"Catherine. Kau mau makan siang sekarang?"Tampak Keith Becker menghampiri kubikal Kat. Wanita baru saja akan meraih ponselnya yang bergetar di atas meja, ketika sosok atasannya datang ke mejanya. Pria yang tadinya pernah ia taksir dulu, kini telah menjadi seorang manajer di departemen accounting. Melihat nama si penelepon, Kat tersenyum tidak enak. "Maaf, Keith. Aku harus menjawab telepon ini dulu."Keith sama sekali tidak mau beranjak dari tempatnya, Kat pun membiarkannya dan menjawab panggilan itu. "Halo. Ya. Aku sudah selesai. Aku ada di mejaku sekarang, tapi-"Kat melirik pada pria di depannya yang belum juga bergerak dari posisinya. Tampak Keith cukup keras kepala dan masih ingin mendekati wanita ini, meski tahu kalau Kat sudah menikah dari cincin yang melingkari jari manisnya yang lentik. Ia masih penasaran dengan wanita yang semakin lama, semakin terlihat seksi ini.Mendengarkan kata-kata orang di seberang, Kat tersenyum. "Aku tidak mau. Kamu saja yang melakukannya kalau kamu
"Dad!? Dad! Dad, kenapa...!?"Terlihat seorang wanita yang memeluk tubuh pria yang tergantung. Penuh dengan kepanikan, wanita itu menoleh ke sampingnya dan kembali berteriak histeris."MOMMM!?"Sambil menangis tidak terkontrol, wanita itu mundur dan menempelkan dirinya di dinding di belakangnya.Yang ada di depan matanya adalah pemandangan yang mengerikan. Kedua orangtuanya telah mati dengan sangat mengenaskan. Ayahnya gantung diri di depannya dan ibunya menyayat penggelangan tangannya sendiri dengan menggunakan potongan kaca. Tampak tetesan demi tetesan cairan gelap mulai mengalir dan turun dari pergelangan tangan ibunya yang tergantung di atas meja. Cairan itu semakin lama, semakin menumpuk dan mulai mendekati dirinya. Mencoba menyentuhnya."Kenapa...? Kenapa...? Mom...! Dad...!"Tubuh wanita itu luruh ke bawah. Ia masih menangis, menangisi nasibnya yang menyedihkan. Selama hidup, ia tidak pernah mengalami yang namanya kesusahan dan juga kesulitan. Ia selalu hidup bergelimang harta
"Kau yakin akan resign sekarang?"Kekehan terdengar dari mulut Kat. "Tentu saja, Keith. Kau tidak lihat perutku ini? Sebentar lagi aku akan melahirkan. Tidak mungkin aku masih akan bekerja kan?""Masih sekitar dua minggu lagi kan?""Dua minggu itu sebentar, Keith.""Aku tahu. Aku tahu. Tapi kenapa kau juga memutuskan tidak akan kembali lagi? Kau bisa kembali setelah cuti melahirkanmu habis kan? Apa suamimu yang melarangmu untuk bekerja?""Aku tidak mungkin meninggalkan anakku nantinya, Keith. Aku ingin ada di sampingnya saat dia pertama kali makan. Saat dia pertama kali berbicara. Saat dia pertama kali berjalan. Dan semua di saat pertamanya. Kau mungkin tidak paham, karena kau belum memiliki anak. Tapi saat kau memilikinya, semua itu akan menjadi kenangan yang sangat berharga nantinya karena hal itu tidak akan terulang lagi."Mendengar itu Keith terdiam, dan Kat kembali meneruskan kata-katanya."Jangan pernah berfikir kalau suamiku melarangku untuk bekerja, Keith. Ia bahkan setuju saj
"Bagaimana isteri saya? Bagaimana, dokter? Dokter!? Bagaimana isteri saya!?""TUAN HAMILTONNN!?"Teriakan dari dokter itu langsung membungkam mulut Gabriel yang dari tadi mengoceh panik dan membuat sang dokter sangat kesal. Melihat raut muka pucat pria berambut hitam itu, kemarahan si dokter perlahan menyurut. Pria baya itu menarik nafasnya pelan. Namaste..."Tuan Hamilton. Isteri Anda sedang ditangani dengan profesional. Kejadian ini membuat waktu kelahirannya menjadi lebih cepat, dan karena posisi anak Anda yang sedikit sungsang maka saya menyarankan operasi caesar. Seharusnya tidak akan ada masalah lagi dalam proses operasinya nanti. Sekarang saya harus masuk ke ruangan, karena isteri Anda sudah selesai dipersiapkan. Saya-""TAPI ISTERI SAYA BAIK-BAIK SAJA KAN, DOKTER!?"Sangat kesal, sang dokter balas berteriak. "YA. ISTERI ANDA BAIK-BAIK SAJA!? DAN SEKARANG SEGERALAH KE RUANGAN PASIEN UNTUK MEMERIKSA LUKA ANDA SENDIRI, TUAN HAMILTON!?""Thunder!? Apa yang terjadi? Kenapa kau bert
