“Aku harus bicara denganmu.” Suara di seberang terdengar percaya diri bahwa Eric akan memenuhi permintaannya tanpa protes. Ya, Inez tahu seperti apa Eric mengambil sikap untuk dirinya.
“Tidak Inez. Aku tidak bisa, aku tidak mau.”
Inez mendesah malas, dia berpikir ini semua karena Gwen, dia harus mengalami penolakan dengan begitu cepat. “Apa lagi yang kau tunggu?”
“Apa maksudmu, Inez? Hei, dengar baik-baik, kau puas sekarang, setelah satu persatu dari kita sudah mulai menyerang Gwen? Itu maumu?” Eric meninggikan suaranya, dia tidak menyadari bahwa ketika dia mengutarakan perasaannya, maka dia berada dalam masalah. Biasanya, dan akan selalu, Eric benci terlibat dalam masalah.
“Itu maunya, dia sendiri yang berani bermain api di belakang kita. Kenapa sekarang kau yang menyalahkanku? Justru dia sudah seharusnya menyadari semua kesalahannya itu. Apa kau tidak juga mengerti?”
“Jelas salahmu! Itu wilayah pribadi Gwen dan Alexi. Kau kira karena kita bersahabat,
Lima hari dalam ketakutan teror tikus mati di depan pintu rumahnya setiap kali dia pulang dari kantor, Gwen memutuskan untuk mengakhirinya dengan keluar rumah mengenakan setelan olahraga.Berharap energi negatif terbuang bersama keringat yang dia keluarkan di pagi buta ini. Gwen sudah mengelilingi perumahan sekitar tiga putaran, ketika seorang pria berlari melewatinya.Bahkan jika menutup matanya, Gwen hafal aroma itu. Aroma khas Eric. Bentuk tubuh dan tingginya benar-benar Eric Fagan.Tapi Gwen ragu. Tidak mungkin Eric ada di sekitaran rumahnya di pagi buta seperti ini dengan setelan olahraga lengkap berlari mengelilingi perumahan, apalagi bersamaan dengannya.Gwen tersenyum sedih. “Ini gila. Apa aku terlalu merindukannya? Ada banyak aroma yang sama dengan tubuh yang mirip pula,” batin Gwen, berulang kali menggeleng-geleng. Merasa heran pada dirinya sendiri.Sedekat apapun hubungan persahabatan lima sekawan, dari dulu mereka seperti se
Gwen bernapas dengan mulutnya, ketika Eric seakan menyadari bahwa sesuatu yang tergambar jelas di wajahnya masih tentang mereka.“Tidak ingin menjawab?” Eric mendekat, jari-jari kakinya menyentuh punggung kaki Gwen, memberi sensasi geli yang menyenangkan.Gwen menggigit bibir bagian bawahnya, merasa Eric selalu tahu segalanya. Dan itu tidak adil bagi Gwen.“Sesuatu terjadi ...” Dia menatap langsung wajah Eric yang penuh tanda tanya, “sudah lima hari belakangan ini, aku terus menemukan bangkai tikus di depan pintu rumahku setiap kali pulang dari bekerja.”Kernyitan sekaligus keterkejutan jelas menghiasi wajah pucat Eric saat ini, pikirannya melayang entah ke mana-mana, menghubung-hubungkan setiap kemungkinan dan berakhir pada Gwen.Walaupun dia berharap Gwen juga mengakui tentang hubungannya dengan Alexi, tanpa harus dia minta, Eric bertahan untuk tetap berprasangka baik pada Gwen.“Lalu bagaimana set
“Menginaplah di sini.” Itu terucap begitu saja dari bibir Eric. Meski sadar saat mengucapkannya, tapi dia berusaha agar tidak terlihat memaksa Gwen untuk menuruti keinginannya.Dengan hati-hati, ragu melilit perutnya, Gwen tersenyum lemah. Jika tidak ingin di cap sebagai wanita murahan maka dia harus menolak.Gwen tidak merasa bahwa Eric akan pura-pura tidak tahu selamanya. Setidaknya, dua sahabat prianya yang lain, pasti sudah memberitahu Eric, seperti apa dirinya di balik topeng lugunya selama ini.Dia belum siap kehilangan Eric dan sangat tidak siap, jika Eric membencinya. “Aku harus hadapi ini, Eric.” Secara tidak langsung Gwen mengumumkan, dia menolak.“Kalau begitu, biarkan aku yang menginap di rumahmu.”“Apa?” Kedua mata Gwen mengerjap dengan wajah kebingungan.“Aku akan menginap di rumahmu. Aku bisa tidur di sofa, tenanglah.” Eric menenangkan meski dia tahu, Gwen pasti tidak
