Banyak pertanyaan berputar-putar di kepala Ford soal situasi yang terjadi sekarang. Sejak dia sampai kemari, Ford tidak berani bertanya apa-apa. Hanya menghampiri, kemudian duduk dengan tidak tenang di samping James namun berusaha tidak mengganggu kesedihan tuannya yang tidak tahu apa penyebabnya. Sebelum ke rumah sakit, Ford sempat melewati tempat terjadinya kecelakaan tersebut, dia tidak tahu banyak informasi hanya melihat James berlari kembali menuju mobilnya setelah berbicara dengan petugas di sana.Jelas itu sebuah kecelakaan fatal, tapi siapa yang ditemui James di tempat itu. Handphone Ford berdenting tiba-tiba, sebuah notifikasi masuk dengan nyaring membuyarkan kebingungannya.Dia mengusap permukaan benda kotak itu, ketika membaca nama pengirim, ternyata itu pesan yang sangat penting dari orang yang penting. Dahi Ford berkerut, sebuah link dari salah satu website akun jurnalis dibagikan oleh Dylan Connor ke nomornya."Ford katakan! Apa ini benar?" tanya Dylan lewat chat. Sebel
Malam itu para pegawai, Dokter, Suster dan lainnya berhamburan dari mulai pintu masuk rumah sakit melewati lobi menuju lorong rumah sakit. Mereka menunduk segan ketika si pemilik, Dylan dan Vanda mengunjungi tempat itu untuk menemui Henley.Prof. Desmond seorang Dokter senior yang sudah 20 tahun menggeluti profesinya itu mengekor di belakang Dylan dan Vanda. Sedang yang lainnya kembali melakukan tugas mereka masing-masing setelah Desmond memerintahkan mereka dengan sekali gerakan tangan.Dia menyerahkan dirinya sebagai juru bicara, memberitahukan keadaan Henley yang sudah membaik, dia paham kedua atasannya itu kemari ingin mengunjungi anaknya karena kekhawatiran mereka. Desmond berusaha menyelaraskan langkahnya tapi dia tetap mengambil jarak 2 langkah di belakang menunjukkan keseganannya."Ada di mana dia sekarang?" tanya Vanda khawatir."Kamar 302 Nyonya," jawab Prof. Desmond.Tanpa bertanya lagi, Dylan dan Vanda berjalan menuju kamar 302. Pintu itu sedikit terbuka, Dylan membuka p
"Jangan Bu! Tolong jangan pecat dia! Dia sudah mengalami kerugian fisik bagaimana mungkin ibu tega memecatnya! Kasihan dia Bu!" Henley memohon, dia berjalan dengan kursi rodanya menghampiri Vanda, meraih tangan Vanda untuk meminta belas kasihnya untuk tidak memecat Daisha.Lirikan Vanda yang bagaikan elang itu menyabet Henley hingga terkesiap. Wanita itu menolak permohonan Henley mentah-mentah dan menepis tangan putranya perlahan. Inilah kesempatan yang pas untuk mengusir jauh Daisha dengan alasan yang masuk akal, dia tidak lagi masuk dalam kualifikasi pelayan Connor yang sehat fisik. Sebenarnya Vanda hanya berusaha menjauhkan putra-putranya dari Daisha menghindari kemalangan seperti yang dialami Juan dulu."Henley! Keputusanku sudah bulat! Dia tidak bisa lagi bekerja di Constone! Pembantu keluarga Connor haruslah sehat fisik, dia bekerja mengandalkan tenaganya yang cekatan, bagaimana bisa dia bekerja dengan kaki yang cacat? Aku harus tetap memecatnya dan kamu tidak boleh membantah i
Siang itu tampak Vanda mendatangi rumah sakit menemui Daisha. Wanita itu berjalan menuju taman rumah sakit setelah bertanya pada salah satu perawat yang berpapasan dengannya. Dia menghentikan langkahnya memandang Daisha dari jauh. Di sana seorang perawat tengah berbincang dengan Daisha yang masih terduduk di atas kursi roda. Perawat itu mengajaknya berbincang hendak menghibur gadis itu. Tentu saja Vanda tidak suka dengan keramahan suster itu pada Daisha. Bola matanya terbelalak penuh lalu memandangnya dengan rasa tak suka. Kemudian dengan sungkan dia berjalan kembali mendekati Daisha.Ketukan sepatu heels Vanda sampai ke telinga si perawat ketika dia telah sampai di belakangnya, sehingga perawat itu menoleh kemudian berdiri sambil tersenyum ramah. Nampaknya perawat itu juga terkejut dengan kedatangan Vanda istri CEO pemilik rumah sakit DVC tersebut. "Mrs. Vanda ada perlu apa ya?" tanya perawat itu menatap penuh kekaguman pada Vanda. Sosok di depannya sangatlah berwibawa dan elegan.
