TRAGEDI CINTA BUNGA
Penulis : David KhanzBagian : 17Episode : Hati Yang Luka“Ingat, Targa,” ucap Mahmud dengan suara tercekat, “kita sudah berkawan sejak kecil dan kita pun selalu saling mempercayai satu dengan lainnya. Hanya saja, sekarang aku merasa kecewa. Hanya karena perkara perempuan, kau tega bermain di belakangku.”“Dengarkan aku dulu, Mahmud!” Targa berusaha untuk menjelaskan. Namun kawannya itu tidak mau mendengar dan/atau memberikan kesempatan baginya untuk berbicara banyak.“Tidak, Targa! Kaulah yang seharusnya mendengarkan kata-kataku kini! Aku lelah! Selama kita berkawan dekat, selalu saja aku yang menjadi pendengar setia omonganmu!” seru Mahmud bersikeras.“Tapi dengarkan aku dulu, Mahmud. Aku menemui Warsih tadi adalah untuk—”Lagi-lagi ucapan Targa dipotong dengan cepat oleh Mahmud. Seakan-akan, lelaki muda miskin yang ayahnya menjadi anak buah Abah Langga iTRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 18Episode : Pertemuan TersembunyiMengetahui perempuan yang disukainya telah menikah dengan laki-laki lain, rasa penasaran Mahmud kian membesar. Ingin sekali dia mengenal lebih jauh siapa sosok Sukatna sebenarnya.‘Hhmmm, hanya seorang pejantan biasa yang kehidupannya tidak lebih baik dariku sendiri,’ gumam Mahmud di dalam hati. ‘Aku tidak percaya, bagaimana mungkin seorang Warsih telah memilih dan memutuskan untuk menikah dengan laki-laki semacam dia.’Dilandasi desak rasa penasarannya itulah, diam-diam Mahmud mencari-cari cara serta mencuri-curi masa untuk bisa bertemu dengan Warsih. Secara langsung dan menyengaja, itu tidak mungkin. Sebab perempuan yang masih dia idam-idamkan tersebut, telah menjadi milik orang lain. Bertamu ke kediamannya, sudah tentu harus didampingi sosok Sukatna, sang suami. Jika tidak, itu merupakan bentuk pelanggaran terhadap hukum adat s
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 19Episode : Perseteruan Kedua Mahmud dan TargaWarsih sama sekali tidak memberikan kesempatan kepada Mahmud untuk melanjutkan perbincangan mereka kala itu, walaupun lelaki tersebut mencoba menahan. Dia bergegas pergi dengan bakul tergendong di sisi pinggang dan berjalan di bawah terik matahari yang masih memanggang.Ingin rasanya Mahmud keluar dari balik rimbunan ilalang, lantas mengejar Warsih. Namun akalnya masih mampu untuk berpikir jernih dan menahan diri untuk tetap berada di tempat persembunyian.“Sial!” rutuk lelaki tersebut kesal sambil mengentakkan kaki ke tanah. “Dia benar-benar tidak menjawab pertanyaanku!”Kilatan mata Mahmud memandang garang ke arah Warsih yang sudah mulai menjauh.‘Aku bersumpah, aku akan tetap berusaha menemui dia,’ ujar Mahmud bertekad. ‘Jangan berharap dengan diamnya tadi, akan membuatku menye
