Kevin duduk di ruang kerjanya, memandangi ponsel yang tergeletak di meja. Sudah berhari-hari ia mencoba menghubungi Gina, tetapi hasilnya tetap sama—nomor teleponnya tak bisa dihubungi, dan pesan-pesan yang ia kirim hanya berakhir tanpa balasan. Rasa cemas mulai merambat di hatinya. Gina pergi mendadak, memberitahunya bahwa ia ada urusan bisnis di luar kota. Namun, kini semua terasa janggal. Tak ada satu pun rekan kerja Gina yang tahu di mana ia berada, dan bahkan orang-orang di kantornya seolah tak mengenal keberadaannya."Gina, di mana kamu?" Kevin bergumam pelan, matanya kembali melirik layar ponsel yang mati.Tak seorang pun bisa menjawabnya. Lebih dari sekadar kekhawatiran tentang keberadaan Gina, Kevin merasa dirinya mulai kehilangan arah. Sosok Gina yang biasa bersamanya tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Bagian tersulit adalah, meskipun ia punya kekuasaan dan kekayaan yang bisa ia gunakan untuk melacak siapa saja, keluarga Gina, Maira dan Albert, tak tersentuh oleh kemampuannya
Kehidupan Gina di luar negeri berjalan damai bersama putrinya, Keiva, namun di balik ketenangan itu, ada rencana besar yang sedang dijalankan oleh Maira dan Albert, orang tua kandung Gina. Mereka sudah lama menginginkan Gina untuk menikah lagi, bukan hanya demi masa depan Gina dan Keiva, tetapi juga untuk memperkuat ikatan bisnis keluarga. Gina tahu betul, seperti halnya dulu saat ia masih menjadi Alexa, bahwa keluarganya selalu menomorsatukan bisnis dan kekuasaan di atas segalanya.Gina, yang kini hidup dengan identitas barunya, tak pernah berharap akan kembali ke dalam lingkaran perjodohan. Namun, keadaan berubah ketika Maira mengumumkan bahwa mereka sudah memilih seorang pria yang dianggap cocok untuknya. Gani, seorang pria muda tampan dengan reputasi bisnis yang cemerlang, merupakan pilihan yang tidak hanya disetujui oleh kedua orang tuanya, tetapi juga dianggap sebagai pasangan yang sempurna untuk mengisi kehidupan Gina."Dia sempurna untukmu, Gina. Gani adalah lelaki yang baik,
Pagi itu, Gina duduk di tepi ranjangnya, mengawasi Keiva yang masih tertidur lelap. Pikirannya berkecamuk. Pernikahan dengan Gani semakin dekat, tapi ada sesuatu yang terus menghantui benaknya. Kevin. Gina tahu bahwa perasaan untuk Kevin mungkin tak akan pernah benar-benar hilang, meskipun sekarang ia telah memilih jalur yang berbeda. Namun, rencana balas dendamnya terhadap Kevin semakin jelas di kepalanya.Dengan langkah mantap, Gina berjalan ke ruang tamu dan menghubungi Gani lewat telepon. Setelah beberapa nada sambung, suara hangat Gani terdengar.“Gina, ada apa? Apakah semuanya baik-baik saja?” tanya Gani penuh perhatian.Gina menghela napas, mencoba merangkai kata-kata. "Gani, aku perlu berbicara denganmu soal sesuatu yang penting."Di seberang telepon, Gani terdiam sesaat sebelum menjawab, “Apa itu? Apapun yang kau butuhkan, aku akan selalu mendukungmu.”"Ini tentang masa laluku...," Gina mulai berbicara dengan hati-hati. "Aku harus kembali ke Indonesia sebentar. Ada hal yang b
Malam itu, suasana di dalam apartemen Gina terasa hening namun penuh ketegangan. Kevin duduk di sisi ranjang, masih berusaha memproses apa yang baru saja terjadi. Gina, yang dulu ia kenal sebagai Alexa, kini berdiri di hadapannya dengan sikap tenang, seolah menguasai seluruh ruangan. “Gina…” suara Kevin bergetar sedikit, “Apa ini sungguh-sungguh? Kau benar-benar mau kita kembali bersama?”Gina menatapnya dengan senyum tipis, lalu duduk di sampingnya. Ia mengangguk pelan, matanya memancarkan ketenangan yang tak biasa. “Ya, Kevin. Aku telah memikirkannya lama. Mungkin kita salah paham dulu, tapi kini aku tahu, kamu adalah satu-satunya orang yang bisa memberiku rasa aman, juga untuk Keiva.”Kevin merasakan hatinya dipenuhi kelegaan yang luar biasa. Rasa bersalah dan penyesalan yang selama ini menghantuinya seolah mulai menguap. Gina yang dulu ia kejar-kejar kini kembali, dan bukan hanya itu, dia bahkan bersedia menerimanya kembali. Tapi, ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya. Apa ya
