"AH! AH! Cein! Cein! Jangan tarik-tarik rambut papa! Ah! Cein!"Tampak sesosok anak kecil perempuan sedang nangkring di kepala seorang pria dan dengan gembira, kuda-kudaan di kepala pria itu. Kedua tangan mungilnya mencengkeram rambut hitam pria malang itu dan menariknya sangat kencang, membuat kepalanya terdongak ke belakang.Bubur bayi yang sedang dipegang oleh pria malang itu tumpah ke lantai, ketika paha pria itu ditabrak kencang dari arah belakang membuatnya sedikit berputar bingung. Tabrakan itu dibarengi dengan suara teriakan dan sahutan jeritan yang sangat keras."EVANNN!? KEMBALIKAN BUKUKUUU!?""Wekkk!? Ambil saja kalau bisa!""EVANNN!?"Tubuh Gabriel terlihat mematung di tengah ruangan. Raut mukanya kosong. Tangan kanan yang memegang mangkuk bubur terlihat layu, dan pria itu sama sekali tidak mempedulikan tetesan demi tetesan bubur yang mengalir ke lantai kayu di bawahnya. Tangan kirinya yang memegang sendok mengusap pelipisnya yang terasa mulai pusing dan juga sakit."EVANN
"MAMAAA!?"Tertawa keras, Kat menyambut pelukan keluarganya. Tidak henti-hentinya wanita itu menciumi pipi anak-anaknya dengan tidak sabar dan penuh kerinduan. Dan ketika akhirnya ia memeluk leher suaminya, mata wanita memancar penuh dengan cinta dan ia mengecup pipi pria itu sambil berbisik. "Malam ini aku menginginkanmu, Gabriel..."Tangan kanan pria itu yang bebas menelusup ke belakang dan mer*mas b*kong padat isterinya yang terbalut celana jins. Suaranya penuh h*srat saat berbisik. "Oh, baby! Kamu tidak tahu betapa rindunya aku padamu."Kekehan pelan terdengar dari mulut Kat dan ia mencium bibir suaminya cepat. Meski hanya berpisah dua hari, tapi keduanya sangat memendam rindu yang besar dan tidak sabar untuk menyalurkannya nanti malam. Yang sayangnya rencana itu tinggallah rencana di dalam otak mereka, ketika bencana demi bencana kembali terjadi di dalam rumah kecil mereka.Saat memasuki rumahnya, kedua mata Kat melotot dan hampir terlempar keluar dari rongganya. Rumahnya sepert
Gabriel merasakan tidur yang luar biasa nyenyaknya dan membuat bibirnya kembali tersenyum. Ia baru saja mend*sah saat merasakan adik kecilnya mulai bergetar. Dan getaran itu membuat h*sratnya naik dengan sangat cepat, saat ia merasakan basah di sana. Pijatan dan elusan yang sangat lembut pun membuat pipi pria itu menjadi memerah dan kedua matanya terbuka lebar, saat ia menyadari kalau ia tidak bermimpi!Di bawah sana, di antara kedua kakinya, tampak kepala berambut kemerahan sedang menjamah adik kecilnya dengan seenaknya. Kedua mata hitam Gabriel melotot dan mengerjap cepat. Suaranya sangat serak saat ia akhirnya bisa berbicara lagi setelah kekagetan itu. "Kat...?"Menengadahkan kepalanya, Kat memberikan jilatan terakhir dan senyuman miring terlihat di bibir wanita itu. "Bagaimana service-ku? Apakah kamu puas, daddy?"Masih tertegun, Gabriel hanya dapat tergugu saat wanita itu merangkak menaiki tubuhnya dan mulai memberikan ciuman penuh n*fsu pada dirinya, yang hanya bisa membalasnya