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 20Episode : Perseteruan MematikanKali ini Mahmud mampu mengimbangi serangan demi serangan yang dilancarkan oleh Targa. Tidak seperti halnya dulu, begitu mudah dipecundagi hanya dengan beberapa jurus. Bahkan sesekali terjangan laki-laki tersebut hampir saja mencelakai putra tunggal Abah Langga bersama kepal tinjunya yang mengarah pada titik-titik membahayakan.“Huaaa!” seru Targa tampak kaget seraya mundur untuk menghindari jurus yang dilancarkan oleh Mahmud.Beberapa saat keduanya bergeming dalam jarak yang agak berjauhan. Tentu saja masih dengan posisi kuda-kuda siaga.“He-he ….,” kekeh Mahmud disertai sorot mata mengejek. “Terkejut kau, Targa? Huh, baru tahu ya, sekarang aku bukanlah seorang kawanmu yang dulu. Itu belum seberapa. Aku masih menyimpan banyak sisa jurus dan tenaga untuk melumpuhkanmu, Kawan.”Targa membalas ta
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 21Episode : Pengadilan Bunga dan Syaiful“ … Dan sampai kini, kau masih membenciku karena alasan itukah, Mahmud?” tanya Abah Targa pada sosok Juragan Mahmud di atas tempat tidur. “Sudahlah, sekarang kita sudah sama-sama tua. Tidak ada lagi yang patut dicemburui satu dengan lain, Kawan.” Dia menggeser duduk lebih mendekat kini. “Kau sudah memiliki kehidupanmu sendiri dan pernah berbahagia bersama Sumiarsih, sampai kemudian … terlahirlah anakmu Bunga. Sedangkan aku ….?” Tetua Adat Kampung Sarawu tersebut tersenyum getir. “ … Aku memilih untuk tidak menikah seumur hidupku, tiada lain … karena—”“Karena kau masih mencintai Warsih. Begitu ‘kan, Targa?” tukas Juragan Mahmud menegaskan. Kali ini dia memutar kepala untuk beradu tatap dengan sosok di sampingnya tersebut.Lagi-lagi Abah Targa tersenyum getir. Sebenarnya dia sudah mulai enggan melayani percakapan bekas sahabatnya itu. Dirasa se
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzaBagian : 23Episode : Duka Pilu Seorang Sumiarsih“Ayah ….?” Bunga bergumam usai melirik Bi Enok di samping. Dibalas oleh sosok wanita tua tersebut, “Iya, Neng. Itu Juragan. Ayahnya Eneng. Ada apa dengan beliau?”Gadis cantik berusia 23 tahun itu bermaksud bangkit dari duduk untuk melihat-lihat kondisi Juragan Mahmud di kamar, tapi tangan Bi Enok lekas menahan. “Biar saya saja yang memeriksa keadaan beliau, Neng.”“T-tapi, Bi, saya ….”“Tetaplah di sini, Neng. Saya mohon,” imbuh kembali sosok pembantu tersebut meminta anak majikannya itu untuk tetap terdiam di tempat. “Saya khawatir, Juragan masih belum berkenan untuk menerima kehadiran Neng Bunga di kamar.”Bunga mendesah berat. Rongga pernapasannya dirasa sesak. Hingga sejauh ini, Juragan Mahmud memang belum mau bertemu serta berbicara lagi dengan anak semata wayangnya tersebut. Entah sampai kapan. Mungkin hingga tiba acar
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 23Episode : Pertanyaan Yang Tidak Kunjung TerjawabBi Enok merasa bahwa percakapannya dengan Juragan Sumiarsih pada hari itu adalah merupakan sebuah pertanda khusus. Entah apa yang akan terjadi pada sosok istri dari Juragan Mahmud tersebut di kemudian hari. Namun yang pasti, perubahan drastis pun mulai tertampak pada perempuan tersebut hanya dalam kurun waktu beberapa bulan saja.“Juragan ….,” kata Bi Enok suatu ketika. Menyengaja masuk ke dalam kamar untuk melihat kondisi majikan perempuannya tersebut. Dia menyaksikan, sosok Sumiarsih sedang terduduk menyandar di atas tempat tidur. Mengenakan pakaian yang tampak seperti kebesaran, longgar membungkus badan kurus laksana tulang berbalut kulit.Hingga tiga kali pembantu rumah tangga itu memanggil-manggil, setelah itu barulah Jur
