Langit yang menggelap kini menjadi saksi bagaimana Lia sedang terpuruk. Lia terus berjalan menyusuri sebuah taman meski hari sudah mulai malam, sekadar ingin lari sesaat dari kenyataan.
Tubuh Lia lalu mendarat pada sebuah bangku, duduk mematung di sana dengan tatapan hampa. Apa keputusan Lia untuk menerima pernikahan kontrak ini adalah kesalahan yang fatal baginya? Lia lalu menghela, tidak menyadari jika rintik hujan mulai turun menghujam jalanan dan dirinya sendiri. Detik demi detik berlalu, akhirnya Lia kembali menangis. Merasakan kelemahan yang semakin menjadi di dalam tubuhnya. "Tuhan, haruskah aku merelakan diriku saja?" Kata Lia putus asa dan terus terisak di bawah hujan dan langit yang gelap. Tiba-tiba, sebuah lampu taman yang berdiri kokoh di sampingnya menyala, disusul air hujan yang tiba-tiba berhenti. Namun tak lama berselang, Lia mengernyitkan dahinya karena tepat di depannya, hujan masih berlangsung. Lia mendongak, menemukan sebuah payung hitam yang meneduhkan dirinya. Kemudian Lia melihat siapa yang memegang gagang payung tersebut, dan dia adalah Alexander Adarsa. "Kenapa kamu di sini? Aku tidak mau melihatmu." Ucap Lia begitu dingin. "Pergilah, katamu, kamu tidak mau sampai ada yang melihat kita bersama." "Lia—" Wanita itu segera menyergah, "aku tidak butuh penjelasanmu." Alex menghela nafasnya, masih berdiri di tempat dan posisi yang sama. Cukup lama keduanya mendiami satu sama lain, hanya diam bersama tubuh masing-masing yang mulai kedinginan. "Aku akui aku salah, aku hanya panik dan tidak sempat berpikir panjang. Aku sedikit lelah karena urusan kantor, jadi—" Lia mendongak untuk memotong kembali pembicaraan Alex. "Jadi itu urusanmu, aku biarkan kamu mengurusi semuanya sendiri karena aku tidak perlu kamu." Alex bungkam. "Kamu yang pernah membujukku untuk melakukan pernikahan kontrak ini, menjanjikan banyak hal agar aku bisa hidup lebih baik. Sialnya, kamu juga yang membuatku tertekan di dalam penjaramu." "Lia." Panggilan dari Alex tidak diperdulikan Lia, karena Lia bangkit dan meninggalkan Alex meski dirinya harus kehujanan lagi. Alex sendiri hanya diam dan membeku di tempatnya, melihat kepergian Lia. * * * Keesokan harinya, Alex bersiap untuk berangkat bekerja seperti biasa. Alex menata penampilannya dengan rapi, lalu keluar dari ruangannya dan menuju ke ruang makan. Sarapan tertata sesuai jadwal, namun Alex tidak menemukan kehadiran Lia. Karena terusik akibat kejadian kemarin, Alex lalu memanggil Hani yang berdiri di sudut ruangan. "Kemari." "Ya, tuan. Apa ada yang bisa saya bantu?" Tanya Hani. "Mana Lia?" Hani menunduk. "Nyonya sedang tidak enak badan, tuan. Beliau sedang di kamarnya dan bibi Anna berkata jika dia akan memanggil kami jika membutuhkan sesuatu." 'Apa dia sakit karena kejadian kemarin?' Batin Alex seraya mengunyah makanannya. Alex tidak begitu lama menyelesaikan sarapannya yang sedikit. Ia bangkit, berjalan dan meraih tas jinjingnya yang berada di atas meja, lalu tak sengaja berhenti di depan kamar Lia. Pintunya sedikit terbuka, memperlihatkan celah di dalam sana. Lia seperti bersembunyi di balik selimut yang menutup dirinya. Tatapan Alex hanya kosong, kemudian kembali melangkah untuk berangkat bekerja mengurusi Agensi Star Music. Di sepanjang perjalanan, Alex lebih banyak melamun. Biasanya Alex akan menyusun rencana dan jadwal yang kemungkinan bisa dilakukan untuk beberapa hari ke depan. Tetapi Alex hanya terdiam. "Tuan, kita sudah sampai." Kata supir yang mengawal hari Alex pagi ini. Namun Alex seperti tidak mendengar