Share

Dianggap Kekasih?

Author: Yuniizhy_
last update Last Updated: 2021-05-30 20:30:30

"Ck, astaga! Kenapa ponselnya masih tidak aktif?" Wanita manis itu tampak panik, ia terus memandang benda persegi panjang dengan nyalang.

"Ada apa, Miliie? Kau terlihat gelisah." Brix bertanya.

"Ini Ayah, entah kenapa dua hari terakhir Jeasy tidak ada kabar. Bahkan ponselnya juga mati."

"Mungkin dia sedang sibuk. Kau tidak coba pergi ke rumahnya?"

Millie berakhir duduk di samping sang ayah. "Sudah, Ayah. Tapi dia tidak ada, rumahnya juga terkunci. Aku jadi khawatir."

"Kau yang tenang, Ayah yakin dia baik-baik saja. Mungkin sekarang dia lagi butuh waktu untuk sendiri."

Millie hanya mengangguk, semoga saja perkataan ayahnya memang benar. Kini dering ponsel di tangannya terdengar, wajah Millie langsung berubah senang. Namun, setelah ia lihat nama yang tertampang di sana, ternyata bukan Jeasy. 

"Maaf, Ayah. Aku angkat telepon dulu." Millie pun pergi seraya menjawab panggilan.

"Halo, Pynson. Ada apa kau meneleponku?"

"Kenapa kau bertanya seperti itu? Aku ini kekasihmu, jadi wajar saja kalau aku meneleponmu," jawab pria itu dari seberang telepon.

Millie tampak berdeham gugup. "Ah, iya, maafkan aku, Pyn."

"Oke, tidak masalah. Aku menelepon hanya ingin mengajakmu makan malam. Seminggu terakhir ini aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku di luar kota hingga jarang mengabarimu, bahkan aku belum sempat merayakan kelulusanmu itu. Jadi, dinner ini sekaligus sebagai perayaan bagimu. Aku jemput nanti malam jam delapan."

Kepanikan Millie seketika pudar, perhatian dari kekasihnya kembali hadir. "Baiklah."

¤¤¤¤¤

Matahari sedang berada di puncaknya, siang yang cukup panas membuat Jeasy enggan untuk keluar. Dia hanya bisa bernapas lega setelah berhasil menidurkan putri kecil. Entah pekerjaannya ini akan membuatnya bahagia atau tidak.

Yang Jeasy akui hanya satu, Willy benar-benar memenuhi semua perlengkapannya di rumah itu. Pakaian, sepatu, makanan, make up, uang, semua Jeasy dapatkan dalam waktu singkat. Dia juga heran kenapa majikannya itu sampai berlebihan. Apalagi, melihat pakaian mewah yang seharusnya tidak pantas dipakai bagi pengasuh sepertinya, pelayan lain hanya diberikan seragam tapi dia malah seperti nyonya. Akan tetapi, saat Jeasy bertanya, pria itu malah mengatakan bahwa dia berbeda dari pelayan lain. Dia akan ikut ke mana pun Cassie pergi, maka dari itu penampilannya juga harus rapi.

"Kau masih di sini?" Suara itu mengejutkan Jeasy yang tengah melamun.

"Ah, iya. Maafkan aku. Aku akan kembali ke kamarku," timpal Jeasy hendak melangkah meninggalkan pemuda yang tidak ia kenal.

"Tunggu! Apa kau bilang? Kamarmu? Memangnya kau tinggal di sini?" Pria yang tengah membawa Jeasy ke rumah itu mengerutkan dahi.

"Aku bekerja di sini, sebagai pengasuhnya Cassie."

Zio sedikit terkejut, dia tidak habis pikir kalau orang asing ini akan dengan mudahnya mendapatkan tempat di rumah itu. "Oh, begitu. Perkenalkan, aku Zio. Teman sekaligus anak buah Willy."

Dengan ragu Jeasy menerima uluran tangan pria itu. "Jeasy."

"Kakimu sudah sembuh?" tanya Zio mengalihkan atensi pada betis Jeasy.

"Lumayan, sakitnya sudah berkurang."

Percakapan mereka berakhir terganggu oleh dering ponsel Zio, ternyata si bos yang menelepon. "Halo, Will. Ada apa?"

"...."

