Rafael mengunci pintu kamar Queen, lantas melangkah perlahan menuju ranjang. Ia tidak ingin membangunkan gadis yang sedang terlelap. Sepertinya Queen lupa mematikan lampu utama, sehingga kamar bernuansa pink itu terlihat terang.
Tatapan Rafael tertuju pada boneka kelinci dan music box di atas meja kecil tepat di samping ranjang. Rafael tersenyum pahit. Bahkan setelah Rafael melukainya, Queen tetap menyimpan barang pemberian Rafael? Apa Queen sangat mencintai Rafael? Atau memang gadis itu berhati lembut sehingga tetap mempertahankan benda pemberian Rafael, tidak peduli meski ia sudah terluka.
Rafael melangkah semakin dekat ke arah ranjang. Dengan hati-hati, ia duduk di bagian sisi ranjang yang kosong. Ditatapnya tubuh lemah Queen. Gadis itu berbaring telentang, mengenakan celana jeans selutut serta kaos longgar berwarna putih. Tatapan Rafael beralih pada wajah sayu di hadapannya.
Rafael membungkuk, menatap wajah Queen dari jarak yang sangat dekat. Wajah ber
Maura meletakkan sepiring sandwich dan segelas susu putih di atas meja. Sementara itu, Queen menatapnya lesu, duduk bersandar di kepala ranjang dengan kedua tangan menyilang di depan dada."Sejak semalam kau tidak makan. Makanlah, bayimu butuh nutrisi.""Rafael sudah pulang, Ma?" tanya Queen lirih."Ya, Rafael pulang setelah sarapan bersama Mama. Dia kelaparan, sampai-sampai menghabiskan banyak sandwich. Katanya, masakan Mama enak." Maura tersenyum tipis."Mama senang karena dia akan menjadi menantu Mama?""Sayang, kenapa kau bertanya begitu? Mama menghargai niat baik Rafael untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.""Tapi Rafael sudah memiliki tunangan, Ma.""Tunangan, kan? Bukan istri?""Rafael mencintai tunangannya.""Dan nanti dia pasti akan mencintai istri dan anaknya.""Aku tidak yakin, Ma. Mungkin lebih baik batalkan rencana pernikahan itu sebelum terjadi sesuatu yang lebih buruk." Queen menunduk.
"Queen hamil." Rafael membuka pembicaraan di ponsel."Brengsek!" umpat Aldric dari seberang sana. "Sudah aku duga akan berakhir sedramatis ini." "Apa bedanya denganmu? Lupa apa yang baru saja kau perbuat? Setidaknya aku mau bertanggung jawab, lain halnya denganmu. Melarikan diri ke New York seperti pecundang.""Wait! Apa aku tidak salah dengar? Maksudnya kau akan menikahi Queen?""Ya. Kau tahu? Pertama kali aku menyentuh perut Queen, aku merasa bangga menjadi seorang ayah."Aldric tertawa. "Sulit dipercaya, lelaki brengsek sepertimu, hatinya tersentuh hanya karena seorang bayi?""Meragukanku? Itulah keajaiban. Naluriku sebagai seorang ayah melunturkan kebrengsekanku.""Lalu mau kau kemanakan Selly?""Tidak ada pilihan lain, aku akan meninggalkannya. Aku lebih mencintai anakku.""Selly tidak mungkin semudah itu menerima keputusanmu. Dasar brengsek! Dia pasti terluka!""A
Sekali lagi, Queen mencuci wajah di wastafel, kemudian mengelapnya dengan handuk kecil. Berdiri tegak menatap bayangan di dalam cermin besar, tubuhnya yang hanya mengenakan bra dan underwear, nampak jelas di sana. Terlihat lebih berisi ketimbang beberapa bulan lalu.Perlahan, ia menyentuh bagian perut. Dalam hitungan bulan, perutnya akan membesar. Bayinya tumbuh sehat di sana. Kali ini, Queen tidak perlu mencemaskan apa pun. Rafael tidak menolak kehadiran anaknya lagi. Bahagia? Sangat. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya, jika jebakan itu akan membawa Queen dalam sebuah ending yang dikemas apik.Menjadi bagian dari keluarga Alexander dan tinggal di rumah megah. Lihatlah bagaimana mereka mendesain kamar mandi, begitu luas dengan furniture kualitas impor. Memanjakan penghuni kamar, bahkan Queen tidak keberatan untuk berlama-lama di dalam kamar mandi, meski hanya untuk mengganti pakaian dan membersihkan wajah.Beberapa saat lalu, Qu