supir, yang akhirnya kembali mengulang dengan sedikit penekanan. "Tuan, kita sudah sampai." Akhirnya Alex menyadari hal itu dan mengerjapkan matanya, berusaha mengumpulkan nyawanya yang sempat buyar. Karena tidak bisa membiarkan dirinya tenggelam dalam pikiran, Alex kemudian memanggil Resham melalui telepon. "Halo, Resham." "Halo, tuan. Ada yang bisa saya bantu?" Jawab Resham dari seberang sambungan. "Resh, saya ingin kamu membawa Lia ke rumah sakit sore ini." Resham terdiam sebentar, lalu menjawab. "Apa tidak apa-apa jika nyonya keluar rumah? Atau mungkin saya akan memanggil dokter seperti waktu itu?" "Kamu bawa saja, jika dia meminta sesuatu, maka lakukan itu." "Baik, tuan." Alex kemudian mematikan sambungan, dan kembali bekerja hingga Alex tidak menyadari jika sudah waktunya pulang. Pria itu mengusap wajahnya kasar karena lelah, lebih lelah karena permasalahan rumah tangganya yang semakin rumit. Mata Alex melirik jam dinding mewahnya di dalam ruangan, dengan waktu yang sudah menunjukkan pukul 19:45. Alex menghela nafas saat menyadari waktu. Apakah Resham sudah mengantar Lia kembali ke rumah? Tidak, lebih tepatnya—apa Lia mau keluar dari kamarnya setelah kejadian kemarin? Komputer canggih milik Alex lalu menampilkan sebuah pemberitahuan mengenai topik yang sedang hangat hari ini. Alex menekan pemberitahuan itu, hingga kedua mata Alex terbelalak. Alexander Adarsa dikabarkan telah memiliki seorang anak, warga internet ramai mengaitkan ini dengan pernikahannya yang baru berlangsung 2 bulan lalu! Fakta mengejutkan dan membuat Alex kembali bungkam di tempatnya. Bahkan saat membaca keseluruhan berita, Alex dapat melihat dengan jelas nama Alesia meski tak ada tanda-tanda identitas Lia sebagai istri Alex. Alex kemudian meraih telepon kantor, dan menghubungi sekretarisnya dengan cepat. "Kamu ke ruangan saya, sekarang." Karena jarak ruangan sekretaris dan ruangan Alex bersebelahan lansung, sekretaris tersebut muncul dalam waktu yang sebentar. "Ada yang bisa aku bantu, pak?" "Berita yang sedang trending saat ini, beritahu divisi siber untuk melacaknya dan hasilnya harus keluar setidaknya besok pagi." Perintah Alex dengan nada geram dan penuh penekanan. "Ba-baik, pak." Sekretaris segera berbalik dan kembali ke ruangannya untuk melakukan perintah sang atasan meski kini sudah di luar jam kerja. Alex dengan nafas yang memburu lalu berteriak geram, "sialan!" Umpatnya karena sudah sangat dongkol dengan semua pemberitaan yang sudah berusaha Alex sembunyikan. Tok tok tok! Karena mengira itu adalah sekretaris tadi, Alex pun membalas ketukan dengan suara lantang. "Masuk!" Pintu terbuka, menunjukkan kehadiran seorang wanita yang bukan sekretarisnya. Emosi Alex seperti dipermainkan hari ini, apalagi begitu menyadari jika orang yang membuka pintunya adalah Erika Odeline, mantan kekasihnya. "Alexander." Ucap Rika, panggilan wanita itu dengan senyuman. Dengan tatapan datarnya, Alex melontarkan tanya pada Rika. "Apa yang kamu lakukan di sini, Rika?" "Aku hanya mengunjungimu setelah kamu selalu menghindari panggilanku, Alex." Balas Rika santai. "Jangan ganggu aku lagi, aku sudah menikah, Rika." Kata Alex berusaha meredam suaranya agar tidak meninggi. "Astaga, aku tahu itu. Memangnya salah jika aku menemuimu? Hm?" Rika berusaha menyentuh Alex namun pria itu segera menampik tangannya. Dengan tegas, Alex menambahkan. "Aku tidak ingin muncul berita yang tidak bagus dan membuat rumah tanggaku terganggu, aku ingin kamu pergi sekarang." "Hm, apa kamu mengancamku?" Alex tidak