"Aksa, lihatlah. Dahayu sudah pintar berdandan sekarang, kamu memang tidak pernah salah saat membeli barang, seleramu memang sangat luar biasa," ucap Yesti setibanya Aksa di meja makan.Mata legam Aksa bergerak pelan menuju istri muda yang tampak dingin dan acuh tak acuh menikmati santap pagi.Tidak berucap, tapi begitu menerbitkan senyum samar, Yesti pun seperti mendapatkan pecutan.'Ada apa ini?'Bukan ekspresi seperti itu yang Yesti harapkan dari seorang Aksa saat melihat istri mudanya berdandan tidak sesuai tempat.Aksa mulai duduk dengan tenang bersiap santap pagi.Suasana kembali hening, hanya hati Yesti yang bergemuruh.Sambil menyajikan menu sarapan di piring Aksa, Yesti pun kembali berucap, "Dengan dandanan luar biasa seperti itu, seharusnya Dahayu tidak pergi untuk menyiram bunga 'kan, Aksa?""Hmm ...." Seperti halnya Dahayu, Aksa juga tampak acuh tak acuh sembari meraih sendok dan garpu di tangannya.Ketenangan Aksa kali ini benar-benar membuat Yesti was-was. Matanya beral
Aksa tersenyum samar, dia membiarkan Dahayu bekerja sendirian di anak perusahaannya yang hampir bangkrut, bukan berarti dia tidak memantau apa yang sedang dilakukan Dahayu setiap saat.Hampir setengah hari berlangsung Aksa hanya sibuk menanyakan pada Ethan bagaimana perkembangan di Golden Jay dari waktu ke waktu.Hingga pekerjaan Ethan pun sedikit lebih sibuk sekarang. Tapi melihat tuannya yang mulai murah senyum, Ethan pun merasa puas dengan pekerjaannya."Bagus, sepertinya aku berhasil menyekolahkannya di luar negeri. Untuk seorang pemula dia cukup bisa berpikir cepat," puji Aksa dengan binar wajah yang cerah."Benar, Tuan. Nyonya memang sangat cerdas." Ini untuk kesekian kalinya Ethan juga menyanjung Dahayu.Semakin Aksa senang, semakin sering juga Ethan mengucapkan pujian pada nyonya mudanya."Oh ya, Tuan. Nanti Anda ingin makan siang apa?"Mendengar pertanyaan Ethan wajah cerah Aksa tiba-tiba berubah menjadi suram, dia menatap Ethan dengan sorot mata tidak suka.Diam-diam hati Et
Dahayu sangat bisa membaca apa yang ada di pikiran Aksa, dia pun tersenyum samar dan berkata, "Kamu dapat memegang kata-kataku. Aku bukan orang yang suka membual, aku akan tetap tenang sebelum kompetisi parfum berlangsung."Aksa hanya menatap Dahayu dengan cukup lama, hatinya masih belum bisa menerima meski Dahayu sudah memberikan keterangan yang cukup jelas."Nyonya Jayanta tidak menyetir sendiri," ucap Aksa pelan.Dahayu mulai kesel sekarang. Nada bicaranya pun sedikit keras. "Sebenarnya kamu itu takut atau serakah? Sudah ada ....""Aku takut, Dahayu. Aku takut, kamu dengar itu?" Aksa berucap memotong ucapan Dahayu sembari maju selangkah, membuat Dahayu terkesiap.Dahayu melihat binar keseriusan di mata Aksa yang kelam. Entah mengapa hatinya juga mulai bergetar mendengar apa yang diucapkan Aksa. Dahayu pun terpaku untuk beberapa saat menatap Aksa yang juga menatapnya dengan sangat dalam saat ini.Ada ikatan yang tak bisa diucapkan dengan kata-kata dari setiap tatapan dua orang yang
Di perjalanan kembali ke Golden Jay Dahayu terus melamun, dia sedikit terkejut ketika merasakan ponsel yang dia genggam di pangkuan bergetar.Dia menengok notifikasi dan melihat nama Yesti di sana.Ibu jarinya mengusap pelan layar ponsel dan menekan video yang baru saja dikirimkan Yesti.Terlihat Aksa menyuapkan makanan yang dia kirim kepada Yesti, ada senyuman samar di bibir laki-laki tersebut. Kemudian dia meletakkan sendok dan mengusap perut Yesti dengan penuh kasih sayang. Itu adalah binar kebahagiaan seorang pria yang akan mendapat gelar seorang ayah.Mata Dahayu meredup, tangannya pun lemas dan kembali meletakkan ponsel di pangkuan. Dia kembali tertegun. Namun bola matanya bergerak ke layar ponsel begitu merasakan ponsel tersebut kembali bergetar. [Terima kasih ya, kamu telah melayani kami dengan baik. Semoga Aksa memberikan gaji yang pantas untukmu.]Jelas Dahayu tahu, pesan yang dikirimkan Yesti adalah hinaan untuknya.Dahayu hanya dianggap pelayan kecil yang tidak penting.
