"Nona Daisha menjadi bahan taruhan anda?" Ford beranjak dari duduknya. Responnya sangat terkejut, dia tidak habis pikir tuannya tega menjadikan Daisha sebagai bahan taruhan."Tidakkah kau mencerna kata-kataku dengan baik? Henley sendiri yang bilang padaku! Jika dia menang, Daisha akan menjadi teman kencannya, bocah itu mengatakannya setelah aku memberitahu apa yang kumau, barulah dia mengatakan keinginannya, memang dasar bocah licik!" tukas James sewot. Maka dari itu dia bertekad memenangkan pertarungan dari Henley. "Oh jadi begitu," Ford mengangguk paham. Dia sudah salah paham pada James berpikir bahwa James yang tega melakukannya."Apa sih yang kau pikirkan Ford? Tentu saja tuan James tidak akan rela nona Daisha jadi bahan taruhannya, apalagi menang atau kalah belum dapat dipastikan, setelah aku paham soal percintaan bagi pria tidaklah semudah itu untuk melepaskan wanita yang dia cinta bersama dengan orang lain," batin Ford merutuki dirinya sendiri."Yah ini sangat rumit! Aku berha
Setelah pertarungan antara dua pewaris Connor itu, Ford membawa James ke kamarnya, menjauhkannya dari Henley. Dia khawatir akan terjadi perkelahian di luar rencana. Ketika itu dia risau dengan keadaan tuannya yang terluka dan tidak berhenti meradang. "Sial! Bisa-bisanya aku dikalahkan bocah itu lagi!" James menggebrak meja dengan geram. Dia tidak terima dengan kekalahannya yang sudah dia dapatkan dua kali. Sedang Ford gelisah menggigit bibir bawahnya, tatapannya tidak lepas dari benda kotak yang ada di tangan kanannya itu. Dia sedang menunggu balasan pesan dari seorang dokter pria kenalannya yang bernama Dr.Orlen. "Pasti bocah itu sedang menemui Daisha, semoga dia menolak tawaran Henley, " ucap James kesal. Ford menoleh ke arah James. Dia juga berpikir hal yang sama, tapi apakah Henley melakukannya karena benar-benar menyukainya? Atau hanya sekedar mempermainkannya saja? Ford tentu saja khawatir dengan anggapan Daisha terhadap James. Dia bisa saja salah paham dan menganggap semu
"Ini lihatlah senior! Foto-foto ini aku ambil beberapa hari yang lalu dan ini yang kemarin, tuan James dan tuan Henley benar-benar berkelahi karena Daisha, dia membuat mereka memperebutkannya, bukannya itu tindakan yang tidak bisa dimaafkan?" Siska memperlihatkan bukti yang didapatkannya kepada Merry.Merry menggeser-geser foto itu mengamati satu persatu fotonya. Lalu menonton video pertarungan antara James dan Henley di arena tinju kemarin sore."Kamu mengambil gambar mereka dari hari ke hari? Menguntit mereka dari belakang?" tanya Merry.Siska panik kemudian berdalih, "Bukan! Aku tidak menguntit mereka! Aku sedang berjalan lalu tidak sengaja melihatnya, kemudian memotret mereka karena merasa ada yang tidak beres, hubungan mereka terlalu dekat dan Daisha jadi kurang sopan pada tuan Henley maupun tuan James," ucap Siska."Oh jadi begitu," ucap Merry seraya mengangguk."Dia tidak bekerja dengan benar, dia hanyalah seorang pelayan tapi merangkap menjadi penggoda tuannya sekaligus! Lebih