menjawab dan hanya menatap Rika sinis. "Aku melihat pemberitaan dan kamu tiba-tiba menikah tanpa memberitahuku, dan itu terasa aneh bagiku." Alex melihat Rika semakin mendekat, hingga Rika berbisik di telinganya. "Apa aku harus menanyakan semuanya atau harus aku selidiki sendiri?" Saat Alex hendak menanggapi tantangan Rika, telepon genggam Alex berdering. Alex pun berusaha menjauhi Rika dan menemukan Resham menghubunginya. Alex segera menggeser tombol hijau yang ada di layar ponselnya. "Ya, Resham. Ada apa?" "Tu-tuan, nyonya Lia—" Mendengar ada yang tidak beres dari nada bicara Resham, Alex menjadi panik. "Ada apa dengan Lia, Resh?" "Tuan Alex, nyonya Natalia menghilang!"Saat mendengarkan ucapan Resham, Alex terdiam sejenak seolah tidak percaya. "Jangan bercanda, Resh. Tidak mungkin Lia menghilang.""Kami berencana akan pergi ke rumah sakit, seperti ucapan tuan tadi. Nyonya Lia setuju untuk pergi, namun saat nyonya berkata akan ke kamar kecil di rumah sakit, dia sudah tidak kembali, tuan."Alex meraih jasnya, masih memegang ponsel untuk terhubung dengan Resham. "Minta kepada staff setempat untuk mengecek kamar kecil itu, dan kamu cek CCTV di sekitarannya.""Kami sudah melakukan itu, tuan. Dan terakhir kali nyonya Lia terekam CCTV adalah di depan rumah sakit, selebihnya kami kehilangan jejak sejak 2 jam ini.""Apa dia membawa Alesia?""Ya, tuan.""Kalau begitu, temui aku di penthouse dalam 10 menit ke depan."Alex memutuskan sambungan dan hendak meninggalkan kantor, namun Rika segera mencegat tangan Alex. "Apa kamu akan meninggalkan aku meski aku telah memberi tantangan padamu?"Dengan tatapan tajamnya, Alex melihat Rika kesal dan melepas tangan wanita
Jauh dari kediaman Alexander Adarsa, tepatnya di tepi perkotaan, Natalia Nawasena terlihat diam dan menatap kosong hamparan tanah di depannya. Sudah sehari Lia melarikan diri dari Alex.Lia tampak begitu menyedihkan, membawa Alesia yang terlelap di gendongannya. Lia memutuskan pergi karena menyerah, tertekan jika harus terus bersama Alex."Aku memang bodoh, tidak seharusnya aku mempercayai pria jahat itu." Ucap Lia dalam kesendiriannya.Apalagi saat Rika menghubungi telepon rumah Alex siang kemarin, dan secara kebetulan Lia yang menjawab telepon itu. Lia masih ingat dengan jelas apa yang Rika katakan."Aku yakin Alex memanfaatkanmu, karena aku sangat mengenal dia. Aku yakin dia akan menceraikanmu setahun lagi." Sekiranya itu kata-kata Rika yang masih tertinggal di kepala Lia."Dasar brengsek." Ucap Lia dengan air matanya yang mengalir.Di sisi lain, Alex yang disibukkan dengan pekerjaannya juga harus disibukkan dengan mencari keberadaan Lia. Alex mengerahkan semua suruhannya untuk men
Hari ini, Alexander Adarsa akan kembali menggelar jumpa pers dengan wartawan untuk meredakan rasa keingin tahuan publik mengenai kehidupan pribadinya yang terus dikuliti oleh banyak media.Alex bertujuan agar Lia dapat melihat Alex yang masih berdiri untuk menjaga informasi pribadi keluarganya, seolah ingin Lia tahu bahwa Alex ingin memperbaiki keadaan.Sebelum melangkahkan kakinya keluar dari mobil miliknya, Alex terdiam sejenak dan teringat akan pertemuan pertamanya dengan Lia setelah bertahun-tahun tidak bertemu, bahkan mereka lost contact.Malam itu, tepatnya 3 bulan yang lalu, Alex melihat Lia yang terus berjalan dengan pikirannya yang kosong, bahkan Lia tidak menyadari jika lampu merah untuk pejalan kaki sedang menyala.Lia terus berjalan bersama bayinya, tak mendengarkan sama sekali teriakan orang-orang dan kendaraan yang terus berdatangan nyaris menabraknya.Tin tin tin!Suara klakson itu menggema di dalam telinga Lia. Secara bersamaan, seorang pria berpostur tinggi meraih tub
