Dalam ruangan kerja Zimmerman, tampak pria itu menggaruk-garuk kepalanya yang mulai setengah botak. Rautnya sangat masam saat memandang dua orang yang sedang duduk di depannya."Kenapa kalian ini selalu meminta izin di saat yang tidak tepat? Kalau kau lupa, Thunder. Baru hari ini, ibumu selesai dimakamkan. Bahkan empat hari yang lalu, ayahmu pun baru meninggal. Makam keduanya belum mengering dan kini, kau sudah ingin mengadakan perayaan untuk pernikahanmu? Anak macam apa kau ini?"Jelas terdengar rasa marah Zimmerman yang berusaha ditahannya. Baru saja kesedihan ditinggal oleh atasan sekaligus teman baiknya, membuat pria gembal itu sangat emosional.Cukup sakit hati dengan kata-kata pria baya itu, sorot Gabriel memandang tajam. Ia bukan pria enam tahun lalu, yang begitu saja menerima keputusan pria baya di depannya ini. Ia adalah pria dewasa, yang telah mengalami banyak kesakitan dalam hidupnya. Dan yang paling tahu sedihnya ditinggal orang terkasih adalah dirinya sendiri, bukan orang
= Sebulan kemudian = "Kalian berencana tinggal di rumahmu yang dulu?" "Ya. Paman Claude. Hari ini, aku dan Kat akan melanjutkan membereskan rumah. Seharusnya siang ini semua sudah selesai dan bisa langsung ditempati." "Papa, Thunder. Aku sekarang sudah menjadi ayah mertuamu." Kata-kata ralatan itu membuat Thunder menundukkan kepalanya. Ia merasa sedikit malu. "Ya papa." Zimmerman memandang Gabriel yang saat ini sedang duduk di depannya dengan kikuk. Pria di depannya ini baru dua hari yang lalu menikahi puteri semata wayangnya, namun karena rumah keluarga Hamilton belum selesai direnovasi maka Kat masih tinggal dengan kedua orangtuanya sementara waktu. Ketika Gabriel dan Kat digerebek oleh Zimmerman dan isterinya sebulan lalu, mereka langsung dipisahkan. Pria baya itu langsung meminta Gabriel untuk menikahi anaknya secepat mungkin yang tentu saja disambut keduanya dengan senang hati. Persiapan surat-surat hampir saja rampung, ketika Gabriel tiba-tiba saja harus berangkat ke Peranc
Sepanjang hari itu, Kat sibuk bolak-balik untuk menyetrika dan melipat baju-baju suaminya. Ia juga memilih beberapa kemeja dan juga jas yang seharusnya digantung, bukan dilipat. Menjelang sore, barulah ia bisa membongkar koper besarnya dan memasukkan isinya di bagian lemari yang masih kosong. Lemari yang dibeli Gabriel sebenarnya sangatlah besar dan luas, tapi karena cara pengaturannya yang berantakan, membuat lemari yang luas itu seperti tidak memiliki space lagi.Setelah melepas lelah dengan mandi air hangat, Kat memutuskan untuk tidur saja. Setelah pertengkarannya tadi dengan Gabriel, ia tidak melihat ujung hidung suaminya di mana pun. Dan karena ia pun sudah sangat capek, akhirnya Kat membenamkan kepalanya di bantal dan tidak lama, wanita itu sudah terlelap.Hanya 30 menit setelah wanita itu tertidur, pintu kamar terbuka pelan. Di depan pintu, tampak sosok Gabriel yang memandang isterinya dengan datar. Pria itu akhirnya pergi ke gym dan melampiaskan kemarahannya pada karung samsak
"Mau apa lagi kau ke sini, Michael?""Mengunjungimu. Aku mendengar kalau atap istanamu bolong karena tertimpa Alp yang jatuh dari atas." "Huh! Tiap kali kau datang, kau membuatku marah saja!"Tidak bereaksi, Michael menatap Apollyon yang menggaruk-garuk kepalanya dengan jengkel di depannya. Pria berambut merah itu berdiri membelakanginya."Ada apa dengan rambutmu? Gatal?""Aku juga tidak tahu. Tapi semenjak Alp datang ke istanaku, entah kenapa badanku jadi gatal-gatal begini."Michael terdiam, ia menghampiri pria di depannya dan menatapnya intens. "Coba buka jubahmu."Mendengar permintaan itu, Apollyon sejenak terpaku tapi kemudian memeluk tubuhnya sendiri erat. Sorot mata kristalnya terlihat ngeri saat memandang Michael."Mau apa kau! Kau sengaja datang ke sini, hanya untuk melihatku t*lanjang? M*sum sekali kau ini, Michael!"Kelakuan pria di depannya ini hanya ditanggapi oleh Michael dengan sorot yang sangat dingin. Keduanya kembali bertatapan dalam keheningan yang aneh, sampai akh