Argh! Ingin rasanya Rafael berteriak kencang. Selly hamil, bersamaan dengan Queen yang juga mengandung anaknya."Bukankah selama ini kau memakai kontrasepsi?" Rafael menatap Selly ragu, berharap wanita itu hanya berbohong."Aku melepas kontrasepsi tanpa sepengetahuanmu." Selly meletakkan test pack di atas meja.Rafael mengacak rambut frustrasi. "Tapi kenapa, Sel? Seharusnya kau tidak melepasnya!""Kenapa, Raf?" Nada suara Selly meninggi. "Kita bahkan sudah merencanakan pernikahan satu tahun yang lalu. Kita memiliki harapan yang sama. Memiliki keluarga bahagia bersama anak-anak kita.""Tapi bukan seperti ini caranya! Ini salah, Sel.""Kekasihmu hamil dan kau menganggap ini salah? Lalu pengkhianatanmu kau anggap benar?""Ini bukan milikmu, kan?" Rafael menunjuk test pack di atas meja. "Kau hanya ingin aku membatalkan pernikahanku dengan Queen.""Kau ingin membuktikannya? Kita ke dokter sekarang! Dan kau akan melihat sen
Rafael berdiri di bawah shower, membiarkan tubuh dan pakaiannya basah kuyup. Berkali-kali ia meninjukan kepalan tangan ke dinding, tidak peduli meski buku-buku jarinya mulai terluka.Ia membenci keputusan yang sudah ia buat. Membatalkan pernikahan dengan Queen, mencampakkan bayi yang belakangan ini menjadi kesayangannya.Demi Tuhan, ia tidak punya pilihan lain ketika ternyata takdir mengatakan bahwa ia memiliki bayi di perut wanita lain. Selly, kekasih yang dicintai. Lalu, Rafael harus apa? Ia tidak mungkin menikahi Queen dan Selly di waktu bersamaan. Rafael tidak bisa membawa dua wanita ke dalam pernikahannya."Arrggh!" Sekali lagi kepalan tangannya menghantam dinding. Ia merasa terjebak dalam permainannya sendiri. Kalau saja ia tidak mengkhianati Selly, semua tidak akan berakhir seperti ini. Sialnya, tanpa sadar ia mulai menikmati pengkhianatannya.Menjadikan Queen sebagai obyek fantasi liar, dan pada akhirnya Rafael terlalu menikmati permainan pan
Tanpa sepengetahuan Maura, keesokan harinya Queen mendatangi apartemen Selly. Sedikit ragu, ia menekan bel. Tak lama kemudian, Selly membuka pintu. Terkejut dan tidak menyangka jika pagi itu akan kedatangan tamu."Tamu tak diundang." Selly tersenyum sinis. "Rafael milikku, dan dia tidak mungkin kembali padamu."Usai Selly mengucapkan kalimatnya, Queen mengangkat tangan dan menampar Selly sekuat tenaga. "Aku tidak akan mengemis cinta pada Rafael. Aku hanya ingin mengatakan, kau ... wanita jahat yang mencuci otak Rafael hingga dia tega membatalkan pernikahan kami. Kau pantas mendapatkan ini."Sekali lagi, Queen melayangkan tangan hingga membuat Selly terjajar ke belakang. Tidak mau kalah, Selly bergerak maju dan menjambak rambut Queen. "Berkacalah! Siapa di antara kita yang tidak punya hati! Aku yang terlebih dulu memiliki Rafael, lalu tiba-tiba kau datang dan tanpa tahu malu menjadi orang ketiga. Apa namanya jika seorang wanita mau tidur dengan lelaki asing? Perempu
