"Kenapa kau ingin membunuh saudara kandungmu sendiri, Nona Alexa?" Harry menyela keheningan yang ada. Ia meletakkan satu botol wine di tengah meja sembari melirik wanita yang masih bungkam selepas Alice pergi dari hadapannya. Alexa tak membuka mulutnya selepas itu. Ia bahkan tak menatap Harry dan menyambut kedatangannya. Pria itu bak angin berlalu yang baru saja mengembuskan ego di dalam diri Alexa. Jika Harry tak datang, Alexa sudah berada di dalam penjara sekarang. Namun, jika kepolisian sukses menangkap basah dirinya. Tentu saja, Alexa akan membuat skenario palsu untuk meloloskan dirinya dari ini semua.
"Nona Alexa ... kau mendengarkan diriku, bukan?"
Alexa kini menoleh padanya. Sejenak tatapan tajam ia berikan pada Harry yang baru saja meletakkan pantatnya di atas sofa. Ia membenarkan jas mahal yang membalut tubuhnya lalu tersenyum manis menghibur hati Alexa yang sedang gundah. Tentunya, marah ada di dalam pandangan mata itu.
"Untuk menangkap pembunuh Mr. Joe yang sebenarnya."Alexa kini menatapnya dengan tajam. Hening membentang di antara keduanya sebelum akhirnya tawa lepas keluar dari celah bibir wanita muda itu. Ia menertawakan kalimat Harry! Bukan hanya Alice yang membuatnya gila siang ini, tetapi juga pria satu ini. Secara tidak langsung Harry mengatakan bahwa keluarga Ambrosius adalah dalang di balik kematian Mr. Joe."Kau menuduh Luis atau Mr. Gill yang melakukan itu? Harry, come on! Kau bahkan tau etika seorang pengacara bukan?" Alexa melirihkan nada bicaranya. Kalimat itu keluar dengan penuh penekanan yang tegas. Ia ingin memberi tahu pada pria yang ada di depannya itu bahwa pemikiran seperti itu hanya akan membuat dirinya hancur. Harry sedang bermain-main bersama seorang pemilik gedung terbesar di Britania Raya."Aku melihat nama Luis ada di dalam daftar kematian Mr. Joe, dia adalah orang yang sempat menemuinya sebelum
Alexa menatap kepergian laki-laki bertubuh jangkung itu dengan tajam. Memalingkan wajah sembari menghela napasnya kasar selepas Harry Tyler Lim benar-benar pergi dari hadapannya. Kasar dirinya berdecak beberapa saat kemudian. Netranya mulai melirik segelas wine mahal yang ada di dalam genggamannya. Sigap ia melemparnya. Segelas wine itu membentur kasar dinding yang ada di depan Alexa saat ini. Cairan berwarna pekat mengotori dinding ruangannya dengan bercak yang ada di mana-mana. Ia berteriak lantang. Mengacak puncak kepalanya lalu berputar dengan kasar. Teriakan Alexa sukses mencuri perhatian pria yang ada di luar sana. Ia berlari masuk dengan napas yang terengah-engah. Mulai menundukkan pandangannya selepas tahu apa yang terjadi di dalam ruangan. Alexa menggila. Pecahan kaca gelas dengan cairan wine yang mengotori sudut ruangan kini menjadi fokus sepasang netra pekat miliknya. Ia diam melipat tangannya di belakang tubuh sembari menundukkan pandangannya. Kalau Alexa sedang ma
"Karena kau tak terkejut, pastinya kau sudah mengetahui itu, Mr. Harry." Xena melanjutkan kalimatnya. Ia tersenyum kecut untuk pria yang hanya bisa mengangguk ini. Harry yakin Xena bukan orang yang bodoh. Ia bisa mengatur dan mengolah perusahannya dengan baik, maka dari itu wanita muda ini pasti juga pandai dalam memahami situasi yang terjadi padanya saat ini. Harry adalah seorang pengacara. Seorang pengacara adalah orang-orang terpilih yang pandai merasakan apapun di sekitarnya. Termasuk fakta bahwa wanita yang duduk di depannya ini adalah seorang pengkhianat besar."Nona Xena, boleh aku tanya sesuatu?" Harry menyaksikan raut wajah aneh itu. Tatapannya bak orang yang sudah kehilangan sesuatu. Di dalam netra itu, Harry melihat sebuah penyesalan yang luar biasa besarnya. Entah untuk apa, jika hanya sebab dirinya pergi bersama kekasih Alexa, maka itu sedikit berlebihan untuk ukuran anak-anak remaja kala itu."Nona Alexa adala
