Zoya berjalan gontai sepulang dari sekolahnya. Ia berjalan seolah tanpa arah. Pikirannya berkecamuk, melayang kesana-kemari seolah terbagi. otaknya pun berputar lebih cepat, mencari berbagai macam cara untuk mendapatkan uang agar sekolahnya tetap berlanjut. Paling tidak! Sampai ia keluar sekolah menengah atas dan mendapatkan ijazah. Mungkin setelah ia mendapatkan ijazah, hidupnya akan sedikit berubah. Pikir Zoya. Walaupun sebenarnya Zoya ingin sekali melanjutkan pendidikan sampai ke universitas dan berkuliah, menggapai cita setinggi langit.
Zoya terus berjalan, langkahnya mungkin gontai, dan pikirannya kemana-mana. Namun tidak dengan matanya, yang terus menyusuri, menatap dengan teliti, setiap bangunan kota yang ia lewati.
"Dua minggu! Bagaimana caranya aku mendapatkan uang dalam waktu dua minggu?" Zoya bergumam sendiri sambil terus berjalan, menyusuri setiap sudut bangunan, berharap jika ada keajaiban, dengan tulisan lowongan pekerjaan.
"Perkenalkan Tuan! Ini Rosana, sekretaris saya!" ujar Axel memperkenalkan sekretarisnya pada Dareen. Deg El mulai berkeringat dingin! Ia memperhatikan wanita bernama Rosana itu dari atas sampai bawah. Cantik, seksi, dan menggoda Tiga kata yang langsung menjadi kesan pertama saat El melihatnya. Jika saja yang melihatnya adalah pria lain, mungkin saja pria itu akan langsung terpesona dengan kecantikan dan penampilannya. Namun tidak untuk Dareen. Pria dingin itu sudah pasti akan merasa sangat muak saat melihat apalagi berdekatan dengannya. "Selamat siang Tuan Dareen, sekretaris El! Saya Rosana. Sekretaris Tuan Axel!" Rosana mengulurkan tangannya dan menyapa dengan nada suara yang lembut dan terkesan manja. Cukup lama Rosana mengulurkan tangannya, namun tak satupun dari Dareen ataupun El yang membalas uluran tangan dari Rosana hingga- - "Maafkan saya nona, tapi sepertinya..., Anda tidak usah berb
Beberapa jam berlalu. Dareen merasa kerjasamanya kali ini, begitu memuakkan. Lantaran sedari tadi, Rosana terus menerus mencuri pandang ke arahnya, membuatnya mual saja. Ia ingin segera mengakhiri semua ini, namun saat Dareen hendak berdiri, gerakannya terhalang oleh El."Sebentar lagi Tuan!" ujar El pelan."Menyebalkan! Aku muak dengan wanita ini!" batin Dareen. Ia bergumam kesal karena wanita itu terus menerus mencuri-curi pandang kepadanya. Hingga disaat yang tepat, Dareen membalas tatapan Rosana dengan tatapan mematikan, membuat Rosana bergidik ngeri seketika itu juga."Hah! Ternyata sulit untuk menaklukan hatinya. Dia menatapku tajam, seperti seorang yang ingin menerkam mangsanya hingga tewas. Tapi tenang saja! Cepat atau lambat, kau akan segera bertekuk lutut dihadapanku Tuan Dareen Danendra!" bermodalkan wajah yang cantik dan mempesona, serta tubuh yang seksi dan menggoda, Rosana sangat yakin bisa menaklukkan hati
"Jawab El bod- - ucapan Dareen terhenti saat tiba-tiba saja ia melihat seseorang yang sedang berjalan dengan wajah sumringah."Bocah itu!" ujar Dareen sambil menatap kedepan. Karena penasaran, El pun ikut membalikkan badan untuk melihat siapa yang dimaksud oleh Dareen. Dan saat ia berbalik dan melihat siapa yang Dareen maksud- -"Zoya!" gumam El dengan mengernyitkan dahinya."Sedang apa bocah bodoh itu disini?" Dareen nampaknya penasaran dengan kehadiran Zoya di restoran yang sedang ia kunjungi ini. Apa yang sedang ia lakukan? Kenapa dia bisa ada di restoran yang cukup mewah ini? Bersama siapa dia kemari? Berbagai pertanyaan itu berseliweran di kepala Dareen tanpa ia minta."Hei bocah!" Teriak Dareen saat suasana restoran sedang cukup ramai. Zoya yang sedang melangkahkan kaki menuju pintu luar pun, langkahnya terhenti, saat tiba-tiba saja ia mendengar seseorang memanggil kata bocah.