"Catherine. Kau mau makan siang sekarang?"Tampak Keith Becker menghampiri kubikal Kat. Wanita baru saja akan meraih ponselnya yang bergetar di atas meja, ketika sosok atasannya datang ke mejanya. Pria yang tadinya pernah ia taksir dulu, kini telah menjadi seorang manajer di departemen accounting. Melihat nama si penelepon, Kat tersenyum tidak enak. "Maaf, Keith. Aku harus menjawab telepon ini dulu."Keith sama sekali tidak mau beranjak dari tempatnya, Kat pun membiarkannya dan menjawab panggilan itu. "Halo. Ya. Aku sudah selesai. Aku ada di mejaku sekarang, tapi-"Kat melirik pada pria di depannya yang belum juga bergerak dari posisinya. Tampak Keith cukup keras kepala dan masih ingin mendekati wanita ini, meski tahu kalau Kat sudah menikah dari cincin yang melingkari jari manisnya yang lentik. Ia masih penasaran dengan wanita yang semakin lama, semakin terlihat seksi ini.Mendengarkan kata-kata orang di seberang, Kat tersenyum. "Aku tidak mau. Kamu saja yang melakukannya kalau kamu
"Dad!? Dad! Dad, kenapa...!?"Terlihat seorang wanita yang memeluk tubuh pria yang tergantung. Penuh dengan kepanikan, wanita itu menoleh ke sampingnya dan kembali berteriak histeris."MOMMM!?"Sambil menangis tidak terkontrol, wanita itu mundur dan menempelkan dirinya di dinding di belakangnya.Yang ada di depan matanya adalah pemandangan yang mengerikan. Kedua orangtuanya telah mati dengan sangat mengenaskan. Ayahnya gantung diri di depannya dan ibunya menyayat penggelangan tangannya sendiri dengan menggunakan potongan kaca. Tampak tetesan demi tetesan cairan gelap mulai mengalir dan turun dari pergelangan tangan ibunya yang tergantung di atas meja. Cairan itu semakin lama, semakin menumpuk dan mulai mendekati dirinya. Mencoba menyentuhnya."Kenapa...? Kenapa...? Mom...! Dad...!"Tubuh wanita itu luruh ke bawah. Ia masih menangis, menangisi nasibnya yang menyedihkan. Selama hidup, ia tidak pernah mengalami yang namanya kesusahan dan juga kesulitan. Ia selalu hidup bergelimang harta
"Kau yakin akan resign sekarang?"Kekehan terdengar dari mulut Kat. "Tentu saja, Keith. Kau tidak lihat perutku ini? Sebentar lagi aku akan melahirkan. Tidak mungkin aku masih akan bekerja kan?""Masih sekitar dua minggu lagi kan?""Dua minggu itu sebentar, Keith.""Aku tahu. Aku tahu. Tapi kenapa kau juga memutuskan tidak akan kembali lagi? Kau bisa kembali setelah cuti melahirkanmu habis kan? Apa suamimu yang melarangmu untuk bekerja?""Aku tidak mungkin meninggalkan anakku nantinya, Keith. Aku ingin ada di sampingnya saat dia pertama kali makan. Saat dia pertama kali berbicara. Saat dia pertama kali berjalan. Dan semua di saat pertamanya. Kau mungkin tidak paham, karena kau belum memiliki anak. Tapi saat kau memilikinya, semua itu akan menjadi kenangan yang sangat berharga nantinya karena hal itu tidak akan terulang lagi."Mendengar itu Keith terdiam, dan Kat kembali meneruskan kata-katanya."Jangan pernah berfikir kalau suamiku melarangku untuk bekerja, Keith. Ia bahkan setuju saj
"Bagaimana isteri saya? Bagaimana, dokter? Dokter!? Bagaimana isteri saya!?""TUAN HAMILTONNN!?"Teriakan dari dokter itu langsung membungkam mulut Gabriel yang dari tadi mengoceh panik dan membuat sang dokter sangat kesal. Melihat raut muka pucat pria berambut hitam itu, kemarahan si dokter perlahan menyurut. Pria baya itu menarik nafasnya pelan. Namaste..."Tuan Hamilton. Isteri Anda sedang ditangani dengan profesional. Kejadian ini membuat waktu kelahirannya menjadi lebih cepat, dan karena posisi anak Anda yang sedikit sungsang maka saya menyarankan operasi caesar. Seharusnya tidak akan ada masalah lagi dalam proses operasinya nanti. Sekarang saya harus masuk ke ruangan, karena isteri Anda sudah selesai dipersiapkan. Saya-""TAPI ISTERI SAYA BAIK-BAIK SAJA KAN, DOKTER!?"Sangat kesal, sang dokter balas berteriak. "YA. ISTERI ANDA BAIK-BAIK SAJA!? DAN SEKARANG SEGERALAH KE RUANGAN PASIEN UNTUK MEMERIKSA LUKA ANDA SENDIRI, TUAN HAMILTON!?""Thunder!? Apa yang terjadi? Kenapa kau bert