Kevin tidak bisa berhenti memikirkan percakapan dengan Gani. Kata-kata pria itu masih terngiang di telinganya, menghancurkan sisa-sisa harapan yang Kevin pegang. Namun, meski hatinya terluka, Kevin tahu dia tidak bisa menyerah begitu saja. Dia harus mendengar semuanya langsung dari Gina. Dia butuh klarifikasi dari wanita yang selama ini dia pikir adalah cinta sejatinya. Maka, tanpa ragu lagi, Kevin memutuskan untuk menemui Gina. Dia menghubungi asistennya, memintanya untuk mengatur pertemuan.***Hari itu, Kevin menunggu di sebuah restoran mewah, tempat di mana dia dan Gina sering menghabiskan waktu bersama. Restoran ini penuh kenangan, tapi kini tempat itu terasa asing baginya. Kevin duduk dengan gelisah, tangannya mengepal di atas meja. Dia sudah memutuskan, apapun jawabannya, dia siap mendengarnya langsung dari Gina.Tak lama kemudian, Gina muncul. Dia masuk dengan anggun, mengenakan gaun biru yang memancarkan pesona seorang wanita sukses. Wajahnya terlihat tenang, seolah tak ada m
Kevin duduk di meja kerjanya, memandangi laporan keuangan yang semakin hari semakin memburuk. Setiap baris angka seolah menghujam dadanya dengan kenyataan pahit: perusahaan yang ia bangun dengan susah payah, tempat ia menghabiskan sebagian besar hidupnya, kini di ambang kehancuran. Saham perusahaannya terjun bebas, kepercayaan para investor menipis, dan lebih buruk lagi, dia harus menghadapi kenyataan bahwa Gina adalah penanam modal terbesar di perusahaannya.Hubungan mereka yang dulu penuh janji kini hanya meninggalkan perasaan canggung dan malu. Gina sudah berulang kali menghindar dari Kevin, dan sejujurnya, Kevin juga tidak tahu bagaimana harus berhadapan dengannya. Setelah telepon dari Gani yang mengabarkan pernikahannya dengan Gina, Kevin merasa seperti dihantam badai dari segala arah. Tidak hanya kehilangan cinta, tetapi juga melihat kehancuran bisnisnya.Setiap kali memikirkan Gina, Kevin merasa terjebak dalam lingkaran rasa bersalah, kekecewaan, dan kebingungan. Gina bukan sek
Kevin duduk di ruang tamunya yang sunyi, menatap ponselnya yang terus bergetar. Pemberitahuan demi pemberitahuan masuk—berita buruk tentang perusahaannya yang semakin merosot, investor yang menarik diri, hingga kabar terbaru yang paling menyakitkan: perusahaan ayahnya, yang dibangun dengan kerja keras selama puluhan tahun, kini berada di ambang kehancuran. Semua akibat keputusannya yang salah. Haris, ayah Kevin, telah memercayakan sebagian besar aset keluarganya kepada Kevin. Keyakinannya bahwa putra satu-satunya mampu mengelola perusahaan dengan baik ternyata keliru.Gina juga memainkan peran besar dalam kekacauan ini. Sebagai investor terbesar di perusahaan Kevin, dia telah memberikan modal besar yang Kevin gunakan untuk mengembangkan proyek-proyek ambisius. Namun, kepercayaan itu menjadi pedang bermata dua ketika hubungan mereka kandas. Kini, Gina memiliki kendali besar atas nasib perusahaan Kevin, dan lebih buruk lagi, atas keluarga Kevin sendiri.Kevin menatap kosong ke luar jend
Kevin terduduk di kursi ruang kerjanya, membiarkan kegelapan malam merayap masuk melalui jendela besar yang menghadap kota. Sudah berhari-hari ia hidup dalam kabut penyesalan dan kekecewaan. Perusahaannya kian terpuruk, sahamnya jatuh bebas, dan seluruh fondasi yang telah ia bangun selama bertahun-tahun kini nyaris hancur. Tak hanya kehilangan bisnis yang menjadi kebanggaannya, Kevin juga harus menghadapi kenyataan pahit bahwa orang tuanya, Haris dan Helena, kini kecewa berat padanya.Namun, di tengah kekacauan itu, ada satu bayangan yang terus menghantui pikirannya, bayangan seorang wanita yang pernah mencintainya dengan tulus — Alexa. Rasa penyesalan menyesak di dadanya setiap kali mengingat nama itu. Alexa, wanita yang pernah memberinya cinta sejati, cinta yang dulu ia abaikan tanpa berpikir panjang. Dan semua itu karena kelicikan Nora, kekasih lamanya, yang berhasil membuatnya buta terhadap apa yang benar-benar berharga.Kevin teringat kembali pada masa-masa ketika Alexa hadir dal