Flashback OnMalam itu Daisha mendatangi kamar James seperti biasa. Melakukan pekerjaannya sebagai pelayan khusus untuk James. Akan tetapi tatkala dirinya hendak masuk. Ford menahannya di ambang pintu. Mengatakan bahwa hari ini James tidak ingin dilayani olehnya sementara Ford yang melayaninya.Sebenarnya Daisha bingung, tidak seperti biasanya James menolak dilayani. Hari-hari bukannya James selalu suka dilayani lalu bonus mengerjainya. Dan lagi Ford berlagak aneh seolah sedang menutupi sesuatu hal darinya. Akan tetapi Daisha kembali ke kamarnya dan tidak mau berpikir macam-macam.Tapi Daisha berdiri menunggu tak jauh dari lantai 3. Seling beberapa menit, dia melihat Ford turun keluar sampai dia mengendap-endap mengikuti Ford akan pergi kemana. Ternyata dia kembali dengan membawa seorang Dokter. Mereka berdua memasuki kamar James. Daisha menguping dari celah pintu, ternyata James terluka.Disitu Daisha penasaran dengan apa yang telah terjadi. Akan tetapi ada baiknya dia tidak mengurus
Segala bujukan dilakukan James agar Daisha tetap di kamarnya. Kini Daisha menyerah dengan segala tipu muslihat pria tampan yang dulunya dia anggap kejam kini sudah dianggap jinak."Periksa mataku apakah makin parah atau tidak?" James bersiasat sembari membawa telapak tangan Daisha menyentuh matanya."Oke baik, padahal aku bukan Dokter, tapi anda malah memintaku untuk memeriksanya," decitnya. Daisha mendekatkan dirinya pada James. Menyentuh pelupuk mata pria yang dulu sangat dia benci karena sikapnya."Mungkin saja mataku bisa cepat sembuh jika kamu menyentuhnya, apalagi kalau dikecup," ucap James modus, dia cuma berdalih mau menggoda gadis itu."Hmmm! Tapi kelihatannya tidak apa-apa kok," ucap Daisha sembari memeriksa mata James."Sebelah sini, aku merasakan sakitnya sebelah sini, di sini juga." James terus menerus menodongkan wajahnya minta disentuh."Untuk sementara waktu begini juga tidak masalah, aku tidak bosan memandanginya lama-lama, dia sangat cantik!" puji James dalam batinny
"Kenapa kau selalu bersikap baik pada orang lain? Kalau padaku? Kamu pasti akan memasang wajah sinis! Ketakutan! Ataupun mengabaikan aku!" ucap James yang tidak terima dengan perlakuan Daisha padanya. Mengatakannya dengan mulut penuh mengunyah makanan. "Anda kan memang menyebalkan!" jawab Daisha jujur sesuai fakta lapangan. "Tapi itu kan dulu! Memang sekarang aku masih menyebalkan buatmu?" protes James. "Masih!" jawaban yang singkat padat dan jelas. James langsung menegakkan tubuhnya, menatap lurus Daisha menampilkan tatapan tajam. "Berkacalah!" tukas Daisha. James memberengut, dia merasa terluka. "Ya sudah, aku akan jadi orang yang kejam saja buatmu!" Daisha tersenyum tipis sambil mengusap bibir James. "Ada makanan di bibir anda," seloroh Daisha. James terbungkam, justru tindakan Daisha tadi membuat James salah tingkah. Pria itu tiba-tiba membeku seperti patung. "Barusan kau mengusap bibirku?" James tidak percaya. "Tuan habiskan makananmu! Sebentar lagi makananku habis!" u
Brak!Daisha keluar dari kamar mandi membuka pintunya kasar. Napasnya terengah-engah tidak bisa dikendalikan. Dia baru saja membantu James menuntaskan keinginan pria itu. Mengakibatkan mentalnya tertekan dan hatinya terganggu.Dia buru-buru duduk di sofa, termenung memikirkan apa yang dia lakukan barusan."Huuuuu tanganku! Memegang yang seharusnya tidak aku pegang," Daisha merengek dengan sedikit perasaan menyesal. Dia membuka kedua telapak tangannya lebar-lebar ke depan wajah."Tidak mengira hidupku akan seperti ini? Bertemu dengan James dan melakukan hal tidak senonoh seperti tadi," gumamnya. Tatapan matanya beralih ke arah pintu kamar mandi. Hawa hangat yang dia rasakan di dalam, keluar dari pintu kamar mandi. Aromanya juga asap dari air hangat itu. Dia juga melihat James masih terkapar di sana.Bayangan wajah James masih membekas kuat diingatannya. Bagaimana mimik tersipu itu, kulit wajah yang merona, napas yang terengah-engah dan sedikit ekspresi sensual James saat merasakan kli