Kembali pada hari ini, hari di mana Alex akan menghadiri jumpa pers yang akan digelarnya. Alex harus meluruskan berita yang terus dibicarakan banyak orang, yang bisa saja terus penasaran.Alex pun muncul di tengah-tengah para wartawan yang meliput, fokus kepada Alex yang akan mengkonfirmasi semua isu.Wajah Alex tampaknya berusaha tenang menghadapi banyak wartawan. Alex menghembuskan nafas untuk meyakinkan dirinya sebelum buka suara."Jadi bagaimana dengan kabar yang beredar mengenai istri anda, tuan Alexander?" Tanya seorang wartawan yang diikuti suasana hening untuk menunggu pengakuan satu-satunya penerus Agensi Star Music."Untuk pemberitaan itu, aku tidak akan menanggapinya karena satu-satunya yang dapat aku katakan saat ini adalah aku ingin menjaga privasi dari istriku." Tegas Alex."Bagaimana dengan kabar seorang anak yang bernama Alesia? Nama ini terdengar familiar dengan nama anda, tuan Alexander."Alex yang sebelumnya sengaja memberi nama Alesia untuk anak Lia menjadi terdiam
Alexander Adarsa tampak berjalan gontai menuju kendaraan yang sedang menjemputnya, meninggalkan gedung yang menjadi tempatnya menggelar pers.Alex kembali diam, menerka hasil yang dia harapkan. 'Ini aneh, kenapa aku terus dihantui rasa bersalah?' Batin Alex selagi memejamkan matanya.'Aku harus menemukan Lia, aku harus membuat dia kembali. Aku harus meminta maaf akan keegoisan yang tidak aku sadari selama ini.' Tutur Alex meningkatkan harapannya sendiri.* * *Beberapa jam kemudian, tepatnya pukul 2 dini hari, Lia menguatkan dirinya untuk kembali ke rumah lamanya. Lia merasa kondisi apartemen kelas menengah yang masih menjadi haknya itu sudah aman dari pemantauan bawahan Alex.Dengan langkah yang terseok, Lia berusaha membuka pintu dan masuk ke dalam salah satu unit yang disewanya. Lia lalu menidurkan Alesia di atas ranjang kecil miliknya.Terdengar helaan nafas Lia yang akhirnya dapat menidurkan Alesia di atas ranjang setelah beberapa hari berusaha menghindari pencarian yang dilakuka
Mobil yang ditumpangi oleh Alex dan Lia akhirnya memasuki area Zeus Residence, yang berarti Alex berhasil membawa Lia untuk kembali ke rumahnya.Saat mobil berhenti di depan pintu lift tepatnya di lantai dasar, Alex menoleh pada Lia hendak membangunkan wanita itu. Namun ternyata Lia terlelap, membuat Alex tidak tega membangunkannya."Resh, tolong beritahu Hani untuk menunggu saya di depan pintu penthouse." Pinta Alex yang diangguki Resham. "Baik, tuan."Alex lalu turun, mengitari mobil dan membuka pintu di sebelah Lia. Perlahan, Alex meringkuk untuk meraih tubuh Lia dan menggendongnya menuju lantai teratas di mana penthouse-nya berada.Sementara itu, Hani yang baru saja mendapat pesan dari Resham atas perintah Alex segera bergegas menuju pintu depan. Perasaan Hani begitu campur aduk, menanti kembalinya Lia.Bibi Anna yang baru saja keluar dari ruangan asisten menemukan Hani yang sepertinya sedang menahan tangis. "Hani, ada apa?" Tanya bibi selagi menghampiri Hani."Nyonya Lia sudah pu