Teriakan dari Jeanette tampak membuat raut muka Ricard mulai menggelap."Nona Patrick! Saya tidak mentolerir-""Ricard. Apakah meeting Tuan Hamilton sudah semua di hari ini? Atau akan ada janji temu lainnya?""Ah! Tidak Nyo- Nona Reynolds. Tuan Hamilton sudah selesai dengan semua meetingnya. Rencananya hari ini memang beliau ingin pulang tepat waktu."Kepala Kat mengangguk dan ia menyerahkan serentetan kunci yang langsung diterima Ricard dengan sopan."Setelah aku pikir lagi, aku butuh bantuanmu untuk mengambil barang yang tertinggal di mobil. Ada kotak yang cukup besar di kursi belakang. Aku minta kamu membawanya ke sini.""Baik, Nona Reynolds. Saya akan segera mengambilnya."Instruksi yang diberikan Kat pada Ricard semakin membuat Jeanette berang dan mulai melupakan sopan-santun yang sangat ia jaga selama ini. Selama mendampingi ayahnya, wanita itu selalu berusaha bersikap profesional dan ia juga memiliki kemampuan berbisnis yang cukup mumpuni. Tapi entah kenapa, munculnya kehadiran
"Apollyon. Apa kabar?"Sapaan itu membuat pria yang tadinya menyender sambil melamun di pojokan sangat terkejut. Pria itu perlahan bangkit dari posisinya dan membuka lipatan tangan di d*danya. Kedua mata kristalnya terlihat menajam saat ia menatap sosok wanita yang saat ini tengah memandanginya, tepat di matanya.Keduanya bertatap-tatapan sejenak dalam keheningan. Terlihat kedua mata Apollyon menelusuri wajah dari wanita di depannya, demikian pula sorot Kat yang memandanginya cukup intens.Jantung pria itu mulai berdebar-debar aneh saat ini dan ia merasakan sesuatu yang tadinya belum pernah dirasakannya sebelumnya. Matanya mengerjap cepat dan ia terlihat menelan ludahnya."Kau bisa melihatku?" Suara yang keluar dari tenggorokannya serak, seperti bukan suaranya sendiri.Melihat sesuatu dalam sorot pria itu yang justru tidak disadari oleh orang itu sendiri, Kat tersenyum miring."Tentu saja aku bisa melihatmu."Kata-kata halus keluar dari mulut Kat, membuat detak jantung Apollyon semaki
Dalam ruangan kerja Hamilton, tampak ayah dan anak yang sedang berbicara serius. Gabriel memandang anaknya yang sudah beranjak remaja. Tanpa terasa, anaknya yang paling bandel telah berumur 16 tahun. Padahal sepertinya baru kemarin ia memangku-mangku anak ini yang masih bayi dulu."Kamu sudah yakin akan melakukan ini, Ev?""Ya, papa. Aku mau mencoba untuk bekerja part time secara profesional sekarang. Dulu-dulu aku selalu memilih bekerja di cafe-cafe kecil atau pun toko-toko kelontong, tapi sekarang aku ingin mencoba melamar di perusahaan yang lebih besar."Menyender di kursinya, Gabriel melipat kedua tangannya di depan d*da. "Dengan usiamu sekarang, aku tidak yakin akan ada perusahaan yang mau mempekerjakanmu, Ev. Kalau sampai ada yang mengetahui usiamu sebenarnya, mereka bisa terkena pasal mempekerjakan anak di bawah umur. Akan cukup sulit menemukan perusahaan yang mau menerimamu, karena tidak seperti cafe atau toko kelontong, perusahaan besar biasanya akan melakukan cek referensi
Malamnya, tampak Gabriel dan Kat bergelung di dalam selimut. Pria itu mengelus-elus rambut isterinya dan Kat mengelus d*da suaminya yang berbalut kaos tidur. Sejenak benak keduanya berkelana, sampai akhirnya kesunyian itu dipecahkan oleh Gabriel."Kamu kaget dengan keputusan Ev?"Pertanyaan itu membuat Kat mend*sah dan ia akhirnya memutuskan untuk merubah posisinya. Wanita itu duduk menyender pada kepala tempat tidur. Hal yang dilakukan Kat diikuti oleh Gabriel.Tampak kepala Kat menunduk dan memandang tangan di pangkuannya."Kat? Kamu kecewa dengan keputusan Evan?"Setelah beberapa saat, kepala Kat menggeleng. "Tidak. Aku tidak kecewa, Gabe. Aku selalu menduganya, terutama karena Declan pun telah mengatakan hal yang sama padamu 2 tahun yang lalu. Tapi aku memang mulai merasa sedih."Menunduk untuk mengecup pipi isterinya, Gabriel mengusap kepala wanita itu."Kenapa kamu sedih?""Aku sedih karena itu berarti Evan akan meninggalkan kita juga, Gabe. Declan telah melakukannya sejak 2 tah