"sedang apa kau di sini bocah?" bocah! Bocah! Bocah! Panggilan bocah itu terus terngiang-ngiang di telinga Zoya. Apakah Zoya sekecil itu? Hingga Dareen terus saja memanggil Zoya dengan sebutan bocah!"Kau tuli ya?" tanya Dareen kemudian."Enak saja! Mengataiku tuli," gumam Zoya dalam hati."Maafkan saya Tuan, saya tidak mendengarkan!" keberanian, kemana perginya keberanian itu? Keberanian Zoya seakan lenyap hanya karena Dareen menatapnya dengan tajam."Sudah ku duga! Kau memang tuli!" senyum kecil nan mengejek terukir jelas di bibir pria tampan yang memproklamirkan dirinya sebagai Tuan kepada Zoya. Hingga Zoya membulatkan matanya saat melihat senyum kecil itu."Kau menertawakan dan mengejekku. Kau sangat senang jika aku tertindas dan merasa diriku bodoh dan buruk di hadapanmu ya?" batin Zoya. Hanya dalam hati ia bisa membalas semua ucapan Dareen dengan cara yang tak k
"Saya sedang melamar pekerjaan Tuan!" jawab Zoya spontan, beriringan dengan terkejutnya Zoya yang sampai melompat."Beraninya kau melamar pekerjaan saat kau masih terikat kontrak dengan Perjanjian yang sudah kau buat sebelumnya kepadaku," Dareen benar-benar garam. Ia memberikan tatapan mata tajam pada Zoya, yang tidak seperti biasanya."Sa- -"Siapa yang menyuruhmu untuk mencari pekerjaan lain? Kau adalah pembantuku. Dan selama menjadi pembantuku, kau tidak aku izinkan untuk bekerja dimana pun itu!" Dareen memotong ucapan Zoya dengan mengingatkan posisi Zoya saat ini. Bahkan Dareen juga menjelaskan kembali soal statusnya di hadapan Zoya."Saya hanya akan bekerja disini saat malam hari tuan!" Zoya menyela, dan itu membuat Dareen tidak suka."Susah memang, jika menjelaskan sesuatu kepada orang yang tuli seperti dirimu," Dareen memandang rendah Zoya, "kau tidak pernah menginga
Dareen menahan amarahnya, matanya memerah, hidungnya sudah kembang kempis dengan napas yang terengah-engah. Ia merasakan suatu kemarahan yang berbeda saat mendengar cerita Zoya.Bagaimana bisa? Pikir Dareen dalam hati. Bagaimana mungkin ia merasa marah saat ia mendengar cerita gadis bodoh yang berstatus sebagai pembantu kontraknya itu, yang terdengar begitu menyedihkan. Tapi itulah kenyataannya, Dareen memang benar-benar marah. Ia marah dan geram karena hanya ia lah yang boleh memperlakukan Zoya dengan sesuka hati. Menyakitinya, merendahkan statusnya, menghinanya, dan hal hal yang menyakitkan lainnya, hanya ia lah yang boleh melakukan semua itu terhadap Zoya. Dan itu sama sekali tidak boleh dilakukan oleh siapapun. Karena yang sudah menjadi milik Dareen Danendra, tidak boleh dimiliki oleh orang lain. Termasuk menyiksa Zoya. Karena Zoya adalah miliknya, dalam artian Zoya adalah pembantu nya, selama kontrak masih berlangsung."Kenapa anda terlihat sangat marah tuan
"Ja-ja-jangan mendekat! Mau apa kau mendekatiku," ketakutan, Zoya sudah merasa sangat ketakutan, saat El terus berjalan mendekat, di tambah dengan wajah datarnya, yang semakin membuat Zoya takut.Tidak ada jawaban. El terus mendekat hingga-Hap!Tas di tangan Zoya dalam waktu sekejap mata sudah berada di tangan El. Pria itu benar-benar melakukannya dengan waktu yang amat cepat. Bagaimana bisa? Pikir Zoya, ia tak habis pikir. Cepat sekali dia, dia juga kuat. Karena Zoya memegang tas nya erat. Namun dalam waktu sekejap mata, bisa merebutnya, dan kini sudah berada di tangannya."Berikan tas ku?" ujar Zoya, sambil melompat-lompat untuk mendapatkan tas nya, karena El mengangkatnya tinggi."Tidak mau!" ketus El, "jika kau bisa. Maka ambil saja tas mu ini dari tanganku," lanjut El dengan terus mengangkat lebih tinggi tas Zoya."Kenapa kau melakukannya hah?" tanya Zoya