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 24Episode : Perdamaian Ayah dan Anak“Bi!” panggil Juragan Mahmud.Sosok pembantu tua itu menoleh dan mendapati kelopak mata majikannya membulat besar, menggidikkan. Seketika dia pun langsung menunduk dalam-dalam.“E-eh … i-iya, Juragan,” sahut Bi Enok terbata-bata antara kaget dan takut. “Juragan memanggil s-saya? Eh, b-bukan itu. Maksudnya … a-ada yang bisa saya bantu, Juragan?” Dia menghaturkan sembah maaf, lantas terdiam menunggu jawaban dari yang bersangkutan.Terdengar deham kecil dari sosok di atas ranjang, kemudian lanjut berkata, “Tiga kali aku memanggil. Bi Enok melamun?” Yang ditanya menggeleng-geleng risau. “Kamu sedang mikir apa, Bi?” Juragan Mahmud terus menerus memandanginya dengan lekat.Kembali Bi Enok mengangkat dan merapatkan kedua tangan di depan dada. “Tidak, Juragan. S-saya hanya ingin … lekas member
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 25Episode : Rahasia Di Antara Dua KawanJuragan Mahmud memejamkan mata beberapa saat, menghirup udara dalam-dalam, lantas memenuhi ruang pikir dan hati dengan bisikan-bisikan kebajikan.“Kamu tentunya sudah mendengar kabar tentang rencana pertemuan di balai musyawarah warga itu, ‘kan?” tanya lelaki tua berkumis dan berjanggut putih tersebut, tanpa menatap putrinya. Bunga mengangguk dan mengiakan dengan suara pelan, disambut helaan berat napas sang Ayah. Kemudian berimbuh kembali dengan sikap serupa sebagaimana di awal tadi. Katanya, “Sebentar lagi, nasib serta masa depanmu akan ditentukan oleh para sesepuh Kampung Sarawu. Setelah itu, Ayah tidak lagi memiliki kewajiban apa pun terhadapmu, terkecuali … hanya sebatas hubungan antara bapak dan anak.”Bunga tercekat mendengar ucapan ayahnya baru saja.Gadis itu spontan mengangkat wajah dan meni
TRAGEDI CINTA BUNGA DESAPenulis : David KhanzDeru gemuruh ombak di lepas pantai, bergulung riuh membentengi lautan. Berlarian disertai buih putih, seakan tengah berlomba mendahului menggapai tepian daratan. Terayun kuat bersama sapuan banyu yang menarik ulur tiada henti. Sementara sang surya pun tak ingin ketinggalan, dengan pongahnya menyemburkan bara memanggang bumi. Bercampur baur dalam semilir yang kian menyengat.Tak jauh dari sebuah gubuk sederhana yang berdiri di sana, seorang perempuan mematung bertelanjang kaki, beralaskan pasir putih. Sesekali matanya menatap luas lautan yang membentang, dengan bias penuh pengharapan. Di antara helaan napas berat dan seringai bibirnya yang kering, seakan memberi tanda bahwa dia tengah berada dalam sebuah penantian. Entah apa atau siapa yang sedang dia tunggu.Sesekali, tangan kasar perempuan itu mengusap lembut perutnya yang membuncit. Lalu menyeka peluh yang mengucur deras membanjiri pelipis. “Sabar .