"Kamu berencana untuk mengambil magang di Amerika?""Iya, pap. Aku sudah mendaftar ke beberapa tempat, meski memang ada satu tempat yang aku mau.""NAMAC Inc.?"Kepala Declan mengangguk. "Ya. NAMAC Inc. Perusahaan itu sangat terkenal reputasinya, tapi sangat sulit untuk tembus ke sana. Oh ya, pap. Kalau tidak salah, pap juga pernah kerja di sana, kan?"Sorot mata Gabriel menajam saat menatap anaknya. "Jangan harapkan papa untuk membantumu, Dec. Karena itu bukan perusahaan papa dan pantang bagi papa, memanfaatkan koneksi untuk keluarga.""Tidak. Tidak. Aku tidak akan meminta papa melakukannya, kok. Aku hanya ingin tahu, seperti apa pemilik perusahaan itu. Aku berencana untuk mengirimkan email lagi ke sana berisi permohonan magangku. Kalau aku cukup tahu karakter orangnya, mungkin aku bisa membuat surat yang mempersuasi dirinya."Tampak Gabriel menyenderkan punggung di kursinya dan menyangga dagunya. Pria itu terlihat berfikir."Hmm. Terus terang, papa tidak pernah bertemu langsung deng
= Suatu waktu, di suatu tempat. Nun jauh di sana ="Apa yang sedang kau lakukan di sini?""Tidak ada.""Kau sedang menatap siapa?""Tidak ada."Jawaban menyebalkan itu membuat Hermes kesal, dan ia malah semakin mengintip. Dewa pria itu sedikit mendorong bahu dewa wanita yang ada di sebelahnya, dan langsung bersiul saat berhasil melihat apa yang dari tadi dipandangi oleh rekannya ini."Malaikat...? Kau naksir salah satunya?"Raut Pandora sama sekali tidak berubah. Ia masih menyender santai di pohon dan menatap nun jauh di sana pemandangan yang hanya dapat dilihat oleh mata keduanya. Dalam pandangan mereka, terlihat sosok dua orang malaikat. Satu berambut hitam dan lainnya merah. Keduanya tampak saling berdebat tentang sesuatu, dan tampak si merah kesal dengan si hitam yang terlihat bermuka datar.Memanyunkan bibirnya, Hermes menoleh pada Pandora yang hanya membalasnya dengan muka datar."Mana yang kau suka. Yang hitam atau yang merah?"Wanita itu tidak menjawab, membuat Hermes makin pe
"Gabriel, the supreme. Apakah masih ada lagi yang ingin dirimu tanyakan pada-Ku?"Gabriel mengangkat kepalanya dan ia menggeleng pelan. "Tidak Yang Maha Kuasa lagi Maha Pendengar dan Maha Segala Tahu. Aku Gabriel, telah sangat puas dengan jawaban-Mu. Tidak ada lagi keraguan dalam hatiku. Aku telah mengambil keputusan.""Kau memang telah mengambil keputusan, Gabriel. Jauh sebelum kau bertanya pada-Ku. Dan terpujilah semua langkah yang kau ambil, karena jiwa kasih sayangmu membuatmu menjadi seorang yang tidak egois dan sangat memikirkan orang lain. Kau telah menjalankan tugasmu dengan sangat baik. Lakukan semua menurut kehendak hatimu, karena hatimu telah dituntun oleh nuranimu. Ingatlah itu."Dan setelah itu, gaung mistis itu pun menghilang. Langit perlahan berubah menjadi cerah meski awan-awan masih mengelilingi langit, pertanda kalau mendung masih belum akan berakhir. Raphael yang tadinya terbang di angkasa pun pelan turun dan menjejakkan kakinya di permukaan. Tampak kedua matanya ya