"Ah, baiklah. Kebetulan wanita itu ada di depanku sekarang." Zio menjauhkan benda persegi panjang itu dari telinga, lalu memberikannya pada Jeasy. "Willy ingin bicara padamu."

"Halo, Pak?"

"...."

"Apa? Malam ini juga? Maaf, Pak, saya tidak bisa."

"...."

"Tapi saya benar-benar tid —" Suara di seberang teleponnya menghentikan ucapan Jeasy.

"...."

"B-baiklah kalau begitu."

Panggilan pun terputus, Jeasy menyerahkan kembali ponsel tersebut pada Zio. Sementara benak wanita itu terus bergulat memikirkan apa yang akan dia lakukan nanti malam.

¤¤¤¤¤

Rambut indah tampak tergerai dengan sedikit bergelombang di bagian ujungnya, menciptakan rambut coklat gelap itu menggantung dengan cantik. Jujur saja, Jeasy saat ini sedang gugup. Pasalnya sekarang ia tengah di make over sedemikian rupa. Dari mulai wajah, rambut, pakaian, semuanya berubah. Jeasy terlihat lebih fresh dan begitu cantik dengan dress span biru selutut yang ia kenakan. Itu bukan kemauannya, melainkan perintah dari atasan. Bahkan bosnya itu sampai memanggil salah satu pegawai salon untuk merubah Jeasy di rumah, hanya untuk sekadar pergi makan malam.

Namun, kalau dipikir-pikir itu memang tidak salah, karena Willy bilang ketika di telepon kalau dinner kali ini bersama kolega bisnisnya dan dia mengajak Cassie. Maka dari itu, wajar saja Willy menyuruh Jeasy untuk berdandan rapi supaya tidak mempermalukan, karena dia akan ikut ke mana pun Cassie pergi. 

"Sudah beres," ucap pegawai salon itu. "Anda cantik sekali," lanjutnya.

Jeasy sedikit tersipu. "Terima kasih."

Tepat saat itu, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Menampilkan sang tuan putri dengan gaun pendek berwarna putih, gadis kecil itu terlihat cantik.

"Aunty!" serunya menghampiri Jeasy. "Yuk, kita berangkat. Daddy sudah menunggu di mobil."

Jeasy mengelus pipi Cassie singkat lalu berjalan menuntun anak itu keluar.

Setelah sampai di teras, Willy tampak sedang merapikan jas. Namun, gerakannya terhenti kala netra tajam itu menatap Jeasy. Angin malam yang menerpa rambut wanita itu seolah menambah efek romantis suasana tersebut. Menjadikan pandangan Willy terkunci begitu saja tanpa berkedip. 

"Pak? A-ayo jalan," beo Jeasy membuat Willy terperanjat dan langsung memutar rotasi matanya.

"M-mari," jawab Willy sedikit gugup.

Sang supir sudah membukakan pintu untuk kedua perempuan itu. Namun, suara Willy kembali mencegatnya saat Jeasy hendak memasuki mobil.

"Tunggu! Mulai sekarang jangan panggil aku 'Pak'. Sebut nama saja. Ingat itu," ucapnya tegas. Jeasy hanya mengangguk pelan sebagai respons.

Mereka pun akhirnya pergi membelah jalanan malam.

¤¤¤¤¤

"Silakan duduk Tuan Willy," titah pria berjas navy yang sudah duduk di meja panjang di kafe itu.

"Terima kasih, Tuan Frans. Maaf saya datang sedikit terlambat." Willy mendudukan bokong diiringi Jeasy juga Cassie yang duduk di sampingnya.

Frans tersenyum. "Tidak masalah. Saya dan istri saya juga baru datang," ucapnya seraya melirik wanita berambut pendek di dekatnya. "Omong-omong, ini siapa? Saya baru melihatnya?" Frans melirik Jeasy sekilas.

"Say —"

"Dia kekasih saya. Hubungan kami memang belum terlalu lama," sergah Willy memotong ucapan Jeasy.

"Oh, begitu rupanya. Selamat! Kau dan Cassie tidak akan kesepian lagi sekarang. Kusarankan percepatlah ke jenjang yang lebih serius," timpal Frans sedikit terkekeh.

Mata belo gadis yang sedang dibicarakan itu membulat, dia sangat terkejut dengan pengakuan Willy. Sejak kapan mereka menjalin hubungan? Akan tetapi, Jeasy tidak punya nyali untuk menentang ucapan sang majikan.

