Malam itu para pegawai, Dokter, Suster dan lainnya berhamburan dari mulai pintu masuk rumah sakit melewati lobi menuju lorong rumah sakit. Mereka menunduk segan ketika si pemilik, Dylan dan Vanda mengunjungi tempat itu untuk menemui Henley.Prof. Desmond seorang Dokter senior yang sudah 20 tahun menggeluti profesinya itu mengekor di belakang Dylan dan Vanda. Sedang yang lainnya kembali melakukan tugas mereka masing-masing setelah Desmond memerintahkan mereka dengan sekali gerakan tangan.Dia menyerahkan dirinya sebagai juru bicara, memberitahukan keadaan Henley yang sudah membaik, dia paham kedua atasannya itu kemari ingin mengunjungi anaknya karena kekhawatiran mereka. Desmond berusaha menyelaraskan langkahnya tapi dia tetap mengambil jarak 2 langkah di belakang menunjukkan keseganannya."Ada di mana dia sekarang?" tanya Vanda khawatir."Kamar 302 Nyonya," jawab Prof. Desmond.Tanpa bertanya lagi, Dylan dan Vanda berjalan menuju kamar 302. Pintu itu sedikit terbuka, Dylan membuka p
"Jangan Bu! Tolong jangan pecat dia! Dia sudah mengalami kerugian fisik bagaimana mungkin ibu tega memecatnya! Kasihan dia Bu!" Henley memohon, dia berjalan dengan kursi rodanya menghampiri Vanda, meraih tangan Vanda untuk meminta belas kasihnya untuk tidak memecat Daisha.Lirikan Vanda yang bagaikan elang itu menyabet Henley hingga terkesiap. Wanita itu menolak permohonan Henley mentah-mentah dan menepis tangan putranya perlahan. Inilah kesempatan yang pas untuk mengusir jauh Daisha dengan alasan yang masuk akal, dia tidak lagi masuk dalam kualifikasi pelayan Connor yang sehat fisik. Sebenarnya Vanda hanya berusaha menjauhkan putra-putranya dari Daisha menghindari kemalangan seperti yang dialami Juan dulu."Henley! Keputusanku sudah bulat! Dia tidak bisa lagi bekerja di Constone! Pembantu keluarga Connor haruslah sehat fisik, dia bekerja mengandalkan tenaganya yang cekatan, bagaimana bisa dia bekerja dengan kaki yang cacat? Aku harus tetap memecatnya dan kamu tidak boleh membantah i
Siang itu tampak Vanda mendatangi rumah sakit menemui Daisha. Wanita itu berjalan menuju taman rumah sakit setelah bertanya pada salah satu perawat yang berpapasan dengannya. Dia menghentikan langkahnya memandang Daisha dari jauh. Di sana seorang perawat tengah berbincang dengan Daisha yang masih terduduk di atas kursi roda. Perawat itu mengajaknya berbincang hendak menghibur gadis itu. Tentu saja Vanda tidak suka dengan keramahan suster itu pada Daisha. Bola matanya terbelalak penuh lalu memandangnya dengan rasa tak suka. Kemudian dengan sungkan dia berjalan kembali mendekati Daisha.Ketukan sepatu heels Vanda sampai ke telinga si perawat ketika dia telah sampai di belakangnya, sehingga perawat itu menoleh kemudian berdiri sambil tersenyum ramah. Nampaknya perawat itu juga terkejut dengan kedatangan Vanda istri CEO pemilik rumah sakit DVC tersebut. "Mrs. Vanda ada perlu apa ya?" tanya perawat itu menatap penuh kekaguman pada Vanda. Sosok di depannya sangatlah berwibawa dan elegan.
