Bab 58
"Ya ampun, Edwin! Bangun Ed. Kamu sendiri yang datang kemari, kamu sendiri yang marah-marah, dan malah kamu sendiri yang tidak sadarkan diri. Dasar aneh." Anita menghela nafas berat. Sambil terus mengguncang tubuh Edwin agar lelaki itu sadarkan diri. Namun hingga beberapa saat Edwin tidak juga bangun . Bahkan Anita harus memanggil asisten rumah tangganya untuk membantu menidurkan lelaki itu di sofa."Apa perlu saya memanggil dokter, Nyonya?" tanya pelayan itu kepada Anita. Wanita paruh baya itu sedikitnya tahu permasalahan yang menimpa Edwin dan Anita, karena suaranya cukup nyaring di telinga."Biar saja, nanti aku menghubungi Jovan. Pria itu lebih tahu kondisi sahabatnya."Anita segera mencari ponselnya yang berada di dalam kamar, lalu kembali ke ruang tamu. Setidaknya dia mencoba untuk menghubungi Jovan, hingga beberapa saat kemudian panggilan itu pun tersambung."Tante Anita, ada apa menghubungiku?" tanya Jovan dari seberang.59Mata Wina terbelalak kala melihat siapa orang yang bergerak cepat dan mendekat ke arahnya. Teguh, pria itu seketika menyumpalnya dengan kain agar Wina tidak bisa berteriak."Ehmm … ehmm ….!" Teguh menyeringai licik. "Diam, dan jangan bersuara!""Ehmm … ehmm …!"Apa kau benar-benar masih ingin hidup, setelah kau mendapatkan noda dalam tubuhmu, hm?! Aku akan membantu mempercepat kematianmu!" Teguh menyeringai dan segera menarik paksa infus dari tangan Wina dan langsung menyeret perempuan itu, yang masih lemas dan kesakitan. Wina tak berdaya dan pasrah begitu saja ketika Teguh menyeret langkahnya.Seorang perawat yang melihatnya dibawa paksa segera berteriak memanggil bantuan.Ketika beberapa orang pengawas dan pengunjung mendekat, mereka kalah cepat karena Teguh sudah masuk ke dalam lift dan dengan pintu yang segera tertutup rapat.Teguh membawa Wina menuju ke lantai paling atas dan terus menyeretnya paksa hingga ke sampai di pinggir, dimana mereka kini berdiri di gedung berlant
Bab 60Mentari bersinar dengan cerahnya, menyinari gunung-gunung yang masih berselimut kabut. Suara kicau burung tampak syahdu di telinga, mengiringi turunnya sisa embun dari dedaunan menuju bumi, yang kemudian menguap ke atas menjadi awan."Apa kamu bahagia berada di tempat ini?" Suara seseorang membuat Melati yang tengah menghirup udara segar, menoleh ke arahnya. Wanita itu langsung mengusap perutnya yang sudah membesar dan tersenyum ceria. Ikut merasakan kebahagiaan Melati."Tentu saja, tempat ini seperti tempat healing terbaik yang aku dapatkan. Lagi pula, aku mendapatkan banyak ketenangan di tempat ini." Wajah Melati yang tertekan sebelumnya, perlahan berubah menjadi keceriaan."Syukurlah. Usia kandunganmu semakin tua, dan menurut perkiraan, dua minggu lagi dari sekarang, kan?" Wanita itu tak sabar ingin segera menimang bayi dalam ayunannya. Setelah anaknya dewasa, ia tak punya lagi mainan kecil."Ya, anda benar." Melati tersenyum miris. Banyak yang dia pikirkan saat ini. Bagaim
Bab 61"Kau jangan bicara sembarangan! Apa yang telah kau lakukan pada Jonathan? Lalu apakah kau sengaja mengikuti kami?" tanya Bian tidak sabar. Dia takut terjadi sesuatu pada kakak semata wayangnya."Tentu saja dia sudah mati. Jika tidak seperti itu, mana mungkin aku bisa bertemu dengan wanita yang kucintai sekaligus calon anakku. Oh ya, setelah hubungan kita waktu itu sepertinya membutuhkan waktu beberapa minggu lagi hingga kamu melahirkan, bukan? Aku sudah menghitungnya dan tak sabar ingin jadi seorang ayah." Tampak pria itu tersenyum sambil memindai perut Melati yang tampak membulat sempurna. Pria itu tidak sabar ingin segera menjadi seorang ayah, dan jika bisa, dia akan mengambil putranya itu bersama dengan Melati di sisinya.Teguh akan menghabisi siapapun yang berniat menghalangi jalannya, termasuk itu Bian atau Edwin sekalipun.Sejak kasus yang menimpa Wina waktu itu, sebenarnya Teguh tidak kabur dan masih berada di kota yang