Tawa tertahan yang tadi sempat hadir di wajah Gwen, lenyap seketika, saat dia menyadari bagaimana Eric bertanya, menyentuh, bahkan menempel kulit mereka satu sama lain dengan lembut.Susah payah dia menelan, seperti terdapat duri di tenggorokannya. Gwen merasa semakin sulit menghindari Eric di saat dia ingin, dan ketika keadaan sudah tidak memungkinkan lagi untuk dirinya terjebak dalam kemesraan yang fatal dan jauh.Eric sudah tidak sabar menunggu jawaban Gwen. Tapi dia mampu bertahan dan hanya mengusap-ngusap lengan Gwen yang masih memiliki beberapa bekas gigitan nyamuk di kulitnya.Masih tidak ada jawaban setelah hampir lima menit berlalu. Jadi Eric berhenti mengusap lengan Gwen dan menatapnya, mencari keraguan jelas yang tertangkap di wajah cantiknya.“Kau tahu, seperti ada beban yang menumpuk di wajahmu Gwen. Butuh cermin untuk membuktikannya?” tanya Eric dengan tatapan menggoda. Jari-jarinya sudah merapikan helai-helai rambut Gwen yang berjatuhan di seki
“Sudah puas berkeliling?” sindir Jupiter pada Inez yang kini duduk menekuk wajah di sampingnya.“Kenapa menungguku?”“Karena aku tidak ingin mendengar makian Ibuku, Inez. Kurasa kau lebih penting untuk Ibu daripada aku, Putra kandungnya.” Jupiter memberi penekanan di setiap kata-katanya, dia geram, meski dia tidak bisa marah karena merasa bersalah telah bicara kasar pada Inez tadi.“Waktu kita masih banyak,” gumam Inez, terasa tiba-tiba, seperti tanpa tujuan. Kedua matanya kosong menatap ke dalam Rumah Sakit yang tidak kunjung sepi dari orang-orang yang datang dan pergi.“Yah, sangat banyak, sampai aku tidak tahu harus bersikap seperti apa padamu,” gerutu Jupiter, mendadak dia menjadi kesal karena Inez membahas tentang waktu yang berkaitan dengan pernikahan mereka yang kini benar-benar disesali olehnya.“Hei, apa maksudmu?” Inez merubah arah tatapannya, kini pandangan menusuk d
Zanna merasa kelelahan hebat setelah pertarungan sengit mereka di sofa, dan itu membuat Alexi berniat untuk membatalkan rencana makan malam yang Zanna inginkan sebelumnya.“Kau sudah sangat lelah, kita pergi lain kali saja.” Alexi mengusap peluh di kening Zanna dengan lembut.“Hhh ... padahal aku menginginkan makan malam romantis pertama untuk kita,” keluh Zanna, merapatkan lagi tubuhnya pada Alexi, memeluknya erat.“Besok malam saja, bagaimana?” tawar Alexi.“Hem, baiklah.” Zanna dengan riang menerima penawaran Alexi.“Kau tidak merasa, tubuhmu sakit berada terus di sini?”Zanna tertawa kecil. “Sedikit.”“Kalau begitu, ayo bersihkan diri dan jika bisa, aku akan menyiapkan makan malam untukmu.”Zanna segera bangkit, tersenyum dan membungkuk untuk mengecup bibir Alexi sekilas. “Jangan. Biar aku saja yang menyiapkan makan malam kita. Lebih b