"Apa kamu mau sesuatu sebelum kita berangkat ke rumah sakit?" Tanya Alex pada Lia yang sedang duduk dengan pakaian yang baru dia kenakan.Lia menggeleng menanggapi Alex."Apa kamu sudah sarapan saat aku bersiap tadi?"Kali ini, Lia mengangguk. Dua hari setelah Lia didiagnosa menderita Disartria, atau gangguan saraf yang terhubung dengan bicaranya. Lia pun terlihat begitu lemah, meski dia berusaha kuat di depan semua orang.Lia pun masih memikirkan bagaimana sikap Alex ke depannya, takut kalau saja Alex akan menggunakan keterbatasannya untuk lebih dimanfaatkan. Namun sebenarnya, sejak dua hari kemarin pun, Alex benar-benar memperhatikan kondisi Lia dengan baik."Apa kalian akan berangkat sekarang?" Tanya bibi Anna yang baru saja muncul, menemukan Alex dan Lia dengan pakaian rapi namun cukup simple. Tentu, agar mereka tidak menarik perhatian orang yang mengenal mereka."Lia harus hadir di rumah sakit lebih dulu dan harus secepatnya, bi. Aku khawatir jika itu dibiarkan, maka—" ucapan Alex
Kilas balik pada setahun yang lalu, tepatnya pada malam yang gemerlap, malam di mana kumpulan para pesohor merayakan pesta perayaan hari jadi Agensi Highlight yang kelima tahun.Natalia Nawasena tentunya hadir di sana sebagai super model terkenal yang diundang langsung oleh CEO Agensi Highlight. Di malam perayaan itulah, Lia bertemu dengan Jacob yang perlahan menggodanya saat meneguk segelas alkohol.Jacob datang menghampirinya di dalam balutan kemeja hitam dan celana kain dengan warna senada. "Kamu model Natalia, bukan?"Lia tersenyum hangat. "Ya, tentu saja.""Ingin menari bersamaku?"Merasa tak dapat mengontrol dirinya lagi, Lia yang nyaris berada di bawah alam sadarnya mengiyakan ajakan Jacob. Keduanya terlihat menikmati pesta dengan menari bersama, bahkan bermesraan seolah telah saling mengenal sejak lama.Baik Jacob maupun Lia tampaknya tertarik satu sama lain, hanya di malam itu. Lambat laun Jacob membawa Lia menjauhi pesta, membawanya menuju sebuah kamar dengan fasilitas mewah.
Derita Natalia Nawasena akan kejahatan yang direncanakan oleh Rika dan Jacob akhirnya memiliki ujung yang sudah lama dinantikan.Pihak berwajib telah menetapkan mereka termasuk Haris sebagai tersangka atas kasus penculikan, penyerangan, percobaan pembunuhan, dan pembunuhan berujung korban jiwa.Tak ada penangguhan penahanan, Alex berupaya agar ketiganya dihukum semaksimal mungkin. Alex tak ingin sampai ketiganya bebas karena pengaruh uang maupun Rika yang berasal dari keluarga terpandang.Hari ini, Alex sedang menikmati hari istirahatnya di rumah. Dan seperti biasa, bila Alex telah berolahraga ringan dan membersihkan tubuhnya, maka Alex akan menengok kondisi Lia di dalam kamar wanita itu.Dari celah pintu yang dibukanya, Alex menemukan Lia telah bangun dari tidurnya. Namun Lia masih saja diam, dan saat ini sedang melamun di samping jendela kamarnya.Kian hari, Lia kian diam sejak kematian bibi Anna. Lia tak seperti dulu yang akan menjawab pertanyaan dengan baik, pun sekadar menanyakan
Kilas balik pada saat Alex dan Lia baru saja melangsungkan pernikahan mereka, para pengawal ditugaskan untuk menjaga area yang telah dirundingkan bagi masing-masing anggota.Haris yang baru saja mengantar Alex dan Lia keluar menuju kendaraan mewah lantas berbalik, hendak menghampiri Resham sebagai kepala pengawal yang akan memberi tugas pada semua bawahannya.Resham yang melihat Haris lantas memanggilnya. "Ris, kemarilah.""Baik, pak. Apa saya harus berjaga bersama bapak?" Tanya Haris."Tidak perlu. Sebaiknya kamu berjaga di kediaman tuan Alex karena di sana masih ada Alesia, anak tuan dan nyonya, bersama pengasuhnya. Beri kabar secepat mungkin bila terjadi sesuatu."Haris menunduk ringan. "Baik, pak"Lantas Haris beranjak, kini hendak menuju sebuah mobil yang akan dia gunakan untuk kembali ke kediaman Alex di Zeus Residence. Begitu masuk, Haris terkejut karena ada orang asing yang muncul di kursi penumpang."Si-siapa kamu?!" Tanya Haris dengan begitu panik."Ssst, kamu tidak perlu ce
