Waktu menunjukkan pukul 15.45, Henley sudah berdandan rapih dengan setelan pakaian casualnya. Kaos putih lengan pendek dengan outer kemeja hijau sage dan bawahan celana chino warna moka kemudian sepatu sneakers warna putih melengkapi tampilan Henley sore ini. Dia membiarkan rambut hitamnya yang sehat itu ditata menjadi belah tengah. Dia tak perlu Pomade karena rambutnya halus dan mudah diatur. Henley keluar dari kamar setelah berkaca tadi. Namun di depan pintu Merry tengah berdiri menunggunya. "Eh Merry! Ada apa?" tanya Henley. "Uhmm! Tuan Henley, selamat sore! Ngomong-ngomong pakaian anda begitu rapih? Mau pergi kemana?" tanya Merry basa-basi. "Aku mau pergi berkencan," jawab Henley jujur apa adanya. "Berkencan?" Merry pura-pura terkejut. "Ya! Dengan salah satu bawahanmu!" Merry diam terheran-heran sebab Henry begitu jujur menjawab pertanyaannya. "Kau tidak terkejut? Jangan-jangan kak James sudah memberitahumu ya?" tanya Henley sedikit mencecarnya dengan raut jenaka. "Mana
"Sudah kuduga akan berakhir seperti ini," gumam Henley menyesal sambil berkacak pinggang dengan kepala yang sedikit frustasi. Mereka berdua akhirnya berbicara empat mata di balkon setelah Daisha marah dan pergi meninggalkan mereka. Dua pria dengan perasaan yang sama itu akhirnya berunding setelah sama-sama ditolak. "Daisha marah dan sepertinya dia tidak mau berbicara dengan kita lagi! Ternyata mulutnya kejam juga kalau marah seperti itu!" ucap Henley seraya mengingat kata-kata Daisha yang kejam dan mengatakan mereka bodoh. "Seharusnya kau tidak mencari gara-gara dengan merebutnya dariku!" tandas James mencebik sambil kesal. Pria itu duduk dengan tegang. "Ternyata kau sesuka itu kak?" "Tentu saja!" jawab James tegas. Dia tidak bisa menyembunyikan perasaannya lagi pada Daisha. "Padahal kau sudah berjanji membolehkan aku mengencaninya, itu kan termasuk perjanjian taruhan juga kan? Aku cukup tahu diri makanya aku hanya ingin mengencaninya sehari saja, kalau begitu kau tidak bisa di
Waktu cuti James sudah berakhir. Dia harus pergi bekerja untuk melonjakkan penjualan produk terbaru sesuai target.Akan tetapi disela kesibukan dia masih memikirkan cara untuk meminta maaf pada Daisha. Sampai dia menyuruh Ford untuk menyiapkan kejutan yang pada umumnya wanita akan menyukainya.Dia tidak perlu saran dari Ford, ini triknya sendiri untuk meluluhkan hati gadis yang dia sukai yang dia tahu sekeras batu itu.Meskipun dia memikirkan rencana itu, dia tetap profesional sebagai direktur. Bekerja sangat fokus bahkan lebih berkompeten dari sebelumnya."Lebih cepat lebih baik, meskipun begitu aku akan berusaha lebih giat lagi, setelah ini aku akan datang menemuinya dan meminta maaf, pasti dia akan memaafkanku dan menangis terharu," ucap James dengan percaya diri yang besar.Dia tidak tahu bagaimana Henley di waktu sekarang sedang menggoda Daisha yang sedang membersihkan bunga-bunga yang berguguran di taman. Mengambil kesempatan emas saat James tidak ada di rumah.Si bungsu Connor