"Ibu! Tolong jangan ganggu Daisha lagi! Dia bukanlah lawan yang sepadan untukmu!" ujar James. Sore itu sepulang kerja James langsung menemui Vanda di ruangan pribadinya. Dia menyerobot masuk melewati asisten Vanda yang sedang lengah. Vanda yang duduk membelakangi di balik kursi kini memutar kursinya menghadap James menampakkan wajahnya yang angkuh. Di tangannya terdapat segelas wine yang hampir habis bekas disesapnya. "Ada apa ini? Datang-datang langsung memberondongku dengan pertanyaan itu?" tandas nya tak suka. "Kau tidak izin pada Legina sebelum masuk ke kamarku! Itu sangatlah tidak sopan!" timpalnya lagi menembakkan tatapan sinis pada James. "Legina! Legina!" panggil Vanda setengah berteriak. "Untuk apa aku bersikap sopan padamu! Kau tidak perlu disikapi baik-baik!" kelit James membalasnya dengan kata-kata pedas. Bersamaan dengan munculnya Legina yang tiba-tiba membuka pintu memasang wajah bingung. "Kenapa nyonya?" "Kenapa kau meloloskan dia?" tunjuk Vanda ke arah James
Hari itu tiba, Daisha keluar dari rumah sakit padahal kondisinya masih belum pulih. Setelah itu Vanda sudah tak sabar dan menyuruh dua orang anak buahnya memulangkan Daisha ke panti asuhan. Dua orang pria bertubuh tinggi yang tak terlalu kurus dengan pakaian formal serba hitam mengantarkan Daisha ke pintu gerbang. Salah seorang dari mereka mendorong kursi roda dan seorangnya lagi membawakan tas besar berisi baju-baju Daisha. Kepergian Daisha membuat beberapa orang tak rela dan sedih. Ada juga orang-orang yang senang Daisha keluar dari Constone seperti para pelayan yang selama ini merasa tersaingi oleh Daisha. Ada juga Lani menatapnya dari kejauhan menatap penuh penyesalan. Di sudut lain, tepat di belakang Vanda, Merry merasakan ketakrelaan atas kepergian Daisha. Begitu juga Henley yang terkurung di kamarnya, memandang sedih dari balik kaca jendela. Pria itu meneriaki namanya namun sia-sia karena posisi yang terlalu jauh dari lantai dua. Rasanya Henley ingin sekali berlari keluar men
Kedatangan Daisha membuat Emma terkejut, apalagi gadis itu datang dengan kaki yang terluka membuatnya khawatir. Emma dengan tergesa mendorong kursi roda Daisha masuk ke dalam panti dan menyiapkan beberapa makanan untuk menyambutnya. "Ini makanlah sayang! Pasti kamu lapar kan? Kasihan sekali kamu, badanmu nampak kurus lalu kakimu itu kenapa? Kenapa bisa seperti itu?" tanya Emma khawatir. Wanita tua itu menggeser piring-piring itu ke hadapan Daisha agar lebih mudah dijangkaunya. "Terimakasih Emma makanannya!" Kemudian Emma menggeser kursi agar dia bisa duduk berdekatan dengan Daisha. Emma sudah seperti Ibu kandung bagi Daisha. Dia Ibu hebat yang memiliki banyak anak asuh tapi sikapnya adil tak membeda-bedakan anak lain. Dia bekerja sama dengan beberapa pengasuh yang lain. Seperti Ny. Linda, Ny. Beti, Ny. Riana dan Mr. Doleman. "Benarkah aku terlihat kurus?" Daisha menampilkan senyum palsu. Dia mulai menyuapkan makanan ke mulutnya. Emma mengangguk lalu menatapnya prihatin. Dais
Satu bulan berlalu... Mata yang bengkak itu menatap sayu sebuah bangunan yang baru setengah berdiri. Daisha duduk dekat dengan pot-pot tanaman hijau yang hampir merambat keluar dari pot nya. Pembangunan kamar yang diberhentikan karena kesalahannya. Material yang terbengkalai telah dibiarkan selama 10 bulan lamanya semenjak dia tinggal di Constone. Emma tidak bisa membayar para pekerja karena tak ada uang yang masuk ke rekeningnya. Tak terasa Daisha meneteskan air matanya. Bagaimana dengan nasib anak-anak panti yang harus berdesakan saat tidur. Apalagi banyak anak pendatang yang dipungut dari jalanan. Banyak bayi-bayi terlantar yang tiba-tiba saja muncul di depan pintu seperti langganan tiap bulannya. Orang tak bertanggung jawab dan tak berperasaan itu meletakkannya begitu saja di depan pintu rumah panti. "Daisha kau ada di sini rupanya," ujar Kate seorang anak panti yang seusianya. Dia hanya menoleh lalu tersenyum tipis pada Kate. Kate berdiri di belakang Daisha sambil memegan