"Bagaimana dia?""Berhasil. Seharusnya.""Seharusnya?""Azrael yang datang.""Malaikat maut? Dia sendiri yang akan menyerahkannya? Pada Tuan Michael?""Ya. Sepertinya begitu. Sekarang Tuan Michael sedang menunggu kedatangan Tuan Gabriel."Kepala salah satu dari mereka menunduk dalam. "Kalau yang ini tidak berhasil juga..."D*sahan nafas berat terdengar dari sebelahnya. "Jiwa itu hanya akan menghilang. Dan-""Dan apa?"Suara yang sangat berat terdengar di belakang mereka, membuat keduanya langsung menoleh kaget dan menundukkan kepalanya hormat. "Tuan Gabriel.""Ambrosio. Persephone. Kembali kalian berdua yang menyambutku."Masih menunduk, Ambrosio menjawab pelan. "Tuan Michael sudah menunggu Anda, Tuan Gabriel."Tampak kepala Gabriel mengangguk. "Di taman suci? Azrael juga hadir?""Ya, Tuan Gabriel. Mereka sudah menunggu kedatangan Anda di sana."Sejenak suasana hening dan ketika Ambrosio mengangkat kepalanya, ia tertegun melihat seraut senyum lembut terpatri di bibir pria yang dikenal
Under my dreamsI see the other sideI am the space of moonlightUnder your doorAnd you come to meet meSay you knew me beforeAnd when i'm lying by your headYou put your body into mine (Gregorian - Dark Side)***"Kat.""Gabe."Tampak dua sosok yang saling berpandangan dalam ruangan putih itu. Sosok sang wanita terbalut jubah panjang berwarna ungu gelap dan sang pria masih berbalut dengan jubah putihnya. Keduanya berdiri saling berhadapan dengan tangan yang saling bertautan. Senyum tampak terpatri di bibir mereka dan untuk sesaat, dua orang itu saling memandang sosok masing-masing dengan intens. Dua pasang mata itu bergerak-gerak penuh emosi ketika akhirnya pandangan mereka kembali bertemu.Salah satu tangan Kat mengelus pipi Gabriel yang kencang dan bersih tanpa jenggot."Sudah lama sekali aku tidak melihat sosokmu yang seperti ini, Gabe..."Perkataan itu membuat Gabriel terkekeh. "Sudah lama sekali kita tidak bertemu seperti ini, Kat."Kat mengangguk. "Ya. Terakhir melihatmu saa
Dalam sebuah taman yang indah, tampak sesosok pria yang tinggi dan berbadan tegap sedang mengamati bunga-bunga yang bermekaran di sana. Ia juga mengelus bunga tulip berwarna putih. Bunga kesukaannya. Dan pria berambut hitam itu tampak melamun. Ia melamun tapi bibirnya tersenyum samar. Raut wajahnya terlihat bercahaya dan bahagia. "Kau masih di sini?"Pertanyaan itu membuat kepala Gabriel mengangguk pelan, dan orang di belakangnya mendengus."Di saat aku menginginkan kau untuk segera pergi, kau masih betah berada di sini.""Aku hanya menikmati taman indahmu. Mengaguminya. Apakah kau mau aku untuk mendustakan anugerah yang telah diberikan oleh-Nya?"Kembali dengusan itu terdengar. "Tapi apakah kau harus menikmatinya di sini? Di tamanku ini? Kau bisa langsung pergi ke taman Uriel dan menikmati keindahan taman hijaunya di sana!""Tidak ada yang bisa mengalahkan keindahan tamanmu ini, Apollyon. Kau diberkahi sepasang tangan dingin untuk menumbuhkan sesuatu yang indah.""Aku tersanjung den
"Jadi, kamu sudah serius akan menikahinya, Dec?"Saat ini, Gabriel sedang bersama dengan Declan di dalam ruangan kerja. Tampak keduanya duduk di sofa sambil menikmati teh, juga kue yang disajikan oleh isterinya serta calon menantunya.Meletakkan cangkir tehnya, kepala Declan mengangguk. "Ya, pap. Aku dan Angie sudah bersama sejak dua tahun ini. Aku juga sudah bertemu dengan keluarganya, dan latar belakang mereka cukup baik.""Mereka dari keluarga pebisnis juga?"Tampak Declan menggeleng pelan. "Mereka dari keluarga biasa, pap. Ayahnya Angie bekerja di perusahaan konstruksi sebagai engineer. Ibunya seorang psikolog. Adik Angie sekarang mengambil jurusan arsitektur dan akan lulus tahun depan. Ia juga sudah bekerja di sebuah perusahaan konsultan di Amerika sana sejak masih kuliah. Angie sendiri sekarang bekerja sebagai supervisor HC di HGC sudah sejak lima tahun ini. Mereka memang bukan dari keluarga kaya, tapi terpelajar." "Jadi dia bawahanmu di sana?"Pipi Declan tampak merona dan pri