Sementara Cassie, dia juga tercengang. Senyuman lebarnya sangat jelas tercetak. "Daddy? Kau ser —"

"Sayang, kau sudah lapar, bukan?" pungkas Willy menghentikan suara Cassie. "Kalau begitu, kita mulai saja acara makan malamnya. Nanti setelah ini kita lanjut membahas soal bisnis." Willy menyunggingkan senyum pada Frans dan kolega bisnisnya itu hanya mengangguk setuju. 

Beberapa menit mereka sibuk menyatap hidangan, tetapi suara kecil terdengar membuyarkan keheningan.

"Daddy, aku boleh minta tambahan seafood-nya?" tanya Cassie dengan suara lucu.

 

"Tentu saja. Biar Daddy yang pesankan." Willy akhirnya bangkit menuju bar memesan coklat.

Sementara Jeasy, dia juga ikut berdiri bermaksud ke toilet. "Maaf, saya izin ke toilet dulu," ucapnya yang diangguki oleh Frans dan sang istri.

 

¤¤¤¤¤

"Aku sangat senang bisa melepas rindu denganmu," aku Millie di sela kunyahannya.

Pynson menampilkan senyuman andalan seraya mengelus tangan wanitanya. "Aku jauh lebih senang, karena akhirnya aku bisa berjumpa denganmu lagi."

"Terima kasih, Sayang. Kau sudah menyiapkan dinner seromantis ini."

Gerakan birai Pynson yang hendak menanggapi kekasihnya itu malah kembali mengatup. Suasana romantis tersebut teganggu oleh deringan ponsel yang tergeletak di hadapan Pynson.

"Sebentar, Sayang. Aku angkat telepon dulu," imbuh Pynson meminta izin. Millie hanya mengangguk singkat.

Lelaki itu menjauhkan diri seraya menekan tombol hijau berlogo telepon itu. Sementara Millie malah memilih menyempatkan waktu pergi ke toilet. 

"Bagaimana? Aku harap kabar yang kau berikan tidaklah buruk."

"Maaf, Tuan. Kami masih belum bisa menemukan anak itu."

"Sialan! Mengurus satu bocah saja tidak becus!"

"Kami sudah katakan Tuan, kalau anak itu diselamatkan oleh seorang wanita."

"Omong kosong! Jam sepuluh malam saya temui kalian di tempat biasa. Ingat, jangan coba-coba menghindar." Pynson memutus sambungan telepon begitu saja.

"Hello, Mr. Pynson."

Suara itu tiba-tiba mengejutkan Pynson yang masih berkutat dengan ponselnya. Ia menolehkan wajah perlahan. Begitu tahu siapa yang menyapanya, dia langsung menelan saliva dengan peluh yang seketika hadir di pelipisnya.

"Mr. Willy? K-kau di sini?" Pynson tampak terkejut.

"Ya, aku sedang makan malam. Bagaimana kabarkmu, Kawan? Sudah lama tidak berjumpa," oceh Willy seraya memeluk singkat pria di depannya.

"S-saya baik."

"Kalau baik, kenapa kau gugup seperti itu? Keringat dingin juga terlihat di wajahmu. Ada apa, Pyn? Kau sakit?" Willy menangkap semua kegelisahan pada diri Pynson.

Sontak Pynson langsung mengelap peluh di dahinya. "Ah, tidak. Ini hanya keringat biasa."

Di sisi lain, kedua wanita yang saling merindukan akhirnya kembali dipertemukan. Saat Jeasy hendak memutar kenop pintu toilet bermaksud masuk, tangannya malah bertumpu dengan tangan lain.

"Millie?" seru Jeasy terkejut saat tangan itu merupakan tangan sahabatnya.

"Jeasy? Astaga! Kau ke mana saja?" Gadis itu langsung memeluk Jeasy dengan erat. "Apa kau tahu? Aku sangat mengkhawatirkanmu. Kenapa kau tidak pernah lagi mengabariku?"

"Maafkan aku, Mill. Ponselku hilang."

"Waw!" Millie tidak menanggapi ucapan Jeasy, dia malah terpana dengan penampilan sahabatnya. "Sejak kapan kau mau berdandan secantik ini? Bukannya kau termasuk orang yang tidak terlalu memikirkan penampilan? Tapi baguslah, kau cantik sekali jika seperti ini."