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 96Episode : Gema Cinta Di Akhir AsaUsai melakukan kunjungan selanjutnya, usaha Bi Enok untuk membujuk dan mengajak Bunga pulang ke Kampung Sarawu, kembali menemui kegagalan. Perempuan muda yang sedang mengandung besar tersebut tetap menolak dengan alasan belum mendapatkan izin pergi dari sang suami, Syaiful.“S-saya tahu … s-saya akan dinilai sebagai anak yang tidak berbakti terhadap orang tua. Mungkin juga seorang anak yang durhaka,” ucap Bunga lirih disertai mata berkaca-kaca. “Tapi tidak semua orang mau memahami akan kondisi saya sekarang. Saya bukan lagi seorang anak gadis yang hidupnya masih menjadi tanggungan Ayah. Saya sudah menikah, bersuami, dan sekarang … hamil besar. Bagaimana mungkin, dalam keadaan seperti ini, saya harus mengajarkan sesuatu yang buruk terhadap anak kami sendiri? Melangkahkan kaki, keluar dari tempat yang tidak diridhoi, dan tanpa iz
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 95Episode : Pertengkaran Terakhir Bunga dan SyaifulSejak peristiwa terjadinya pertarungan antara Abah Targa dan Juragan Mahmud, kedua laki-laki tua tersebut dikabarkan semakin kritis. Untuk urusan usaha di dermaga—untuk sementara—terpaksa dipercayakan kepada Syahrul dan Amrul, serta dibantu oleh Dirga, cucu Bi Enok. Sementara kepemimpinan Tetua Adat sendiri, dibebankan terhadap para sesepuh lain. Sebagai satu-satunya tabib ahli di bidang pengobatan, Ki Sanca sudah berusaha sekuat mungkin dengan kemampuannya untuk mengobati dua sosok penting di Kampung Sarawu tersebut. Namun sejauh itu pula, upaya yang dilakukan olehnya, tidak juga menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan. Terpaksa, di usianya yang kian sepuh, Bi Enok harus berjibaku sendiri mengurus keperluan Bunga dan Syaiful di pulau pengasingan.“Jadi kondisi Ayah sekarang belum menunjukkan tanda
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 94Episode : Pertarungan Berdarah“Hebat … hebaattt … hebaaattt …,” seru Juragan Mahmud sambil bertepuk tangan sendiri. “Lihatlah, langit! Lihatlah, pohon-pohon! Lihat pada mereka, betapa harmonis sekali hubungan kedua manusia berhati ular itu. Hi-hi. Tidak perlu aku bertanya secara satu per satu dan menuntut kejujuran, nyatanya … sikap kalian itu sudah cukup memberiku bukti … bahwa sesama binatang memang hanya akan berkumpul dengan jenis dari mereka masing-masing. Hi-hi.”Abah Targa—terpaksa—melepaskan cekalannya pada tubuh Dillah dan membiarkan lelaki tersebut duduk sambil meringis-ringis di tanah jejalanan. Sejenak sosok Tetua Adat itu melirik pada Juragan Mahmud, lantas berucap pelan, “Tenanglah. Kamu diam di sini. Saya akan mencoba menghadapi manusia sombong yang satu itu.”Dillah mengangguk di antara ringis kesakitan yang tergambar di wajah. Kemudian bersusah payah berpindah tempat dengan cara menggeser badan, menggusur kedua ka
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 93Episode : Aroma KebusukanKrosak!Juragan Mahmud menghentikan langkah, lantas bergeming di tempat untuk beberapa saat. Tatap matanya lurus tertuju ke depan, sementara telinga dipasang sedemikian ketat.“Hhmmm …,” deham lelaki tua berikat kepala putih tersebut. “Keluarlah dari tempat persembunyianmu itu!” serunya kemudian dengan suara lantang.Ditunggu beberapa waktu, tidak ada sahutan maupun sesosok manusia yang muncul mendekat.“Keluar dari tempat persembunyianmu, kataku juga!” Kembali pesohor Kampung Sarawu tersebut bersuara nyaring. “Kau pikir aku tidak tahu, siapa yang ada di belakangku sekarang, hah?! Keluar!”Masih seperti tadi, suasana jalanan tetap sunyi.‘Jahanam! Ternyata dia manusia yang sangat pengecut! Tidak berani menampakkan diri dan lebih betah menguntit di belakangku sejak tadi!’ gumam Juragan Mahmud di dalam hati. ‘Baiklah ….’Karena tidak ada yang menyahut, lelaki tua itu pun memutuskan diri untuk melanjutkan lan