Sekembalinya dari panti asuhan. Ford berjalan ke State Group dengan langkah yang bergegas. Kebetulan saat dia tiba di State Group, bertepatan dengan jam pulang para karyawan. Banyak karyawan keluar dengan tertib lewat jalur keluar. State Group memang punya jalur masuk dan jalur keluar agar karyawan aman dan tidak berdesak-desakan. Ford membuka pintu ruangan Direktur siap memberi laporan pada James. Terbukanya pintu, James yang sedari tadi sibuk dengan pekerjaannya langsung teralih fokusnya pada Ford. Asistennya itu berdiri di hadapan James. Dan James siap mendengarkan penjelasan dari Ford. "Tuan! Saya sudah memberikan cek tersebut kepada pengurus panti," jelas Ford. Namun, bukan itu yang ingin James dengar. "Lalu bagaimana dengan keadaan Daisha?" tanya James, dia meletakkan kedua tangannya di atas meja. Pria itu hanya ingin mendengar kabar dari Daisha saja. "Nona terlihat kurus, sepertinya dia mendapatkan tekanan dari salah satu pengurus panti, Ibu itu marah-marah kepada nona a
Daisha sayup-sayup membuka matanya bersama kesadaran yang segera terkumpul. Mencoba mengingat kembali mengapa dirinya berada di kamar yang nampak asing tapi dia terlalu lelah untuk berpikir keras. Kemudian melihat ke arah jam dinding yang ada di depannya, jam menunjukkan pukul 6 pagi. Dia segera beranjak dari kasur memunguti bajunya yang berserakan di lantai untuk menutupi tubuhnya yang polos.Tiba-tiba saja dia terlonjak tatkala tangan kekar memeluknya dari belakang. Dia menoleh ke belakang punggungnya, Daisha baru ingat kalau dia habis bermain ranjang dengan pria ini. James menyunggingkan senyumnya masih dengan mata yang terpejam. Tentu saja itu akal-akalan James hanya untuk mengerjainya.Daisha ingin kabur dan mencoba terlepas, namun James semakin menariknya ke dalam pelukannya."James! Lepaskan aku!" Daisha memohon tapi tubuhnya tak bertindak sama sekali. Dia hanya sedang menyembunyikan rasa malunya setelah melakukan pergumulan panas dengan James. Yang dilakukan James padanya sema
"Sekarang kamu akan tinggal di sini!" ujar James. Seorang bawahannya membawa satu tas besar berisi baju-baju Daisha ke dalam kamar yang akan digunakannya untuk tidur. Setelah keluar dari rumah sakit dan melakukan pembayaran administrasi. James segera membawa Daisha ke apartemen miliknya dekat Constone Mansion dan menyuruh anak buahnya pergi ke panti asuhan mengambil baju-baju Daisha. Kamar apartemennya bersebelahan dengan kamar Ford. Daisha akan mendapatkan pengamanan 24 jam/7 oleh anak buah James. Dan bekerjasama dengan para petugas apartemen yang semuanya di bawah suruhannya, di sana mereka sama-sama mengawasi. James rasa melindungi Daisha di jarak dekat lebih efektif ketimbang membiarkan Daisha pergi sejauh-jauhnya. Belum tentu, Vanda ataupun orang jahat lainnya takkan mengusik Daisha. "Ini semua kelihatan sangat nyaman, terimakasih karena sudah memberiku tempat tinggal, aku sangat suka," ucap Daisha melihat-lihat seisi apartemen dengan pandangan berbinar. Kemudian dia berjala