"Kamu sudah baikan dengan Evan?""Kapan memangnya aku marahan dengan anak itu?""Gabe..."Sadar nada isterinya yang geram, Gabriel segera memeluk pinggang Kat dan mengusel-usel kepalanya di d*da wanita itu yang empuk dan hangat."Aku sudah bicara dengannya, honey. Semua sudah beres. Sekarang, usap-usap kepalaku."Menurut, Kat pun mengelus lembut kepala suaminya. Ia berhati-hati agar tidak sampai menyentuh bagian yang terluka. Meski seharusnya ia telah pulang, tapi Gabriel bersikeras agar dirinya dapat menginap di rumah sakit. Untungnya ruang rawat VVIP memiliki tempat tidur yang cukup luas, membuat mereka berdua leluasa untuk dapat berbaring tanpa saling mendorong. Seperti sekarang ini.Selama beberapa saat, Kat mengusap-usap kepala suaminya. Tampak pandangannya melamun."Gabe...?""Ya...?""Mengenai masalah Burton. Kamu yakin sudah beres?"Semakin memeluk erat pinggang Kat, pria itu mengangguk."Burton dan Luzt sudah dipenjara, honey. Meski mungkin jaringan pengedarnya masih belum te
"Benar dia tidak apa-apa, dokter?""Tidak ada gumpalan darah dalam kepalanya, Ny. Hamilton. Dan dari pemeriksaan, tidak ada retakan atau kerusakan yang parah karena kecelakaan itu. Tuan Hamilton hanya mengalami luka-luka luar saja. Ia cukup beruntung memiliki reaksi yang baik dan melakukan gerakan yang tepat. Jika tidak, mungkin saja akan ada cedera yang lebih fatal pada dirinya dan juga puteranya.""Tapi kenapa sampai sekarang dia belum sadar, dokter? Ini sudah hampir dua hari.""Kita hanya bisa berdoa saja, Nyonya. Karena meski secara medis tidak ada masalah tapi sebagai manusia, dokter juga punya keterbatasan. Dan yang perlu dingat, meski masih sangat bugar tapi Tuan Hamilton sudah berusia 60 tahun. Tentu fisiknya tidak akan sama dengan kondisinya 20 tahun yang lalu. Akan butuh waktu bagi tubuhnya untuk recovery yang kita juga masih memonitornya sampai dengan hari ini."Kepala Kat menunduk, dan ia kembali bertanya dengan suara pelan. "Apakah-"Belum juga kalimat Kat selesai, dari a
"Aku ingin mengajakmu bertaruh, Apollyon."Saat ini, Apollyon dan Gabriel sedang bermain catur di taman bunga pria berambut merah itu. Melihat dari posisi bidaknya, tampaknya ia yang akan memenangkan pertandingan ini."Bertaruh? Kau yakin?""Ya."Pria berambut merah itu terkekeh arogan. Ia memindahkan salah satu bidak dengan santai di depannya. Setelahnya, ia menyenderkan punggungnya santai di kursi dan mengangkat kedua tangannya sombong."Baiklah. Aku menyukai pertaruhan, karena aku selalu menjadi pemenangnya. Apa yang kau inginkan?"Kepala Gabriel mengangguk dan ia menggerakkan bidaknya di papan catur."Kalau aku memenangkan pertandingan ini, maka aku akan memberikan tepukan sayang di pipimu."Mendengar itu, kedua alis Apollyon berkerut. "Tepukan sayang? Apa itu?""Kau akan mengetahuinya saat aku memenangkan pertandingan ini. Bagaimana? Kau takut?"Tantangan yang menyebalkan itu berhasil menyulut kemarahan Apollyon. "Ayo! Siapa takut! Tapi sebaliknya, kalau aku yang memenangkan pert