"Ibu! Tolong jangan ganggu Daisha lagi! Dia bukanlah lawan yang sepadan untukmu!" ujar James. Sore itu sepulang kerja James langsung menemui Vanda di ruangan pribadinya. Dia menyerobot masuk melewati asisten Vanda yang sedang lengah. Vanda yang duduk membelakangi di balik kursi kini memutar kursinya menghadap James menampakkan wajahnya yang angkuh. Di tangannya terdapat segelas wine yang hampir habis bekas disesapnya. "Ada apa ini? Datang-datang langsung memberondongku dengan pertanyaan itu?" tandas nya tak suka. "Kau tidak izin pada Legina sebelum masuk ke kamarku! Itu sangatlah tidak sopan!" timpalnya lagi menembakkan tatapan sinis pada James. "Legina! Legina!" panggil Vanda setengah berteriak. "Untuk apa aku bersikap sopan padamu! Kau tidak perlu disikapi baik-baik!" kelit James membalasnya dengan kata-kata pedas. Bersamaan dengan munculnya Legina yang tiba-tiba membuka pintu memasang wajah bingung. "Kenapa nyonya?" "Kenapa kau meloloskan dia?" tunjuk Vanda ke arah James
Hari itu tiba, Daisha keluar dari rumah sakit padahal kondisinya masih belum pulih. Setelah itu Vanda sudah tak sabar dan menyuruh dua orang anak buahnya memulangkan Daisha ke panti asuhan. Dua orang pria bertubuh tinggi yang tak terlalu kurus dengan pakaian formal serba hitam mengantarkan Daisha ke pintu gerbang. Salah seorang dari mereka mendorong kursi roda dan seorangnya lagi membawakan tas besar berisi baju-baju Daisha. Kepergian Daisha membuat beberapa orang tak rela dan sedih. Ada juga orang-orang yang senang Daisha keluar dari Constone seperti para pelayan yang selama ini merasa tersaingi oleh Daisha. Ada juga Lani menatapnya dari kejauhan menatap penuh penyesalan. Di sudut lain, tepat di belakang Vanda, Merry merasakan ketakrelaan atas kepergian Daisha. Begitu juga Henley yang terkurung di kamarnya, memandang sedih dari balik kaca jendela. Pria itu meneriaki namanya namun sia-sia karena posisi yang terlalu jauh dari lantai dua. Rasanya Henley ingin sekali berlari keluar men
Kedatangan Daisha membuat Emma terkejut, apalagi gadis itu datang dengan kaki yang terluka membuatnya khawatir. Emma dengan tergesa mendorong kursi roda Daisha masuk ke dalam panti dan menyiapkan beberapa makanan untuk menyambutnya. "Ini makanlah sayang! Pasti kamu lapar kan? Kasihan sekali kamu, badanmu nampak kurus lalu kakimu itu kenapa? Kenapa bisa seperti itu?" tanya Emma khawatir. Wanita tua itu menggeser piring-piring itu ke hadapan Daisha agar lebih mudah dijangkaunya. "Terimakasih Emma makanannya!" Kemudian Emma menggeser kursi agar dia bisa duduk berdekatan dengan Daisha. Emma sudah seperti Ibu kandung bagi Daisha. Dia Ibu hebat yang memiliki banyak anak asuh tapi sikapnya adil tak membeda-bedakan anak lain. Dia bekerja sama dengan beberapa pengasuh yang lain. Seperti Ny. Linda, Ny. Beti, Ny. Riana dan Mr. Doleman. "Benarkah aku terlihat kurus?" Daisha menampilkan senyum palsu. Dia mulai menyuapkan makanan ke mulutnya. Emma mengangguk lalu menatapnya prihatin. Dais
Satu bulan berlalu... Mata yang bengkak itu menatap sayu sebuah bangunan yang baru setengah berdiri. Daisha duduk dekat dengan pot-pot tanaman hijau yang hampir merambat keluar dari pot nya. Pembangunan kamar yang diberhentikan karena kesalahannya. Material yang terbengkalai telah dibiarkan selama 10 bulan lamanya semenjak dia tinggal di Constone. Emma tidak bisa membayar para pekerja karena tak ada uang yang masuk ke rekeningnya. Tak terasa Daisha meneteskan air matanya. Bagaimana dengan nasib anak-anak panti yang harus berdesakan saat tidur. Apalagi banyak anak pendatang yang dipungut dari jalanan. Banyak bayi-bayi terlantar yang tiba-tiba saja muncul di depan pintu seperti langganan tiap bulannya. Orang tak bertanggung jawab dan tak berperasaan itu meletakkannya begitu saja di depan pintu rumah panti. "Daisha kau ada di sini rupanya," ujar Kate seorang anak panti yang seusianya. Dia hanya menoleh lalu tersenyum tipis pada Kate. Kate berdiri di belakang Daisha sambil memegan