Aksa baru saja menyelesaikan pekerjaannya di kantor, malam ini dia akan menemui klien di kota Zimo selatan.Dia sudah bersiap ingin pergi. Namun, Ethan yang selalu menyertainya tiba-tiba menunjukkan wajah suram manakala menghadap, membuat Aksa ingin bertanya, "Ada apa?""Ada masalah, Tuan. Nyonya kedua sekarang ditangkap polisi."Seketika alis tebal Aksa berkerut, ada embusan napas kasar yang keluar dari celah hidung pria tersebut.'Apa lagi yang dia lakukan?'Sesampainya di kantor polisi, Aksa baru mengetahui jika Dahayu dituduh melakukan tindak penganiayaan terhadap pimpinan grup Majaya yang hendak melecehkannya.'Lagi, kasus serupa terjadi,' batin Aksa kesal.Setelah menyelidiki lebih dalam ternyata usai mengantar maka siang ke kantornya, Dahayu berkali-kali mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari klien yang dia temui.Seketika raut wajah Aksa berubah suram memikirkan begitu banyak orang yang menginginkan istri mudanya.Dahayu sama sekali tidak terlihat seperti wanita penggod
Saat ini Aksa sudah membawa Dahayu ke dalam mobil. Tapi keheningan tiba-tiba lenyap saat Dahayu memekik sembari menahan tangan kekar Aksa yang mencoba melepas pakaiannya. "Apa yang kamu lakukan? Kita ada dalam mobil!" Aksa sama sekali tidak ingin menghiraukan teriakan Dahayu dia terus mencoba melepas pakaian istri mudanya yang basah. "Hentikan! Apa kamu sudah gila?" Lagi, Dahayu berteriak sembari mencegah tangan Aksa untuk melepas pakaiannya. Namun, nyatanya Aksa belum ingin menggubris teriakan Dahayu, bahkan dia sudah berhasil melepaskan blazer yang Dahayu kenakan. "Tuan, hentikan!" Dahayu sudah sangat panik melihat Aksa yang menggila tak mau berhenti melepas pakaiannya. "Tuan ...." Plak! Dahayu kehilangan kesabaran, dia tidak punya pilihan lain untuk menghentikan kegilaan Aksa selain menampar laki-laki tersebut. Aksa membeku sesaat sembari menatap Dahayu lekat. Ada titik air mata yang menetes di pipi istri muda. Dahayu mengusap kasar cairan yang meleleh tanpa
"Jadi dia telah mendapatkan mainan baru dan melupakanmu?" tanya Lukas sembari mengemudikan mobil. "Tutup mulutmu, kata-katamu hanya membuat telingaku sakit." Yesti menyahut dengan binar wajah kesal. Lukas tertawa ringan menanggapi kekesalan Yesti. "Aku sudah mengatakan Aksa tidak sebaik diriku, jadi kapan kamu akan meninggalkannya dan berpaling kepadaku?" Hesti melirik laki-laki di sampingnya, lantas dia berkata, "Apa kamu benar-benar ingin berperan sebagai ipar adalah maut?" "Kenapa tidak? Nyatanya setiap ada masalah kamu juga lari padaku. Jika kamu sangat menderita maka tinggalkanlah dia, aku yang akan membahagiakanmu." Memang iya, Lukas selalu ada untuk Yesti, dia akan menemaninya mabuk sepanjang waktu dan mendengarkan apapun keluh kesah Yesti. Tapi meninggalkan pria yang sangat tampan dan berkuasa siapa yang mau? Meskipun terlahir dari ayah yang sama, nyatanya ketampanan dan karisma seorang pemimpin hanya dimiliki oleh Aksa. 'Hanya wanita bodoh yang mau meninggalkan suami se
