"Ehem!" Ford yang baru saja datang ke pantri mendehem tatkala melihat Daisha mengaduk kopi yang akan dia hidangkan untuk James. Pria itu turut berdiri di samping Daisha, lalu tangannya meraih kue kering di rak makanan."Kenapa nona diam saja? Tidak mau menyapa saya kah?" tutur Ford yang sedikit jengkel karena merasa diabaikan.Daisha menoleh terpaksa lalu menyunggingkan senyum yang terpaksa juga."Selamat pagi tuan Ford!" "Astaga! Bukan senyuman yang begitu yang kuharapkan!" seloroh Ford yang menelan paksa kue yang tersangkut di tenggorokannya."Lalu mau yang bagaimana? Sekarang anda suka menggangguku! Persis dengan tuan James!" ucap Daisha mendumel. Sejurus Daisha mematung, ingatannya memutar adegan kemarin ketika dirinya berciuman dengan James. Alih-alih dia tersipu malu sendiri.Ford tercengang dengan kicauan gadis itu. Sekarang Daisha lebih berani dari sebelumnya. Ford akui itu keren."Eh bagaimana hubunganmu dengan tuan James? Apakah semakin membaik?" tanya Ford yang pura-pura
Sesuai perintah James, dengan terpaksa Daisha ikut dalam adu pertandingan golf antara James melawan Henley. Harusnya itu tak jadi masalah ketika keduanya menganggap biasa. Tapi James menganggap itu sebagai persaingan sengit. Kedua pewaris Connor telah mengubah pakaian mereka menjadi casual dan santai. James yang jarang mengenakan pakaian seperti itu terlihat lebih tampan dan segar. Dia mengenakan kaos polo berwarna biru dongker dan celana pendek berwarna putih. Ditambah topi putih di kepalanya. Tentu saja itu menarik perhatian Daisha membuatnya tersipu secara diam-diam. "Sebenarnya dia tak pernah mengotori mataku dengan visual nya yang tampan bak pangeran itu, tubuhnya juga terlalu sempurna menurutku," batin Daisha yang tak lepas dari memandangi James. "Ah ini tidak benar! Dia punya karakter yang buruk sehingga orang-orang menganggapnya kejam dan mereka ketakutan, aku tidak boleh menyukainya! Aku hanya mencintai Juan!" alih-alih Daisha mengelak dari pesona James. Padahal akhir-akh
"Akhhh! Sepertinya aku tidak terlalu mahir di olahraga ringan seperti ini!" James terus mengeluh. Sampai dia melempar tongkat golf nya asal dan membuat Ford takut. Dan lagi keluhannya lebih berisik daripada usahanya untuk belajar. Itu karena sebenarnya dia tidak terlalu tertarik dengan golf semenjak dulu. Makanya dia melakukannya setengah-setengah. Hanya saja dia tidak boleh menyerah sebelum bertanding dalam tantangan ini. "Tapi anda sudah dikalahkan tuan Henley loh! Dan menurutku olahraga ini bisa anda lakukan untuk menarik rekan bisnis anda nanti, kebanyakan dari orang-orang kaya ataupun pebisnis suka dengan golf!" cakap Ford. Dia berbicara sesopan dan selembut mungkin menghadapi James dengan amarahnya yang satu paket. Apa yang dia katakan ada benarnya juga. Karena banyak sekali orang kaya yang suka golf, itu bisa menjadi pilihan utama dan berkuda adalah yang kedua. Namun James malah kesal, apa yang dikatakan Ford terdengar seperti menceramahinya. Pria tampan yang keras kepala da
"Apa benar ibu dan ayah akan pergi ke Argentina?" tanya Henley sedikit terkejut. Seperti biasa Dylan dan Vanda tidak pernah memberitahunya jauh-jauh hari kalau mereka akan melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri. "Ya betul, besok hari!" jawab Vanda singkat. "Apa? Besok?! Ckckck!" protes Henley seraya berdecak kecewa. "Pasti Legina yang memberitahumu? Iya kan?" tanya Vanda. Henley menekuk bibirnya seraya menaikkan sebelah alisnya. "Jangan cemberut begitu!" Vanda mencubit gemas pipi Henley lalu menggamit bahu anak bungsunya itu. Sedang Henley masih memasang wajah cemberutnya. "Maafkan kami sayang, urusan pekerjaan di sini sudah selesai, launching produk baru sudah dilakukan, daripada kakakmu yang amatir itu mengurus bisnis dengan perusahaan di Argentina, lebih baik ayah dan ibu saja yang melakukannya," papar Vanda yang berujung meremehkan kemampuan James dan dia juga sulit percaya padanya. Henley melepaskan tangan Vanda yang berada di bahunya dan agak beringsut menjauhi Vanda.