"Bagaimana reaksi tuan James jika mengetahui nona Daisha berkencan dengan tuan Henley ya? Pasti dia sangat kecewa," gumam Ford seraya terus berjalan dari loby menuju lantai atas ke ruangan di mana James berada menggunakan lift. Ford masih saja kepikiran soal itu.Kebetulan saat dia baru saja keluar dari lift. Dia berpapasan dengan James yang sedang menunggu lift terbuka. "Eh Ford bagaimana?" tanya James antusias. Dia malah berbalik mengikuti Ford menuju ruangannya."Semuanya sudah beres tuan! Aku sudah memesan meja di Amanuna hotel! Seperti yang anda minta, penuh dengan bunga mawar dan juga lilin yang indah," beber Ford sedikit berbisik.Dia tidak tega mengatakannya sekarang bahwa Daisha tengah berkencan dengan Henley. Mungkin saja itu akan mengacaukan mood James dan bisa berdampak buruk pada pekerjaan."Wah baiklah! Aku sudah tidak sabar untuk nanti malam! Apa kau juga sudah memesan kamarnya?" tanya James lagi.Ford tercengang dengan mata terbelalak, "Apa?! kamar?""Apa aku tidak sa
"Kenapa kau menerima ajakannya hah?!" tanya James dengan emosi yang meluap. Dia menanyakan pertanyaan yang sama pada Daisha tapi gadis itu takut untuk menjawabnya. Dia terus menghindari tatapan James."Tenanglah kak James! Jangan marah begitu! Daisha jadi takut padamu kalau kau marah-marah terus," ujar Henley santai."Diam kau!" tunjuk James sengit pada Henley. Henley balas mencebik.Ford kembali dari kamar James setelah menyimpan tas tuannya, dalam keadaan terburu-buru dia kembali ke halaman hendak melerai keduanya karena mendengar keributan di bawah. Ford hendak mengamankan James, tapi pria itu malah menepis tangannya. Dan meminta Ford untuk tidak ikut campur."Ayo Daisha katakan! Kenapa kau menerima ajakannya? Bukannya kemarin kau menolak dan mau terus bersamaku?" sungut James.Daisha tidak bisa menjawab apa-apa, karena mau mengatakan apapun posisinya akan serba salah di hadapan James. Akan tetapi batinnya terus berucap, "Aku memang menolak sebelumnya, tapi aku tidak bisa menolak
"Ford batalkan semuanya!" perintah James pada Ford dengan satu kali gerakan tangan.Ford mengangguk segan, pria ini paham sekali situasi yang terjadi. Siapapun pasti akan bersuasana hati buruk jika orang yang dicintai pergi dengan orang lain."Baiklah tuan," ucap Ford, kemudian dia mengeluarkan handphone di sakunya memberitahu pihak hotel untuk membatalkan meja yang sudah dipesannya."Beres tuan! Semuanya sudah saya batalkan!" "Terimakasih! Bisa tinggalkan aku sendiri?" pintanya."Anda tidak ingin aku siapkan air hangat untuk mandi?" tawar Ford."Pergilah!" suruh James sungkan."Baik tuan." Ford keluar dari kamar James meninggalkannya seorang diri. Pintu itu telah tertutup, James menyalakan sebatang rokok lalu menghisapnya penuh khidmat. Hatinya teramat kecewa dan sedih."Kenapa aku sesakit ini? Aku tidak bisa menerima dia berduaan dengan pria lain! Padahal aku sendiri tahu, dia tidak mencintaiku, tapi mengapa aku begitu percaya diri menganggap Daisha mencintaiku, kenapa aku mengang
"Kak James! Aku terlalu lelah untuk menarik perhatianmu! Jadi aku memutuskan untuk mendapatkan hati Daisha, dia sedikit lebih mudah untuk aku taklukan, setidaknya dia masih bisa aku paksa untuk bersamaku dan membuat kakak cemburu," ucap Henley bermonolog, bibirnya sedikit menyunggingkan senyum licik. Tidak, Henley tidak akan berlaku jahat. Dia hanya ingin mendapatkan hati Daisha sama seperti James. Tujuannya berubah haluan, yang awalnya ingin menarik perhatian James agar mereka akrab, kini Henley hanya bertekad ingin menjadikan Daisha pacarnya. "Aku tidak akan mengalah soal Daisha kak, kau harus bersaing denganku! Hahahah!" Henley tergelak, berguling ke sana kemari di atas ranjangnya. Dari awal Henley menyukai persaingan ini. Dia menganggap ini adalah permainan yang seru yang membuatnya tertantang. Pria yang tampannya masih fresh seperti buah-buahan yang baru dipetik dari pohonnya itu kini terlonjak dari tempat tidur dalam posisi duduk bersila. Entah dorongan berasal darimana, H