Sepotong kue kering baru saja masuk ke dalam mulutnya. Pria jangkung itu terus saja menatap layar besar yang ada di depannya. Fokusnya benar-benar tak bisa dialihkan sebab dan perihal alasan apapun. Ia ingin fokus menatap semua yang didapatkan oleh Ace malam ini. Kiranya Harry akan bisa tidur dengan sedikit lega sebab pria berambut keriting ini memenuhi janjinya. Dalam satu hari, Ace kembali menadapat apa yang ia inginkan. Informasi pada laki-laki bernama Daniel Denan Ambrosius. Si misterius yang hilang beberapa puluh tahun yang lalu."Aku mengira seseorang membunuhnya, Harry." Ace memulai kalimat. Ia pergi dengan tatapan aneh untuk Harry. Sejenak tak ada suara di antara keduanya. Sama-sama diam dengan saling menatap satu sama lain. Harry tak pernah segila ini. Pikirannya diajak melayang ke mana-mana hanya sebab ingin mencari tahu perihal seorang anak laki-laki yang tak jelas keberadaannya."Kenapa begitu?""Tak ad
"Untuk apa aku membunuh Mr. Joe, Alexa. Aku bahkan tak akrab dengannya." Luis melepaskan pelukan hangat itu. Ia menatap paras Alexa dengan lekat. Sedikit aneh baginya. Alexa tiba-tiba saja datang dan menyambangi bangunan pusat Happy Food Company dan tiba-tiba saja membahas pasal Daniel Denan Ambrosius, sang kakak yang dihapus jejaknya dari keluarga Ambrosius sejak beberapa puluh tahun yang lalu. Bukan sebab Daniel Denan Ambrosius adalah si pembangkang yang harus dideportasi dari Britania Raya untuk menjalani masa hukumannya. Pemilik nama itu juga bukan si bangsat atau si bajingan yang suka mempermalukan keluarga besarnya. Jika dibandingkan dengan Luis, Mr. Daniel jauh lebih pendiam dan tertutup. Ia juga jauh lebih pandai dan lebih tenang. Mr. Gill dulunya lebih mencintai pria itu ketimbang Luis Ambrosius.Sebuah tragedi merenggut nyawanya. Pria itu jatuh dari atas halaman bangunan villa milik Mr. Gill dan membentur batu besar di bawahnya. Tuhan tak ingin hidup laki-laki
Beberapa kaleng alkohol murahan berjajar di tengah meja kaca sudut ruangan. Seorang pria tua datang menyela aktivitas dua laki-laki yang jauh lebih muda darinya. Malam semakin larut, kiranya sudah waktunya untuk segera bergegas pergi ke atas ranjang dan tidur beralaskan sebuah masalah yang belum usai hari ini. Harry menatap wajah sang paman. Pria berjenggot abu-abu dengan tubuh gempal itu masih saja menatap layar komputer besar yang ada di depannya. Sesekali ia melirik wajah Mr. Ace yang terkesan biasa-biasa saja. Bukan hal mengejutkan untuk dirinya kalau harus mengungkap identitas seorang anak yang dikirimkan oleh Dokter Lim Won Shik sebelum ini. Informasi yang ia dapatkan tak mendetail. Hanya perkara lingkup hidup si bocah yang terkesan menyedihkan dan memilukan di hati. Ia berasal dari keluarga aneh yang tak pantas untuk disebut sebagai manusia."Namanya adalah Cristiano Bo Dalbert. Ia seorang bocah berusia 11 tahun yang ditinggal mati oleh kedua orang tuanya. Ibu dan ayah