Ketika James memilih meninggalkan makan malam bersama keluarganya karena keributan yang dibuat Henley. Pria itu berjalan sendirian menuju balkon lantai 3, dimana posisinya dekat dengan lorong menuju tempat gym dan meditasi. Tempat itu dulunya sering dipakai Juan untuk menyendiri dan bermeditasi. James menoleh ke dalam ruangan yang dikelilingi tembok transparan itu meskipun hanya sebagian. Dia tersenyum tipis dengan tatapan nyalang, di sana tersimpan bayangan Juan yang tak bisa James lupakan.Kemudian lanjut menelusuri balkon, dia duduk di salah satu kursi bersebelahan dengan meja bundar. Merogoh sebungkus rokok yang ada di saku celananya. Menarik satu batang rokok, menyimpan bungkusnya di meja, lalu meletakkan sebatang rokok itu di antara dua bibirnya.Serta merta dia menyalakan korek api membakar rokok, setelah dia sesap mengeluarkan asap yang membumbung tinggi ke udara.James mencoba menenangkan dirinya setelah mendengar keluhan Henley beserta respon yang bocah itu dapatkan dari D
Sudah beberapa jam berlalu, James terbaring di atas tempat tidurnya dengan posisi terlentang menatap langit-langit kamar nya. Menjadikan kedua lengan kekar itu sebagai bantalan kepala. James menatap gusar, pertaruhan membuatnya tidak tenang karena itu berkaitan dengan nasib Daisha. Senekat itu Henley menguji kesabaran James."Apa yang melatar belakangi keinginannya itu?" gumamnya tidak tenang."Cih! Dasar bedebah kecil!" dengus James geram seraya menggemeretakan giginya."Bocah itu sengaja ingin membuat aku cemburu? Atau jangan-jangan dia juga suka pada Daisha? Bisa-bisanya dia mencari kesempatan dalam kesempitan!" geram James tak kuasa menahan kesalnya, dia mencakar-cakar bantal guling nya. Kemudian menendangnya hingga ujung ranjang.Dia pun terduduk karena mau posisi senyaman apapun tidak menghilangkan kekesalannya."Seharusnya aku tidak menyetujuinya tadi! Akhhhh!" James mengacak rambutnya gusar. Kini penyesalan tinggalah penyesalan. Memang mulut dan hati tidak pernah sinkron ya Ja
"Nona Daisha menjadi bahan taruhan anda?" Ford beranjak dari duduknya. Responnya sangat terkejut, dia tidak habis pikir tuannya tega menjadikan Daisha sebagai bahan taruhan."Tidakkah kau mencerna kata-kataku dengan baik? Henley sendiri yang bilang padaku! Jika dia menang, Daisha akan menjadi teman kencannya, bocah itu mengatakannya setelah aku memberitahu apa yang kumau, barulah dia mengatakan keinginannya, memang dasar bocah licik!" tukas James sewot. Maka dari itu dia bertekad memenangkan pertarungan dari Henley. "Oh jadi begitu," Ford mengangguk paham. Dia sudah salah paham pada James berpikir bahwa James yang tega melakukannya."Apa sih yang kau pikirkan Ford? Tentu saja tuan James tidak akan rela nona Daisha jadi bahan taruhannya, apalagi menang atau kalah belum dapat dipastikan, setelah aku paham soal percintaan bagi pria tidaklah semudah itu untuk melepaskan wanita yang dia cinta bersama dengan orang lain," batin Ford merutuki dirinya sendiri."Yah ini sangat rumit! Aku berha
