Bab 63
Bayi yang kecil itu menggeliat dengan suara tangisnya yang khas. Melati baru saja membersihkan dirinya dibantu oleh Sumi. Saat masuk ke dalam ruangan, mata Edwin mengerjap karena Melati hanya mengenakan kain batik sebatas dada. Sadar dirinya diperhatikan, Melati segera berlalu ke dalam kamar. Edwin sendiri langsung membuang pandang ke arah lain. Dadanya berdebar lebih cepat karena rasa rindu pada Melati. Setelah wanita itu pergi, banyak hal yang dia sesali. Meski sekejap, kehadiran Melati membuat hatinya yang beku perlahan mencair. Sayang sekali Edwin telat menyadarinya.Jovan tampak sudah bersiap. Mengenakan sweater milik Edwin. Pagi ini pria itu akan kembali ke kota. Tak mungkin dia tetap tinggal sementara keluarga Edwin dan perusahaan membutuhkan dedikasinya. Setidaknya Jovan adalah tangan kanan Edwin, jadi dia banyak tahu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan perusahaan. Makanya dia menggantikan posisi Edwin untuk sementara. "Hati-hatiBab 64Melati sampai menutup mulutnya saking tidak percayanya dengan apa yang dituturkan oleh Edwin. Pria itu tampak mengusap sudut matanya yang Melati yakini bahwa pria itu tidak sedang bercanda saat ini."Tapi bagaimana mungkin hal itu terjadi, dan bagaimana mungkin dia tega melakukan hal itu?" "Awalnya Wina diculik saat Kirana berada di rumah sakit. Kami berusaha mencarinya sekuat tenaga, hingga akhirnya kami berhasil menemukannya di sebuah rumah di kawasan yang cukup sepi. Saat kami ke sana, rupanya seseorang sudah menodai Wina dan gadis itu mengalami kekerasan di sekujur tubuhnya. Di sana juga ada Teguh, dan ketika aku ingin menghajarnya kembali, pria itu sudah kabur dengan seseorang yang tidak tahu siapa. Dan sampai saat ini, aku masih menyelidikinya bersama dengan yang lainnya. Bahkan kami sampai menyewa detektif hanya demi untuk menemukan siapa pelaku yang telah tega membuat Wina menderita.""Ya Tuhan, lalu, bagaimana kamu tahu jika Te
Bab 65Melati mengusap-usap badan bayi kecil yang menggeliat setelah lepas dari ASI-nya. Membiarkan putra kecilnya itu terlelap. Dia meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Cukup lama bayinya itu menyusu hingga membuat badan Melati pegal.Sumi masuk ke dalam kamarnya dengan segelas jamu yang sudah diraciknya."Ini bagus untuk wanita yang barusaja melahirkan. Cobalah, mumpung masih hangat, rasanya sedikit manis karena bibi tambahin madu." Sumi duduk di samping Melati yang tersenyum."Makasih, Bi." Kedua wanita itu duduk bersisian. Melati mulai meneguknya dan menyisakan airnya setengah gelas."Rasa jamunya segar."''Jadi, yang itu suamimu?" "Maksud bibi, Edwin?" Sumi mengangguk dengan senyum menghiasi wajahnya."Dia terlihat baik dan Sholeh. Tuh orangnya bahkan lagi sholat sekarang.""Iya, dia memang baik." Hati Melati menghangat tiap kali nama Edwin disebut. Bahkan saat jauh dari suaminya itu, dia
Bab 66"Mau beristirahat di dalam kamar?" Edwin bertanya."Sebentar lagi. Sepertinya ibu masih kangen sama Diandra," sahut Melati dengan senyuman dan duduk bersama Ernawati. Mereka menikmati kebersamaan setelah cukup lama berpisah. Kirana sendiri belum datang setelah tadi pergi bersama Bian."Baiklah." Edwin menatap istrinya dengan perasaan penuh cinta. Bersyukur akhirnya wanita itu mau ikut pulang bersamanya dan memberi satu kesempatan lagi untuk pernikahan mereka. "Selain tampan, anakmu ini sangat anteng, Mel. Ibu jadi betah mengasuhnya. Benar-benar menggemaskan." Ernawati tak henti-hentinya memuji bayi kecil yang ada dalam gendongan. Melati tersenyum."Kalau kamu mau istirahat, sana temani Edwin di kamarnya. Lagian kalian pasti lelah." Ernawati memberi isyarat pada Edwin agar membawa Melati masuk ke kamarnya. Tentu saja Edwin menuruti dengan senang hati. Lagi pula mereka adalah suami istri, akan banyak kesempatan untuk mer
Bab 67"Bagaimana semuanya, Jo?" Edwin duduk di kursinya dan melihat banyaknya tumpukan berkas di atas meja."Tidak terlalu buruk. Selama kamu pergi, aku mencoba memeriksa kebocoran dana yang selama ini menghilang entah ke mana. Dan kau tahu, seperti yang sudah kita duga sebelumnya, jika Teguh beberapa kali mencuri dana perusahaan untuk proyek perdagangan juga untuk mendanai proyek yang tidak jelas. Syukurlah semuanya sudah ditangani dengan baik.""Kerja bagus. Dan proyek yang di Surabaya itu bagaimana?""Itu juga sekarang mulai berjalan lancar dan tinggal finishing saja. Syukurlah kita mendapatkan aliran dana dari investor baru lainnya.""Sudah kuduga. Kerjamu memang selalu bagus, Jo. Aku akan memastikan kau untuk mendapatkan bonus yang besar. Sekaligus aku doakan agar secepatnya kau memiliki istri untuk mengurusmu," celetuk Edwin yang langsung mendapat pelototan tajam dengan tangan yang mendarat di bahunya dengan cukup keras.