"Harry!" Ace menyela lamunan pria jangkung yang baru saja duduk di belakang bangunan separuh rubuh yang mereka tempati saat ini. Ia berjalan dengan langkah sedang untuk datang dan menghampiri Harry. Tak ada senyum yang mengembang di atas paras tampannya. Harry memeluk sepi bersama dengan kerikan jangkrik dan sekaleng bir lokal yang dibawakan oleh Dokter Lim untuknya tadi. Percakapan selesai dan pria tua itu pergi meninggalkan bangunannya ini. Dokter Lim enggan menyebut ini sebagai rumah, bahkan sumpah demi apapun, ia tak sudi datang kemari kalau-kalau hanya sekadar mampir dan bersua dengan keponakannya. Ia lebih bahagia kalau Harry yang datang ke dalam bangunan laboratorium BioCell.Jangan mengira kalau Dokter Lim Won Shik tak pernah peduli dengan keponakannya ini. Ia yang membawa Harry ke London dan membuatnya sebagai seorang pengacara kondang di usia muda. Ia mengajari dan mendidik Harry bagaiamana hidup sebagai seorang pria di masa depan. Pria itu sanga
"Namanya Ace Brancroft, dia seorang peretas yang bekerja secara ilegal. Banyak situs-situs besar yang sudah dijelajahi olehnya untuk bisa membantu persidangan Mr. Harry Tyler Lim. Pria itu cerdik dan pandai. Ia punya kemampuan hacking yang bagus, Nona Alexa. Kau masih ingat dengan cyber attack yang sempat diterima tim IT kita, Nona Alexa?" Pria itu duduk di sudut ruangan. Ia memangku satu tumpuk kertas yang berisi semua tugasnya pagi ini dengan rapi. Tatapan mata terus tertuju pada wanita muda yang sedang merias dirinya di depan sebuah cermin besar sudut ruangan. Bukannya mengabaikan, Alexa memang begitu. Jika ia harus mendengarkan dengan diam dan fokus menatap satu objek saja, maka ia akan mudah bosan dan lelah. Toh juga, ia adalah wanita yang pandai. Alexa akan cepat tanggap pada situasi dan kondisi yang terjadi padanya. Tanpa harus diulang, wanita satu itu bisa menarik kesimpulan dari semua yang ia dengar."Ace yang melakukannya?" Alexa menyahut. Mencoba memb
Kapal berlayar. Bukan hubungan dua insan yang bisa saling menyatukan dua rasa yang sama tujuannya. Kapal besar itu membawa banyak kesedihan untuk meninggalkan London. Alexa tak bisa mempertahankan apapun lagi. Bangunannya runtuh, dirinya menjadi buronan dengan kedua orang tua yang sudah mendekam di dalam penjara. Wanita itu tak bisa berbuat banyak. Pasrah dan terkesan menyerah, tetapi laju kapal ini menjanjikan sebuah kehidupan yang baru.Wanita itu duduk di sisi kapal. Ia menatap laut lepas dengan ombak sedang yang bergulung di depannya. Matanya masih sayu, kakinya sesekali terasa begitu nyeri sebab ia belum mendapatkan pengobatan yang benar-benar layak. Pertolongan pertama yang dilakukan oleh Zia juga Dokter Lim tak bisa banyak membantunya sekarang. Katanya, yang terpenting peluru sudah keluar dari dalam kakinya. Jadi ia tak perlu mengkhawatirkan apapun sekarang ini.Duduk merenung seorang diri, sebelum akhirnya Harry menghampi
Alexa terus meneteskan air matanya. Ia hanya bisa menatap dengan sayu bangunan besar miliknya yang hancur lebur sebab bom meledak dari atas Puncak Camaraderie. Ia tak menyangka kalau inilah akhir dari kisah hidup Alexa. Wanita itu benar-benar tak bisa melakukan apapun untuk saat ini. Isak tangis yang keluar bukan hanya sebab menahan rasa sakit yang ada di kaki kirinya, tetapi juga rasa sakit selepas kehilangan semua yang ia bangun selama sepuluh tahun terakhir. Semuanya hancur begitu saja, Mate dan Daniel benar-benar bajingan gila yang tak punya hati. Ia hanya adalah dua pria bodoh yang terlalu larut dalam dendam dan emosinya di masa lalu."Alexa ...." Mate berjongkok. Ia menarik rambut pendek wanita yang ada di depannya. Sebuah kepuasan tersendiri saat melihat wajah cantik itu menangis tersedu-sedu. Air mata itu mengisyaratkan kemenangan untuk dirinya. "Kau tahu ... dimana Xena dan Wriston meninggal?" tanyanya berbasa-basi. Alexa tak menjawab itu. Ia hany