"Apa?" Zoya terkejut, pantas saja ekspresi wajah Dareen begitu menyebalkan. Jadi ini alasannya! Pikir Zoya."Lima menit lagi, sudah masuk pukul lima sore. Kau dengar?" El mengulanginya lagi. Lagi dan lagi."Mati aku!" Zoya menepuk jidatnya sendiri. Ek tersenyum sinis, dan Dareen tersenyum puas. Itu sudah pasti."Kenapa nona babu?" Dareen menampakkan raut wajah puas dan mengejek. Sudah pasti dia sangat senang dengan situasi yang sedang Zoya alami saat ini. Bagaimana tidak! Dareen menyuruhnya untuk datang ke rumah besar, tepat pukul 17.00 tidak lebih dan tidak kurang. Lalu sekarang, bagaimana caranya agar Zoya bisa sampai ke rumah besar milik Dareen dalam kurun waktu lima menit saja, "kau baru teringat sesuatu?" lanjut Dareen sambil menyunggingkan sebelah bibirnya ke atas.Zoya tampak bingung, ia gelisah, "dalam waktu lima menit. Harusnya aku tidak meladeni dia tadi. Tadi aku masih punya waktu li
Harapan dan doa yang buruk dari orang yang buruk pula hatinya, tak mampu membuat doa yang ia panjatkan menjadi kenyataan. Setelah Daren berhasil menemukan sumber air yang membuat lelah dan dahaganya seketika hilang, Daren memberikan Zoya sebuah air yang ia bawa dengan tangannya sendiri.Sedikit demi sedikit. Walau berceceran dan selalu sedikit yang tersisa untuk di berikan kepada Zoya. Namun, Daren telah berhasil membuat Zoya sadar dari pingsannya yang cukup lama.'Uhuk! Uhuk!'Suara yang keluar dari tenggorokan Zoya, membuat Daren senang bukan main. "Kau sadar, Zoya?!" tanya Daren saat Zoya terbatuk. Matanya masih belum terbuka. Namun Daren sudah tak sabar untuk mengeluarkan suara dan bertanya bagaimana keadaannya.'Uhuk! Uhuk!'Zoya masih terbatuk.Daren menepuk-nepuk punggung Zoya sambil mengelusnya perlahan. "Kau tidak apa?" tanya Daren. "Ayolah, jawab aku. Aku begitu mengkhawatirkan dirimu!" lanjutnya berucap.Perlahan-lahan, kesadaran Zoya mulai kembali. Matanya pun mulai ter
Jatuh dan tergelincir, sudah tidak Daren rasakan lagi betapa kaget dan sakitnya seluruh badan. Demi bisa sampai ke tempat tujuan, Daren memaksakan diri menyusuri jalanan menurun yang akan membawanya ke tepian sungai."Jika bukan karena dahagaku, aku tidak akan mau berjalan sambil menggendong gadis ini. Walau dia tidak berat, tapi dia cukup menyusahkan langkahku," gerutunya setelah ia terjatuh dan bangkit lagi dengan tangannya sendiri.Daren mengeluh, ia menggerutu. Namun, hanya di mulut saja. Hatinya benar-benar ikhlas melakukan itu semua, demi dahaganya yang harus segera di aliri air, juga demi kesadaran Zoya. Tanah dan lumpur mengotori hampir seluruh tubuh Daren. Seakan tak ingin tertinggal, wajahnya pun ikut merasakan bagaimana rasanya terkena lumpur saat Daren mengusap keringat yang bercucuran dari kening hingga ke pipinya.Daren tak peduli, setelah ketemu sungai nanti, ia sudah berjanji akan membersihkan diri. "Hei, apa kau tidak kasihan padaku? Lihat aku, aku kelelahan. Aku k