"Ah, kau jangan berlebihan."

"Eh, kenapa kita malah ngobrol di depan toilet?" Tawa mereka pun pecah.

¤¤¤¤¤

Related chapters

  • Trapped The Destiny Of Love    Pekerjaan Baru

    "Kau yang membuat semua ini?" Willy tampak terkejut dengan banyaknya hidangan makanan di meja makan. Ia sempat meragukan makanan tersebut karena dibuat oleh orang asing, bukan oleh sang pembantu seperti biasanya."Iya, Pak. Mungkin ini sebagai bentuk terima kasihku, lagipula asisten rumah tangga di sini sedang sakit, bukan? Jadi biarkan saja aku yang menggantikannya," jawab Jeasy masih setia berdiri di samping meja.Willy bergeming sejenak. "Kau lupa?""L-lupa? Tentang apa?"Pria itu mendengkus, lalu berkata, "Panggil aku nama saja."Jeasy menunduk, ia benar-benar lupa. "Maaf, Pak. Tapi ... dengan menyebut nama saja kurasa itu tidak sopan.""Dengar, ini rumahku. Maka aku berhak mengatur semuanya, termasuk kau harus memanggilku seperti apa. Mengerti?" Willy berucap tegas, ia kemudian mengancingkan jas di tubuhnya. "Cepat bangunkan Cassie, aku ingin sarapan bersamanya.""Baik."Jeasy bergegas menuju kamar Cassie, gadis kecil itu tampak m

    Last Updated : 2021-05-30
  • Trapped The Destiny Of Love    Berciuman Secara Tidak Langsung

    Hari ini wajah Jeasy tampak secerah mentari. Bagaimana tidak, hatinya begitu senang karena harapan untuk bekerja di salah satu perusahaan akhirnya terwujud. Ia tidak menyangka Willy akan dengan mudah menerima dirinya.Namun, otak Jeasy baru teringat sesuatu. Jika ia bekerja di kantor Willy, lalu bagaimana dengan Cassie? Apakah ia akan tetap menjadi seorang pengasuh anak? Karena tidak mungkin Jeasy mengambil dua pekerjaan itu sekaligus. Ia tidak pandai membagi waktu."Aunty kenapa? Tidak biasanya melamun seperti itu?" tanya Cassie seusai meneguk segelas susu dingin.Jeasy menggeleng, lalu kembali menyuapi makanan ke mulut anak itu. Untung saja Jeasy mulai bekerja besok di perusahaan Willy, sehingga sekarang ia masih bisa menemani Cassie."Aunty sayang gak sama Cassie?"Seketika pertanyaan itu membuat Jeasy terkejut. "Tentu, Sayang. Kenapa kamu nanya begitu?""Ah, tidak. Cassie cuma takut Aunty pergi," timpal anak itu menatap Jeasy

    Last Updated : 2021-06-19
  • Trapped The Destiny Of Love    Berita Terbaru

    Menu sarapan pagi ini kembali dimasak oleh sang pembantu seperti biasanya, karena pembantu yang dikenal dengan Bibi Silly itu sudah sembuh dari sakitnya. Wanita umur akhir empat puluhan tersebut memang sudah setia menenami keluarga Willy sejak tiga tahun terakhir. Namun, seketika Cassie menggeleng saat tangan Jeasy mengangkat sendok untuk menyuapi anak itu. "Cassie mau roti panggang buatan Aunty," celetuknya membuat Willy yang sibuk menyantap sarapan teralih memerhatikan kedua perempuan di dekatnya. Jeasy hanya tersenyum seraya berucap, "Ini bukannya burger kesukaan Cassie? Bibi Silly khusus membuatkan ini untukmu, Sayang. Apa kau tidak merindukan masakan Bibi Silly, hm? Jadi, ayo makan ini saja." Cassie menggeleng cepat sembari memajukan bibirnya beberapa senti. Bocah itu memang terkadang susah untuk dibujuk. Pada akhirnya, Jeasy menurut karena tatapan Willy terus mengintimidasi. "Baiklah, Aunty akan buatkan roti panggang untukmu. Tunggu sebent