Setelah pertarungan antara dua pewaris Connor itu, Ford membawa James ke kamarnya, menjauhkannya dari Henley. Dia khawatir akan terjadi perkelahian di luar rencana. Ketika itu dia risau dengan keadaan tuannya yang terluka dan tidak berhenti meradang. "Sial! Bisa-bisanya aku dikalahkan bocah itu lagi!" James menggebrak meja dengan geram. Dia tidak terima dengan kekalahannya yang sudah dia dapatkan dua kali. Sedang Ford gelisah menggigit bibir bawahnya, tatapannya tidak lepas dari benda kotak yang ada di tangan kanannya itu. Dia sedang menunggu balasan pesan dari seorang dokter pria kenalannya yang bernama Dr.Orlen. "Pasti bocah itu sedang menemui Daisha, semoga dia menolak tawaran Henley, " ucap James kesal. Ford menoleh ke arah James. Dia juga berpikir hal yang sama, tapi apakah Henley melakukannya karena benar-benar menyukainya? Atau hanya sekedar mempermainkannya saja? Ford tentu saja khawatir dengan anggapan Daisha terhadap James. Dia bisa saja salah paham dan menganggap semu
Daisha sayup-sayup membuka matanya bersama kesadaran yang segera terkumpul. Mencoba mengingat kembali mengapa dirinya berada di kamar yang nampak asing tapi dia terlalu lelah untuk berpikir keras. Kemudian melihat ke arah jam dinding yang ada di depannya, jam menunjukkan pukul 6 pagi. Dia segera beranjak dari kasur memunguti bajunya yang berserakan di lantai untuk menutupi tubuhnya yang polos.Tiba-tiba saja dia terlonjak tatkala tangan kekar memeluknya dari belakang. Dia menoleh ke belakang punggungnya, Daisha baru ingat kalau dia habis bermain ranjang dengan pria ini. James menyunggingkan senyumnya masih dengan mata yang terpejam. Tentu saja itu akal-akalan James hanya untuk mengerjainya.Daisha ingin kabur dan mencoba terlepas, namun James semakin menariknya ke dalam pelukannya."James! Lepaskan aku!" Daisha memohon tapi tubuhnya tak bertindak sama sekali. Dia hanya sedang menyembunyikan rasa malunya setelah melakukan pergumulan panas dengan James. Yang dilakukan James padanya sema
"Sekarang kamu akan tinggal di sini!" ujar James. Seorang bawahannya membawa satu tas besar berisi baju-baju Daisha ke dalam kamar yang akan digunakannya untuk tidur. Setelah keluar dari rumah sakit dan melakukan pembayaran administrasi. James segera membawa Daisha ke apartemen miliknya dekat Constone Mansion dan menyuruh anak buahnya pergi ke panti asuhan mengambil baju-baju Daisha. Kamar apartemennya bersebelahan dengan kamar Ford. Daisha akan mendapatkan pengamanan 24 jam/7 oleh anak buah James. Dan bekerjasama dengan para petugas apartemen yang semuanya di bawah suruhannya, di sana mereka sama-sama mengawasi. James rasa melindungi Daisha di jarak dekat lebih efektif ketimbang membiarkan Daisha pergi sejauh-jauhnya. Belum tentu, Vanda ataupun orang jahat lainnya takkan mengusik Daisha. "Ini semua kelihatan sangat nyaman, terimakasih karena sudah memberiku tempat tinggal, aku sangat suka," ucap Daisha melihat-lihat seisi apartemen dengan pandangan berbinar. Kemudian dia berjala
Tengah malam, Ford dan Henley berjaga di ruang tunggu. Sementara itu James di dalam menemani Daisha. Setelah menunggu berjam-jam, James akhirnya tertidur dengan kepala bersandar di sisi ranjang setelah menenangkan Daisha hingga tertidur pulas. Tangannya di atas sambil menggenggam tangan Daisha. Gadis itu dibiarkan istirahat setelah menangis seharian. Atas kejadian tersebut Daisha mengalami trauma yang cukup berat. Sejurus Daisha pun membuka mata. Dia gelagapan langsung mencari-cari keberadaan