Hanya hewan berkaki empat, kucing. Benar-benar cuma seekor kucing. Binatang itu sedang sibuk mencakar dinding, di mana banyak cicak yang berlarian ke sana kemari guna menyelamatkan diri dari cakarannya.Dengan kecewa, Eric kembali berbalik menuju sofa. Padahal dia berharap, sungguh berharap akan menangkap pelakunya hari ini. Jadi sekarang, Eric kembali berbaring, menatap langit-langit kamar yang terasa dingin dan kaku.Terdengar pintu kamar dibuka. Eric tahu itu Gwen. Mungkin dia memutuskan keluar kamar untuk ke dapur dan minum segelas air.Eric tidak bergerak, berpura-pura menutup matanya rapat-rapat dan menajamkan telinganya.Beruntung dia bertahan dengan posisi itu, karena Gwen ternyata berjalan menghampiri Eric.Entah apa yang membuat Gwen tidak langsung kembali ke kamarnya dan memutuskan untuk duduk di bawah sofa, menatap Eric yang sedang tidur. Tidak ada penampakan bahwa pria tampan putih pucat itu berpura-pura tertidur.Gwen mempercayai kat
Gwen memutuskan untuk tidak menjawab kecurigaan dosis kecil yang dia tuduhkan pada Eric. Gwen egois, dia mengakuinya.Dengan gerak penuh kepura-puraan, Gwen bergegas melangkah, sambil melirik jam tangan kulitnya, mengutarakan alasan buru-buru dan mudah ditebak, “Aku sudah terlambat, Eric. Nanti kita bicara lagi.”“Salam perpisahan dulu,” tunjuk Eric ke bibirnya. Dia paham, Gwen tidak akan pernah bisa menyangkal kecurigaannya dengan mudah.Gwen menggeleng, dan Eric tertawa. “Pipi kalau begitu.”Gwen berhenti, dia merasa seperti menjadi pasangan berbahagia bersama Eric. Kecupan di pipi benar-benar Eric dapatkan. Eric paham Gwen selalu menepati apapun yang dia ucapkan.Curang, Eric meraih tengkuk Gwen, tidak dapat menolak, Eric berhasil membungkam bibir Gwen, mereka menikmati dengan perasaan bingung satu sama lain.Mendamba yang berlebihan, itu yang ada di pikiran Gwen. Terlewat nyaman, itu yang ada di kepala Eric. Jika terus seperti ini, mereka
Malam hari ini terasa panas dan gerah, membuat keringat mengucur deras dari tubuh Lola yang berlari keluar taksi dengan terburu-buru menuju ruang bersalin sebuah Rumah Sakit kecil, yang ada di pinggiran kota.Bibirnya komat-kamit merapalkan permohonan untuk keselamatan sahabatnya. Lola ingat betapa beruntungnya, dia akan bisa ikut menyaksikan persalinan sahabatnya, mengingat tadi saat dihubungi, Lola sedang memasukkan pakaian ke koper karena dia akan ikut penerbangan pulang pagi, esoknya.Ini bukan minggu keempat puluh, tapi sahabat Lola terpaksa akan melakukan persalinan secara prematur malam ini, di usia kandungan kurang dari tiga puluh tujuh minggu.Sebelum masuk, Lola menjumpai terlebih dulu pria yang sudah duduk menunggunya di kursi panjang lorong Rumah Sakit, tidak jauh dari ruang bersalin.“Kapan kau tiba?” Lola masih terengah, menatap heran pada pria yang terlihat pura-pura tenang dibalik wajah gugupnya.Padahal Lola menghubungi pria ini saat di
Suasana kediaman Zacky Van Dick terlihat sunyi dari luar, namun keadaan di ruang keluarga, tidak begitu.“Sayang, lihat ini!” teriak Alexi dengan histeris, dia dalam posisi berjongkok dan berjaga-jaga untuk menangkap tubuh mungil di depannya yang sedang berdiri bergoyang-goyang, belum sempurna.Zanna muncul dengan apron menutupi bagian depan tubuhnya, dia tersenyum dan bertepuk tangan sambil menyemangati keduanya.“Sayang, kau hebat, teruskan!” Zanna mencium sekilas pipi Alexi, lalu dia kembali ke dapur.Alexi semakin bersemangat ketika bayi Rosalie yang sudah berusia hampir delapan bulan, memanggilnya ribut dengan sebutan ‘Papa’ yang belum jelas, terkadang dia menunjuk-nunjuk ke arah dapur.“Kau ingin Mamamu?” Alexi mencium gemas kedua pipi Putrinya, menggendong bayi Rosalie dan membawanya ke dapur.Alexi mengejutkan Zanna yang sedang mencuci sayuran, sedikit terpekik, Zanna berbalik, dan memeluk keduanya.“Sayang, sepertinya ... Rose mengi