    Last Updated : 2021-06-20
  • Trapped The Destiny Of Love    Jalan Keluar

    Sesampainya di rumah, Jeasy dikejutkan dengan keberadaan Willy yang sudah duduk tegap di sofa dengan tatapan yang sulit diartikan, seolah ia sedang menahan suatu amarah. Tidak biasanya dia pulang secepat itu. Akan tetapi, netranya sontak melirik si putri kecil yang dituntun oleh Jeasy. Raut wajah Willy seketika berubah total. Senyumnya mengembang seraya berdiri dan langsung menggendong Cassie dengan manja. "Sayang, bagaimana les baletnya? Lancar?" tanya Willy halus. "Yes, Dad. Aku, 'kan penari balet terbaik!" seru Cassie tampak gembira. "Good girl! Ya sudah, kalau begitu Cassie mandi dulu, ya, sama Bibi Silly. Soalnya Aunty Jeasy ada urusan sama Daddy," pinta Willy memberi senyuman terbaiknya untuk membujuk Cassie. Sementara Bibi Silly sudah berdiri di pinggir sofa sedari tadi. "Ayo, Non." Cassie mengangguk pelan seraya menatap Jeasy. "Kalau urusan Aunty sudah selesai, nanti ke kamar

    Last Updated : 2021-07-10
  • Trapped The Destiny Of Love    Siapa Dalangnya?

    Tangan seputih susu itu terus membelai lembut rambut si putri kecil dengan sisir. Wanita tersebut tampak fokus dan telaten mengikat rambut Cassie agar tampak rapi. Sampai panggilan dari sang pemilik rambut indah pun ia hiraukan begitu saja. Sepertinya kata yang tepat untuk Jeasy saat ini bukanlah fokus, melainkan dia malah melamun. "Aunty!" kejut Cassie, membuat Jeasy terperanjat dan menjatuhkan sisirnya. "Kenapa Aunty diam saja? Aku dari tadi berbicara sama Aunty." "Oh, astaga. Maafkan Aunty, Sayang. Aunty terlalu fokus menata rambutmu agar terlihat cantik," elaknya. Anak itu membalikkan badan dan menghadap Jeasy sepenuhnya. "Aunty melamun?" Jeasy terkekeh, bocah di hadapannya memang terlalu pintar. "Tidak, siapa bilang? Sudahlah, waktunya kita sarapan. Daddy pasti sudah menunggumu di meja makan." Begitu jelas Jeasy mencoba untuk mengakhiri perbincangan perihal dirinya yang tertangkap basah saat sedan

    Last Updated : 2021-07-24
  • Trapped The Destiny Of Love    Pergi

    Tepat pukul 10.00, semua anak tampak berhamburan keluar dari gedung Kids Nursery School. Salah satu Kindergarten terbaik di Swedia. Ya, sekolah taman kanak-kanak yang satu inilah tempat Cassie belajar sekarang. Sudah tiga jam Jassie menunggu Cassie, tentunya wanita itu banyak mendapat tatapan aneh dari orang-orang di sana karena penampilannya yang tertutup. Baru beberapa hari seperti ini saja rasanya begitu tidak nyaman bagi Jeasy. "Ayo, Aunty!" kejut Cassie membuat Jeasy terperanjat. Jeasy berjongkok untuk berbicara pada Cassie dengan membuka maskernya sejenak. "Kita makan dulu, ya. Setelah itu Cassie lanjut kursus melukis." Walaupun suasana hati Jeasy sedang tidak baik, tetapi ia harus tetap terlihat bersemangat di depan gadis kecil itu. "Okay! Let's go!" Anak itu begitu ceria, ia tidak tahu bahwa aunty-nya sedang dilanda masalah karena ulah sang ayah. Keduanya kini mulai berjalan menuju mobil. Akan tetapi, ta

    Last Updated : 2021-09-16
  • Trapped The Destiny Of Love    Kembali

    Sudah hampir setengah hari Willy sibuk mencari keberadaan Jeasy. Ia sampai mengerahkan beberapa anak buah agar pencarian lebih cepat. Dia sengaja melakukan itu demi putrinya. Karena semenjak Jeasy benar-benar dinyatakan hilang, Cassie langsung menangis tidak karuan. Tangisannya tak kunjung usai sampai anak itu mogok makan. Dia terus meringkuk di kamar Jeasy berharap wanita itu kembali datang. Dengan perasaan cemas, Willy kembali menghubungi Bibi Silly untuk memastikan keadaan Cassie. "Halo, Daddy? Bagaimana? Aunty sudah ketemu? Aunty Jeasy akan pulang lagi ke rumah kita, bukan?" Itulah sambutan dari seberang telepon yang Willy dapatkan. Anak itu benar-benar tidak mau kehilangan Jeasy. Willy bergeming sejenak, ia bingung harus mengatakan apa pada Cassie. Karena faktanya Jeasy sama sekali belum ditemukan. Menelusuri alamat yang ada pada resume saat dirinya melamar pekerjaan pun sia-sia. Ternyata rumah yang berada di alamat tersebut kosong. "Cassie sayang, janga