James. Ketika menoleh ke samping mendapati James sedang tertidur sambil memegang tangannya. Dia meneteskan air mata karena sedih sekaligus bahagia. "Ternyata kau ada di sini! Terimakasih James! Kau telah menyelamatkanku! Maafkan aku karena aku sempat berpikir tak ingin berhubungan lagi denganmu, kupikir dunia kita sangatlah jauh berbeda, kita tidak bisa bersatu!" gumam Daisha. Jari-jarinya mengusap lembut jari-jari besar yang menggenggamnya itu. Hingga membuat James terbangun. "Kau sudah bangu
Wanita tua itu yang mengaku sebagai Dahlia di depan para warga diseret masuk menuju mobil. Ford dan para bawahannya akan membawanya ke kantor polisi memberikan hukuman yang setimpal untuknya. Sedangkan James membawa Daisha ke rumah sakit menggunakan mobil yang lain."Sayang tenang ya, sebentar lagi kita akan sampai di rumah sakit," ujar James tidak tenang. Sendirinya tidak tenang tapi berusaha menenangkan Daisha. Dia tak tega melihat Daisha terus meringis kesakitan terbaring di kursi penumpang. James akan membawanya ke rumah sakit selain rumah sakit milik ayah dan ibunya. Dia tidak mau kejadian buruk menimpa Daisha lagi yang disebabkan oleh orang-orang suruhan Vanda.Setelah sampai di rumah sakit, James membuka pintu mobil dan membopong Daisha ke dalam. James berteriak-teriak, meminta dokter dan perawat bergegas membantunya."Kalian tidak lihat dia terluka!" bentak James kepada petugas yang datang. Mereka segera membantu James yang marah-marah. Meletakkan Daisha ke atas ranjang pasien
Daisha tersadar dengan tangan terikat di kursi. Matanya ditutup kencang dengan keadaan terpejam. Kakinya juga tak bisa bergerak karena terikat. Mulutnya disumpal kain hingga hanya erangan yang dia teriakan."Siapa kau? Lepaskan aku!" teriak Daisha dengan pelafalan tak jelas. "Diam kau! Jangan terus bergerak! Atau aku akan membunuhmu secepat mungkin!" bentak ibunya. Bukan, dia hanyalah wanita tua suruhan Vanda untuk membunuh Daisha."Demi uang aku harus membunuhmu, kalau tidak membunuhmu anakku yang akan mati," ucapnya dengan suara parau dan tangan gemetar.Daisha terperangah mendengar ucapan mengerikan itu. Terlebih dia mengenali suaranya. Daisha pun menangis ketakutan."Ternyata dia orang jahat, dia hanya mengaku-ngaku sebagai ibu kandungku! Bagaimana caranya aku bisa melarikan diri dari sini? Siapapun di luar, tolong selamatkan aku!" batin Daisha, dia mengguncangkan tubuhnya berusaha lepas.Sementara wanita tua tersebut mondar-mandir gelisah, sebenarnya dia sendiri tak punya tekad
"Kau kenapa kak?" tanya Henley yang baru saja datang. Bingung melihat kakaknya mondar-mandir di balkon tidak jelas. Apalagi dilihat-lihat eskpresinya serius begitu. Membuat Henley bertanya-tanya saja. Namun James tak menggubrisnya, sibuk sendiri dengan pikirannya.Dibuat penasaran, Henley lebih mendekat kepada James, berjalan di belakangnya meniru tingkah James. Sama-sama mondar-mandir. James menggaruk kepala, Henley juga ikut menggaruk kepala. Yang satunya overthinking yang satunya lagi kebingungan.Putaran yang ke-20 kali Henley sudah agak jengah dan lelah. Henley merutuki dirinya sendiri karena telah meniru tingkah aneh James. Dia merasa bodoh. Henley gemas sendiri melihat James belum berhenti mondar-mandir. Agar kebingungan ini selesai dia bertanya lagi."Sedang memikirkan apa sih kak sampai mondar-mandir terus dari tadi?" "Hei kak! Jawab aku kenapa?!" timpal Henley lagi yang makin jengah karena tak digubris. Tiba-tiba James menghentikan langkahnya, lalu berpaling tegas menghadap