Enam bulan setelah Gwen pergi dan Jupiter yang kembali dari koma.Inez terburu-buru keluar dari butiknya. Dia tergesa karena akan ada janji temu dengan psikiater Emmie dua belas menit lagi. Belakangan, setiap malam dia selalu mimpi buruk, ya, tidak buruk juga, karena bayangan tubuh tinggi tegap itu terus membuat Inez penasaran.Dia hadir dalam mimpi Inez, tanpa menunjukkan wajahnya. Setiap kali terbangun, Inez akan merasakan kesedihan yang begitu mendalam tanpa sebab. Bahkan dia sampai menangis meraung untuk bisa mendapatkan kelegaan di hatinya.Terkadang, beberapa kali, tanpa sadar, Inez berdiri di ujung balkon seolah dia akan melompat jatuh dari lantai empat. Nyaris mati, Inez berpikir untuk menemui psikiater dengan rutin. Tatapannya yang kosong seolah mengingatkannya akan sebuah kehilangan yang teramat menyakitkan, dan berakhir pada kondisi kejiwaannya menjadi tidak stabil.Sibuk dengan pikirannya, Inez seketika sadar
Langit mendung dengan gerimis tipis mewarnai pagi hari ini. Gwen berusaha bangun lebih cepat, jam empat lewat sebelas menit, hanya untuk lari dari ruangan Eric tanpa ketahuan.Dapur dan seluruh sudut restoran sepi. Gwen mendorong pintu dapur dengan hati-hati. Rupanya di luar, langit benar-benar masih terlihat seperti malam hari.Semua lampu-lampu jalan menyala terang. Begitupun dengan penerangan di setiap rumah dan toko. Gwen menoleh untuk terakhir kalinya, melihat Delila Restaurant dengan senyum tipis yang sekejap.Terburu-buru, dia melangkah. Membuang SIM Card ponselnya ke tong sampah, lalu menghilang di jalanan kecil bagian samping bangunan pertokoan untuk menghilangkan jejaknya dari Eric.Gwen pulang ke rumah, tidak lagi menemukan bangkai tikus di depan pintu. Jadi dia masuk, dan menyiapkan semua pakaian di atas ranjang, lalu satu persatu, menyusunnya ke koper dengan hati-hati dan cepat.Menurut perkiraannya—jika tepat—Eric akan ter
Meski bingung akan maksud ucapan Gwen, Eric mematung dan mencoba sedikit untuk memahaminya yang sedang dalam kondisi tidak baik.“Itu artinya?”“Kau boleh mendekat,” kata Gwen pelan, menurunkan selimutnya sampai batas mulut, “tapi lepaskan kemejamu. Sisakan kaus dalamnya saja.”Eric tersenyum. Dipikiran Eric, ini sesuatu yang unik dan tergolong biasa dia lakoni bersama Gwen.Eric melepas kemeja hitamnya, menyisakan kaus dalam bewarna senada, lalu mendekat perlahan pada Gwen yang masih dalam posisi berbaring miring ke arahnya.Gwen duduk setelah Eric tiba di tepi sofa, mengendus sekilas tanpa disadari Eric, kemudian tersenyum senang. Aroma parfum dan keringat Eric menyatu, dan dia suka itu.“Bagaimana?” Eric ragu-ragu. Dia berpikir harusnya dia tidak mendengarkan Gwen dan tetap bergabung dengan busa melimpah atau di bawah shower saat ini.“Peluk aku,” gumam Gwen, tidak merenta