Rafael mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Rasa cemas dan ketakutan itu semakin menjadi. Napasnya memburu, ia menginjak pedal gas semakin dalam. Sialnya, lampu lalu lintas yang semula hijau, berubah menjadi merah. Terpaksa, Rafael berpindah menginjak pedal rem dan mobilnya berhenti mendadak.Rafael menoleh ke kursi belakang. Di sana, Queen terbaring lemah sembari memegangi perutnya yang terasa nyeri. Wanita itu mengalami perdarahan setelah beberapa jam lalu Rafael menjejalkan butiran pil ke dalam mulutnya.Awalnya, Rafael memang ingin melenyapkan bayi itu. Pikirannya kalut saat ia memutuskan untuk mengikat kedua pergelangan tangan Queen, lalu memaksa wanita itu menggugurkan kandungannya. Tidak dipedulikannya Queen yang terus memohon dan memberontak, yang di pikiran Rafael hanya satu. Rafael ingin menyelamatkan kebahagiaan anak di perut Selly, dan mengorbankan anaknya yang lain.Tentu saja kegilaan itu muncul di saat bayangan Mama yang roboh tidak berdaya se
Rafael menarik napas panjang, lantas memberanikan diri membuka pintu kamar perawatan. Yang pertama kali ia lihat adalah Queen, terbaring lemah di atas ranjang. Wajahnya sayu, bibirnya pucat serta mata terpejam rapat. Terlelap setelah dokter menyuntikkan obat penenang.Setelah menutup pintu, Rafael melangkah dan duduk di kursi samping ranjang. Dengan hati-hati menyingkirkan helaian rambut yang menjuntai di wajah Queen. Rafael tersenyum miris. Dulu, ia begitu antusias menggiring kelincinya ke dalam perangkap yang ia buat. Namun, sekarang Rafael justru terperangkap bersama-sama dengan buruannya. Ironis, bukan?"Bagaimana rasanya? Sakit?" tanya Rafael lirih, meski ia tahu Queen tidak mendengarnya. "Sama, aku juga terluka kehilangan bayi kesayanganku."Perlahan, Rafael menyentuh punggung tangan Queen dan menggenggamnya erat. Tatapannya enggan lepas dari wajah pucat di hadapannya. Kemudian, jemari kokohnya terulur, mengusap sisa air mata di pipi wanita itu. Dan ketika pi
“Untuk kesekian kalinya, aku minta maaf pada kalian.” Alexander membuka pembicaraan. Duduk di meja kerja sembari menatap anak-anak di hadapannya bergantian.Queen duduk di antara Rafael dan Joshua. Ia memenuhi undangan Alexander untuk mendengarkan lelaki itu menyelesaikan permasalahan.“Rafael dan Joshua, Papa ingin kalian mengakhiri permusuhan. Cukup sampai di sini. Jangan ada yang menjadi korban untuk kesekian kali.”“Tidak semudah itu,” bantah Rafael.“Rafael, jangan bersikap egois. Kau boleh membenci Papa, jika kau ingin membalas dendam, hancurkan Papa, karena Papa awal mula kejadian ini. Papa akui, Papa yang salah.”“Harusnya Papa mengatakan itu di depan Mama.”“Raf, bukankah setiap manusia pasti pernah berbuat khilaf dan dosa? Pun denganmu yang pernah dengan tega membatalkan pernikahanmu dengan Queen, lalu tanpa perasaan berusaha menggugurkan bayi di kandungan Queen.”“Aku menyesal, Pa.”“Kau pernah salah langkah, begitu pu
“Selamat malam, Neesha. Belum tidur?” Aldric melangkah menghampiri Neesha yang sedang asyik bermain piano.“Malam, Uncle. Neesha belum mengantuk, masih menunggu siapa tahu sebentar lagi Papa datang menjemput Neesha. Neesha kangen Papa.”Aldric mengelus rambut panjang Neesha dengan lembut, kemudian ia menunduk dan menyejajarkan posisi wajah dengan bocah perempuan itu. “Main pianonya bisa istirahat sebentar? Ada seseorang yang ingin bertemu Neesha.”Kaneesha mendongak dengan mata berbinar. “Papa yang datang kan?”Aldric menggeleng perlahan. “Bukan, Sayang.”“Yaaaah … ternyata bukan Papa.” Seketika binar indah di mata Kaneesha meredup.“Sabar ya, Nak. Papamu masih membutuhkan waktu.”“Sampai berapa lama? Papa sudah terlalu lama di luar kota.”“Emmm … tunggu saja. Ah ya, kata Alsen, selama ini Neesha ingin punya kakek dan nenek, ‘kan?”“Yeah, Neesha iri pada Alsen. Alsen punya mama yang baik, tidak seperti mama Neesha yang lebi