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 92Episode : Pertarungan Dua Lelaki Pesohor Kampung“Ada apa ini?” Syaiful memandang ke arah perginya Bi Enok dan Dirga.Bunga turut bangkit sambil mengusap-usap perut buncitnya. Jawab perempuan cantik itu kemudian, “Entahlah, Kang. Sepertinya ada sesuatu yang penting dari Kang Amrul.”“Iya, aku juga berpikir seperti itu, Néng. Tapi mengapa aku tidak diperbolehkan untuk turut ke sana? Setidaknya untuk mengetahui, apa yang sebenarnya sedang terjadi. Bi Enok juga ‘kan, sudah menjadi bagian dari keluarga ayahmu. Berarti keluarga kita juga, ‘kan?”Bunga tidak membalas. Perhatiannya tetap tertuju ke depan. Dia merasa ada sesuatu yang tidak nyaman di hati. Apakah kedatangan Amrul tadi berkaitan dengan ayahnya pula? Bukan apa-apa, hal itu didasari oleh sikap Juragan Mahmud sebelumnya yang telah berselisih paham dengan Abah Targa.‘Yaa Allah … ada apa ini sebenarnya?’ Bertanya sosok anak perempuan Juragan Mahmud itu disertai dera kekhawatiran
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 91Episode : Aroma Membusuk Dari Masa Silam“Pada dasarnya … kamu sudah banyak berjasa pada hidup saya, yaitu menjadi pintu gerbang bagi Ki Jambrong untuk menemui saya, anak dari sahabat lama beliau,” pungkas Juragan Mahmud usai menuturkan sebuah kisah, sebagaimana yang pernah diceritakan oleh Ki Jambrong beberapa waktu lalu padanya. “Melalui kamu pula, beliau telah membuka hampir semua tabir kegelapan yang sejak lama membutakan pikiran saya, Bi.”“Tabir kegelapan? Mohon maaf, yang Juragan maksudkan itu … apa, ya?” tanya Bi Enok langsung timbul dugaan-dugaan lain di hatinya. “S-saya belum paham, Juragan.”Sosok pembantu tersebut mengira bahwa—tentulah—Ki Jambrong telah banyak bercerita tentang masalah lalu orang-orang tertentu yang berada di Kampung Sarawu. Terutama yang terlibat pada masa-masa kelam Ki Darsan dan Abah Langga masih hidup.Sa
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 90Episode : Prahara TerorLekas Bi Enok memburu tubuh cucunya tersebut. Memeriksa sejenak untuk memastikan kondisi Dirga yang sebenarnya. ‘Dia masih hidup …,’ membatin wanita tua itu usai merasakan denyut nadi di pergelangan tangan, lantas menepuk-nepuk wajah. “Dirga! Bangun, Dirga!”Tidak ada reaksi apa pun. Kedua mata sang cucu masih mengatup rapat seperti tengah tertidur pulas. Kemudian Bi Enok mencoba kembali untuk membangunkan, tapi tidak kunjung berhasil.‘Yaa Allah … apa yang terjadi dengan anak ini?’ tanyanya bingung bercampur kekhawatiran. Masih merasa penasaran, lantas diperiksa sekali lagi badan Dirga, tidak ditemukan tanda-tanda bekas kekerasan. Semuanya tampak normal dan baik-baik saja. Terkecuali, belum mengetahui pasti penyebab cucunya tersebut dalam kondisi seperti itu.Tidak habis akal, Bi Enok segera bangkit terhuyung. Ber
TRAGEDI CINTA BUNGAPenulis : David KhanzBagian : 89Episode : Rahasia Yang Belum Terungkap“Maaf … saya terlalu terbawa perasaan saya sendiri,” ujar Juragan Mahmud tiba-tiba menghentikan tangis, lantas pura-pura mengalihkan pandangan ke arah lain sambil mengusap air mata. Sementara Bi Enok sendiri tetap menunduk dalam-dalam, tidak ingin beradu tatap ataupun memerhatikan sosok di dekatnya. Bukan apa-apa, tersebab wanita tersebut bermaksud menjaga muruah sang majikan atas luapan emosi sesaat tadi. “Baik … sampai mana saya tadi, Bi?” tanya lelaki itu masih dengan nada suara bergetar.“Guna-guna saya terhadap Juragan sebelum menikah dengan Neng Juragan perempuan,” jawab Bi Enok ikut lirih.Juragan Mahmud terbatuk-batuk sejenak, dilanjut dengan membersihkan aliran ingus yang masih terasa di lobang hidung. Setelah itu, mendeham beberapa kali dan lanjut berkata. “O, iya … masalah itu. Ehem … uhuk! Uhuk!”