Keep my dreams in a papercup, hold on to my faithWhy did they pretend not to seeWill the broken hearted ones somehow find their way?I can't tell you what they did to meMy heart is burningMy heart is burning day and nightMy heart is still burning through all these yearsThrough all these tears-Apollyon-(Gregorian - My Heart is Burning)***= Kejadian beberapa ribu tahun yang lalu =Apollyon adalah salah satu malaikat yang bertugas untuk menjaga para jiwa yang bereinkarnasi ke dunia. Dia menjalankan tugasnya dengan sepenuh hati, berusaha mengantarkan mereka untuk menyelesaikan segala urusannya dan barulah naik ke atas setelah sempurna. Tidak pernah terbersit dalam benaknya untuk melakukan sesuatu di luar jalur. Di luar takdir. Dan di luar aturan-Nya. Ia menjalankan semua sesuai instruksi dan yang sudah menjadi tugasnya.Hanya satu. Hanya satu yang membedakannya dengan rekannya yang lain. Apollyon diciptakan dari api dan dia memiliki h*srat. Dan terkadang h*srat yang dirasakannya
"Pandora?" Hanya gerakan mulut Apollyon yang terlihat. Gerakan tanpa suara.Azrael mengangguk. Tangan kanannya yang menggenggam bola jiwa itu terulur di depan Apollyon dan tangan kirinya mulai terangkat, mengarah pada kepala pria berambut merah itu."Terimalah tanggungjawabmu, Apollyon. Karena aku akan menyerahkan sendiri bola ini padamu."Menatap kedua mata Azrael yang kelabu, Apollyon paham kalau ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh malaikat maut ini secara pribadi, pada dirinya sendiri. Setelah menelan ludahnya, Apollyon maju dan berhenti tepat di depan pria berambut putih itu dan kepalanya sedikit menunduk. Kedua tangannya terbuka dan berada di samping kanan-kiri bola jiwa yang masih melayang di tangan Azrael."Aku siap."Tangan kiri Azrael memegang kepala Apollyon dengan jempolnya berada di pelipisnya. Tampak sinar mulai terbentuk di area yang disentuhnya. Kepala Azrael sedikit mendongak dan bibirnya terbuka. Kedua mata kelabunya mulai bersinar terang menyilaukan saat memandan
Dari atas langit yang sangat tinggi, tampak sosok berambut merah yang melayang-layang turun dan akhirnya menyentuhkan kakinya ke permukaan. Sepasang sayapnya yang berwarna putih bergetar, sebelum akhirnya mulai menutup dan perlahan menghilang.Kepala pria yang berambut merah itu masih menunduk. Tatapannya nanar dan memandang ke bawah. Matanya yang kristal tampak berkaca-kaca dan tidak lama, terlihat tetesan air mulai menetes dari kedua matanya yang masih terbuka. Apollyon memegang mukanya. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Bahunya yang bidang dan tertutup jubah putih tampak bergetar. Apa yang dirasakannya saat ini, tidak bisa ia gambarkan lagi. Ia sangat kecewa. Sangat merasakan kecewa. Bukanlah jawaban yang ia dapatkan dari pertanyaannya, melainkan hanya pertanyaan demi pertanyaan yang ia dengar semenjak ia menjejakkan kakinya di sana. "Kenapa nasib Pandora sangat buruk?"'Kenapa menurutmu dia sekarang bernasib buruk, jika nasib baik sedang menantinya?'"Kenapa selalu ke
= Kembali ke masa sekarang ="Halo, Apollyon."Suara itu membuat punggung Apollyon yang sedang mengatur bunga-bunganya tampak menegak. Perlahan, pria berambut merah itu berbalik dan terlihatlah sosok Gabriel, salah satu saudaranya dulu. Kedua mata kristal Apollyon sedikit melebar mendapatkan kunjungan tidak terduga ini."Gabriel."Kedua pria itu saling bertatapan dalam diam. Dua pria yang pernah sangat dekat itu mengenang kembali masa-masa mereka saat masih menjadi saudara. Saling berjuang untuk melindungi sesuatu yang SAMA. Saling tertawa dan juga menangis karena kesedihan yang SERUPA. Tapi sekarang, mereka seperti mata uang yang saling bertolakan. Kesedihan bagi yang lain, maka akan merupakan kebahagiaan untuk lawannya. Hal yang dilindungi dan diperjuangkan oleh satu sisi, justru akan berusaha dimusnahkan oleh sisi lainnya.Mereka telah berdiri dalam dua jalur yang saling bertentangan. Saling bersisian tapi tidak akan pernah bersatu. Sampai semesta nanti hancur dan menghilang. Dan s