Tengah malam, Ford dan Henley berjaga di ruang tunggu. Sementara itu James di dalam menemani Daisha. Setelah menunggu berjam-jam, James akhirnya tertidur dengan kepala bersandar di sisi ranjang setelah menenangkan Daisha hingga tertidur pulas. Tangannya di atas sambil menggenggam tangan Daisha. Gadis itu dibiarkan istirahat setelah menangis seharian. Atas kejadian tersebut Daisha mengalami trauma yang cukup berat. Sejurus Daisha pun membuka mata. Dia gelagapan langsung mencari-cari keberadaan James. Ketika menoleh ke samping mendapati James sedang tertidur sambil memegang tangannya. Dia meneteskan air mata karena sedih sekaligus bahagia. "Ternyata kau ada di sini! Terimakasih James! Kau telah menyelamatkanku! Maafkan aku karena aku sempat berpikir tak ingin berhubungan lagi denganmu, kupikir dunia kita sangatlah jauh berbeda, kita tidak bisa bersatu!" gumam Daisha. Jari-jarinya mengusap lembut jari-jari besar yang menggenggamnya itu. Hingga membuat James terbangun. "Kau sudah bangu
Wanita tua itu yang mengaku sebagai Dahlia di depan para warga diseret masuk menuju mobil. Ford dan para bawahannya akan membawanya ke kantor polisi memberikan hukuman yang setimpal untuknya. Sedangkan James membawa Daisha ke rumah sakit menggunakan mobil yang lain."Sayang tenang ya, sebentar lagi kita akan sampai di rumah sakit," ujar James tidak tenang. Sendirinya tidak tenang tapi berusaha menenangkan Daisha. Dia tak tega melihat Daisha terus meringis kesakitan terbaring di kursi penumpang. James akan membawanya ke rumah sakit selain rumah sakit milik ayah dan ibunya. Dia tidak mau kejadian buruk menimpa Daisha lagi yang disebabkan oleh orang-orang suruhan Vanda.Setelah sampai di rumah sakit, James membuka pintu mobil dan membopong Daisha ke dalam. James berteriak-teriak, meminta dokter dan perawat bergegas membantunya."Kalian tidak lihat dia terluka!" bentak James kepada petugas yang datang. Mereka segera membantu James yang marah-marah. Meletakkan Daisha ke atas ranjang pasien
Daisha tersadar dengan tangan terikat di kursi. Matanya ditutup kencang dengan keadaan terpejam. Kakinya juga tak bisa bergerak karena terikat. Mulutnya disumpal kain hingga hanya erangan yang dia teriakan."Siapa kau? Lepaskan aku!" teriak Daisha dengan pelafalan tak jelas. "Diam kau! Jangan terus bergerak! Atau aku akan membunuhmu secepat mungkin!" bentak ibunya. Bukan, dia hanyalah wanita tua suruhan Vanda untuk membunuh Daisha."Demi uang aku harus membunuhmu, kalau tidak membunuhmu anakku yang akan mati," ucapnya dengan suara parau dan tangan gemetar.Daisha terperangah mendengar ucapan mengerikan itu. Terlebih dia mengenali suaranya. Daisha pun menangis ketakutan."Ternyata dia orang jahat, dia hanya mengaku-ngaku sebagai ibu kandungku! Bagaimana caranya aku bisa melarikan diri dari sini? Siapapun di luar, tolong selamatkan aku!" batin Daisha, dia mengguncangkan tubuhnya berusaha lepas.Sementara wanita tua tersebut mondar-mandir gelisah, sebenarnya dia sendiri tak punya tekad
"Kau kenapa kak?" tanya Henley yang baru saja datang. Bingung melihat kakaknya mondar-mandir di balkon tidak jelas. Apalagi dilihat-lihat eskpresinya serius begitu. Membuat Henley bertanya-tanya saja. Namun James tak menggubrisnya, sibuk sendiri dengan pikirannya.Dibuat penasaran, Henley lebih mendekat kepada James, berjalan di belakangnya meniru tingkah James. Sama-sama mondar-mandir. James menggaruk kepala, Henley juga ikut menggaruk kepala. Yang satunya overthinking yang satunya lagi kebingungan.Putaran yang ke-20 kali Henley sudah agak jengah dan lelah. Henley merutuki dirinya sendiri karena telah meniru tingkah aneh James. Dia merasa bodoh. Henley gemas sendiri melihat James belum berhenti mondar-mandir. Agar kebingungan ini selesai dia bertanya lagi."Sedang memikirkan apa sih kak sampai mondar-mandir terus dari tadi?" "Hei kak! Jawab aku kenapa?!" timpal Henley lagi yang makin jengah karena tak digubris. Tiba-tiba James menghentikan langkahnya, lalu berpaling tegas menghadap