    Last Updated : 2021-10-21
  • Trapped The Destiny Of Love    Percikan Rasa

    Jeasy masih setia menemani Cassie, bahkan ia tak berpindah dari tempat duduknya sedikit pun. Tangan wanita itu terus menggenggam tangan mungil Cassie dan mengelusnya halus. Jeasy tahu, ia tidak boleh egois. Cassie sakit karena dirinya yang berniat menghindar dari masalah. Namun, sekarang itu tidak penting, kesehetan Cassie jauh lebih penting, maka dari itu Jeasy tidak akan pergi untuk menghindar lagi. Pun dengan willy yang masih duduk termenung di depan ruang rawat pitrinya. Pria itu sama sekali tidak berniat mengajak Jeasy untuk mengobrol atau membahas sesuatu dengannya. Pikiran Willy hanyut mengingat perkataan sang dokter beberapa saat lalu perihal penyakit yang diderita sang putri. Pria berbulu halus di dagunya itu terus saja memijat pelipis dengan raut yang sulit diartikan. Embusan napas berat pun beberapa kali lolos dari hidungnya. Untuk sesaat Willy merasa dirinya telah gagal menjadi sosok ayah, karena ia tidak becus menjaga Cassie. Entah separah apa peny

    Last Updated : 2021-12-04

Latest chapter

  • Trapped The Destiny Of Love    Anak Malang

    Kini keadaan Cassie sudah membaik, senyumnya terus mengembang apalagi saat Jeasy dan Willy datang ke ruang rawatnya. Bahkan, anak itu sekarang makan dengan lahap karena terlalu bahagia dengan Jeasy yang telaten menyuapinya. Gadis kecil tersebut juga terus saja menggoda sang ayah mengenai perihal pengakuannya di acara konferensi pers. Raut tersipu malu sekaligus pasrah sama sekali tak dapat disembunyikan dari wajah Willy. Ia benar-benar terjebak dengan tingkah anaknya sendiri. "Permisi." Seketika semua orang di ruangan itu menoleh pada pintu masuk, ternyata seorang dokter datang untuk memastikan keadaan Cassie. "Bagaimana, Dok, keadaan putri saya? Dia sudah baik-baik saja, bukan?" tanya Willy tak sabaran. Dokter itu terdiam sejenak, lalu merekahkan senyuman. "Keadaan Cassie berangsur membaik dengan cepat, besok dia sudah diperbolehkan pulang. Tapi tetap saja, jangan makan makanan sembarangan dan makanlah yang teratur."

  • Trapped The Destiny Of Love    Percikan Rasa

    Jeasy masih setia menemani Cassie, bahkan ia tak berpindah dari tempat duduknya sedikit pun. Tangan wanita itu terus menggenggam tangan mungil Cassie dan mengelusnya halus. Jeasy tahu, ia tidak boleh egois. Cassie sakit karena dirinya yang berniat menghindar dari masalah. Namun, sekarang itu tidak penting, kesehetan Cassie jauh lebih penting, maka dari itu Jeasy tidak akan pergi untuk menghindar lagi. Pun dengan willy yang masih duduk termenung di depan ruang rawat pitrinya. Pria itu sama sekali tidak berniat mengajak Jeasy untuk mengobrol atau membahas sesuatu dengannya. Pikiran Willy hanyut mengingat perkataan sang dokter beberapa saat lalu perihal penyakit yang diderita sang putri. Pria berbulu halus di dagunya itu terus saja memijat pelipis dengan raut yang sulit diartikan. Embusan napas berat pun beberapa kali lolos dari hidungnya. Untuk sesaat Willy merasa dirinya telah gagal menjadi sosok ayah, karena ia tidak becus menjaga Cassie. Entah separah apa peny