"Nona Daisha! Bisa ikut saya?" pinta Ford yang tiba-tiba muncul memecah obrolan antara Henley dan Daisha."Hey Ford! Sepertinya kau masih marah karena tuanmu kalah olehku," celetuk Henley sambil memperhatikan mimik wajah Ford.Ford tersenyum sambil menunduk segan. Sekalinya melirik Ford bisa tahu apa yang Henley maksud."Maaf tuan Henley! Aku lupa menyapamu! Anda ingin disapa bukan?" "Ah ya ampun! Ternyata kau bisa membaca isi pikiranku ya?" sahut Henley seraya tersenyum jenaka. Si bungsu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Tuan Henley saya ada urusan dengan nona Daisha!""Silahkan saja! Asal jangan bawa kabur Daisha saat aku akan mengajaknya kencan sore nanti," seloroh Henley memperingati dengan nada bercanda."Ahahaha!" Ford tertawa kencang dengan kepura-puraan. Memang itu yang mau dilakukannya, membawa Daisha untuk bersembunyi agar tidak berkencan dengan Henley."Baiklah! Nona Daisha ayok!" ajak Ford ingin bergegas.Daisha menurut saja, mengikuti kemana Ford berjalan. "Nona!
Daisha sayup-sayup membuka matanya bersama kesadaran yang segera terkumpul. Mencoba mengingat kembali mengapa dirinya berada di kamar yang nampak asing tapi dia terlalu lelah untuk berpikir keras. Kemudian melihat ke arah jam dinding yang ada di depannya, jam menunjukkan pukul 6 pagi. Dia segera beranjak dari kasur memunguti bajunya yang berserakan di lantai untuk menutupi tubuhnya yang polos.Tiba-tiba saja dia terlonjak tatkala tangan kekar memeluknya dari belakang. Dia menoleh ke belakang punggungnya, Daisha baru ingat kalau dia habis bermain ranjang dengan pria ini. James menyunggingkan senyumnya masih dengan mata yang terpejam. Tentu saja itu akal-akalan James hanya untuk mengerjainya.Daisha ingin kabur dan mencoba terlepas, namun James semakin menariknya ke dalam pelukannya."James! Lepaskan aku!" Daisha memohon tapi tubuhnya tak bertindak sama sekali. Dia hanya sedang menyembunyikan rasa malunya setelah melakukan pergumulan panas dengan James. Yang dilakukan James padanya sema
"Sekarang kamu akan tinggal di sini!" ujar James. Seorang bawahannya membawa satu tas besar berisi baju-baju Daisha ke dalam kamar yang akan digunakannya untuk tidur. Setelah keluar dari rumah sakit dan melakukan pembayaran administrasi. James segera membawa Daisha ke apartemen miliknya dekat Constone Mansion dan menyuruh anak buahnya pergi ke panti asuhan mengambil baju-baju Daisha. Kamar apartemennya bersebelahan dengan kamar Ford. Daisha akan mendapatkan pengamanan 24 jam/7 oleh anak buah James. Dan bekerjasama dengan para petugas apartemen yang semuanya di bawah suruhannya, di sana mereka sama-sama mengawasi. James rasa melindungi Daisha di jarak dekat lebih efektif ketimbang membiarkan Daisha pergi sejauh-jauhnya. Belum tentu, Vanda ataupun orang jahat lainnya takkan mengusik Daisha. "Ini semua kelihatan sangat nyaman, terimakasih karena sudah memberiku tempat tinggal, aku sangat suka," ucap Daisha melihat-lihat seisi apartemen dengan pandangan berbinar. Kemudian dia berjala
