Bab 61
"Kau jangan bicara sembarangan! Apa yang telah kau lakukan pada Jonathan? Lalu apakah kau sengaja mengikuti kami?" tanya Bian tidak sabar. Dia takut terjadi sesuatu pada kakak semata wayangnya."Tentu saja dia sudah mati. Jika tidak seperti itu, mana mungkin aku bisa bertemu dengan wanita yang kucintai sekaligus calon anakku. Oh ya, setelah hubungan kita waktu itu sepertinya membutuhkan waktu beberapa minggu lagi hingga kamu melahirkan, bukan? Aku sudah menghitungnya dan tak sabar ingin jadi seorang ayah." Tampak pria itu tersenyum sambil memindai perut Melati yang tampak membulat sempurna. Pria itu tidak sabar ingin segera menjadi seorang ayah, dan jika bisa, dia akan mengambil putranya itu bersama dengan Melati di sisinya.Teguh akan menghabisi siapapun yang berniat menghalangi jalannya, termasuk itu Bian atau Edwin sekalipun.Sejak kasus yang menimpa Wina waktu itu, sebenarnya Teguh tidak kabur dan masih berada di kota yangBab 62Kesepakatan"Baik, aku akan menyerahkan Melati padamu. Tapi dengan syarat, kau tidak boleh menghajarku. Di lain waktu juga kau tidak boleh membalas apapun padaku, Ed." Teguh bersuara. Walau bagaimanapun dia tak tega pada anak yang akan segera lahir itu."Kesepakatan macam apa itu? Aku tidak bisa berjanji," desis Edwin. Terlalu banyak yang sudah pria itu lakukan. Tentu saja Teguh harus merasakan akibat dari perbuatannya sendiri.Cukup lama Edwin dan Jovan mencari, tapi rupanya Teguh cukup lihai bersembunyi. "Kalau begitu, aku tidak akan memberikan Melati pada kalian!""Terserah, jika kau ingin melihat anakmu yang ada dalam perutnya meninggal dan tak bisa diselamatkan. Mungkin kau akan kehilangan bayi itu. Dan perlu waktu yang lama agar kau bisa mendapatkan seorang anak darah dagingmu sendiri dari perempuan lainnya." Edwin mencoba menakut-nakuti agar Teguh ketakutan."Kau, berani sekali mengancamku!" Jovan ikut memandangnya
Bab 63Bayi yang kecil itu menggeliat dengan suara tangisnya yang khas. Melati baru saja membersihkan dirinya dibantu oleh Sumi. Saat masuk ke dalam ruangan, mata Edwin mengerjap karena Melati hanya mengenakan kain batik sebatas dada. Sadar dirinya diperhatikan, Melati segera berlalu ke dalam kamar. Edwin sendiri langsung membuang pandang ke arah lain. Dadanya berdebar lebih cepat karena rasa rindu pada Melati. Setelah wanita itu pergi, banyak hal yang dia sesali. Meski sekejap, kehadiran Melati membuat hatinya yang beku perlahan mencair. Sayang sekali Edwin telat menyadarinya.Jovan tampak sudah bersiap. Mengenakan sweater milik Edwin. Pagi ini pria itu akan kembali ke kota. Tak mungkin dia tetap tinggal sementara keluarga Edwin dan perusahaan membutuhkan dedikasinya. Setidaknya Jovan adalah tangan kanan Edwin, jadi dia banyak tahu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan perusahaan. Makanya dia menggantikan posisi Edwin untuk sementara. "Hati-hati