Kevin melangkah pelan menuju makam itu, dengan hati yang begitu berat. Ini bukan kali pertama ia datang ke sini, tapi kali ini rasanya jauh lebih menyesakkan. Di depannya, nisan putih sederhana bertuliskan nama bayi yang tidak sempat ia lihat lahir ke dunia: *Bayiku, malaikat kecilku*. Alexa telah menamai mereka begitu saat kehamilan lima bulan itu berlangsung. Bayi yang seharusnya lahir dengan selamat, namun takdir berkata lain, dan Kevin tidak ada di sana saat Alexa mengalami kecelakaan yang merenggut nyawa anak pertama mereka.Setiap langkah mendekati makam itu terasa seperti menambah beban di pundaknya. Ia ingat saat Alexa menghubunginya, memintanya untuk datang saat ia merasa ada yang tidak beres dengan kehamilannya. Namun, Kevin, terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan terpengaruh oleh kata-kata Nora, menunda kedatangannya. Ia menutup telinga terhadap rasa takut dan cemas yang disuarakan Alexa. Hanya setelah kecelakaan itu terjadi, Kevin baru menyadari apa yang telah ia abaikan.B
Gina, yang sekarang telah menikah dengan Gani, berdiri di balkon rumahnya yang menghadap ke taman kecil di belakang rumah. Udara malam terasa sejuk, tetapi hatinya tetap gundah. Dia menatap langit berbintang, mencoba menemukan ketenangan, namun pikirannya terus melayang pada Kevin. Bagaimanapun juga, pria itu adalah bagian dari masa lalunya yang tak bisa ia hilangkan begitu saja. Setiap malam, bayangan Kevin yang menangis di depan makam anak mereka kembali menghantui pikirannya. Betapa ia ingin berlari ke sana dan memberitahu Kevin bahwa mereka masih memiliki Keiva, putri kecil mereka yang hidup dan sehat. Tapi sekarang, Gina sudah terikat dalam pernikahan baru, dan ia tak tahu harus berbuat apa.Gani, suaminya, masuk ke dalam kamar dengan langkah pelan, mengamati Gina yang berdiri di balkon. Gani adalah pria yang baik, sabar, dan penuh kasih sayang. Mereka bertemu setahun setelah kecelakaan yang mengubah hidup Gina. Gani telah membantu Gina bangkit dari keterpurukan, memberinya kesem
Kevin tidak pernah menyangka perjalanan ke luar negeri kali ini akan membawanya ke sebuah titik penting dalam hidupnya. Dengan hati yang masih penuh luka, dia menemani ayahnya, yang baru saja mengalami stroke, untuk berobat ke salah satu rumah sakit terkemuka di negara yang jauh dari hiruk-pikuk kehidupannya di rumah. Kevin tidak banyak berbicara dalam perjalanan ini, pikirannya masih terjebak pada kesalahan masa lalunya dan rasa kehilangan yang tak pernah hilang. Dia telah lama menyesali kesalahan yang membuatnya kehilangan Alexa dan anak pertama mereka.Ketika tiba di rumah sakit, Kevin membantu ayahnya masuk ke ruang tunggu sementara mereka menunggu giliran bertemu dokter spesialis. Saat itu, Kevin mencoba untuk mengalihkan pikirannya, namun entah mengapa ada rasa tak nyaman di dadanya, seakan ada sesuatu yang akan terjadi. Saat Kevin duduk menunggu di ruang tunggu, tatapannya tiba-tiba tertuju pada seorang gadis kecil yang duduk tak jauh darinya, ditemani oleh seorang pengasuh.Ga
"Aku hamil dan ini adalah anakmu." Alexa tampak gugup, tangannya gemetar memegang testpack yang menunjukan garis dua menandakan dirinya positif. Di depannya, tampak seorang pria dengan tubuh tegap menunjukkan raut wajah kesal setelah mendengar ucapan Alexa. Pria itu adalah Kevin, seorang CEO perusahaan raksasa di kota Jakarta yang juga adalah anak dari rekan bisnis ayah Alexa. Selain itu, Kevin adalah cinta pertama Alexa. Kevin menggeleng dengan keras. Merasa muak dengan jebakan yang dimainkan oleh perempuan licik di hadapannya ini. "Tidak! Kamu hanya mencari cara untuk masuk ke dalam keluargaku!" Alexa tidak kuasa menahan air mata yang mulai menetes sambil meremas perutnya. Alexa mengakui dirinya begitu bodoh, karena terlena dengan rayuan Kevin saat pria itu sedang dikuasai oleh obat perangsang sehingga menyerahkan tubuhnya begitu saja. Alexa tidak menyangka bahwa hubungan satu malam itu, akan langsung membuahkan. Dirinya juga berusaha untuk menyembunyikan kehamilan