Tengah malam, Ford dan Henley berjaga di ruang tunggu. Sementara itu James di dalam menemani Daisha. Setelah menunggu berjam-jam, James akhirnya tertidur dengan kepala bersandar di sisi ranjang setelah menenangkan Daisha hingga tertidur pulas. Tangannya di atas sambil menggenggam tangan Daisha. Gadis itu dibiarkan istirahat setelah menangis seharian. Atas kejadian tersebut Daisha mengalami trauma yang cukup berat. Sejurus Daisha pun membuka mata. Dia gelagapan langsung mencari-cari keberadaan James. Ketika menoleh ke samping mendapati James sedang tertidur sambil memegang tangannya. Dia meneteskan air mata karena sedih sekaligus bahagia. "Ternyata kau ada di sini! Terimakasih James! Kau telah menyelamatkanku! Maafkan aku karena aku sempat berpikir tak ingin berhubungan lagi denganmu, kupikir dunia kita sangatlah jauh berbeda, kita tidak bisa bersatu!" gumam Daisha. Jari-jarinya mengusap lembut jari-jari besar yang menggenggamnya itu. Hingga membuat James terbangun. "Kau sudah bangu
Wanita tua itu yang mengaku sebagai Dahlia di depan para warga diseret masuk menuju mobil. Ford dan para bawahannya akan membawanya ke kantor polisi memberikan hukuman yang setimpal untuknya. Sedangkan James membawa Daisha ke rumah sakit menggunakan mobil yang lain."Sayang tenang ya, sebentar lagi kita akan sampai di rumah sakit," ujar James tidak tenang. Sendirinya tidak tenang tapi berusaha menenangkan Daisha. Dia tak tega melihat Daisha terus meringis kesakitan terbaring di kursi penumpang. James akan membawanya ke rumah sakit selain rumah sakit milik ayah dan ibunya. Dia tidak mau kejadian buruk menimpa Daisha lagi yang disebabkan oleh orang-orang suruhan Vanda.Setelah sampai di rumah sakit, James membuka pintu mobil dan membopong Daisha ke dalam. James berteriak-teriak, meminta dokter dan perawat bergegas membantunya."Kalian tidak lihat dia terluka!" bentak James kepada petugas yang datang. Mereka segera membantu James yang marah-marah. Meletakkan Daisha ke atas ranjang pasien
Daisha tersadar dengan tangan terikat di kursi. Matanya ditutup kencang dengan keadaan terpejam. Kakinya juga tak bisa bergerak karena terikat. Mulutnya disumpal kain hingga hanya erangan yang dia teriakan."Siapa kau? Lepaskan aku!" teriak Daisha dengan pelafalan tak jelas. "Diam kau! Jangan terus bergerak! Atau aku akan membunuhmu secepat mungkin!" bentak ibunya. Bukan, dia hanyalah wanita tua suruhan Vanda untuk membunuh Daisha."Demi uang aku harus membunuhmu, kalau tidak membunuhmu anakku yang akan mati," ucapnya dengan suara parau dan tangan gemetar.Daisha terperangah mendengar ucapan mengerikan itu. Terlebih dia mengenali suaranya. Daisha pun menangis ketakutan."Ternyata dia orang jahat, dia hanya mengaku-ngaku sebagai ibu kandungku! Bagaimana caranya aku bisa melarikan diri dari sini? Siapapun di luar, tolong selamatkan aku!" batin Daisha, dia mengguncangkan tubuhnya berusaha lepas.Sementara wanita tua tersebut mondar-mandir gelisah, sebenarnya dia sendiri tak punya tekad
"Kau kenapa kak?" tanya Henley yang baru saja datang. Bingung melihat kakaknya mondar-mandir di balkon tidak jelas. Apalagi dilihat-lihat eskpresinya serius begitu. Membuat Henley bertanya-tanya saja. Namun James tak menggubrisnya, sibuk sendiri dengan pikirannya.Dibuat penasaran, Henley lebih mendekat kepada James, berjalan di belakangnya meniru tingkah James. Sama-sama mondar-mandir. James menggaruk kepala, Henley juga ikut menggaruk kepala. Yang satunya overthinking yang satunya lagi kebingungan.Putaran yang ke-20 kali Henley sudah agak jengah dan lelah. Henley merutuki dirinya sendiri karena telah meniru tingkah aneh James. Dia merasa bodoh. Henley gemas sendiri melihat James belum berhenti mondar-mandir. Agar kebingungan ini selesai dia bertanya lagi."Sedang memikirkan apa sih kak sampai mondar-mandir terus dari tadi?" "Hei kak! Jawab aku kenapa?!" timpal Henley lagi yang makin jengah karena tak digubris. Tiba-tiba James menghentikan langkahnya, lalu berpaling tegas menghadap