Di kota selatan, Aksa baru saja selesai menggelar pertemuan dengan orang penting di sebuah restoran mewah, senyumnya merekah resmi layaknya pengusaha sukses pada umumnya.Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 malam saat ini, kakinya yang memakai sepatu kulit berjalan elegan keluar dari salah satu ruangan eksklusif restoran tersebut.Dia ingin kembali ke hotel tempat Dahayu menginap, dia sangat ingat istri kecilnya sedikit demam saat dia meninggalkannya tadi.Membiarkan sendirian di kamar hotel tentu saja membuatnya sedikit khawatir.Namun, kelopak mata itu tiba-tiba menyipit kala mendapati istri pertamanya juga ada di restoran tersebut bersama adiknya."Aksa." Yesti menyapa dengan senyum cantik yang terlihat menawan.Tanpa ragu Yesti langsung memeluk Aksa dengan mesra, sementara matanya mulai melirik ke kanan dan ke kiri. Ada kilat pertanyaan pada sorot mata itu manakala tidak melihat Dahayu di sana."Kenapa kamu di sini?" Suara Aksa terdengar datar seperti biasanya."Aku datang menemu
Suasana pesta menjadi tidak kondusif setelah Dahayu menerima uluran tangan dari Satya. Berbagai asumsi bermunculan di benak para tamu undangan dan juga media yang saat ini menyiarkan secara langsung acara tersebut.Aksa pun tertegun, meski dia sudah mengira ini akan terjadi, tapi tetap mempengaruhi hatinya, meski wajahnya saat ini menunjukkan rona datar dan terlihat tanpa emosi.Apalagi saat melihat Dahayu Yang sepertinya tampak acuh tak acuh mengabaikan Aksa yang berdiri menatapnya.Keriuhan semakin menjadi, namun itu sama sekali tak mempengaruhi rona wajah tuan dan nyonya Mantila. Mereka masih menyambut kedatangan Dahayu yang digandeng Satya mendekat ke arah mereka."Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Tuan Aksa diam saja saat istrinya digandeng pria lain?""Entahlah, apakah direktur Dahayu memang perempuan seperti itu?""Kita lihat saja, direktur Dahayu selalu memberikan kita kejutan, mungkin ada cerita dibalik pegangan tangan tuan muda Mantila.""Benar, perempuan muda dan berbakat
Hari berlalu dengan cepat. Terangnya matahari kini telah berganti dengan keanggunan malam.Pukul tujuh malam waktu setempat, Aksa sudah duduk tenang di dalam mobil.Memandang secarik kertas perjanjian perceraian sebagai hadiah ulang tahun istri kecilnya.Aksa mendengkus samar setelah tersenyum ironi dari bibir yang manis.Mungkin baru kali ini dia memberi hadiah ulang tahun dengan menyakiti hatinya sendiri."Jalan," titahnya pada Ethan yang sejak tadi memang menunggu dia memerintah.Mobil itu sekarang sudah melaju menelusuri jalanan kota Zimo yang basah akibat guyuran hujan sepanjang sore.Dingin, layaknya hati Aksa yang melangkah untuk melepaskan peri kecil yang sempat memberi senyum hangat setelah hampir lima tahun menjadi seorang istri.Ini adalah ulang tahun istrinya, tapi digelar dia kediaman Mantila. Cukup menegaskan jika istri kecilnya telah berpaling pada hati yang lain, tapi dengan bodohnya dia malah datang untuk memberi hadiah dengan tangannya sendiri.Ramai dan sangat megah