Daisha sedikit khawatir dengan nasibnya. Bahkan di situasi yang lumayan genting baginya ini. Dia terus memikirkan bagaimana sikap James nanti setelah pertengkaran kemarin yang menyangkut dirinya. Bisa dibayangkan bagaimana marah dan bencinya James pada dirinya. Sungguh Daisha dirasuki perasaan bersalah yang teramat. Henley bisa dikatakan adalah pria yang baik untuknya, tapi James yang sudah terlanjur dia benci, sedang mencoba menjadi pria yang baik untuknya hanya saja pria yang punya temperamen buruk tidak disukainya. Akan tetapi dalam lubuk hatinya yang paling dalam, insecure dan rasa tidak pantas untuk bersanding dengan putra Connor selalu menyertainya. Bahkan dia sedikit trauma berhubungan dengan orang kaya. Sepagi ini Daisha terbangun, dia duduk di pinggiran ranjangnya dengan kaki tergantung. Melamuni James yang pergi sendirian semalam entah kemana. Sudah pasti itu salahnya, karena dia pergi setelah perkelahian dan amarah yang meluap. Kakak beradik itu berkelahi karenanya.
Daisha sayup-sayup membuka matanya bersama kesadaran yang segera terkumpul. Mencoba mengingat kembali mengapa dirinya berada di kamar yang nampak asing tapi dia terlalu lelah untuk berpikir keras. Kemudian melihat ke arah jam dinding yang ada di depannya, jam menunjukkan pukul 6 pagi. Dia segera beranjak dari kasur memunguti bajunya yang berserakan di lantai untuk menutupi tubuhnya yang polos.Tiba-tiba saja dia terlonjak tatkala tangan kekar memeluknya dari belakang. Dia menoleh ke belakang punggungnya, Daisha baru ingat kalau dia habis bermain ranjang dengan pria ini. James menyunggingkan senyumnya masih dengan mata yang terpejam. Tentu saja itu akal-akalan James hanya untuk mengerjainya.Daisha ingin kabur dan mencoba terlepas, namun James semakin menariknya ke dalam pelukannya."James! Lepaskan aku!" Daisha memohon tapi tubuhnya tak bertindak sama sekali. Dia hanya sedang menyembunyikan rasa malunya setelah melakukan pergumulan panas dengan James. Yang dilakukan James padanya sema
"Sekarang kamu akan tinggal di sini!" ujar James. Seorang bawahannya membawa satu tas besar berisi baju-baju Daisha ke dalam kamar yang akan digunakannya untuk tidur. Setelah keluar dari rumah sakit dan melakukan pembayaran administrasi. James segera membawa Daisha ke apartemen miliknya dekat Constone Mansion dan menyuruh anak buahnya pergi ke panti asuhan mengambil baju-baju Daisha. Kamar apartemennya bersebelahan dengan kamar Ford. Daisha akan mendapatkan pengamanan 24 jam/7 oleh anak buah James. Dan bekerjasama dengan para petugas apartemen yang semuanya di bawah suruhannya, di sana mereka sama-sama mengawasi. James rasa melindungi Daisha di jarak dekat lebih efektif ketimbang membiarkan Daisha pergi sejauh-jauhnya. Belum tentu, Vanda ataupun orang jahat lainnya takkan mengusik Daisha. "Ini semua kelihatan sangat nyaman, terimakasih karena sudah memberiku tempat tinggal, aku sangat suka," ucap Daisha melihat-lihat seisi apartemen dengan pandangan berbinar. Kemudian dia berjala