Seminggu setelah kematian mendiang bibi Anna dan penangkapan Rika serta Jacob, Lia seperti mengurung diri di dalam kamarnya. Bukan karena Lia ketakutan, namun kepergian bibi seolah meninggalkan luka di dalam benaknya.Alex yang juga masih merasakan duka tak mampu berbuat banyak, apalagi hal tempo hari tentu akan menambah trauma dalam diri Lia.Yang biasanya mereka akan menemukan kehadiran bibi Anna sedang menjaga Alesia, kini tiba-tiba dihadapkan dengan takdir di mana sosok beliau tak akan pernah kembali dalam hidup mereka.Walau begitu, setidaknya Alex dapat menghela nafas cukup lega, mengingat Rika dan Jacob yang sudah diproses oleh kepolisian.Saat ini, usai menghadiri rapat penting, Alex meminta supir untuk pergi ke gedung tahanan di mana Rika dan Jacob sedang dibui. Di dalamnya, Alex dapat menemukan Rika yang menggunakan baju tahanan dan menatapnya murka.Ketika dirinya dipertemukan dengan saling berhadapan, Rika mengolok Alex karena begitu jengkel. "Jadi ini balasanmu atas apa y
Para tamu duka datang dengan pakaian serba hitam, memberi penghormatan terakhir pada orang yang sangat berjasa pada hidup Alexander Adarsa. Keluarga mendiang bibi Anna begitu tak kuasa menahan tangis mereka.Faktanya, bibi Anna memiliki seorang suami dan anak angkat yang begitu dirindukan olehnya. Dan karena insiden kemarin hari, mereka tak sempat mengucapkan kata perpisahan dengan baik pada bibi Anna.Alex dan Lia hanya bisa terdiam, menemukan duka yang tak akan pernah mereka lupakan. Lelah tak menjadi faktor mereka untuk meninggalkan rumah duka, dan mereka hanya bisa merenung dalam pemikiran masing-masing."Tuan Alex." Panggil anak angkat bibi dengan wajah sembabnya. "Aku anak dari mendiang ibu Anna, namaku Tya."Alex hanya bisa menunduk, masih tak tega menemukan keterpurukan di wajah keluarga mendiang bibi. "Aku telah banyak mendengar tentangmu, karena ibu selalu menceritakan tentangmu dan nyonya Lia. Terima kasih karena memberikan kesempatan pada ibu untuk kembali bekerja, untuk
Keesokan hari setelah insiden penabrakan bibi Anna, Alex dan Lia kembali terlihat mendampingi beliau yang masih menjalani perawatan intensif pada ruang ICU.Alex yang baru saja mengerjapkan matanya dan tak sengaja tidur dalam posisi duduknya di atas sofa menoleh, menemukan Lia yang juga terlelap di sebelahnya.Kursi ruang tunggu di hadapan ICU memang tidak nyaman, namun setidaknya Alex bisa beristirahat sejenak. Alex lebih tak tega menemukan Lia yang menolak pulang dan ingin menunggu bibi Anna.Lambat laun, beberapa orang kembali berlalu-lalang. Resah masih menyelimuti Alex dan Lia, mengingat sudah sejak kemarin tak ada perkembangan dari bibi.Dua jam berlalu sejak Alex terbangun, Lia ikut melakukan hal yang sama. Matanya mengerjap, lalu menyadari jika dirinya dan Alex masih berada di depan ruang ICU."Apa kamu baik-baik saja tidur seperti tadi?" Tanya Alex."Ya, setidaknya aku bisa tidur sedikit." Balas Lia seraya menepuk-nepuk tengkuknya yang sedikit kaku.Tak lama berselang, muncul
