"Tempat ini. Apa ini adalah pondok penyihir?" tanya Leewan setelah beberapa saat.
"Apa katamu?" tanya Shenling sedikit bingung.
"Apa kau seorang penyihir dan sedang menahanku sekarang?"
"Apa?" ucap Shenling sekali lagi dengan keras. Gadis itu lalu menggeleng.
"Kau ini bicara apa?"
'Ck, sayang sekali, pemuda ini tampan, tapi kelihatannya otaknya agak terganggu. Apa para perampok itu telah memukul kepalanya dengan sangat keras?' gumam gadis itu dalam hati.
"Kalau begitu, apa kau akan membebaskan aku?" tanya pemuda di hadapannya itu lagi setelah beberapa saat. Shenling hanya diam sambil menggeleng.
"Kau tidak mau membebaskan aku? Dengar aku adalah jenderal negeri ini. Satu kata dariku akan bisa menghancurkan pondokmu ini," ucap Leewan cepat.
"Aku ... aku tidak mengerti apa yang kaubicarakan," jawab Shenling yang masih kebingungan.
"Jangan berpura-pura bodoh. Begini saja kembalikan pedangku dan bebaskan aku, aku akan meminta Kaisar untuk mengampuni nyawamu!"
Shenling tertawa terbahak.
"Apa kau sedang bermain drama? Aku benar-benar tidak tahu apa yang kaubicarakan. Kau bebas saja, kok, kalau mau pergi. Untuk pedangmu, aku akan menyita pedang itu. Kalau kau bisa membayarnya, aku akan mengembalikan, kalau tidak maka aku terpaksa menjualnya."
"Jangan sembarangan!" bentak Leewan sambil menatap tajam gadis itu.
"Pedang itu adalah hadiah pemberian kaisar. Kau tidak bisa menjual seenaknya."
"Aku tidak peduli. Sekarang keuanganku sedang menipis. Kalau kau dan kaisarmu itu menginginkan pedang tersebut kembali, kalian harus membayarku."
"Benar-benar sembarangan. Orang yang tidak menghargai Kaisar layak untuk mati!" gusar Leewan sambil mengangkat tangan untuk memukul gadis itu.
Shenling mengkeret ketakutan.
'Pemuda tidak waras ini akan membunuhku. Apa aku mengatakan sesuatu yang salah sampai dia begitu marah?'
Suara nada sambung ponsel mengalihkan perhatian Leewan dari Shenling.
"Apa itu? Suara apa yang bising itu? Apa kau mencoba mengaktifkan alat sihirmu?" tanya Leewan sambil menatap sekeliling dengan waspada. Shenling menatap geli.
'Pemuda ini sepertinya benar-benar percaya dengan keberadaan penyihir. Apa sebaiknya aku takut-takuti saja dia agar tidak macam-macam denganku?' gumamnya dalam hati.
"Tentu saja," ujar gadis itu akhirnya.
"Aku memiliki kekuatan sihir yang sangat hebat. Karena itu, kau tidak boleh macam-macam denganku. Kalau tidak, aku akan mengerahkan seluruh kekuatanku untuk mengalahkanmu."
Leewan menatap gadis di hadapannya itu untuk beberapa waktu.
'Gadis ini sepertinya serius dengan kata-katanya. Sebaiknya aku berhati-hati dulu, baru kemudian mencari cara untuk melawannya,' putusnya.
***
"Namaku Shenling. Yuan Shenling dan namamu siapa? Aku harus tahu agar bisa menagih utang darimu," ucap Shenling beberapa saat setelah menerima telepon yang ternyata hanya promosi barang.
"Aku Leewan. Dan pedang itu sangat penting untukku. Sebaiknya kau kembalikan sekarang," sahut Leewan setelah melihat sekeliling.
"Pedang itu akan kukembalikan setelah kau membayar utang."
"Baiklah, kalau begitu, ijinkan aku kembali ke kerajaanku. Aku akan membayarmu setelahnya. Percuma kau menahanku di sini karena aku tidak punya uang sepeserpun," bujuk Leewan.