Queen meremas jemarinya, berdiri di depan Selly dengan tegang. Bagaimana tidak, Selly menyambut kedatangannya dengan senyuman. Senyum itulah yang membuat Queen curiga, ada sesuatu hal buruk yang akan diucapkan Selly.“Rafael tidak memaafkan kesalahanku, padahal apa yang dia lakukan tidak berbeda jauh denganku. Aku tidur dengan lelaki lain, dan Rafael pun tidur dengan wanita lain. Harusnya itu impas, bukan?” Selly tertawa dengan ekspresi datar. Terlihat jelas mata wanita itu sembab, pertanda ia baru saja menangis, entah berapa lama.“Kau membohonginya selama bertahun-tahun. Dan kau yang membuat Rafael memilih bayi yang salah.”“Okay. I know. Dan sekarang dia hancur, sama halnya denganku. Kita berempat terjebak dalam situasi yang sama. Bukankah seharusnya kau dan Joshua pun hancur seperti kami? Tapi kenyataannya kalian justru akan berpesta merayakan kehancuran kami.”“Kau harus ingat satu hal, Selly. Kami sudah terlebih dulu hancur oleh keegoisanmu dan
Aldric memapah Rafael masuk ke kamar, lantas mendudukkan lelaki itu di sofa. Beberapa menit yang lalu, ia menjemput lelaki itu di club. Kondisinya begitu memprihatinkan, menghabiskan berrgelas-gelas minuman sampai mabuk berat.“Mulai saat ini pulanglah ke rumahmu sendiri, jangan pulang ke rumah orang lain apalagi ke apartemen Queen. Neesha ada di rumahku, aku akan menjaganya sampai kau bisa mengendalikan diri dan mengambil keputusan yang tepat.”Rafael tertawa. “Bagaimana keadaan anak perempuan itu? Baik-baik saja?”“Baik-baik saja bagaimana, dia shock. Setiap hari menanyakanmu. Untung Alsen dan istriku selalu menghiburnya. Lalu bagaimana? Kau sudah mengambil keputusan?”Rafael mengacak rambut frustrasi. “Aku sudah mengirim surat gugatan cerai untuk Selly.”“Lalu bagaimana dengan Neesha?”“Bagaimana lagi? Tentu saja dia harus ikut ibunya. Aku sudah tidak sanggup mengurusnya, aku terluka setiap kali melihatnya. Seharusnya aku tida
“Good night, Queen. Sweet dream.” Joshua mengecup kening Queen.“Mimpi indah juga untukmu.”“Apa kau bahagia setelah kita menghabiskan waktu seharian untuk bersenang-senang di wahana rekreasi?”“Yeah, I’m happy.”“Syukurlah. Aku pulang dulu, sudah larut malam.”“Terima kasih, Jo.”“Kau sudah mengucapkan itu ratusan kali.”“Terima kasih karena sudah membantuku melupakan masa lalu.”Joshua tersenyum, mengusap pipi kanan calon istrinya. “Kau tahu aku melakukan ini karena aku mencintaimu.”“Aku beruntung memiliki teman sepertimu.”“Queen, kau percaya bahwa aku akan selalu berusaha membahagiakanmu, ‘kan?”“Hum … tentu saja. Saat ini kau satu-satunya lelaki yang aku percaya. Kau tidak pernah lelah mengejarku bahkan sekalipun aku berlari menjauh. Cinta yang kau tunjukkan membuatku semakin yakin, hanya kau lelaki yang bisa membuatku bahagia.”“Aku senang mendengar itu, Honey! Kau tidak m