Malam itu, suasana di dalam apartemen Gina terasa hening namun penuh ketegangan. Kevin duduk di sisi ranjang, masih berusaha memproses apa yang baru saja terjadi. Gina, yang dulu ia kenal sebagai Alexa, kini berdiri di hadapannya dengan sikap tenang, seolah menguasai seluruh ruangan. “Gina…” suara Kevin bergetar sedikit, “Apa ini sungguh-sungguh? Kau benar-benar mau kita kembali bersama?” Gina menatapnya dengan senyum tipis, lalu duduk di sampingnya. Ia mengangguk pelan, matanya memancarkan ketenangan yang tak biasa. “Ya, Kevin. Aku telah memikirkannya lama. Mungkin kita salah paham dulu, tapi kini aku tahu, kamu adalah satu-satunya orang yang bisa memberiku rasa amanah? Kevin merasakan hatinya dipenuhi kelegaan yang luar biasa. Rasa bersalah dan penyesalan yang selama ini menghantuinya seolah mulai menguap. Gina yang dulu ia kejar-kejar kini kembali, dan bukan hanya itu, dia bahkan bersedia menerimanya kembali. Tapi, ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya. Apa yang sebenarny
Malam itu, Kevin duduk di depan cermin, mengenakan setelan jas terbaiknya. Jantungnya berdegup kencang, bukan hanya karena penampilan Gina yang selalu berhasil memukau, tetapi karena malam ini akan menjadi malam yang sangat istimewa. Setelah berminggu-minggu menghabiskan waktu bersama Gina, Kevin merasa ini adalah saat yang tepat untuk melamar wanita yang sudah menguasai pikirannya. Ia telah mempersiapkan segalanya—cincin berlian yang ia pesan secara khusus, dan pertemuan dengan kedua orang tua Gina. Malam ini, dia akan melamar Gina di depan keluarganya.Saat Kevin tiba di rumah keluarga Gina, perasaan gugup dan antusias bercampur aduk. Ruang tamu sudah didekorasi dengan cantik, penuh dengan bunga mawar putih dan lilin-lilin kecil yang menciptakan suasana romantis. Kedua orang tua Gina menyambut Kevin dengan senyum hangat, menambah keyakinannya bahwa malam ini akan berjalan sesuai rencana.Namun, Gina belum tampak di mana pun."Apa Gina sudah dalam perjalanan?" tanya Kevin dengan sopa
Malam itu, Kevin tidak bisa tidur. Pikirannya dipenuhi kegelisahan yang tak kunjung reda sejak Gina menghilang lagi. Dia sudah bersiap untuk melamar Gina di hadapan kedua orang tuanya, berharap hubungan mereka akan menjadi nyata dan resmi di mata semua orang. Namun, sekali lagi, Gina menghilang begitu saja dengan alasan “urusan bisnis di luar negeri.” Kevin tahu betapa sibuknya Gina, tapi ini terlalu sering terjadi. Terlalu sering Gina mengabaikan momen-momen penting dalam hidup mereka demi pekerjaannya.Satu hal yang terus menghantuinya adalah rumor yang semakin santer terdengar—rumor tentang kedekatan Gina dengan seorang pengusaha sukses bernama Gani. Kevin mendengar dari teman-temannya bahwa Gani bukan hanya sekadar mitra bisnis bagi Gina, tetapi seseorang yang memiliki perasaan untuknya. Berita itu semakin menambah kerisauan Kevin. Perasaannya bercampur antara cemburu, marah, dan takut kehilangan satu-satunya wanita yang membuatnya merasa hidup.Pagi itu, Kevin memutuskan untuk me
Kevin tidak bisa berhenti memikirkan percakapan dengan Gani. Kata-kata pria itu masih terngiang di telinganya, menghancurkan sisa-sisa harapan yang Kevin pegang. Namun, meski hatinya terluka, Kevin tahu dia tidak bisa menyerah begitu saja. Dia harus mendengar semuanya langsung dari Gina. Dia butuh klarifikasi dari wanita yang selama ini dia pikir adalah cinta sejatinya. Maka, tanpa ragu lagi, Kevin memutuskan untuk menemui Gina. Dia menghubungi asistennya, memintanya untuk mengatur pertemuan.***Hari itu, Kevin menunggu di sebuah restoran mewah, tempat di mana dia dan Gina sering menghabiskan waktu bersama. Restoran ini penuh kenangan, tapi kini tempat itu terasa asing baginya. Kevin duduk dengan gelisah, tangannya mengepal di atas meja. Dia sudah memutuskan, apapun jawabannya, dia siap mendengarnya langsung dari Gina.Tak lama kemudian, Gina muncul. Dia masuk dengan anggun, mengenakan gaun biru yang memancarkan pesona seorang wanita sukses. Wajahnya terlihat tenang, seolah tak ada m