Shenling berpikir sejenak kemudian menggeleng.
"Bagaimana kalau kau mengingkari janji?"
"Aku seorang jenderal. Aku pasti tidak akan ingkar."
"Baiklah kalau begitu. Kali ini aku percaya padamu," ucap Shenling.
'Lebih baik dia cepat membayar utang sebelum kesadarannya kembali dan mencoba membunuhku.'
'Kelihatannya dia percaya padaku,' ujar Leewan dalam hati.
'Ternyata meski dia adalah penyihir andal dari kerajaan musuh, dia tidak terlalu pintar.'
***
PRANG!
Suara benda yang pecah karena dibanting tersebut terdengar membahana hingga keluar ruangan.
"Aku tidak mau makan. Aku tidak akan makan sebelum Leewan ditemukan!" teriak Lanshang yang berada di dalam kamar.
"Tuan putri, ...."
"Pergi. Pergi kalian semua dari sini!"
Para dayang dan pelayan hanya berdiri diam. Pintu kamar tersebut terbuka dan seseorang bergegas masuk.
"Kakak!" seru Lanshang saat melihat orang tersebut.
"Ada apa ini, adikku?" tanya sang pangeran.
"Kak, kau dan ayah telah berjanji bahwa Leewan akan segera ditemukan, tapi mana buktinya? Sampai sekarang belum juga berhasil. Mungkin aku harus keluar istana untuk mencari dia."
"Jangan bodoh, Lanshang. Kau ingin membuat masalah semakin pelik? Percayalah, Leewan pasti akan segera ditemukan."
Sang putri termangu sesaat.
"Aku tahu. Aku ingin mempercayai dirimu dan ayahanda, tapi aku takut kalau Leewan tidak akan kembali. Akhir-akhir ini aku selalu bermimpi bahwa Leewan mengucapkan selamat tinggal dan pergi dengan gadis lain. Aku sangat takut, Kak. Bagaimana kalau itu benar terjadi? Bagaimana kalau Leewan memang tidak kembali karena bersama gadis lain?"
Kakaknya serta-merta menggeleng.
"Hal itu tidak akan terjadi, Adikku. Leewan pasti akan tetap menjadi milikmu. Kamu adalah tuan putri negeri ini. Tidak ada satu gadispun yang bisa mengalahkanmu," ucapnya dengan penuh keyakinan.
Sebagai dua bersaudara, Pangeran Lanzhou dan Putri Lanshang memang sangat akrab. Kesibukan ayah dan ibu mereka membuat keduanya saling bergantung satu sama lain. Pangeran Lanzhou juga bertekad untuk selalu membahagiakan adiknya dengan mengabulkan semua keinginan gadis itu. Namun kali ini iapun nyaris menyerah, karena Leewan yang menghilang belum juga ditemukan keberadaannya. Ia hanya bisa berharap sahabatnya itu segera kembali demi kebahagiaan sang adik.
***
Leewan tertegun melihat benda-benda di rumah tersebut. Semua benda tersebut sama sekali belum pernah dia lihat.
"Jadi ini semua benda sihir?" tanya pemuda itu.
Shenling yang berada di sampingnya mengangguk.
"Benar. Lihat ini!" ujarnya sambil membuka kulkas. Hawa dingin menyeruak keluar.
"Dengan benda ini, aku akan membekukanmu kalau kau macam-macam denganku. Lalu ini,"
Shenling menyalakan televisi.
"Dengan ini, aku bisa menemukanmu di manapun kau berada."
"Tapi kenapa mereka semua tertawa, bernyanyi, dan menari?" tanya Leewan sambil menatap layar.
"Itu karena ...."
Shenling diam sejenak. Memutar otak untuk memikirkan jawaban yang tepat. Jika pemuda yang bersamanya itu sadar tengah ditipu, mungkin nasibnya akan tragis.
"Karena mereka adalah rekan-rekanku, juga anak buahku. Mereka sangat senang karena berhasil menangkapmu. Jadi mereka sedang berpesta."
"Benarkah? Lalu apa mereka semua itu penyihir?"