"Mr. Luis Ambrosius, Anda ditangkap atas pembunuhan Mr. Joe Franky. Anda berhak diam atau menyewa pengacara." Sial! Seseorang melaporkan dirinya. Kini bukti ada di depan mata, Luis tak bisa mengelak apapun lagi. Seseorang menyimpan bukti ini dengan cara yang aman selama ini, hingga ia lupa bahwa ada orang lain selain dirinya. Luis bukan orang yang memotong jari jemari milik Mr. Joe, ia hanya membunuh pria itu juga membunuh mata-mata yang dikirimkan oleh Alexa lalu menyayat telinganya. Luis membenci anggota tubuh yang mempunyai dosa. Itu sebabnya ia melakukan hal itu. Ia tak bisa berbicara apapun selepas rekaman video amatir menampilkan betapa kejamnya ia membunuh dua orang sekaligus dalam satu malam. Kiranya, orang inilah yang ada di tempat kejadian malam itu. Ia muncul pada akhirnya. "Kau tak ingin berbicara apapun lagi, Mr. Luis?" Seorang detektif mencoba untuk menggali informasi darinya. Membuat pria yang ada di depannya itu berbicara. Luis sedari tadi han
-Laboratorium BioCell, Dokter Lim, London, Inggris-Suasana riuh, kedatangan beberapa polisi yang cukup mengejutkan Dokter Lim tak bisa dibendung lagi. Semuanya menerobos masuk, tak ada satu ruangan pun yang tak dijamah oleh mereka. Seseorang melaporkan laboratorium ini. Bukan sebab penelitian gila yang mencuat ke permukaan, tetapi sebuah laporan yang mengatakan bahwa ruangan ini menyimpan potongan jari jemari milik Mr. Joe dan seorang bocah malang bernama Daniel Denan Ambrosius. Tentu, itu adalah potongan jari manusia yang ilegal. Tak ada perjanjian untuk menempatkan itu di dalam bangunan Dokter Lim. Sekarang pria itu tahu, mengapa Mr. Cristiano datang waktu itu. Pria itu hanya ingin memastikan bahwa jarinya masih ada di dalam laboratorium ini. Ia menunggu waktu yang tepat untuk menghancurkan bangunan ini.Dokter Lim hanya bisa pasrah. Ia tak bisa mengelak dan tak bisa berbicara banyak lagi. Ia hanya bisa menundukkan kepalanya dengan dua polisi yang menjaga di belakan
"Pemilik gedung Shan Entertainment ditemukan tewas gantung diri di dalam apartemen pribadinya. Sebuah surat ditinggalkan oleh Nona Xena Alodie Shan terkait dengan beban yang sedang ia tanggung saat ini. Kasusnya masih didalami oleh pihak kepolisian, Nona. Tak ada yang bisa memberikan jawaban pasti untuk saat ini. "Alexa memejamkan matanya. Menarik napasnya dalam-dalam lalu mengembuskannya dengan kasar. Ia memberikan kode pada pria yang ada di sisinya untuk segera membuka pintu mobil. Ia akan pergi menjenguk jenazah si kawan lama.Senja yang buruk, dirinya tak habis pikir jikalau semuanya terjadi begitu cepat. Alexa dan Xena bahkan belum bisa kembali bertemu selepas waktu itu. Percakapan mereka terhenti dan komunikasi mulai putus begitu saja. Ia terkejut, meksipun dasarnya Alexa enggan peduli. Ia benar-benar tak peduli dengan apa yang menimpa Xena, tetapi tetap saja. Bunuh diri? Xena bukan orang bodoh yang akan melakukan itu.&n