"Lakukan dengan baik! Jangan sampai rencana kita gagal! Kalau kau gagal melakukannya, maka tidak akan tidak ada uang sepeserpun untukmu bahkan keluargamu tidak akan selamat!" ancam Vanda dengan ketegasan. Entah siapa orang yang tengah dia ancam dari seberang telpon.Ancamannya itu mampu membuat lawan bicaranya ketakutan. Dia menjawab dengan nada bergetar. "Saya janji akan melakukannya dengan baik nyonya! Saya butuh waktu setidaknya 5 hari.""Oke 5 hari! Tidak lebih! Aku ingin kau membereskannya dengan baik, nanti akan kukirim beberapa bawahanku setelah kau berhasil membunuhnya untuk menghapus bukti-bukti perbuatanmu!" timpal Vanda yang langsung mematikan sambungan telponnya sebelum lawan bicaranya membalas lagi. Seolah dia tak mau mendengar alasan atau penjelasan apapun lagi dari orang itu. Dia hanya mau menerima hasil dari apa yang sudah dia perintahkan.Legina asistennya berdiri di dekatnya sejak tadi, dia baru menyerahkan tumpukan laporan yang harus diperiksa setelah Vanda menyeles
Wanita asing itu tak berbicara apapun lagi. Dia hanya duduk mengamati Daisha yang tengah sibuk mengangkut plastik-plastik besar berisi kue dari tangan bapak yang membantunya lalu membawanya masuk ke dalam ruang tamu. Setelah plastik yang terakhir, Daisha mengambil dua lembar uang 10 ribuan dari dompet lalu memberikannya pada bapak itu. Si bapak mengangguk berterima kasih sambil tersenyum lalu pergi membawa motornya mencari pelanggan baru. Sebelum Daisha pergi membawa kue-kue itu untuk disiapkan di atas piring. Dia menawari wanita tua tersebut masuk ke dalam panti. Mungkin saja dia bisa berbicara dengan Emma untuk membantu mencari anaknya. Tapi wanita itu menolak masuk. Dia bilang hanya ingin duduk sebentar di teras itu. Katanya hanya sekedar melepas lelah setelah berjam-jam melakukan perjalanan menuju ke sini. Kalau begitu, Daisha tidak bisa memaksanya. Dia meminta waktu sebentar agar wanita itu menunggu di sana dan dia akan segera kembali dengan cepat. Berlarilah Daisha menuju dapu
"Sebenarnya aku malas harus memohon padamu hanya untuk membiarkan Henley tinggal lama di sini, tapi sepertinya dia sedikit membatin jika kau memaksanya terus," ucap James berterus terang. Entah karena dorongan apa, dia sampai rela membantu Henley. Vanda yang tadi berpura-pura tak mendengar ucapannya, kini urat di wajahnya menegang. Tak hanya itu, dia sampai berdiri menghadapi James yang tubuhnya tinggi jenjang itu. "Jangan ikut campur! Aku melepaskannya ke Canada segera karena lingkungan pergaulan yang lebih baik untuknya ada di sana! Di sini dia seenaknya pergi berkencan dengan pelayan, dia juga bermain dengan orang-orang kelas bawah, meskipun mereka teman lama Henley tapi mereka sudah tidak selevel dengan kita!" kelakar Vanda. James berdecih kesal, pandangannya melengos. Dia melipat kedua lengannya ke depan dadanya yang bidang itu. "Itulah mengapa aku benci memiliki ibu sepertimu! Selain tak memiliki belas kasih kau juga angkuh! Jangan bilang kau hilang ingatan kalau kita dulu j