"Ya, tentu saja. Mereka penyihir yang sangat hebat. Jadi jangan coba-coba mengingkari janji untuk membayar utangmu. Dengan bantuan mereka, aku pasti bisa menemukanmu ke mana pun kau pergi."
Leewan mengangguk, sedang Shenling hanya tersenyum kecil.
'Ada apa dengan pemuda ini? Otaknya pasti rusak parah. Dia benar-benar menganggap serius semua ucapanku.'
"Baiklah aku mengerti. Aku akan membayarmu, tapi sekarang ijinkan aku pulang ke kerajaan," ujar Leewan.
"Kalau begitu, di mana rumahmu? Aku akan mengantarmu agar kau tidak melarikan diri."
"'Kan sudah kubilang, aku ingin kembali ke istana. Rumahku berada di istana. Di sanalah aku tinggal, di kamp untuk prajurit istana."
'Kenapa dia bersikeras ingin ke istana? Aku harus mencegahnya dan membuat dia pulang ke rumah.'
"Bukankah lebih baik kau pulang ke rumah? Keluargamu pasti mencarimu."
"Rumahku berada di istana!" seru Leewan sambil menatap Shenling tajam.
"Apa kau berniat mempermainkanku dan menjadikan aku sandera? Kalau kau macam-macam, aku tidak akan segan padamu!"
Leewan bergegas keluar dari rumah. Shenling yang berada di dalam masih membeku ketakutan. Tadi Leewan sempat memaksa dan mengancam untuk menunjukkan pintu keluar. 'Aku telah menolong orang yang salah. Dia hampir saja membuatku celaka," gumam Shenling dalam hati. Di luar, justru Leewan yang tertegun bengong. Jalanan dipenuhi benda-benda yang tidak pernah dilihat. Ada besi bergerak dengan orang di dalamnya. Lalu orang-orang juga berpakaian aneh. Pakaian yang sejenis dengan yang dipakai Shenling. Beberapa orang tampak mengamati benda di tangan mereka. Semua itu membuat Leewan menyadari ia berada di dunia asing yang aneh. "Kau masih di sini?" tegur Shenling membuat pemuda itu terperanjat. Ia langsung melompat mundur. "Kau ... kau memang penyihir," ujarnya sambil menuding gadis itu. "'Kan sudah kubilang. Aku ini penyihir yang sangat hebat. Begitu pula orang-orang di sini. Jadi kau ti
Hari berikutnya, Leewan tetap saja meminta diantar ke istana, saat Shenling mendesak untuk memberitahu alamat rumahnya. "Ah sudahlah. Semua percuma saja. Biar kukatakan satu hal padamu. Tidak ada istana di daerah ini. Semua sudah berubah menjadi museum. Tidak ada raja, ratu, atau apa pun itu," sergah gadis itu cepat. "Itu tidak mungkin. Kemarin aku melihat di kotak hitam itu, semua ada. Meski aku bingung, kenapa wajah mereka semua terlihat berbeda?" ujar pemuda itu sembari menunjuk ke arah televisi. "Nah, kau lihat sendiri, 'kan? Itu semua adalah tipuan. Iru hanya permainan orang-orang. Raja dan ratu sudah tidak ada." "Tidak. Itu tidak mungkin!" seru Leewan sambil memegang erat bahu Shenling."Kau pasti sedang berbohong. Aku tidak percaya padamu. Aku harus melihatnya sendiri. Kemarin kerajaan masih berdiri kokoh, tidak mungkin hancur begitu saja. Antar aku ke sana sekarang!" &
"Ini aneh. Kenapa istana berubah menjadi seperti taman hiburan begini? Suasana juga begitu ramai. Apa istana bebas dimasuki sembarangan orang? Lalu di mana raja dan ratu? Juga pangeran dan tuan putri?" ucap Leewan setelah beberapa saat. Dia benar-benar tidak mengerti dengan yang terjadi. Kerajaan berantakan hanya dalam beberapa hari saja dan semua itu karena para penyihir itu. 'Padahal mereka kelihatan seperti orang biasa. Apa aku terlalu meremehkan mereka?' ujarnya dalam hati. Dia lalu menoleh kepada Shenling yang memberikan sebungkus camilan padanya. "Makanlah," ucap gadis itu pelan. Leewan menerima sambil mengucapkan terima kasih. 'Shenling begitu baik padaku. Meski aku hanya tahanan, dia selalu peduli dan memperhatikan aku. Bahkan saat ini, meski dia terlihat marah dengan kata-kataku, dia tetap saja masih peduli. Apa aku bisa pergi begitu saja dan tidak bertemu dia lagi?' gumam Leewan ragu. Ia tahu ini baru
