"Daisha ikut ke ruanganku!" suruh Merry yang berjalan lebih dulu, tanpa menunggu responnya, dia tahu Daisha akan mengikutinya."Baik nyonya!" Daisha berjalan mengikuti meskipun pekerjaannya belum selesai. Kemoceng yang tadi dipegang ditaruh begitu saja."Lihatlah nyonya senior membawanya!" "Mau apa mereka mengobrol di ruangan?""Ah paling hanya ingin bicara hal sepele?""Eh tapi kalian tidak dituduh yang macam-macam oleh nyonya Merry bukan?"Tidak!""Syukurlah! Dia memang pantas mendapatkan itu!""Kenapa tidak mati saja sih!"Pelayan-pelayan itu mulai menggunjing berkerumum dan berbisik satu sama lain. Mengatakan hal yang mustinya tidak dikatakan.Ruangan Merry tak jauh dari situ. Sebelum duduk wanita yang usianya hampir kepala 5 itu merapihkan rok nya. Lalu meminta Daisha untuk menutup pintunya rapat. Sepertinya Merry mau berbicara serius dengannya. Makanya pintu sampai ditutup segala."Ada apa nyonya memanggil saya? Apa ada hal penting?" Daisha menginterupsi karena penasaran."Hari
"Hari ini ada festival di taman Anyelir, aku sudah janjian dengan temanku di sana! Apa kau ingin ikut Daisha?" tawar Henley pada Daisha yang masih sibuk dengan pekerjaan bersih-bersih. Gadis itu menyelipkan kemoceng ke ketiak, mengelap keringat yang menetes di dahinya. Sudah 3 jam dia beres-beres mansion bagian timur. Meskipun dibersihkan secara bersama-sama, masih belum selesai juga."Anda mengajakku pergi keluar?" Daisha nampak semrawut. Gugup, mengapa ajakannya begitu tiba-tiba? Terang-terangan di depan pelayan lain pula.Sebenarnya sejak awal Henley datang, suaranya sudah menarik perhatian pelayan lain. Bahkan mereka semua menyapa Henley dengan ramah, tapi apa balasan pria itu? Dia malah acuh tak acuh bersikap seolah hanya Daisha yang berada di sana."Tepatnya ini bukan tawaran melainkan paksaan, aku memaksamu ikut denganku Daisha!" ajaknya terlalu memaksa. Sifat Henley dan James itu 11 12 suka memaksa, nyatanya sama saja. Hubungan darah memang tidak diragukan lagi. "Tau tidak s
Ford masuk ke ruangan James dengan beberapa tumpuk laporan dari berbagai divisi. Pria itu menunduk segan sebelum berbicara. "Tuan James! Tadi saya bertemu Kamila dan ini laporannya, saya sudah mengecek semuanya tuan, ada sedikit revisi laporan dari divisi pemasaran, mungkin saja tuan ingin mengeceknya lagi, tapi menurut saya semuanya sudah benar," jelas Ford meletakkan tumpukan laporan itu ke meja James. Kamila yang disebut Ford tadi adalah sekretaris James. James yang dari tadi sibuk dengan laptopnya, mengawasi perkembangan kompetitor yang mulai bermunculan. Kini beralih tugas mengeceknya satu persatu. "Bagaimana dengan rapat formal dengan klien dari Singapura Cinnamon company itu?" "Sudah saya jadwal di jam 3 sore ini tuan! Saya juga sudah memerintahkan beberapa orang untuk menyiapkan ruang rapat di lantai 11," jelas Ford. "Oke bagus! Sudah menghubungi Mr. Ashur?" tanyanya masih fokus tanpa memandang Ford. "Sudah tuan!" Ford mengangguk pelan. James membolak-balikan lembar lap
Kemacetan sepanjang 1 km terjadi setelah kecelakaan mobil yang meringsekkan mobil Henley. Nasib mobil sedan putih yang diserempet mobil Henley juga cukup parah karena menabrak papan reklame setelahnya. Ada 3 mobil polisi dan 2 ambulans. Terlihat juga beberapa jurnalis mewawancarai saksi mata kejadian.Mobil ambulans sudah melenggang menuju rumah sakit. Dalam kecelakaan tersebut 4 orang dilarikan ke rumah sakit untuk ditangani.James sampai di tempat perkara, dia memarkirkan mobilnya mengikuti jalur kemacetan. Dan dia harus berlari menempuh jalur lagi sebelum sampai di tempat perkara. Kepanikan, kecemasan, gelisah semuanya bercampur aduk. Dia memikirkan nasib satu nama yang selalu berada di hatinya.Matanya langsung mencari mobil warna merah. Ternyata mobil tersebut sudah berada di atas truk pengangkut. Wajahnya nampak gusar bahkan penuh peluh banyak menetes. Akibat lari atau dia yang sedang panik.Dia menepuk pundak seorang petugas yang kebetulan berdiri di sebelahnya. Kemudian bertan