"El! El! Dimana kau? Cepat bantu aku!" teriak Daren saat ia dengan susah payah sudah berhasil melewati jurang curam yang membuat Zoya terjatuh dan tak sadarkan diri, dengan melewati dan mencari jalan lain.Tidak ada tanggapan dan jawaban dari sosok yang Daren panggil. Matahari sudah mulai meninggi, Daren mulai dehidrasi, apalagi dengan gadis yang ada di pangkuannya saat ini, sudah pasti, kondisi gadis itu jauh lebih buruk dari kondisi Daren yang masih bisa mengangkat beban tubuh Zoya. "Bertahanlah! Kau pasti bisa!" ucap Daren menyemangati Zoya yang masih tak sadarkan diri. Perjalanan cukup jauh, hingga saat ini, Daren baru menemukan jalan di mana ia dan El berpisah subuh tadi."El...." teriak Daren kembali. Kali ini, teriakannya begitu nyaring, hingga tenggorokan Daren terasa kering. "El...." Jika kali ini El tidak mendengar teriakan Daren. Maka sudahlah, jangan harapkan Daren bisa berteriak kembali, karena kerongkongannya setelah berteriak, kini terasa benar-benar kering."Ah, ten
"Uh..., Kalajengking sialan!" umpat Daren saat dirinya sudah berhasil menuruni tanah yang terjal tersebut. Dilihatnya tangannya sendiri yang terasa sangat perih dan gatal. Dan ternyata, tangannya membengkak dan memerah. Mungkin, itu adalah efek dari gigitan kalajengking tadi.Kembali Daren memfokuskan dirinya pada pencariannya pada Zoya yang sampai saat ini masih belum ia temukan."Zoya..." Teriak Daren begitu kencang dan menggelegar. Hingga para hewan kecil keluar dari persembunyiannya."Hei Zoya! Dimana kau gadis bodoh?" Teriaknya lagi dan masih belum mendapatkan jawaban. Lalu, pandangannya tertuju pada sesosok tubuh yang tergeletak tak berdaya dengan tubuh penuh tanah dan luka.Zoya, gadis itu terkapar diantara pohon beringin besar dan daun daun yang sudah mengering."Zoya!" Secepat kilat Daren menghampiri Zoya yang tengah terkapar tak sadarkan diri.
Doa kembali Zoya panjatkan pada Tuhan, sang pencipta alam dan segala isinya. Ia berdoa agar siapapun bisa menemukannya dengan segera. Kakinya sudah tak mampu lagi menopang tubuh, di tambah dengan tangannya yang ternyata masih mengeluarkan sisa-sisa darah dari injakan kaki Mayra tadi. "Ya Tuhan, aku mohon... Siapapun tolong aku. Aku akan menikahinya jika dia adalah seorang laki-laki. Tapi, setelah aku lulus sekolah. Dan akan aku jadikan dia saudara, jika dia adalah seorang perempuan," ujar Zoya pasrah. Gadis itu membuat janji dengan Tuhan sesuka hatinya, tanpa memikirkan bagaimana nasib kedepannya. Tentang masa depannya, tentang bagaimana menjalaninya. Akankah ada yang akan datang membantunya atau bahkan tidak. Mengingat ini adalah hutan, dan Zoya hanya sendirian di sana. "Tapi, apakah yang menolongku itu akan mau, jika yang akan dinikahinya atau di jadikan saudaranya adalah seorang gadis miskin yang waj