68Sore harinya, Edwin kembali ke rumahnya setelah sopir menjemputnya di kantor. Tampak istrinya bersama dengan ibu dan kakeknya tengah duduk di ruang tengah sambil menonton tv. Mereka terlihat akrab dan berbahagia, serta sesekali sering membalas obrolan ringan.Dengan cepat Edwin mendekat ke arah mereka setelah meletakkan tas kerajaannya di sofa ruang tamu. Mengabaikan sepatu dan jasnya yang masih melekat di tubuhnya yang tinggi."Sepertinya kalian bahagia sekali. Sedang ngobrolin apa sih?" Melati tersenyum menatap ke arah suaminya dan menyambutnya segera."Obrolan biasa saja kok." Pasangan suami istri itu tersenyum."Bagaimana anak kita. Apakah dia rewel hari ini?" tanya Edwin sambil mendekat ke arah Diandra yang tengah dalam gendongan Ernawati."Diandra sangat anteng, Mas.""Kamu itu datang-datang bukan ngucapin salam, malah langsung nanyain anakmu." Candra ikut bercanda dan senang melihat kebahagiaan di wajah cucu
Bab 69"Seharusnya Mas Edwin tidak perlu mengajakku untuk pergi kemana-mana, lagian pasti lelah setelah mengurusi pekerjaan di kantor.""Nggak apa-apa. Lagian aku juga senang bisa pergi sama kamu. Anggap saja ini proses penjajakan kita, setelah dulu kita belum pernah melakukannya," balas Edwin. Pria itu mengajak Melati pergi untuk makan malam di luar.Melati mengangguk dengan senyum di wajahnya."Kamu benar, Mas. Aku tak menyangka saat itu kita menikah dengan tak terduga. Dan tiba-tiba saja sekarang kita sangat dekat.""Bukan hanya sangat dekat, malah kita udah nikah lho. Mau dua kali lagi." Edwin tersenyum di balik kemudi.Mereka berdua bersyukur karena akhirnya segala kebencian itu hilang dan berganti dengan kebahagiaan. Hanya tinggal menunggu waktu beberapa hari saja, hingga Edwin dan Melati mengesahkan pernikahan mereka yang sesungguhnya. Dan kali ini, tentu saja tanpa paksaan dari pihak manapun.Wanita yang memakai gaun panjang, serta Edwin yang rapi dengan kemeja biru milikny
Bab 70"Apa yang terjadi padanya?" Melati tanya Gunadi menghambur ketika mobil baru saja memasuki halaman utama, dan sopir langsung mengetuk pintu untuk meminta pertolongan kepada pasangan suami istri yang langsung terkejut tersebut"Entahlah, Ayah. Tiba-tiba saja Mas Edwin bersikap gemetaran di tikungan jalan menuju ke sini. Bahkan aku sudah mencoba untuk menenangkannya, tapi tidak berhasil," tutur Melati dengan wajah cemas, kemudian Teguh dibantu dengan sopir segala membopong tubuh Edwin dan dibawa masuk lalu ditidurkan di sofa ruang tamu."Apa perlu kita memanggil dokter?" tanya Gunadi."Tidak apa-apa, nanti juga akan baik sendiri, Pak. Pak Edwin memang sudah terbiasa seperti ini, dia mengalami trauma berat, tepatnya setelah kecelakaan yang menimpa keluarganya di tikungan itu," terang sopir yang membuat Gunadi dan Dena langsung melebarkan matanya dan saling berpandangan dengan wajah cemasnya, yang kini berganti dengan pucat pasi. Gunadi dan Dena jelas tahu apa yang terjadi di tikung
Bab 71Semuanya mengucapkan syukur dan memberi selamat atas pernikahan yang resmi digelar. Bahkan Gunadi akhirnya merasa lega setelah putrinya mendapatkan pria yang baik untuk mendampingi hidupnya, meskipun awalnya dia menyesali karena memaksa pria itu untuk menikahi Melati yang saat itu tengah hamil lima bulan.Gunadi berdiri di balkon kamarnya setelah mendapatkan sebuah pesan yang masuk ke ponselnya.[Jangan berbahagia dulu, Gunadi! Kau tentu tahu apa yang akan dilakukan oleh Edwin Jika dia sampai tahu apa yang telah kau perbuat kepada keluarganya, hingga menyebabkan ayahnya mati secara mengenaskan!] Mata pria itu membulat sempurna sambil menelan ludahnya yang terasa getir di tenggorokan.Gunadi tahu siapa pengirim pesan itu. Teguh. Ya, hanya pria itu yang sanggup melakukannya, lagi pula dalam kejadian itu tidak ada yang mengetahui kecuali Gunadi dan Teguh sendiri yang memberi perintah.Tak ingin diintimidasi begitu saja, Gunadi segera menghubungi nomor ponsel tersebut. Hingga be