Sore hari yang kelabu dengan angin dingin menusuk kulit, menjauhkan tubuh Gwen dari selimut.Gwen tidak menginginkan selimut yang sudah dibawakan oleh Beth. Sebenarnya, pelayan ramah itu tahu, Eric akan kecewa jika dia tidak menjaga Gwen dengan baik, ketika Eric sudah meminta tolong dan percaya padanya.Alasan Gwen meninggalkan selimut itu di bawah kakinya, bukan karena dia sedang ingin diperhatikan lebih dari sekedar memberikan selimut, tapi karena dia tidak menyukai aromanya.Pewangi dan pelembut pakaian yang menebarkan aroma campuran susu dan beras, membuat Gwen membenci selimut itu. Walau tidak menyebabkan rasa mual, tetap saja dia sempat menutup hidung saat menggunakannya, sebelum berakhir di bawah kakinya.“Pakailah selimutmu, Gwen.” Beth muncul dengan nampan berisi semangkuk sup sayur dan segelas air putih hangat, yang diletakkannya terburu-buru karena Beth ingin segera menyelimuti Gwen.“Tidak, jangan Beth. Aku tidak menyukai aroma selimutnya,”
Eric dan Alexi duduk saling berhadapan di kantin Rumah Sakit, karena kedua Ibu dari sahabat mereka yang memintanya.Misca dan Renata kompak menyuruh Eric juga Alexi untuk keluar makan siang, sebelum mereka melewatkan semua itu dengan perut kosong, karena menunggu kedua sahabat mereka yang belum juga terbangun dari koma.“Belum ada keterangan pasti tentang kecelakaan mereka, selain karena mengalami kecelakaan di jalan bebas hambatan, hujan cukup deras hampir tengah malam, dan Piter tidak memasang dashcam di mobilnya,” kata Eric, mencoba memberitahu Alexi yang terlihat penasaran, meski tidak lagi bertanya apapun setelah Eric memberi jawaban singkat tanpa kepastian di ruangan Jupiter dan Inez tadi.“Semalam memang hujan turun sangat deras, aku tidak bisa membayangkan pada apa yang menimpa mereka berdua. Benar-benar mengejutkan.”“Kau benar. Saat ini, kita tidak tahu apapun. Jadi sangat sulit menduganya.” Eric hanya m
Gwen terbangun karena aroma telur orak-arik, avacado toast, dan susu putih hangat. Bukan menyesap harumnya yang memenuhi ruangan, Gwen justru merasa mual.Dia nyaris tersandung, saat buru-buru ke kamar mandi karena memang tidak tahan dengan aroma menu yang diletakkan oleh Beth sekitar tujuh menit sebelum Gwen terbangun, atas perintah Eric.Dan menu sarapan itu juga Eric yang memintanya. Dia memilihkan menu sarapan pagi yang tepat, tapi sepertinya tidak untuk kondisi Gwen saat ini.Gwen menduga sesuatu yang tidak biasa terjadi dengan tubuhnya. Menahan rasa khawatir yang menguap hingga memunculkan hawa dingin di tengkuk, Gwen meraba perutnya yang rata.Mengusap perlahan dengan gerakan memutar. Adakah kehidupan baru di dalam sana? Mendadak, wajah pucat Eric yang selalu tersenyum lembut padanya, mulai berputar ulang, kilasan demi kilasan, bak sebuah film dengan adegan yang diperlambat.Ini gawat!Percintaan terakhir mereka bahkan terjadi beberap
Tatapan tak percaya memenuhi raut wajah Inez. Dia bahkan meratapi tingkahnya malam ini dalam hati. Memalukan!Dan terlambat untuk mengembalikan keadaan seperti semula. Seperti saat dia yang selalu berhasil memancing dengan cara elegan, layaknya rubah betina mengelabui mangsa.“Kau selalu terbiasa berprasangka buruk padaku, Piter.”“Yah, wajar. Setiap kali kau bertindak di luar kebiasaanmu, sesuatu yang buruk pasti terjadi,” sindir Jupiter, mengangkat bahu, dan sebelah alisnya.“Sepadan dengan apa yang aku dapatkan setelahnya. Jadi tak masalah,” sahut Inez, tak pernah ingin kalah dalam berdebat.Jupiter berdecak kesal, “Kau gila!” Kemudian menggeleng takjub, lalu memutar kemudi dan bergerak menjauhi pusat kota yang bercuaca dingin malam ini.Karena tidak ingin mendengarkan keluhan Jupiter tentang perubahan sikapnya, Inez memilih untuk tidur. Berpura-pura tidur jika dia tidak bisa melakukannya.Andai mungkin, dia juga ingin kembali bersikap no