Bab 62Kesepakatan"Baik, aku akan menyerahkan Melati padamu. Tapi dengan syarat, kau tidak boleh menghajarku. Di lain waktu juga kau tidak boleh membalas apapun padaku, Ed." Teguh bersuara. Walau bagaimanapun dia tak tega pada anak yang akan segera lahir itu."Kesepakatan macam apa itu? Aku tidak bisa berjanji," desis Edwin. Terlalu banyak yang sudah pria itu lakukan. Tentu saja Teguh harus merasakan akibat dari perbuatannya sendiri.Cukup lama Edwin dan Jovan mencari, tapi rupanya Teguh cukup lihai bersembunyi. "Kalau begitu, aku tidak akan memberikan Melati pada kalian!""Terserah, jika kau ingin melihat anakmu yang ada dalam perutnya meninggal dan tak bisa diselamatkan. Mungkin kau akan kehilangan bayi itu. Dan perlu waktu yang lama agar kau bisa mendapatkan seorang anak darah dagingmu sendiri dari perempuan lainnya." Edwin mencoba menakut-nakuti agar Teguh ketakutan."Kau, berani sekali mengancamku!" Jovan ikut memandangnya
Bab 63Bayi yang kecil itu menggeliat dengan suara tangisnya yang khas. Melati baru saja membersihkan dirinya dibantu oleh Sumi. Saat masuk ke dalam ruangan, mata Edwin mengerjap karena Melati hanya mengenakan kain batik sebatas dada. Sadar dirinya diperhatikan, Melati segera berlalu ke dalam kamar. Edwin sendiri langsung membuang pandang ke arah lain. Dadanya berdebar lebih cepat karena rasa rindu pada Melati. Setelah wanita itu pergi, banyak hal yang dia sesali. Meski sekejap, kehadiran Melati membuat hatinya yang beku perlahan mencair. Sayang sekali Edwin telat menyadarinya.Jovan tampak sudah bersiap. Mengenakan sweater milik Edwin. Pagi ini pria itu akan kembali ke kota. Tak mungkin dia tetap tinggal sementara keluarga Edwin dan perusahaan membutuhkan dedikasinya. Setidaknya Jovan adalah tangan kanan Edwin, jadi dia banyak tahu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan perusahaan. Makanya dia menggantikan posisi Edwin untuk sementara. "Hati-hati
Bab 64Melati sampai menutup mulutnya saking tidak percayanya dengan apa yang dituturkan oleh Edwin. Pria itu tampak mengusap sudut matanya yang Melati yakini bahwa pria itu tidak sedang bercanda saat ini."Tapi bagaimana mungkin hal itu terjadi, dan bagaimana mungkin dia tega melakukan hal itu?" "Awalnya Wina diculik saat Kirana berada di rumah sakit. Kami berusaha mencarinya sekuat tenaga, hingga akhirnya kami berhasil menemukannya di sebuah rumah di kawasan yang cukup sepi. Saat kami ke sana, rupanya seseorang sudah menodai Wina dan gadis itu mengalami kekerasan di sekujur tubuhnya. Di sana juga ada Teguh, dan ketika aku ingin menghajarnya kembali, pria itu sudah kabur dengan seseorang yang tidak tahu siapa. Dan sampai saat ini, aku masih menyelidikinya bersama dengan yang lainnya. Bahkan kami sampai menyewa detektif hanya demi untuk menemukan siapa pelaku yang telah tega membuat Wina menderita.""Ya Tuhan, lalu, bagaimana kamu tahu jika Te
Bab 65Melati mengusap-usap badan bayi kecil yang menggeliat setelah lepas dari ASI-nya. Membiarkan putra kecilnya itu terlelap. Dia meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Cukup lama bayinya itu menyusu hingga membuat badan Melati pegal.Sumi masuk ke dalam kamarnya dengan segelas jamu yang sudah diraciknya."Ini bagus untuk wanita yang barusaja melahirkan. Cobalah, mumpung masih hangat, rasanya sedikit manis karena bibi tambahin madu." Sumi duduk di samping Melati yang tersenyum."Makasih, Bi." Kedua wanita itu duduk bersisian. Melati mulai meneguknya dan menyisakan airnya setengah gelas."Rasa jamunya segar."''Jadi, yang itu suamimu?" "Maksud bibi, Edwin?" Sumi mengangguk dengan senyum menghiasi wajahnya."Dia terlihat baik dan Sholeh. Tuh orangnya bahkan lagi sholat sekarang.""Iya, dia memang baik." Hati Melati menghangat tiap kali nama Edwin disebut. Bahkan saat jauh dari suaminya itu, dia
Bab 66"Mau beristirahat di dalam kamar?" Edwin bertanya."Sebentar lagi. Sepertinya ibu masih kangen sama Diandra," sahut Melati dengan senyuman dan duduk bersama Ernawati. Mereka menikmati kebersamaan setelah cukup lama berpisah. Kirana sendiri belum datang setelah tadi pergi bersama Bian."Baiklah." Edwin menatap istrinya dengan perasaan penuh cinta. Bersyukur akhirnya wanita itu mau ikut pulang bersamanya dan memberi satu kesempatan lagi untuk pernikahan mereka. "Selain tampan, anakmu ini sangat anteng, Mel. Ibu jadi betah mengasuhnya. Benar-benar menggemaskan." Ernawati tak henti-hentinya memuji bayi kecil yang ada dalam gendongan. Melati tersenyum."Kalau kamu mau istirahat, sana temani Edwin di kamarnya. Lagian kalian pasti lelah." Ernawati memberi isyarat pada Edwin agar membawa Melati masuk ke kamarnya. Tentu saja Edwin menuruti dengan senang hati. Lagi pula mereka adalah suami istri, akan banyak kesempatan untuk mer