"Akhirnya kau datang dengan seseorang, Nona Alice." Pegawai berseragam rapi itu menegur sapa dirinya dengan senyum yang ramah. Ia menyambut kedatangan seorang wanita cantik yang sudah kondang namanya. Tak ada yang tak mengenal Alice Lansonia. Putri tertua dari Mr. Aric Joy, pemilik gedung induk Joy Group.
Bukan kali pertama Alice datang kemari. Wanita itu sudah pernah menyambangi tempat ini seorang diri. Kala itu, Luis berjanji untuk menjemputnya di pagi hari, tetapi pria berengsek itu mangkir dan mengingkari janjinya. Katanya, ia mudah melupakan hal-hal yang tak penting seperti menemani calon ibu mudanya itu untuk memilih gaun pengantin. Namun, selepas Alice mengatakan hal yang sama untuk kesekian kalinya, akhirnya Luis Ambrosius mau datang bersamanya kemari. Bukan untuk memilih gaun yang baru, Alice hanya ingin melihat perkembangannya dan memantapkan hatinya sekali lagi. Ia tak ingin terlihat buruk di dalam pestanya sendiri.
"B
"Alexa menawarkan kontrak kerja sama denganku, Paman. Haruskah aku mengambil itu?" Harry memulai kalimatnya. Ia menatap pria gempal yang kini mulai mengakhiri kesibukannya. Bukan sebab Harry datang, sumpah demi apapun Harry berani taruhan kalau pria tua itu tak peduli dengan kedatangannya. Mau Harry melakukan apapun di dalam Laboratorium BioCell, pria itu tak akan pernah mau menggubris keponakannya itu. Bukannya tak sayang, ia lebih sayang waktunya kalau sudah menyangkut kelakuan keponakannya itu. Biarkan saja Harry melakukan apapun yang dia mau, asalkan tidak memecahkan benda apapun juga tidak mengacaukan semua penelitiannya. Ia rela Harry menginap di sini kalaupun pria itu mau."Kenapa tanya padaku? Kau sudah besar Harry. Bulan depan kau sudah berusia 26 tahun bukan?" tanyanya mengejek. Ia mulai tertawa kecil kala melirik wajah aneh milik sang keponakan. Harry sudah hapal dengan pria itu. Kalau pikirannya sedang banyak, ia tak sama seperti pria yang lainnya yang akan melamp
Wanita itu meletakkan sebuah bunga duka di atas makam sang ibu, sudah lama Alexa tak datang ke tempat ini. Ia terlalu sibuk mengurus bangunan Joy Holding's Company dan mengembangkannya menjadi lebih besar. Ia lupa kalau dirinya melewatkan hari peringatan kematian sang ibunda beberapa minggu yang lalu. Tepat di awal bulan, seharusnya Alexa datang kemari. Namun, peperangan yang sedang ia lakukan membuatnya kembali mangkir untuk menjenguk sang ibunda. Jika ditanya, Alexa benar-benar rindu pada wanita yang sudah melahirkan dirinya itu. Rasa kehilangan bahkan masih ada di dalam dirinya selepas sepuluh tahun lebih sang ibunda meninggalkan dirinya sendirian. Kadang kala, Alexa merasa sedih akan hal itu. Ia benar-benar kesepian. Datang ke rumah sang ayahanda tak akan sama dengan datang ke makam sang ibunda. Ia lebih memilih melepas penat, kesedihan, dan rasa sepi di tempat ini ketimbang harus datang dan menyambangi rumah sang ayahanda. Sejak kematian ibunya, Alexa hanya datang kalau ada kep
Harry kembali ke dalam rumahnya. Sore ini ia tak mengambil kasus apapun. Sejenak bersantai, tetapi tidak benar-benar bersantai dalam diam. Ia hanya tak beraktivitas di luar ruangan. Selepas kembali dari Laboratorium BioCell, Harry tak punya agenda apapun. Kelihatannya memang seperti pria tenang lainnya, tetapi di dalam pikirannya benar-benar sedang riuh bergemuruh. Pria itu benar-benar tak bisa berpikir dengan kepala dingin dan pandangan yang jernih untuk saat ini. Semua teka teki yang datang padanya, belum satu pun yang terpecahkan. Tentang keberadaan Mr. Daniel, ia belum bisa menyimpulkan apapun. Juga, perihal seorang bocah yang menggantikan posisi Mr. Daniel di dunia itu, atau mungkin sebaliknya. Mr. Daniel lah yang menggantikan posisi bocah itu untuk menapak dan berdiri di atas bumi. Jika sudah begitu, maka seharusnya Harry mencari seseorang bernama Cristiano Bo Dalbert, bukan Daniel Denan Ambrosius.Belum sempat menghela napasnya dan mencoba untuk mengambil
"Nona Alexa bisa masuk penjara karena itu, Harry.""Itu tujuanku, Ace." Harry menyahut. Ia mulai bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mengarah tepat pada kulkas yang ada di sudut ruangan. Pria itu mulai menarik pintunya dan mengambil sekaleng soda yang ada di dalam sana. Membuka tutupnya dengan kasar lalu meneguknya perlahan-lahan. Ia mengabaikan perubahan ekspresi wajah milik Ace. Pria itu benar-benar tak menyangka kalau Harry akan berkata demikian. Mempertaruhkan hidup dan reputasi Joy Holding's Company adalah hal yang paling nekat selama hidup bersama dengan Harry Tyler Lim. Pria itu benar-benar gila dengan pemikirannya. Ia tak memikirkan sebuah risiko jika dirinya gagal melindungi Joy Holding's Company nanti."Harry ... aku tak setuju dengan pemikirannya kali ini. Berapa persen kau bisa mengambil kasus itu dan memenangkannya?" tanya Ace dengan nada bimbang. Apapun yang terjadi pada Alexa, Ace tak ingin bertanggung jawab lebih.
