehilangan kendali dalam situasi seperti ini.Pandangan mata Jose masih saja tertuju pada Selvy, seakan-akan hanya mereka berdua yang tersisa di dunia ini. Orang yang sangat tidak peka sekalipun pasti akan menyadarinya, terlebih lagi Yasa. Dia menarik lengan Jose dengan gelisah. "Ada apa, Jose?"Jose menunjukkan ekspresi datar. Setelah bersulang sebentar dengan tamu-tamu yang ada di meja itu, dia pun pamit dan menuju ke meja berikutnya.Saat ini, Marcella menekan lengan Selvy dengan erat untuk memberinya kekuatan.Joe yang berjarak dua ku
Di parkiran hotel.Selvy membuka pintu mobil dan hendak memasuki mobil. Terdengar suara seorang pria dari balik tubuhnya. "Kamu mau pulang?"Selvy terpaku.Itu Jose!Setelah membalikkan badannya dengan pelan, Selvy melihat wajah tegas Jose yang disinari cahaya lampu dingin. Jarak mereka cuma terpaut tiga atau empat langkah. Mata pria yang lebih hitam dari langit malam itu seakan-akan bisa menguras semua jiwa wanita yang sedang ditatapnya ini.Suasana di sana menjadi sangat tidak nyata.Seketika, Selvy memaksakan sebuah senyum cuek. "Iya, mau pulang. Ada pesan lainnya, Pak Jose?"Jose tidak menunjukkan ekspresi apa pun, tapi pandangannya mencekam. "Nggak ada yang mau kamu bilang padaku?"Selvy terdiam.Jose menyelipkan tangannya ke dalam saku mantel dan mengeluarkan sebungkus rokok. Setelah mengoyak plastik pembungkusnya, dia mencengkeram sekotak rokok itu tanpa membuka kotaknya. Pandangan matanya juga tidak pernah beralih dari Selvy. "Misalnya hal yang kamu tanyakan dari telepon waktu
Jose membuka pintu mobil.Suasana di dalam mobil sangat hangat, tapi Yasa tampak sedikit tidak tenang. Bagaimanapun, dia ini wanita. Tidak ada wanita yang tidak peka. Dia tahu sikap luar biasa ramah Jose malam ini sebenarnya ditujukan untuk wanita bernama Selvy itu.Dia pernah mendengar rumor tentang Jose dan Selvy, tapi tidak pernah memedulikannya. Bagaimanapun, dirinya muda dan menawan, mana mungkin kalah dari seorang wanita tua berumur tiga puluhan?Namun sekarang, dia jadi tidak yakin. Dia sadar kalau pandangan Jose kepada Selvy itu berbeda. Itu pandangan dengan cinta dan dendam yang bertaut!....Jose dan Yasa duduk bersebelahan di dalam mobil. Jika sesuai rencana, mereka adalah calon suami-istri yang bertunangan. Namun, ada sedikit kendala malam ini.Sambil memandang baju hitam yang ada di depan mobil, Jose berkata dengan ekspresi datar, "Maaf, Yasa, aku nggak bisa bertunangan denganmu."Yasa bisa menebak alasannya.Gadis muda itu berusaha menahan, tapi air mata tetap membasahi m