Sekembalinya dari panti asuhan. Ford berjalan ke State Group dengan langkah yang bergegas. Kebetulan saat dia tiba di State Group, bertepatan dengan jam pulang para karyawan. Banyak karyawan keluar dengan tertib lewat jalur keluar. State Group memang punya jalur masuk dan jalur keluar agar karyawan aman dan tidak berdesak-desakan. Ford membuka pintu ruangan Direktur siap memberi laporan pada James. Terbukanya pintu, James yang sedari tadi sibuk dengan pekerjaannya langsung teralih fokusnya pada Ford. Asistennya itu berdiri di hadapan James. Dan James siap mendengarkan penjelasan dari Ford. "Tuan! Saya sudah memberikan cek tersebut kepada pengurus panti," jelas Ford. Namun, bukan itu yang ingin James dengar. "Lalu bagaimana dengan keadaan Daisha?" tanya James, dia meletakkan kedua tangannya di atas meja. Pria itu hanya ingin mendengar kabar dari Daisha saja. "Nona terlihat kurus, sepertinya dia mendapatkan tekanan dari salah satu pengurus panti, Ibu itu marah-marah kepada nona a
"Sebenarnya aku malas harus memohon padamu hanya untuk membiarkan Henley tinggal lama di sini, tapi sepertinya dia sedikit membatin jika kau memaksanya terus," ucap James berterus terang. Entah karena dorongan apa, dia sampai rela membantu Henley. Vanda yang tadi berpura-pura tak mendengar ucapannya, kini urat di wajahnya menegang. Tak hanya itu, dia sampai berdiri menghadapi James yang tubuhnya tinggi jenjang itu. "Jangan ikut campur! Aku melepaskannya ke Canada segera karena lingkungan pergaulan yang lebih baik untuknya ada di sana! Di sini dia seenaknya pergi berkencan dengan pelayan, dia juga bermain dengan orang-orang kelas bawah, meskipun mereka teman lama Henley tapi mereka sudah tidak selevel dengan kita!" kelakar Vanda. James berdecih kesal, pandangannya melengos. Dia melipat kedua lengannya ke depan dadanya yang bidang itu. "Itulah mengapa aku benci memiliki ibu sepertimu! Selain tak memiliki belas kasih kau juga angkuh! Jangan bilang kau hilang ingatan kalau kita dulu j
Wanita asing itu tak berbicara apapun lagi. Dia hanya duduk mengamati Daisha yang tengah sibuk mengangkut plastik-plastik besar berisi kue dari tangan bapak yang membantunya lalu membawanya masuk ke dalam ruang tamu. Setelah plastik yang terakhir, Daisha mengambil dua lembar uang 10 ribuan dari dompet lalu memberikannya pada bapak itu. Si bapak mengangguk berterima kasih sambil tersenyum lalu pergi membawa motornya mencari pelanggan baru. Sebelum Daisha pergi membawa kue-kue itu untuk disiapkan di atas piring. Dia menawari wanita tua tersebut masuk ke dalam panti. Mungkin saja dia bisa berbicara dengan Emma untuk membantu mencari anaknya. Tapi wanita itu menolak masuk. Dia bilang hanya ingin duduk sebentar di teras itu. Katanya hanya sekedar melepas lelah setelah berjam-jam melakukan perjalanan menuju ke sini. Kalau begitu, Daisha tidak bisa memaksanya. Dia meminta waktu sebentar agar wanita itu menunggu di sana dan dia akan segera kembali dengan cepat. Berlarilah Daisha menuju dapu
"Lakukan dengan baik! Jangan sampai rencana kita gagal! Kalau kau gagal melakukannya, maka tidak akan tidak ada uang sepeserpun untukmu bahkan keluargamu tidak akan selamat!" ancam Vanda dengan ketegasan. Entah siapa orang yang tengah dia ancam dari seberang telpon.Ancamannya itu mampu membuat lawan bicaranya ketakutan. Dia menjawab dengan nada bergetar. "Saya janji akan melakukannya dengan baik nyonya! Saya butuh waktu setidaknya 5 hari.""Oke 5 hari! Tidak lebih! Aku ingin kau membereskannya dengan baik, nanti akan kukirim beberapa bawahanku setelah kau berhasil membunuhnya untuk menghapus bukti-bukti perbuatanmu!" timpal Vanda yang langsung mematikan sambungan telponnya sebelum lawan bicaranya membalas lagi. Seolah dia tak mau mendengar alasan atau penjelasan apapun lagi dari orang itu. Dia hanya mau menerima hasil dari apa yang sudah dia perintahkan.Legina asistennya berdiri di dekatnya sejak tadi, dia baru menyerahkan tumpukan laporan yang harus diperiksa setelah Vanda menyeles