Alexa menatap menu makan malam yang ada di depannya. Meja yang terbuat dari kayu berkualitas tinggi dengan beberapa ukiran abstrak di depannya itu sudah penuh dengan sajian mewah yang memikat mata, menarik hati, dan menggugah selera juga minat cita rasa lidah untuk segera mengecapnya. Sepiring sajian bebek panggang dengan saus kacang walnut panggang dan jamur shiitake menjadi piring utama yang diberikan untuk Alexa malam ini. Alexa membenci brokoli! Namun, Nyonya Lucy Samantha sengaja menambahkan itu di atas menu makan malam yang disuguhkan padanya. Tak hanya itu, wanita sialan itu juga memberikan setumpuk Patty Melt Grilled Cheese. Ia paham benar, kalau Alexa tak makan lemak dan kalori sebanyak itu malam-malam begini. Wanita tua yang terlihat khas dengan make up tebal pada bagian bibirnya terus saja tersenyum manis pada Alexa. Ia diam bungkam tak berucap sepatah kata pun. Sedang menghina Alexa? Tentu saja!"Jadi kau tak benar-benar sakit, Dad?" Wanita muda itu menatap dengan
Aric tersenyum manis. Ia mengeleng ringan untuk kalimat sang putri. "Naxious Luciano, aku bertemu dengan bos besarnya kemarin dan membuat kesepakatan."Alexa mulai menyempitkan celah kelopak matanya. Wanita muda itu mulai serius dengan kalimat yang keluar dari celah bagi bibir sang ayahanda. Pria yang mengejutkan! Lama-lama ayahnya ini mirip dengan Harry Tyler Lim. Ia selalu datang dengan hal-hal mengejutkan untuk Alexa."Kau ingin aku menampung perusahaan mafia itu untuk Joy Holding's Company, Dad?" tanya Alexa mulai menyimpulkan. Ia tersenyum seringai lalu tertawa lepas kala pria itu menghela napasnya. Hubungan yang lucu. Bukan hanya Alexa yang datang kalau membutuhkan bantuan darinya, tetapi juga pria ini. Ia datang dengan wajah seperti itu lalu mulai membicarakan hal-hal aneh dengan Alexa."Naxious Luciano adalah perusahaan mafia terbesar di Amerika Serikat, Daddy. Joy Holding's Company tak membutuh
Alexa menghela napasnya panjang. Tatapannya kokoh menatap kolam kecil yang ada di depannya saat ini. Wanita muda itu terus saja menitikkan pandangan netranya untuk air yang mengalir dari atas patung berbentuk peri kecil dengan sayap bewarna putih yang terjun tepat di atas permukaan kolam dengan ikan-ikan hias yang berenang di bawah permukaannya. Alexa tak berucap apapun sebab dirinya sedang sendirian saat ini. Selepas berbincang dengan sang ayahanda, ia tak kunjung pulang ke rumahnya. Halaman belakang rumah mewah ini menjadi tempat singgah untuknya sementara waktu sembari menikmati segelas wine yang ada di sisi tempat duduknya saat ini. Alexa memikirkan pasal Naxious Luciano. Tawaran kerja sama yang rumit, tetapi jaminan untuk itu sangat menarik. Jika dirinya bisa mempertahankan hubungan baik dengan Naxious Luciano maka, Alexa akan resmi diangkat menjadi CEO utama di dalam perusahaan induk Joy Group. Kekuasaannya akan semakin besar. Bukan hanya mengendalikan Joy Holding's Company, t
Alexa kini mulai berjalan mendekati wanita sialan itu. Ia menodongkan ujung pecahan gelas tepat di depan mata milik Alice. "Mata ini bersalah ... mata ini melihat tubuh kekasihku. Matamu bersalah, Alice. Haruskah aku melukainya dan mengambilnya seperti mata milik Mrs. Marina?"Mendengar kalimat mengejutkan itu keluar dari bibir Alexa dengan ekspresi wajah seperti itu juga ujung pecahan kaca yang bisa melukai mata indahnya, Alice bungkam tak berucap sepatah kata pun. Ia terus memandangi wajah Alexa. Sang adik terlihat lain dan asing untuknya malam ini. Dulu, kala mereka masih bermain bersama-sama, Alexa bahkan menangis saat serangga hinggap di ujung sepatunya. Namun, waktu mengubah sang adik menjadi wanita yang mengerikan seperti ini. Alexa bahkan bermain dengan benda tajam untuk mengancam nyawanya. Wanita yang kini berdiri dengan tatapan tajam untuk dirinya itu bukan adiknya lagi. Hanya namanya saja yang sama, waktu membuat Alexa yang dulu ia kenal mati dan terk