Bab 64Melati sampai menutup mulutnya saking tidak percayanya dengan apa yang dituturkan oleh Edwin. Pria itu tampak mengusap sudut matanya yang Melati yakini bahwa pria itu tidak sedang bercanda saat ini."Tapi bagaimana mungkin hal itu terjadi, dan bagaimana mungkin dia tega melakukan hal itu?" "Awalnya Wina diculik saat Kirana berada di rumah sakit. Kami berusaha mencarinya sekuat tenaga, hingga akhirnya kami berhasil menemukannya di sebuah rumah di kawasan yang cukup sepi. Saat kami ke sana, rupanya seseorang sudah menodai Wina dan gadis itu mengalami kekerasan di sekujur tubuhnya. Di sana juga ada Teguh, dan ketika aku ingin menghajarnya kembali, pria itu sudah kabur dengan seseorang yang tidak tahu siapa. Dan sampai saat ini, aku masih menyelidikinya bersama dengan yang lainnya. Bahkan kami sampai menyewa detektif hanya demi untuk menemukan siapa pelaku yang telah tega membuat Wina menderita.""Ya Tuhan, lalu, bagaimana kamu tahu jika Te
Bab 65Melati mengusap-usap badan bayi kecil yang menggeliat setelah lepas dari ASI-nya. Membiarkan putra kecilnya itu terlelap. Dia meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Cukup lama bayinya itu menyusu hingga membuat badan Melati pegal.Sumi masuk ke dalam kamarnya dengan segelas jamu yang sudah diraciknya."Ini bagus untuk wanita yang barusaja melahirkan. Cobalah, mumpung masih hangat, rasanya sedikit manis karena bibi tambahin madu." Sumi duduk di samping Melati yang tersenyum."Makasih, Bi." Kedua wanita itu duduk bersisian. Melati mulai meneguknya dan menyisakan airnya setengah gelas."Rasa jamunya segar."''Jadi, yang itu suamimu?" "Maksud bibi, Edwin?" Sumi mengangguk dengan senyum menghiasi wajahnya."Dia terlihat baik dan Sholeh. Tuh orangnya bahkan lagi sholat sekarang.""Iya, dia memang baik." Hati Melati menghangat tiap kali nama Edwin disebut. Bahkan saat jauh dari suaminya itu, dia
Bab 66"Mau beristirahat di dalam kamar?" Edwin bertanya."Sebentar lagi. Sepertinya ibu masih kangen sama Diandra," sahut Melati dengan senyuman dan duduk bersama Ernawati. Mereka menikmati kebersamaan setelah cukup lama berpisah. Kirana sendiri belum datang setelah tadi pergi bersama Bian."Baiklah." Edwin menatap istrinya dengan perasaan penuh cinta. Bersyukur akhirnya wanita itu mau ikut pulang bersamanya dan memberi satu kesempatan lagi untuk pernikahan mereka. "Selain tampan, anakmu ini sangat anteng, Mel. Ibu jadi betah mengasuhnya. Benar-benar menggemaskan." Ernawati tak henti-hentinya memuji bayi kecil yang ada dalam gendongan. Melati tersenyum."Kalau kamu mau istirahat, sana temani Edwin di kamarnya. Lagian kalian pasti lelah." Ernawati memberi isyarat pada Edwin agar membawa Melati masuk ke kamarnya. Tentu saja Edwin menuruti dengan senang hati. Lagi pula mereka adalah suami istri, akan banyak kesempatan untuk mer
Bab 67"Bagaimana semuanya, Jo?" Edwin duduk di kursinya dan melihat banyaknya tumpukan berkas di atas meja."Tidak terlalu buruk. Selama kamu pergi, aku mencoba memeriksa kebocoran dana yang selama ini menghilang entah ke mana. Dan kau tahu, seperti yang sudah kita duga sebelumnya, jika Teguh beberapa kali mencuri dana perusahaan untuk proyek perdagangan juga untuk mendanai proyek yang tidak jelas. Syukurlah semuanya sudah ditangani dengan baik.""Kerja bagus. Dan proyek yang di Surabaya itu bagaimana?""Itu juga sekarang mulai berjalan lancar dan tinggal finishing saja. Syukurlah kita mendapatkan aliran dana dari investor baru lainnya.""Sudah kuduga. Kerjamu memang selalu bagus, Jo. Aku akan memastikan kau untuk mendapatkan bonus yang besar. Sekaligus aku doakan agar secepatnya kau memiliki istri untuk mengurusmu," celetuk Edwin yang langsung mendapat pelototan tajam dengan tangan yang mendarat di bahunya dengan cukup keras.