Tengah malam, Ford dan Henley berjaga di ruang tunggu. Sementara itu James di dalam menemani Daisha. Setelah menunggu berjam-jam, James akhirnya tertidur dengan kepala bersandar di sisi ranjang setelah menenangkan Daisha hingga tertidur pulas. Tangannya di atas sambil menggenggam tangan Daisha. Gadis itu dibiarkan istirahat setelah menangis seharian. Atas kejadian tersebut Daisha mengalami trauma yang cukup berat. Sejurus Daisha pun membuka mata. Dia gelagapan langsung mencari-cari keberadaan James. Ketika menoleh ke samping mendapati James sedang tertidur sambil memegang tangannya. Dia meneteskan air mata karena sedih sekaligus bahagia. "Ternyata kau ada di sini! Terimakasih James! Kau telah menyelamatkanku! Maafkan aku karena aku sempat berpikir tak ingin berhubungan lagi denganmu, kupikir dunia kita sangatlah jauh berbeda, kita tidak bisa bersatu!" gumam Daisha. Jari-jarinya mengusap lembut jari-jari besar yang menggenggamnya itu. Hingga membuat James terbangun. "Kau sudah bangu
Wanita tua itu yang mengaku sebagai Dahlia di depan para warga diseret masuk menuju mobil. Ford dan para bawahannya akan membawanya ke kantor polisi memberikan hukuman yang setimpal untuknya. Sedangkan James membawa Daisha ke rumah sakit menggunakan mobil yang lain."Sayang tenang ya, sebentar lagi kita akan sampai di rumah sakit," ujar James tidak tenang. Sendirinya tidak tenang tapi berusaha menenangkan Daisha. Dia tak tega melihat Daisha terus meringis kesakitan terbaring di kursi penumpang. James akan membawanya ke rumah sakit selain rumah sakit milik ayah dan ibunya. Dia tidak mau kejadian buruk menimpa Daisha lagi yang disebabkan oleh orang-orang suruhan Vanda.Setelah sampai di rumah sakit, James membuka pintu mobil dan membopong Daisha ke dalam. James berteriak-teriak, meminta dokter dan perawat bergegas membantunya."Kalian tidak lihat dia terluka!" bentak James kepada petugas yang datang. Mereka segera membantu James yang marah-marah. Meletakkan Daisha ke atas ranjang pasien
Daisha tersadar dengan tangan terikat di kursi. Matanya ditutup kencang dengan keadaan terpejam. Kakinya juga tak bisa bergerak karena terikat. Mulutnya disumpal kain hingga hanya erangan yang dia teriakan."Siapa kau? Lepaskan aku!" teriak Daisha dengan pelafalan tak jelas. "Diam kau! Jangan terus bergerak! Atau aku akan membunuhmu secepat mungkin!" bentak ibunya. Bukan, dia hanyalah wanita tua suruhan Vanda untuk membunuh Daisha."Demi uang aku harus membunuhmu, kalau tidak membunuhmu anakku yang akan mati," ucapnya dengan suara parau dan tangan gemetar.Daisha terperangah mendengar ucapan mengerikan itu. Terlebih dia mengenali suaranya. Daisha pun menangis ketakutan."Ternyata dia orang jahat, dia hanya mengaku-ngaku sebagai ibu kandungku! Bagaimana caranya aku bisa melarikan diri dari sini? Siapapun di luar, tolong selamatkan aku!" batin Daisha, dia mengguncangkan tubuhnya berusaha lepas.Sementara wanita tua tersebut mondar-mandir gelisah, sebenarnya dia sendiri tak punya tekad
"Kau kenapa kak?" tanya Henley yang baru saja datang. Bingung melihat kakaknya mondar-mandir di balkon tidak jelas. Apalagi dilihat-lihat eskpresinya serius begitu. Membuat Henley bertanya-tanya saja. Namun James tak menggubrisnya, sibuk sendiri dengan pikirannya.Dibuat penasaran, Henley lebih mendekat kepada James, berjalan di belakangnya meniru tingkah James. Sama-sama mondar-mandir. James menggaruk kepala, Henley juga ikut menggaruk kepala. Yang satunya overthinking yang satunya lagi kebingungan.Putaran yang ke-20 kali Henley sudah agak jengah dan lelah. Henley merutuki dirinya sendiri karena telah meniru tingkah aneh James. Dia merasa bodoh. Henley gemas sendiri melihat James belum berhenti mondar-mandir. Agar kebingungan ini selesai dia bertanya lagi."Sedang memikirkan apa sih kak sampai mondar-mandir terus dari tadi?" "Hei kak! Jawab aku kenapa?!" timpal Henley lagi yang makin jengah karena tak digubris. Tiba-tiba James menghentikan langkahnya, lalu berpaling tegas menghadap