Sesuai prediksi Dahayu, saat ini Yesti sudah tiba di kediaman Jayanta. Niatnya menghindari Lukas, nyatanya tak bisa terealisasi. Siapa lagi yang bisa dia mintai pertolongan selain Lukas? Adik ipar sekaligus selingkuhannya.Gegas Yesti berjalan menuju paviliun milik Lukas dan mendapati laki-laki itu tengah terbaring di kamarnya.Begitu melihat Yesti, Lukas sedikit melengos dengan senyum mencela. "Baru ingat aku, sekarang?" ucapannya sinis.Yesti pun segera tahu jika saat ini Lukas sedang marah lantaran dia tidak menanyakan kabarnya setelah Aksa menembaknya.Wanita itu langsung tahu apa yang harus dilakukan. "Lukas, aku mohon mengertilah posisiku. Kamu tahu betapa sulitnya aku agar Aksa tidak curiga. Aku sungguh sangat mengkhatirkanmu, lihat, aku langsung datang ke sini setelah Aksa pergi entah ke mana?"Lukas tahu Aksa pasti sedang mencari Dahayu. Dia sangat ingat saat saudaranya itu mengamuk lantas menembak dadanya dua hari yang lalu. Beruntung pengawal ayahnya segera membantu, jika t
Yesti terkesiap karena itu. Memang benar, Aksa sudah tidak mempunyai respek terhadap orang tuanya. Tidak mungkin meminta bantuan pada suaminya. Terlebih yang dianiaya adalah Dahayu, pasti suaminya tidak akan segan-segan untuk membunuh orang tuanya.Namun, mendengar Dahayu mengatakan jika Aksa tidak tahu kejadian ini, sudah pasti sekarang laki-laki itu tidak ada di kota Zimo. Melihat Dahayu berkeliaran di hotel sendirian, dia pun mulai berpikiran picik."Mungkin memang terjadi kesalahpahaman dengan orang tuaku, tapi pikirkan jika Aksa mengetahui bahwa kamu berkeliaran di hotel sendirian, Dahayu. Kamu telah membuat semua orang khawatir setelah menghilang selama satu pekan. Ternyata kamu malah ada di sini. Laki-laki mana lagi yang tengah kamu rayu setelah tahu cinta Aksa hanya untukku dan bayiku?"Lagi, Dahayu tergelak ringan mendengar desakan Yesti. Jelas perempuan itu kembali ingin mempermalukannya melihat pengunjung hotel lain sekarang tengah menonton di a
Di kota Zimo, Yesti sedang duduk manis menikmati kudapan yang baru saja disajikan para pelayan. Tapi tiba-tiba dia membanting apa yang dia pegang ke atas piring dengan kesal. Dia berdiri, lantas mematut diri di depan cermin. Tubuhnya sudah tak secantik dulu setelah perutnya mulai menggembung, lengan dan kakinya juga mulai membengkak. Benar-benar tidak sedap dipandang, menurutnya. Teringat tadi malam Aksa mengusirnya dari ruang baca dengan sangat kasar, hatinya pun menjadi sangat sedih. Dia mengira bahwa tubuhnya sudah tak menarik lagi hingga Aksa sudah tak terpikat dengan kecantikannya. Terlebih ketika ingat Ethan mengatakan bahwa Dahayu sudah ditemukan. Pikirannya pun semakin kesal membayangkan kemungkinan yang terjadi saat ini. Di kolam renang Dahayu memperlihatkan betapa indah tubuh ramping yang dia miliki beserta begitu banyak jejak cinta yang melukis tubuhnya di dekat area sensitif. Yesti mengira saat ini Dahayu pasti sedang menggoda Aksa dengan tubuh indah yang dia mili
"Tuan ...." Suara Ethan yang menyapa mengundang Aksa yang baru saja membuka mata perlahan menoleh. Asistennya juga tampak buruk, ada luka lembam yang menodai wajahnya. Ketika Aksa menunduk, perban sudah membalut dadanya yang tertembak. Tapi saat menilik ruangan asing ini. Dia menghela napas kasar dan mendongak pasrah di bantalnya yang empuk. "Nyonya baru saja pergi, Tuan." Seakan tahu apa yang dipikirkan Aksa, Ethan kembali bersuara. Namun, itu justru membuat Aksa tersenyum samar. Dia tahu Dahayu tak bisa membencinya meski hatinya tersakiti. Terbukti wanita itu tak mampu menembaknya meski dia ingin. Jika bukan karena Satya, dadanya tak mungkin terluka seperti ini. Aksa tahu istri kecilnya ini mempunyai hati yang baik, dia hanya ingin hidup tenang dengan meninggalkan gelar pelakor yang selama ini terus merunjam dari segala arah. Dia lelah terus menyandang gelar menjijikkannya itu sepanjang waktu, meski bukan keinginan Dahayu untuk menjadi orang ketiga. Aksa semakin menyes