  • Trapped The Destiny Of Love    Kembali

    Sudah hampir setengah hari Willy sibuk mencari keberadaan Jeasy. Ia sampai mengerahkan beberapa anak buah agar pencarian lebih cepat. Dia sengaja melakukan itu demi putrinya. Karena semenjak Jeasy benar-benar dinyatakan hilang, Cassie langsung menangis tidak karuan. Tangisannya tak kunjung usai sampai anak itu mogok makan. Dia terus meringkuk di kamar Jeasy berharap wanita itu kembali datang. Dengan perasaan cemas, Willy kembali menghubungi Bibi Silly untuk memastikan keadaan Cassie. "Halo, Daddy? Bagaimana? Aunty sudah ketemu? Aunty Jeasy akan pulang lagi ke rumah kita, bukan?" Itulah sambutan dari seberang telepon yang Willy dapatkan. Anak itu benar-benar tidak mau kehilangan Jeasy. Willy bergeming sejenak, ia bingung harus mengatakan apa pada Cassie. Karena faktanya Jeasy sama sekali belum ditemukan. Menelusuri alamat yang ada pada resume saat dirinya melamar pekerjaan pun sia-sia. Ternyata rumah yang berada di alamat tersebut kosong. "Cassie sayang, janga

  • Trapped The Destiny Of Love    Pergi

    Tepat pukul 10.00, semua anak tampak berhamburan keluar dari gedung Kids Nursery School. Salah satu Kindergarten terbaik di Swedia. Ya, sekolah taman kanak-kanak yang satu inilah tempat Cassie belajar sekarang. Sudah tiga jam Jassie menunggu Cassie, tentunya wanita itu banyak mendapat tatapan aneh dari orang-orang di sana karena penampilannya yang tertutup. Baru beberapa hari seperti ini saja rasanya begitu tidak nyaman bagi Jeasy. "Ayo, Aunty!" kejut Cassie membuat Jeasy terperanjat. Jeasy berjongkok untuk berbicara pada Cassie dengan membuka maskernya sejenak. "Kita makan dulu, ya. Setelah itu Cassie lanjut kursus melukis." Walaupun suasana hati Jeasy sedang tidak baik, tetapi ia harus tetap terlihat bersemangat di depan gadis kecil itu. "Okay! Let's go!" Anak itu begitu ceria, ia tidak tahu bahwa aunty-nya sedang dilanda masalah karena ulah sang ayah. Keduanya kini mulai berjalan menuju mobil. Akan tetapi, ta

  • Trapped The Destiny Of Love    Siapa Dalangnya?

    Tangan seputih susu itu terus membelai lembut rambut si putri kecil dengan sisir. Wanita tersebut tampak fokus dan telaten mengikat rambut Cassie agar tampak rapi. Sampai panggilan dari sang pemilik rambut indah pun ia hiraukan begitu saja. Sepertinya kata yang tepat untuk Jeasy saat ini bukanlah fokus, melainkan dia malah melamun. "Aunty!" kejut Cassie, membuat Jeasy terperanjat dan menjatuhkan sisirnya. "Kenapa Aunty diam saja? Aku dari tadi berbicara sama Aunty." "Oh, astaga. Maafkan Aunty, Sayang. Aunty terlalu fokus menata rambutmu agar terlihat cantik," elaknya. Anak itu membalikkan badan dan menghadap Jeasy sepenuhnya. "Aunty melamun?" Jeasy terkekeh, bocah di hadapannya memang terlalu pintar. "Tidak, siapa bilang? Sudahlah, waktunya kita sarapan. Daddy pasti sudah menunggumu di meja makan." Begitu jelas Jeasy mencoba untuk mengakhiri perbincangan perihal dirinya yang tertangkap basah saat sedan

  • Trapped The Destiny Of Love    Jalan Keluar

    Sesampainya di rumah, Jeasy dikejutkan dengan keberadaan Willy yang sudah duduk tegap di sofa dengan tatapan yang sulit diartikan, seolah ia sedang menahan suatu amarah. Tidak biasanya dia pulang secepat itu. Akan tetapi, netranya sontak melirik si putri kecil yang dituntun oleh Jeasy. Raut wajah Willy seketika berubah total. Senyumnya mengembang seraya berdiri dan langsung menggendong Cassie dengan manja. "Sayang, bagaimana les baletnya? Lancar?" tanya Willy halus. "Yes, Dad. Aku, 'kan penari balet terbaik!" seru Cassie tampak gembira. "Good girl! Ya sudah, kalau begitu Cassie mandi dulu, ya, sama Bibi Silly. Soalnya Aunty Jeasy ada urusan sama Daddy," pinta Willy memberi senyuman terbaiknya untuk membujuk Cassie. Sementara Bibi Silly sudah berdiri di pinggir sofa sedari tadi. "Ayo, Non." Cassie mengangguk pelan seraya menatap Jeasy. "Kalau urusan Aunty sudah selesai, nanti ke kamar