"Ibu! Tolong jangan ganggu Daisha lagi! Dia bukanlah lawan yang sepadan untukmu!" ujar James. Sore itu sepulang kerja James langsung menemui Vanda di ruangan pribadinya. Dia menyerobot masuk melewati asisten Vanda yang sedang lengah. Vanda yang duduk membelakangi di balik kursi kini memutar kursinya menghadap James menampakkan wajahnya yang angkuh. Di tangannya terdapat segelas wine yang hampir habis bekas disesapnya. "Ada apa ini? Datang-datang langsung memberondongku dengan pertanyaan itu?" tandas nya tak suka. "Kau tidak izin pada Legina sebelum masuk ke kamarku! Itu sangatlah tidak sopan!" timpalnya lagi menembakkan tatapan sinis pada James. "Legina! Legina!" panggil Vanda setengah berteriak. "Untuk apa aku bersikap sopan padamu! Kau tidak perlu disikapi baik-baik!" kelit James membalasnya dengan kata-kata pedas. Bersamaan dengan munculnya Legina yang tiba-tiba membuka pintu memasang wajah bingung. "Kenapa nyonya?" "Kenapa kau meloloskan dia?" tunjuk Vanda ke arah James
Hari itu tiba, Daisha keluar dari rumah sakit padahal kondisinya masih belum pulih. Setelah itu Vanda sudah tak sabar dan menyuruh dua orang anak buahnya memulangkan Daisha ke panti asuhan. Dua orang pria bertubuh tinggi yang tak terlalu kurus dengan pakaian formal serba hitam mengantarkan Daisha ke pintu gerbang. Salah seorang dari mereka mendorong kursi roda dan seorangnya lagi membawakan tas besar berisi baju-baju Daisha. Kepergian Daisha membuat beberapa orang tak rela dan sedih. Ada juga orang-orang yang senang Daisha keluar dari Constone seperti para pelayan yang selama ini merasa tersaingi oleh Daisha. Ada juga Lani menatapnya dari kejauhan menatap penuh penyesalan. Di sudut lain, tepat di belakang Vanda, Merry merasakan ketakrelaan atas kepergian Daisha. Begitu juga Henley yang terkurung di kamarnya, memandang sedih dari balik kaca jendela. Pria itu meneriaki namanya namun sia-sia karena posisi yang terlalu jauh dari lantai dua. Rasanya Henley ingin sekali berlari keluar men
Kedatangan Daisha membuat Emma terkejut, apalagi gadis itu datang dengan kaki yang terluka membuatnya khawatir. Emma dengan tergesa mendorong kursi roda Daisha masuk ke dalam panti dan menyiapkan beberapa makanan untuk menyambutnya. "Ini makanlah sayang! Pasti kamu lapar kan? Kasihan sekali kamu, badanmu nampak kurus lalu kakimu itu kenapa? Kenapa bisa seperti itu?" tanya Emma khawatir. Wanita tua itu menggeser piring-piring itu ke hadapan Daisha agar lebih mudah dijangkaunya. "Terimakasih Emma makanannya!" Kemudian Emma menggeser kursi agar dia bisa duduk berdekatan dengan Daisha. Emma sudah seperti Ibu kandung bagi Daisha. Dia Ibu hebat yang memiliki banyak anak asuh tapi sikapnya adil tak membeda-bedakan anak lain. Dia bekerja sama dengan beberapa pengasuh yang lain. Seperti Ny. Linda, Ny. Beti, Ny. Riana dan Mr. Doleman. "Benarkah aku terlihat kurus?" Daisha menampilkan senyum palsu. Dia mulai menyuapkan makanan ke mulutnya. Emma mengangguk lalu menatapnya prihatin. Dais
Satu bulan berlalu... Mata yang bengkak itu menatap sayu sebuah bangunan yang baru setengah berdiri. Daisha duduk dekat dengan pot-pot tanaman hijau yang hampir merambat keluar dari pot nya. Pembangunan kamar yang diberhentikan karena kesalahannya. Material yang terbengkalai telah dibiarkan selama 10 bulan lamanya semenjak dia tinggal di Constone. Emma tidak bisa membayar para pekerja karena tak ada uang yang masuk ke rekeningnya. Tak terasa Daisha meneteskan air matanya. Bagaimana dengan nasib anak-anak panti yang harus berdesakan saat tidur. Apalagi banyak anak pendatang yang dipungut dari jalanan. Banyak bayi-bayi terlantar yang tiba-tiba saja muncul di depan pintu seperti langganan tiap bulannya. Orang tak bertanggung jawab dan tak berperasaan itu meletakkannya begitu saja di depan pintu rumah panti. "Daisha kau ada di sini rupanya," ujar Kate seorang anak panti yang seusianya. Dia hanya menoleh lalu tersenyum tipis pada Kate. Kate berdiri di belakang Daisha sambil memegan