Sama seperti halnya Aksa di masa lampau, saat ini Dahayu sangat ingin menyakiti laki-laki itu, tapi ternyata justru malah menyakiti hatinya sendiri. Tangannya mengepal kuat acap kali tendangan terus menghantam tubuh tak berdaya di bawah sana, hatinya terasa penuh oleh sesuatu yang menusuk.Namun, membiarkan Aksa menikmati kemenangannya dengan mudah juga membuat Dahayu marah. Laki-laki itu harus merasakan apa yang dia rasakan saat itu.Membohongi dan membuatnya kedinginan sepanjang malam, setelah mendapatkan pukulan berkali-kali dari dua pelayan yang menyiksanya. Itu mana mungkin Dahayu lupakan."Apa yang terjadi?" tanya Satya pelan membuat Dahayu mengembuskan napas samar, meski dia enggan menjawab pertanyaan Satya.Melihat kebisuan Dahayu, hidung Satya mengembang menghirup udara dengan emosi yang kuat. "Dia juga memperlakukanmu seperti itu?"Dahayu masih membisu, matanya terus menatap laki-laki tak berdaya di bawah sana.
Lampu mercusuar berkelip kala helikopter terbang mengitari pulau dengan kastil kecil di tengahnya. Langit yang tadinya tampak kelabu kini pun menjatuhkan jutaan rintik hujan yang menghantam permukaan lautan.Sepatu boots hitam nan gagah jatuh menapak di pasir putih pada malam gelap bersama tiupan angin laut yang mencekam.Aksa bejalan cepat menembus hujan deras, langkahnya sama sekali tak terhenti ketika suara tembakan bergema di udara.Di kejauhan, dia melihat kastil kecil dengan benteng batu kokoh yang menonjol di atas bukit. Sekelompok orang dengan senjata api berjaga di sana, siap mempertahankan diri dari serangan.Suara tembakan terus berlanjut, mengiringi perjalanan Aksa yang semakin mendekat ke arah kastil.Aksa memaksa diri untuk bergerak meski basah kuyup, pikirannya hanya tertuju pada satu hal: Dahayu, istrinya yang hilang.Sejak awal dia sudah menebak bahwa Satya yang membawa Dahayu pergi, tapi tidak menyangka jika laki-laki itu akan menyembunyikan istrinya di pulau terpenc
Di tempat tidur yang sangat nyaman, perlahan Dahayu membuka mata dengan berat. Dia melihat cahaya terang yang jatuh menimpa retinanya yang belum siap, hingga mata itu kembali menyipit untuk menilik keadaan sekitar.Ruangan asing ini sudah pasti tidak dia kenal, selain itu aroma amis khas lautan tercium pekat pada indera penciumannya yang tajam. Seorang parfumer andal pasti tidak sulit untuk mengenali aroma ini.Kepalanya yang diperban masih sangat berat untuk bisa bergerak, tapi matanya mulai bisa menangkap dengan jelas beberapa wanita muda berseragam pelayan mendekat padanya."Nona sudah sadar?"Dahayu tak lantas menjawab, dia masih terlihat linglung menyesuaikan diri dengan keadaan asing ini.Tapi ingatannya tentang penyerangan mendadak itu, sedikit demi sedikit kembali pada otak Dahayu, hingga dia mulai bersikap waspada meski tubuhnya masih lemah."Cepat panggil dokter, beri tahu juga tuan muda, dia akan sangat senang melihat nona muda sudah bangun."Alis Dahayu mengernyit. 'Nona m