68Sore harinya, Edwin kembali ke rumahnya setelah sopir menjemputnya di kantor. Tampak istrinya bersama dengan ibu dan kakeknya tengah duduk di ruang tengah sambil menonton tv. Mereka terlihat akrab dan berbahagia, serta sesekali sering membalas obrolan ringan.Dengan cepat Edwin mendekat ke arah mereka setelah meletakkan tas kerajaannya di sofa ruang tamu. Mengabaikan sepatu dan jasnya yang masih melekat di tubuhnya yang tinggi."Sepertinya kalian bahagia sekali. Sedang ngobrolin apa sih?" Melati tersenyum menatap ke arah suaminya dan menyambutnya segera."Obrolan biasa saja kok." Pasangan suami istri itu tersenyum."Bagaimana anak kita. Apakah dia rewel hari ini?" tanya Edwin sambil mendekat ke arah Diandra yang tengah dalam gendongan Ernawati."Diandra sangat anteng, Mas.""Kamu itu datang-datang bukan ngucapin salam, malah langsung nanyain anakmu." Candra ikut bercanda dan senang melihat kebahagiaan di wajah cucu
Bab 69"Seharusnya Mas Edwin tidak perlu mengajakku untuk pergi kemana-mana, lagian pasti lelah setelah mengurusi pekerjaan di kantor.""Nggak apa-apa. Lagian aku juga senang bisa pergi sama kamu. Anggap saja ini proses penjajakan kita, setelah dulu kita belum pernah melakukannya," balas Edwin. Pria itu mengajak Melati pergi untuk makan malam di luar.Melati mengangguk dengan senyum di wajahnya."Kamu benar, Mas. Aku tak menyangka saat itu kita menikah dengan tak terduga. Dan tiba-tiba saja sekarang kita sangat dekat.""Bukan hanya sangat dekat, malah kita udah nikah lho. Mau dua kali lagi." Edwin tersenyum di balik kemudi.Mereka berdua bersyukur karena akhirnya segala kebencian itu hilang dan berganti dengan kebahagiaan. Hanya tinggal menunggu waktu beberapa hari saja, hingga Edwin dan Melati mengesahkan pernikahan mereka yang sesungguhnya. Dan kali ini, tentu saja tanpa paksaan dari pihak manapun.Wanita yang memakai gaun panjang, serta Edwin yang rapi dengan kemeja biru milikny
Bab 99Melati tertegun, entah apa yang ada dalam pikiran Edwin, namun ketika suaminya menyebut nama wanita tersebut, matanya melebar sempurna dengan tubuh seperti kaku. Melati yang mengerti raut wajah suaminya itu berubah pun, segera mengambil alih Giandra dan menyerahkannya kepada pengasuhnya."Siapa dia, Mas?" tanya Melati seakan tidak sabar ingin mengetahui siapa wanita yang di hadapannya itu. Dulu suaminya pernah berkata sakit hati saat ditinggalkan seseorang yang telah pergi, dan pikiriannya langsung mengarah ke sana."Michy, ke marilah, Nak. Ayo makan malam bersama dengan kami," ajak Candra. "Oh ya, kapan kamu kembali dari Korea?" Pria tua itu tidak mungkin melupakan siapa Michy bagi cucunya. Beberapa tahun yang lalu, Michy dan Edwin sempat berhubungan cukup lama. Michy juga adalah cinta pertama cucunya. Namun setelah tiga tahun menjalin hubungan, wanita itu memilih meninggalkan negaranya untuk tinggal di Korea sambil melanjutkan studi designnya di sana. Siapa yang menyang
Bab 98Entah berapa lamanya mereka saling memadu kasih, hingga keduanya terlelap karena kelelahan.Saat Melati terbangun dari tidurnya, dia kaget karena Giandra tidak ada di box bayi miliknya.Wanita yang panik itu pun segera menggulung rambutnya dan mengikatnya ke atas dengan asal, lalu segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dan mengganti dengan pakaian yang baru.Buru-buru wanita itu keluar dari kamarnya untuk mencari putra semata wayangnya, dan saat turun ke ruang tamu, tempat itu remang-remang tanpa cahaya dan seluruh lampu nyaris dimatikan semuanya."Ya ampun dia mana Giandra berada?" ujarnya sambil menggigit ujung kukunya karena bingung. Melati pun menatap ke arah kamar Ernawati yang tertutup, kemudian disampingnya ada kamar Anita yang juga tertutup rapat. Dia sengaja didekatkan telinga ke salah satu kamar tersebut, namun hanya sunyi yang didapatnya."Melati, kenapa kamu menempelkan kupingmu di tengah malam seperti ini?" Jovan yang baru keluar dari dapur deng