"Apa kubilang El! Kau memang bodoh! Kenapa kau melarang ku menyusul mereka tadi hah!" Daren geram. Di cengkeramnya kerah baju El dengan sangat kuat, hingga buku-buku tangan Daren terlihat memutih, saking geramnya. "Maafkan saya Tuan!" tunduk El. El sama sekali tidak berani menegakkan kepalanya, apalagi menatap mata Daren, atas apa yang El katakan padanya. "Maaf kau bilang? Beraninya kau meminta maaf setelah mengabaikan perasaanku tadi," dihempaskan pula dengan kencang baju El. Pria tampan berambut hitam pekat itu seketika terbatuk, saat Daren melepaskan cengkraman tangannya. "Apa dengan meminta maaf, semua akan kembali?" Sedangkan Delia dan Delina, serta Gio dan teman sekelompoknya. Mereka semua berdiam mematung setelah menceritakan jika Zoya menghilang dan terpisah dari rombongan. Apalagi saat melihat reaksi Daren yang ternyata di luar dugaan. Sangat marah saat mengetahuinya. Mereka semua tidak ada yang bera
"Eh, apa ada yang melihat kak Zoya?" tanya Delia yang baru saja menyadari jika Zoya sedari tadi tidak bersamanya. Semua orang memandang ke arah Delia. Lalu saling pandang satu sama lain. "Bukankah Zoya selalu bersama Anda, Nona?" ujar Gio membalikkan pertanyaan pada Delia. Delia menggeleng, "memang! Tapi setelah teriakan itu, aku langsung berlari mengikuti kalian, dan melepaskan peganganku dari tangan kak Zoya," jawab Delia sedikit gemetar. Lalu ia alihkan pandangannya pada Delina yang nampak acuh tak acuh dengan ketidakadaannya Zoya di dalam rombongan mereka. "Kenapa kau melihatku?" tanya Delina sinis, "aku memang tidak menyukainya. Tapi aku tidak melakukan apa-apa. Aku juga tidak tahu kalau dia tidak bersama kita!" sambungnya dengan penuh penekanan. Dan Delina berkata jujur apa adanya. Tanpa ada yang dia sembunyikan. "Bagaimana ini kak Gio, kak Andi?" reng
Zoya berjalan mundur beberapa langkah, "jangan kau pikir aku ini bodoh Mayra! Apa yang kau rencanakan padaku hah?" tanya Zoya tanpa basa-basi. Mayra tertawa, sedang Zoya mengerutkan keningnya. "Kenapa kak? Apa kau takut kakak!" tanya Mayra dengan menekankan perkataannya. Membuat Zoya yakni jika Mayra memang sedang merencanakan sesuatu yang buruk padanya. "Ma-mau apa kau Mayra?" tanya Zoya bergetar. Mayra terus berjalan perlahan mendekatinya. Semakin dekat, dan terus mendekat. Sedangkan Zoya, gadis itu juga terus berjalan mundur menjauhi Mayra. Nyali Zoya semakin menciut kala melihat wajah Mayra yang terlihat seperti seorang pembunuh kala mengeluarkan tawanya. Walaupun Zoya tau, jika Mayra adalah adiknya sendiri. Tapi kenapa? Kenapa Mayra ingin berbuat jahat padanya? Pikir Zoya. "Ak-aku mohon Mayra! Apa yang akan kau lakukan padaku? Aku ini kakakmu, kau adikku. Kita ini bersaudara Mayra!" ujar
"Kau gila El! Kenapa aku tidak boleh ikut bersama mereka hah?" ungkap Daren setelah kepergian para anggota perkemahan. "Karena mereka akan merasa tidak nyaman saat bersama Anda Tuan!" jawab El tanpa basa-basi. Tuannya itu sedari tadi terus mengomelinya karena El tidak menyarankannya untuk mengikuti mereka. "Ah!" Daren frustasi. Pria tampan penuh kharismatik itu menjambak rambutnya sendiri karena kesal dengan jawaban El. *** "Kak Zoya? Aku takut!" rengek Delia sambil menggandeng lengan Zoya erat. "Tenanglah Nona. Tidak akan ada apa-apa di sini!" ujar Zoya menenangkan. Gadis itupun akhirnya sedikit lebih tenang. Walaupun tangannya masih enggan untuk melepaskan lengan Zoya. Menempel terus seperti lem. "Delia, kenapa kau terus menempel padanya?" tanya Delina dengan nada kesal. Namun, yang di tanya terlihat enggan untuk menjawab