"Lakukan dengan baik! Jangan sampai rencana kita gagal! Kalau kau gagal melakukannya, maka tidak akan tidak ada uang sepeserpun untukmu bahkan keluargamu tidak akan selamat!" ancam Vanda dengan ketegasan. Entah siapa orang yang tengah dia ancam dari seberang telpon.Ancamannya itu mampu membuat lawan bicaranya ketakutan. Dia menjawab dengan nada bergetar. "Saya janji akan melakukannya dengan baik nyonya! Saya butuh waktu setidaknya 5 hari.""Oke 5 hari! Tidak lebih! Aku ingin kau membereskannya dengan baik, nanti akan kukirim beberapa bawahanku setelah kau berhasil membunuhnya untuk menghapus bukti-bukti perbuatanmu!" timpal Vanda yang langsung mematikan sambungan telponnya sebelum lawan bicaranya membalas lagi. Seolah dia tak mau mendengar alasan atau penjelasan apapun lagi dari orang itu. Dia hanya mau menerima hasil dari apa yang sudah dia perintahkan.Legina asistennya berdiri di dekatnya sejak tadi, dia baru menyerahkan tumpukan laporan yang harus diperiksa setelah Vanda menyeles
Wanita asing itu tak berbicara apapun lagi. Dia hanya duduk mengamati Daisha yang tengah sibuk mengangkut plastik-plastik besar berisi kue dari tangan bapak yang membantunya lalu membawanya masuk ke dalam ruang tamu. Setelah plastik yang terakhir, Daisha mengambil dua lembar uang 10 ribuan dari dompet lalu memberikannya pada bapak itu. Si bapak mengangguk berterima kasih sambil tersenyum lalu pergi membawa motornya mencari pelanggan baru. Sebelum Daisha pergi membawa kue-kue itu untuk disiapkan di atas piring. Dia menawari wanita tua tersebut masuk ke dalam panti. Mungkin saja dia bisa berbicara dengan Emma untuk membantu mencari anaknya. Tapi wanita itu menolak masuk. Dia bilang hanya ingin duduk sebentar di teras itu. Katanya hanya sekedar melepas lelah setelah berjam-jam melakukan perjalanan menuju ke sini. Kalau begitu, Daisha tidak bisa memaksanya. Dia meminta waktu sebentar agar wanita itu menunggu di sana dan dia akan segera kembali dengan cepat. Berlarilah Daisha menuju dapu
"Sebenarnya aku malas harus memohon padamu hanya untuk membiarkan Henley tinggal lama di sini, tapi sepertinya dia sedikit membatin jika kau memaksanya terus," ucap James berterus terang. Entah karena dorongan apa, dia sampai rela membantu Henley. Vanda yang tadi berpura-pura tak mendengar ucapannya, kini urat di wajahnya menegang. Tak hanya itu, dia sampai berdiri menghadapi James yang tubuhnya tinggi jenjang itu. "Jangan ikut campur! Aku melepaskannya ke Canada segera karena lingkungan pergaulan yang lebih baik untuknya ada di sana! Di sini dia seenaknya pergi berkencan dengan pelayan, dia juga bermain dengan orang-orang kelas bawah, meskipun mereka teman lama Henley tapi mereka sudah tidak selevel dengan kita!" kelakar Vanda. James berdecih kesal, pandangannya melengos. Dia melipat kedua lengannya ke depan dadanya yang bidang itu. "Itulah mengapa aku benci memiliki ibu sepertimu! Selain tak memiliki belas kasih kau juga angkuh! Jangan bilang kau hilang ingatan kalau kita dulu j