"Lakukan dengan baik! Jangan sampai rencana kita gagal! Kalau kau gagal melakukannya, maka tidak akan tidak ada uang sepeserpun untukmu bahkan keluargamu tidak akan selamat!" ancam Vanda dengan ketegasan. Entah siapa orang yang tengah dia ancam dari seberang telpon.Ancamannya itu mampu membuat lawan bicaranya ketakutan. Dia menjawab dengan nada bergetar. "Saya janji akan melakukannya dengan baik nyonya! Saya butuh waktu setidaknya 5 hari.""Oke 5 hari! Tidak lebih! Aku ingin kau membereskannya dengan baik, nanti akan kukirim beberapa bawahanku setelah kau berhasil membunuhnya untuk menghapus bukti-bukti perbuatanmu!" timpal Vanda yang langsung mematikan sambungan telponnya sebelum lawan bicaranya membalas lagi. Seolah dia tak mau mendengar alasan atau penjelasan apapun lagi dari orang itu. Dia hanya mau menerima hasil dari apa yang sudah dia perintahkan.Legina asistennya berdiri di dekatnya sejak tadi, dia baru menyerahkan tumpukan laporan yang harus diperiksa setelah Vanda menyeles
Wanita asing itu tak berbicara apapun lagi. Dia hanya duduk mengamati Daisha yang tengah sibuk mengangkut plastik-plastik besar berisi kue dari tangan bapak yang membantunya lalu membawanya masuk ke dalam ruang tamu. Setelah plastik yang terakhir, Daisha mengambil dua lembar uang 10 ribuan dari dompet lalu memberikannya pada bapak itu. Si bapak mengangguk berterima kasih sambil tersenyum lalu pergi membawa motornya mencari pelanggan baru. Sebelum Daisha pergi membawa kue-kue itu untuk disiapkan di atas piring. Dia menawari wanita tua tersebut masuk ke dalam panti. Mungkin saja dia bisa berbicara dengan Emma untuk membantu mencari anaknya. Tapi wanita itu menolak masuk. Dia bilang hanya ingin duduk sebentar di teras itu. Katanya hanya sekedar melepas lelah setelah berjam-jam melakukan perjalanan menuju ke sini. Kalau begitu, Daisha tidak bisa memaksanya. Dia meminta waktu sebentar agar wanita itu menunggu di sana dan dia akan segera kembali dengan cepat. Berlarilah Daisha menuju dapu
"Sebenarnya aku malas harus memohon padamu hanya untuk membiarkan Henley tinggal lama di sini, tapi sepertinya dia sedikit membatin jika kau memaksanya terus," ucap James berterus terang. Entah karena dorongan apa, dia sampai rela membantu Henley. Vanda yang tadi berpura-pura tak mendengar ucapannya, kini urat di wajahnya menegang. Tak hanya itu, dia sampai berdiri menghadapi James yang tubuhnya tinggi jenjang itu. "Jangan ikut campur! Aku melepaskannya ke Canada segera karena lingkungan pergaulan yang lebih baik untuknya ada di sana! Di sini dia seenaknya pergi berkencan dengan pelayan, dia juga bermain dengan orang-orang kelas bawah, meskipun mereka teman lama Henley tapi mereka sudah tidak selevel dengan kita!" kelakar Vanda. James berdecih kesal, pandangannya melengos. Dia melipat kedua lengannya ke depan dadanya yang bidang itu. "Itulah mengapa aku benci memiliki ibu sepertimu! Selain tak memiliki belas kasih kau juga angkuh! Jangan bilang kau hilang ingatan kalau kita dulu j