Banyak pertanyaan berputar-putar di kepala Ford soal situasi yang terjadi sekarang. Sejak dia sampai kemari, Ford tidak berani bertanya apa-apa. Hanya menghampiri, kemudian duduk dengan tidak tenang di samping James namun berusaha tidak mengganggu kesedihan tuannya yang tidak tahu apa penyebabnya. Sebelum ke rumah sakit, Ford sempat melewati tempat terjadinya kecelakaan tersebut, dia tidak tahu banyak informasi hanya melihat James berlari kembali menuju mobilnya setelah berbicara dengan petugas di sana.Jelas itu sebuah kecelakaan fatal, tapi siapa yang ditemui James di tempat itu. Handphone Ford berdenting tiba-tiba, sebuah notifikasi masuk dengan nyaring membuyarkan kebingungannya.Dia mengusap permukaan benda kotak itu, ketika membaca nama pengirim, ternyata itu pesan yang sangat penting dari orang yang penting. Dahi Ford berkerut, sebuah link dari salah satu website akun jurnalis dibagikan oleh Dylan Connor ke nomornya."Ford katakan! Apa ini benar?" tanya Dylan lewat chat. Sebel
Malam itu para pegawai, Dokter, Suster dan lainnya berhamburan dari mulai pintu masuk rumah sakit melewati lobi menuju lorong rumah sakit. Mereka menunduk segan ketika si pemilik, Dylan dan Vanda mengunjungi tempat itu untuk menemui Henley.Prof. Desmond seorang Dokter senior yang sudah 20 tahun menggeluti profesinya itu mengekor di belakang Dylan dan Vanda. Sedang yang lainnya kembali melakukan tugas mereka masing-masing setelah Desmond memerintahkan mereka dengan sekali gerakan tangan.Dia menyerahkan dirinya sebagai juru bicara, memberitahukan keadaan Henley yang sudah membaik, dia paham kedua atasannya itu kemari ingin mengunjungi anaknya karena kekhawatiran mereka. Desmond berusaha menyelaraskan langkahnya tapi dia tetap mengambil jarak 2 langkah di belakang menunjukkan keseganannya."Ada di mana dia sekarang?" tanya Vanda khawatir."Kamar 302 Nyonya," jawab Prof. Desmond.Tanpa bertanya lagi, Dylan dan Vanda berjalan menuju kamar 302. Pintu itu sedikit terbuka, Dylan membuka p
"Jangan Bu! Tolong jangan pecat dia! Dia sudah mengalami kerugian fisik bagaimana mungkin ibu tega memecatnya! Kasihan dia Bu!" Henley memohon, dia berjalan dengan kursi rodanya menghampiri Vanda, meraih tangan Vanda untuk meminta belas kasihnya untuk tidak memecat Daisha.Lirikan Vanda yang bagaikan elang itu menyabet Henley hingga terkesiap. Wanita itu menolak permohonan Henley mentah-mentah dan menepis tangan putranya perlahan. Inilah kesempatan yang pas untuk mengusir jauh Daisha dengan alasan yang masuk akal, dia tidak lagi masuk dalam kualifikasi pelayan Connor yang sehat fisik. Sebenarnya Vanda hanya berusaha menjauhkan putra-putranya dari Daisha menghindari kemalangan seperti yang dialami Juan dulu."Henley! Keputusanku sudah bulat! Dia tidak bisa lagi bekerja di Constone! Pembantu keluarga Connor haruslah sehat fisik, dia bekerja mengandalkan tenaganya yang cekatan, bagaimana bisa dia bekerja dengan kaki yang cacat? Aku harus tetap memecatnya dan kamu tidak boleh membantah i
Siang itu tampak Vanda mendatangi rumah sakit menemui Daisha. Wanita itu berjalan menuju taman rumah sakit setelah bertanya pada salah satu perawat yang berpapasan dengannya. Dia menghentikan langkahnya memandang Daisha dari jauh. Di sana seorang perawat tengah berbincang dengan Daisha yang masih terduduk di atas kursi roda. Perawat itu mengajaknya berbincang hendak menghibur gadis itu. Tentu saja Vanda tidak suka dengan keramahan suster itu pada Daisha. Bola matanya terbelalak penuh lalu memandangnya dengan rasa tak suka. Kemudian dengan sungkan dia berjalan kembali mendekati Daisha.Ketukan sepatu heels Vanda sampai ke telinga si perawat ketika dia telah sampai di belakangnya, sehingga perawat itu menoleh kemudian berdiri sambil tersenyum ramah. Nampaknya perawat itu juga terkejut dengan kedatangan Vanda istri CEO pemilik rumah sakit DVC tersebut. "Mrs. Vanda ada perlu apa ya?" tanya perawat itu menatap penuh kekaguman pada Vanda. Sosok di depannya sangatlah berwibawa dan elegan.