  • Trapped The Destiny Of Love    Berita Terbaru

    Menu sarapan pagi ini kembali dimasak oleh sang pembantu seperti biasanya, karena pembantu yang dikenal dengan Bibi Silly itu sudah sembuh dari sakitnya. Wanita umur akhir empat puluhan tersebut memang sudah setia menenami keluarga Willy sejak tiga tahun terakhir. Namun, seketika Cassie menggeleng saat tangan Jeasy mengangkat sendok untuk menyuapi anak itu. "Cassie mau roti panggang buatan Aunty," celetuknya membuat Willy yang sibuk menyantap sarapan teralih memerhatikan kedua perempuan di dekatnya. Jeasy hanya tersenyum seraya berucap, "Ini bukannya burger kesukaan Cassie? Bibi Silly khusus membuatkan ini untukmu, Sayang. Apa kau tidak merindukan masakan Bibi Silly, hm? Jadi, ayo makan ini saja." Cassie menggeleng cepat sembari memajukan bibirnya beberapa senti. Bocah itu memang terkadang susah untuk dibujuk. Pada akhirnya, Jeasy menurut karena tatapan Willy terus mengintimidasi. "Baiklah, Aunty akan buatkan roti panggang untukmu. Tunggu sebent

  • Trapped The Destiny Of Love    Berciuman Secara Tidak Langsung

    Hari ini wajah Jeasy tampak secerah mentari. Bagaimana tidak, hatinya begitu senang karena harapan untuk bekerja di salah satu perusahaan akhirnya terwujud. Ia tidak menyangka Willy akan dengan mudah menerima dirinya.Namun, otak Jeasy baru teringat sesuatu. Jika ia bekerja di kantor Willy, lalu bagaimana dengan Cassie? Apakah ia akan tetap menjadi seorang pengasuh anak? Karena tidak mungkin Jeasy mengambil dua pekerjaan itu sekaligus. Ia tidak pandai membagi waktu."Aunty kenapa? Tidak biasanya melamun seperti itu?" tanya Cassie seusai meneguk segelas susu dingin.Jeasy menggeleng, lalu kembali menyuapi makanan ke mulut anak itu. Untung saja Jeasy mulai bekerja besok di perusahaan Willy, sehingga sekarang ia masih bisa menemani Cassie."Aunty sayang gak sama Cassie?"Seketika pertanyaan itu membuat Jeasy terkejut. "Tentu, Sayang. Kenapa kamu nanya begitu?""Ah, tidak. Cassie cuma takut Aunty pergi," timpal anak itu menatap Jeasy

  • Trapped The Destiny Of Love    Pekerjaan Baru

    "Kau yang membuat semua ini?" Willy tampak terkejut dengan banyaknya hidangan makanan di meja makan. Ia sempat meragukan makanan tersebut karena dibuat oleh orang asing, bukan oleh sang pembantu seperti biasanya."Iya, Pak. Mungkin ini sebagai bentuk terima kasihku, lagipula asisten rumah tangga di sini sedang sakit, bukan? Jadi biarkan saja aku yang menggantikannya," jawab Jeasy masih setia berdiri di samping meja.Willy bergeming sejenak. "Kau lupa?""L-lupa? Tentang apa?"Pria itu mendengkus, lalu berkata, "Panggil aku nama saja."Jeasy menunduk, ia benar-benar lupa. "Maaf, Pak. Tapi ... dengan menyebut nama saja kurasa itu tidak sopan.""Dengar, ini rumahku. Maka aku berhak mengatur semuanya, termasuk kau harus memanggilku seperti apa. Mengerti?" Willy berucap tegas, ia kemudian mengancingkan jas di tubuhnya. "Cepat bangunkan Cassie, aku ingin sarapan bersamanya.""Baik."Jeasy bergegas menuju kamar Cassie, gadis kecil itu tampak m

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status