Kini, Alex dan Lia harus kembali menginjak lantai koridor rumah sakit, bergegas mendampingi bibi Anna yang menjadi korban tabrak lari oleh orang tak dikenal.Dengan nafas yang terengah serta Alesia yang terus menangis di dalam dekapannya, Lia berusaha menenangkan diri walau rasanya mustahil karena Lia tak pernah menduga hal ini akan terjadi."Mohon maaf, batas untuk keluarga pasien hanya sampai di sini." Ujar seorang perawat medis untuk mencegat Alex dan Lia.Bibi Anna sepertinya berada dalam kondisi kritis, mengingat tabrakan yang dialaminya sangatlah keras. Dengan mulut yang bergetar, Lia bergumam. "Bibi—bagaimana ini?"Alex mendengar risau dari mulut wanita Nawasena tersebut, lantas tergerak untuk mengusap pundaknya. "Tenanglah, kita harus yakin jika beliau akan baik-baik saja."Meski dirinya sendiri sedang kalut, sedih, marah, dan juga kesal, tetapi Alex harus menenangkan situasi terlebih dulu, apalagi situasi Lia. Ini adalah ke sekian kalinya mereka melihat orang-orang di sekitar
Pagi yang cerah menyinari awal hari ini. Sinar mentari yang masuk melalui celah gorden mengusik kulit Alex membuatnya melenguh dan perlahan mulai terbangun dari istirahatnya.Tapi kamar Lia begitu nyaman rasanya, hingga Alex masih ingin mengeratkan pelukannya pada sebuah bantal. Tak lama berselang, setelah melenguh, Alex mendengar suara deheman yang begitu dekat darinya.Awalnya Alex ingin menghiraukan itu, namun telinganya mendengar Lia yang memanggil namanya dengan suara yang parau. "Lex."Sontak Alex membuka kedua matanya, menemukan Lia yang sebenarnya sejak tadi dia peluk seperti bantal. "Astaga, maafkan aku." Katanya dan melepas Lia, kemudian menjauh dengan rasa bersalah.Melihat Alex yang berdiri membuat Lia sedikit kikuk dengan mengusap tengkuknya. "Ti-tidak apa-apa." Kata Lia berusaha tenang dan tak gugup."Aku tak sadar jika aku melakukan itu, padahal seharusnya—ah, maafkan aku.""Ya, aku pun tidak tega membangunkanmu karena sepertinya kamu begitu pulas."Alex menggaruk pelip
Alex dan Lia pun kembali pada kediaman Alex. Hunian elit tersebut terasa lebih sepi dibanding hari-hari biasanya, karena dalam perjalanan tadi, Alex meminta bibi Anna membawa Alesia untuk berlindung di rumah tuan Adarsa, ayahnya.Tentu, Alex tak ingin menemukan masalah lain jika saja dirinya tetap membiarkan mereka berada di rumah tanpa pengawasan ketat, mengingat Alex baru bisa mendapatkan perlindungan ekstra dari pihak kepolisian."Lia, maaf hari ini aku tidak bisa menemanimu. Aku sangat lelah." Ucap Alex yang diangguki Lia."Kamu harus istirahat, hari ini pastinya melelahkan bagimu.""Ya, aku akan mandi terlebih dulu lalu beristirahat. Bila kamu membutuhkan sesuatu, beritahu aku."Lia kembali mengangguk untuk yang kedua kalinya, menatap Alex yang mulai berjalan memasuki kamar pribadinya. Wanita itu tak masuk begitu saja ke dalam kamarnya sendiri.Tak ingin hal buruk terjadi, Lia bergerak untuk memastikan semua akses mulai dari pintu, jendela, hingga ventilasi terdekat terkunci deng
Beberapa jam usai peristiwa mencekam di Agensi Star Music, pihak terkait mengatakan akan menempuh jalur hukum dan akan menemukan pelaku penembakan terhadap Alexander Adarsa secepat mungkin.Tak hanya merugikan Alex atau agensi, namun peristiwa itu menyebabkan banyak pihak yang menjadi cemas akan keseharian mereka hingga mengalami trauma ringan.Begitu banyak media yang memberitakan kejadian ini, mengingat ini adalah tindakan kriminal yang membahayakan. Lia yang menjadi saksi penembakan itu dibuat kalang-kabut oleh kondisi Alex. Dia meminta pada Resham untuk membawanya menuju rumah sakit yang menangani kondisi Alex usai penembakan tersebut.Pada koridor rumah sakit yang dilaluinya, Lia tampak begitu cemas dan kalut, berusaha mengontrol benaknya yang begitu terganggu. Saat tiba di sebuah ruangan yang dihuni Alex, Lia menemukan pria itu sedang duduk dengan bahu yang baru saja diperban."Alex, bagaimana dengan—"Tak ingin Lia begitu panik, Alex segera menyanggah pertanyaan wanita Nawasen