Bab 97Seketika berita itu menjadi trending di beberapa acara berita di Belanda, dan sampai ke telinga Edwin melalui sebuah pemberitahuan melalui telepon."Kami hanya ingin mengabarkan kepada anda, tentang kejadian kecelakaan yang telah menewaskan saudara Teguh Yogaswara. Keadaan tubuhnya hampir tidak berbentuk karena kecelakaan hebat itu, juga karena ledakan yang membuat jasadnya tidak sempurna. Apakah kami harus menerbangkannya ke Indonesia, atau anda lebih memilih kami memakamkannya di negara ini, mengingat untuk melewati imigrasi sangat sulit dilakukan, dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar!" Suara di seberang sana terus bergema membuat Edwin bingung, hingga suatu keputusan diambil oleh demi kemaslahatan bersama."Kakekku dan kami semua sudah mendengar berita itu sebelumnya dari media massa. Untuk itu, kami semua sudah kesepaka jika jasad Teguh lebih baik dikebumikan saja di Belanda, dan saya meminta pertolongan anda semua untuk mewakilinya, mengingat kami juga tidak bisa per
Bab 96Duduk di tengah-tengah keluarga Candra Wijaya membuat hati Jovan menghangat, di mana dia bisa melihat senyum di wajah Ernawati dan Candra juga kehangatan kasih sayang antara Edwin dan Melati, yang disampingnya ada Kirana yang melirik sesekali ke arahnya dan menunduk seperti malu-malu.Setelahnya mereka menghabiskan waktu bersama dengan mengobrol di ruang tengah. Layar televisi tayang sejak tadi menyala sama sekali tidak membuat mereka tertarik yang ada justru obrolan dan candaan layaknya keluarga besar.Setelah merasa sedikit bosan jumpa naik ke lantai atas di mana kamarnya berada kemudian duduk di balkon sambil menikmati cahaya malam yang indah. Langit bertaburan bintang dan dia duduk di atas kursi rotan sambil memandang ke atas. Kirana masuk setelahnya dan duduk di sampingnya."Sejak kapan, Jo?" Wanita itu tanpa bertanya tanpa mengalihkan pandangan ke samping di mana jawaban langsung melirik bingung ke arahnya."Apanya yang sejak kapan?" Kirana memanyunkan bibirnya."Bod*h!"
Bab 95"Jadi, apakah menurut kakak, Jovan akan menerimaku, dengan keadaanku yang seperti ini?" Kirana mendesah berat. Dia melihat keadaan kakinya yang tak sempurna. Meskipun ragu, dia ingin mempertanyakan langsung kepada kakaknya, karena hanya pria itu yang mengerti keadaannya sekarang.Edwin mengangguk, lalu sebuah senyum terbit di bibirnya. Hatinya menghangat melihat senyuman di wajah Kirana."Karena hanya dia yang kakak lihat tulus mencintai kamu, Kirana. Makanya jangan ragu untuk menerima pria itu. Bukankah lebih baik dicintai, daripada mencintai, karena ujung-ujungnya hanya akan membuatmu sakit hati." Edwin mencoba memberi pengertian.Kirana cukup tertohok mendengar pernyataan dari kakaknya barusan."Kakak nggak pernah mendengar aku dan Bian bertengkar, kan?" tanyanya Karen Edwin seperti mengerti isi hatinya. Dia mencintai Bian dan ingin memilikinya. Naas, pria itu malah sebaliknya."Tentu saja tidak. Hanya saja kakak selalu melihat dia tidak pernah tulus mencintaimu. Bukankah