"Kepercayaan bisa mengubah orang baik menjadi orang jahat?" Tawa ringan muncul dari celah bibir wanita cantik yang baru saja meletakkan pantatnya di atas kursi. Pandangan wajahnya tak pernah luput dari pria berjenggot tipis yang baru saja mengundangnya untuk datang. Ia terkejut, saat sang kekasih membawanya pergi ke tempat pria asing yang sukses membuat Xena Alodie Shan terperangah tak percaya. Baiklah, jika Mate Xavier masih hidup. Xena menonton berita saat pria itu menjebloskan Alexa ke dalam penjara. Ia juga mulai percaya saat media menyebut dirinya sebagai si jaksa mata satu yang kompeten. Kiranya, mata itulah yang melambangkan bahwa pria ini benar-benar Mate Xavier yang datang dari masa lalu."Lagian, kau benar-benar Daniel Denan Ambrosius?" tanyanya lagi. Kali ini bukan hanya pria bertubuh kekar yang duduk di sisi meja yang mendapatkan perhatian Xena, tetapi juga sang kekasih. Alexa benar, pria ini dikendalikan oleh seseorang. Wriston tak benar-benar
"Aku datang untuk memberikan sesuatu padamu, Alexa." Harry mengimbuhkan. Pria itu kembali membuat pernyataan yang cukup menyita fokus milik Alexa saat ini. Wanita itu menoleh dan mengarahkan pandangan matanya untuk Harry. Ia menunggu pria itu melanjutkan kalimatnya saat ini."Kau masih ingat dengan Mr. Daniel Denan Ambrosius?" tanyanya dengan ringan. Sukses membuat Alexa sejenak membuka matanya, pria itu membuat seluruh aktivitas milik Alexa terhenti begitu saja."Kakak dari kekasihmu, Luis.""Aku sudah putus dengannya." Alexa menjawab. Kembali melanjutkan aktivitasnya dan beranjak pergi dari posisinya sekarang ini. Ia berjalan kembali ke arah kursi dan meja besar tempatnya mengambil air putih untuk Harry. Ia duduk di sana dengan rapi. Menunggu Harry untuk datang menghampiri dirinya."Ada apa dengan kakak Luis? Kau menemukannya?" kekeh Alexa dengan nada ringan. Menatap ke arah pria yang baru saja duduk dan meletakkan pantatnya di atas kursi. "Sudah aku ka
Tersenyum manis, itulah yang dilakukan oleh Alexa dengan terus menatap ke arah rumah besar yang ada di depannya. Ia puas, bukan puas sebab sudah menyakiti hati wanita hamil yang terlihat malang saat ia menceritakan semuanya. Alexa adalah seorang gadis malang yang punya kisah masa lalu yang buruk. Ibunya adalah seorang selir, mati di tangan raja yang sudah meminangnya. Kakak dan ibu tirinya bersekongkol untuk hidup di atas penderita Alexa dan rasa sakit hatinya. Kisah ia persingkat, Alexa tak mau banyak berbasa-basi hanya untuk memperpanjang kalimat dan durasi berkunjung ke rumah istri Mate Xavier. Hal mengejutkan yang membuat air mata jatuh dari tempat persembunyiannya adalah kala Alexa berkata bahwa Mate adalah pria berengsek yang hampir memperkosa dirinya. Ia juga mengkhianati cinta dan kepercayaan Alexa dengan tidur bersama sahabatnya sendiri, Xena. Kiranya, Alexa punya satu alasan yang jelas mengapa ia menusuk mata Mate dan mendorongnya ke dalam sungai dengan aliran air yang sed
Sobraine Black Russians menjadi fokus pandangan pria gempal yang baru saja menyelesaikan tugasnya. Ia duduk bersandar tepat pada sofa besar yang di sisi ruangan. Pandangan matanya fokus menuju tepat ke arah pria muda yang ada di depannya. Harry Tyler Lim datang menyela fokus dan pekerjaan pria tua satu ini. Ia menghentikan aktivitasnya dan mulai fokus pada Harry yang baru saja melemparkan setumpuk kertas yang dikaitkan menjadi satu. Kiranya Harry datang membawa sebuah informasi untuknya. Ekspresi wajah yang tak mendukung, kiranya pria itu sedang memendam amarah yang menggebu-gebu di dalam hatinya saat ini. Harry datang dengan setumpuk dokumen yang berisi beberapa informasi aneh untuknya. Dokter Lim tak tahu apa tujuan dan maksud si ke ponakan datang dengan ekspresi wajah seperti itu."Duduklah, jangan hanya diam saja di sana. Katakan apa yang ingin kau katakan sekarang ini, Harry. Jangan membuatku banyak menunggu." Dokter Lim memprotes, membuat Harry menghentikan sejena