"Lakukan dengan baik! Jangan sampai rencana kita gagal! Kalau kau gagal melakukannya, maka tidak akan tidak ada uang sepeserpun untukmu bahkan keluargamu tidak akan selamat!" ancam Vanda dengan ketegasan. Entah siapa orang yang tengah dia ancam dari seberang telpon.Ancamannya itu mampu membuat lawan bicaranya ketakutan. Dia menjawab dengan nada bergetar. "Saya janji akan melakukannya dengan baik nyonya! Saya butuh waktu setidaknya 5 hari.""Oke 5 hari! Tidak lebih! Aku ingin kau membereskannya dengan baik, nanti akan kukirim beberapa bawahanku setelah kau berhasil membunuhnya untuk menghapus bukti-bukti perbuatanmu!" timpal Vanda yang langsung mematikan sambungan telponnya sebelum lawan bicaranya membalas lagi. Seolah dia tak mau mendengar alasan atau penjelasan apapun lagi dari orang itu. Dia hanya mau menerima hasil dari apa yang sudah dia perintahkan.Legina asistennya berdiri di dekatnya sejak tadi, dia baru menyerahkan tumpukan laporan yang harus diperiksa setelah Vanda menyeles
Wanita asing itu tak berbicara apapun lagi. Dia hanya duduk mengamati Daisha yang tengah sibuk mengangkut plastik-plastik besar berisi kue dari tangan bapak yang membantunya lalu membawanya masuk ke dalam ruang tamu. Setelah plastik yang terakhir, Daisha mengambil dua lembar uang 10 ribuan dari dompet lalu memberikannya pada bapak itu. Si bapak mengangguk berterima kasih sambil tersenyum lalu pergi membawa motornya mencari pelanggan baru. Sebelum Daisha pergi membawa kue-kue itu untuk disiapkan di atas piring. Dia menawari wanita tua tersebut masuk ke dalam panti. Mungkin saja dia bisa berbicara dengan Emma untuk membantu mencari anaknya. Tapi wanita itu menolak masuk. Dia bilang hanya ingin duduk sebentar di teras itu. Katanya hanya sekedar melepas lelah setelah berjam-jam melakukan perjalanan menuju ke sini. Kalau begitu, Daisha tidak bisa memaksanya. Dia meminta waktu sebentar agar wanita itu menunggu di sana dan dia akan segera kembali dengan cepat. Berlarilah Daisha menuju dapu
"Sebenarnya aku malas harus memohon padamu hanya untuk membiarkan Henley tinggal lama di sini, tapi sepertinya dia sedikit membatin jika kau memaksanya terus," ucap James berterus terang. Entah karena dorongan apa, dia sampai rela membantu Henley. Vanda yang tadi berpura-pura tak mendengar ucapannya, kini urat di wajahnya menegang. Tak hanya itu, dia sampai berdiri menghadapi James yang tubuhnya tinggi jenjang itu. "Jangan ikut campur! Aku melepaskannya ke Canada segera karena lingkungan pergaulan yang lebih baik untuknya ada di sana! Di sini dia seenaknya pergi berkencan dengan pelayan, dia juga bermain dengan orang-orang kelas bawah, meskipun mereka teman lama Henley tapi mereka sudah tidak selevel dengan kita!" kelakar Vanda. James berdecih kesal, pandangannya melengos. Dia melipat kedua lengannya ke depan dadanya yang bidang itu. "Itulah mengapa aku benci memiliki ibu sepertimu! Selain tak memiliki belas kasih kau juga angkuh! Jangan bilang kau hilang ingatan kalau kita dulu j