Bab 94"Melati mana?" Satu kata yang ditanyakan oleh Ernawati ketika sudah sadarkan diri adalah menantunya. Erwin sendiri tidak ada di sana karena harus mengurusi kasus Gunadi di kantor polisi sementara Melati pulang ke rumah atas suruhan Jovan.Wanita itu sudah pulang ke rumah tadi jawaban yang menyuruhnya sepertinya wanita itu tengah bingung atau sedih entahlah apapun tidak tahu Bu memangnya ada apa atau mungkin ada yang kalian tutupi dariku mata Kirana memicing menatap Ernawati yang segera menggeleng wanita itu bukannya menjawab Allah menerawang memandang langit-langit kamar.Bu aku bertanya pada ibu loh kenapa ibu nggak mau menjawabnya apakah perempuan itu membuat masalah lagi di keluarga kita dan apakah ini juga yang menyebabkan Ibu tidak sadarkan diri jika memang demikian biarkan aku yang menghajar wanita itu atau kalau perlu aku akan menyeretnya ke jalanan sesegera mungkin." Kirana berkata dengan perasaan menggebu nyatanya setelah beberapa waktu berlalu bahkan setelah Edwin dan
Bab 93"Jadi, Pak Gunadi mengakui segala tuduhan dan penyebab kecelakaan yang terjadi empat tahun yang lalu di Desa Sukmajaya itu?" tanya polisi itu untuk yang kedua kalinya."Iya, Pak. Saya mengakui semuanya. Dan saya merasa bersalah, serta saya bertanggung jawab atas segala kejadian waktu itu. Dan saya mengatakan hal ini dengan sesadar-sadarnya, tanpa ada yang ditutup-tutupi dan tanpa ada yang saya sembunyikan," ujarnya dengan kepala tertunduk. "Baiklah kalau begitu. Itu artinya menegaskan jika apa yang sudah saudara lakukan, anda sudah mengakui barusan, benar-benar murni dari dalam hati anda sendiri, tidak ada penekanan ataupun ancaman dari yang lainnya." Gunadi mengangguk lagi. Akhirnya dia melihat salahkah kalian sudah mengakui seluruh kejahatan di selama ini. Dan pasrah menjalani hukuman apapun yang akan ditimpakan kepada. Entah itu hukuman cambuk, hukuman tembak, ataupun hukuman mati yang akan dijalankannya. Tak mengapa, asal Gunadi merasa tenang menjalani sisa hidupnya.
Bab 91Kali ini Edwin duduk dengan pandangan menunduk, merasakan sesaknya dada dan air mata yang tak kunjung berhenti dari matanya. Meskipun sebagai seorang lelaki sejati, dia sudah berusaha untuk menghalau butiran bening itu berulang kali, namun fakta dan kenyataan yang baru saja didengarnya itu, membuat jiwanya terguncang. Bahkan segala pikiran berkecamuk dalam kepalanya. Benci, marah, kecewa, semuanya bercampur jadi satu rasa.Sesuatu hal yang tidak bisa dibayangkan akhirnya terbuka begitu saja, setelah beberapa tahun menunggu. Dan kenyataan itu sekaligus mengguncang batinnya, di mana Edwin merasa perang sabil dengan keadaan fakta, juga tentang masa depan kehidupannya bersama dengan wanita, yang nyatanya mertuanya sendiri adalah seorang pembunuh dari ayahnya.Tak berbeda keadaannya dengan Edwin, Berulang kali Melati memejamkan matanya dengan menghela nafas panjang, hanya demi untuk meluapkan sebak yang ada dalam dadanya. Dia bagai terhimpit gunung, mendengarkan kenyataan yang dar
Bab 91Padahal Edwin baru saja tiba di ruangan Jovan beberapa saat yang lalu. Dan dia langsung menggendong Giandra karena gemas dan merindukan bayi kecil itu, setelah seharian ditinggalkan untuk bekerja di kantornya. Tapi, kehadiran Gunadi langsung membuatnya mengernyit heran, menatap ke arah pria itu yang langsung bersimpuh di kakinya dengan matanya yang memerah."Ada apa denganmu, Ayah?" tanyanya sambil memberikan Giandra kembali pada istrinya.Melati pun ikut bingung melihat kelakuan Gunadi saat ini. Sekilas menatap ke arah Jovan yang tampak santai dan menatap ke arah pria itu, yang bersimpuh di bawah dengan dada naik turun."Sebelum aku masuk penjara demi untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatanku, aku ingin memohon ampun dan meminta maaf kepadamu, Edwin, bahkan untukmu juga Melati. Karena itu ayah meminta maaf karena selama ini telah memperlakukanmu dengan tidak adil. Terlebih tindakan ayah di masa lalu kepada Edwin dan keluarganya, yang membuat suamimu itu menderita. Ay