Rafael mengerjap, terbangun dari tidur lelapnya. Ah, entah sudah berapa lama ia tidak pernah merasakan tidur yang begitu hangat dan nyaman seperti malam ini. Dan aroma harum yang tidak asing di indra penciumannya itu−Wait! Rafael menggeleng, sebisa mungkin menghilangkan rasa kantuk, lalu mempertajam penglihatannya. Sekarang ia tahu kenapa ia bisa tidur senyaman ini. Wanita itu, Queen, berada di dalam dekapannya. Bagaimana ceritanya sehingga Queen bisa tertidur di sofa bersamanya?Sembari mengingat-ingat kejadian semalam, tangan Rafael terulur untuk merapikan anak rambut di dahi Queen. Ah, cantik dan penuh pesona.Queen yang merasa terusik oleh belaian lembut di dahinya, dalam sekejap matanya terbuka dan tergagap saat menemukan Rafael berada di sisinya. “Rafael!”Wanita itu bergegas bangun dan menyingkir dari Rafael. Duduk berpindah ke sofa seberang, lantas mengikat rambutnya yang berantakan.“Sepertinya semalam aku mabuk.” Rafael bersandar ke
“Kau suka ini?” Joshua menunjuk cincin bermata berlian di etalase.Malam itu, Joshua mengajak Queen memilih satu set perhiasan untuk acara pernikahan mereka yang hanya tinggal 3 minggu lagi.“Aku tidak suka terlihat mencolok. Pilih saja yang berliannya kecil.”“Ayolah, Queen. Apa salahnya terlihat mencolok? Kau bukan hanya calon istri seorang pianis kelas internasional, tetapi juga menantu pengusaha besar Alexander.”“Jo, kita sudah sepakat mengadakan resepsi sederhana.”Joshua menatap Queen secara intens. “Kau tidak sedang meragukan pernikahan ini, ‘kan?”“Tidak, Jo. Aku hanya−““Takut pernikahanmu gagal lagi?”“Jo!”“Queen, aku bukan Rafael! Kau tahu sendiri, seorang lelaki bernama Joshua mencintaimu sejak pertama kali melihatmu. Lalu apa yang harus kau ragukan?”Queen menghela napas. “Aku percaya padamu. Hanya saja−““Takut Rafael menghancurkan rencana pernikahan kita? Tenang saja, aku sudah meminta bantua
“Tiramissu satu, cheesecake satu.” Rafael memesan kue di ‘Q Bakery’ sembari mengedarkan pandangan ke seluruh area toko kue.Setelah selesai melakukan transaksi, Rafael menenteng paper bag berisi kue favorit Kaneesha. Melangkah tegap menuju tempat parkir. Ia mengerutkan dahi saat menemukan seorang wanita berdiri tepat di sisi kanan mobil. Nara, teman Queen.Nara menyilangkan kedua lengan di depan dada sembari bersandar di mobil. “Lima kali,” ujarnya dengan wajah masam.“Lima kali apanya?”“Saya menghitungnya, sudah lima hari berturut-turut Anda selalu datang ke toko ini.”“Lalu? Apa yang aneh? Aku membeli kue.” Rafael menunjukkan paper bag di tangannya.“Anda tidak sekadar membeli kue. Mencari Queen, ‘kan?”“Queen? Apa hubungannya kue ini dengan Queen? Aku justru senang dia tidak menjadi guru les putriku lagi.”Sejak malam di rumah sakit waktu itu, Queen tidak pernah datang ke rumah Rafael lagi.
“Sudah sejauh mana?”Akhirnya, setelah beberapa menit terdiam, pertanyaan Selly memecah keheningan. Rafael menggenggam tangan Selly, menatap wajah pucat wanita itu dengan perasaan bersalah.“Apanya?” Seperti orang bodoh, Rafael menanggapi pertanyaan Selly.“Hubungan kalian, memangnya apa lagi?”“Dia hanya guru les piano Neesha.”“Ya, hanya guru les piano. Aku pun tidak lupa cerita tentang masa kecilmu. Ayahmu, dan guru les piano.”“Jangan samakan aku dengannya. Please, Sel. Jangan berpikiran yang tidak-tidak.”“Aku harus berpikir apa? Neesha bahkan memuji-muji dia seperti ratu. Merawat Neesha saat sakit. Dia menggantikan posisiku sebagai seorang ibu.” Terdengar helaan napas kasar. “Mungkin dia juga sudah menggantikan posisiku sebagai seorang istri.”“Sel, berhenti berpikiran negatif. Kau tahu aku hanya mencintaimu.”“Bagaimana bisa kebetulan seperti itu? Bukankah dulu kau bilang wanita itu berada di Italia? Lalu sekarang