"Kau mau apa?" tanya Shenling saat melihat Leewan mengikuti dia keluar dari rumah. Penampilannya sudah bersih dan rapi. Kue yang dibuat telah dimasukkan di dalam kotak berwarna-warni."Kau di rumah saja." "Aku akan ikut denganmu," sahut Leewan."Aku akan membantumu mencari uang." "Tidak usah. Aku akan melakukannya sendiri. Kau diam saja di rumah." "Aku akan tetap ikut denganmu. Aku tidak mau kau pergi seorang diri. Bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu? Bagaimana kalau ada yang berniat jahat padamu?" "Itu tidak akan terjadi. Kau tahu 'kan aku penyihir hebat? Aku bisa menjaga diri. Jadi, kau tidak perlu ikut denganku." "Tidak bisa. Pokoknya aku ikut denganmu. Kalau tidak, kau tidak boleh pergi ke mana pun!" Shenying akhirnya mengalah dan mengangguk.*** Lanshang membuka pintu kamar dengan
Semua bermula dari rasa iri. Iri yang lalu berubah menjadi cemburu. Cemburu yang terus membesar menjadi kebencian dan rasa amarah. Hal itu terjadi sudah cukup lama. Shenling begitu disukai oleh banyak orang. Ia menjadi idola dari kaum adam dan gadis-gadis menjadikan dia semacam trendsetter. Mereka mengikuti setiap hal yang Shenling lakukan. Model rambut hingga pakaian dan sepatu, mereka selalu meniru Shenling. Semula Chenyang senang memiliki seorang sahabat yang begitu disukai banyak orang. Namun semua berubah setelah mendengar percakapan orang-orang tentang dirinya dan Shenling. Percakapan yang membuat Chenyang akhirnya sadar bahwa dirinya tidak pernah dianggap ada oleh yang lain. Bahwa dirinya hanya bayangan Shenling. Tanpa sahabatnya itu, dia bukan siapa-siapa. Chenyang lalu melihat betapa populernya Shenling. Betapa tidak ada yang peduli padanya. Padahal dia lebih kaya dari gadis itu, tetapi mengapa tidak ada yang melihat
Langit mendung tampak menghias malam. Cahaya purnama serta pijar sang bintang enggan untuk muncul dan memilih untuk bersembunyi di balik tebal awan. Perlahan, tetes-tetes rintik air tercurah dari langit seolah ikut menemani tangis kesedihan Shenling. Shenling tidak pernah mengerti mengapa Chenyang begitu membencinya. Dulu persahabatan mereka begitu baik. Dia juga selalu memperlakukan Chenyang dengan baik, tetapi kenapa gadis itu justru malah membencinya? Menaruh dendam yang begitu dalam hingga berniat merusak setiap kebahagiaan yang dimiliki Shenling. 'Di mana letak kesalahanku? Kenapa Chenyang begitu membenciku? Mengapa dia tega berbuat sejauh itu hanya untuk menghancurkanku?' ucap gadis itu bertanya-tanya. Shenling juga teringat pada sosok Leewan. Pemuda itu langsung begitu saja mempercayai semua perkataan Chenyang hanya karena wajah Chenyang mirip dengan tuan putri Lanshang. 'Dia sama s
Leewan duduk termenung. Seorang diri di dalam kamarnya. Hatinya dipenuhi bimbang. Shenling atau Chenyang? Tapi Shenling sudah membohongi dia. Sedang Chenyang adalah tuan putri Lanshang yang selama ini begitu dihormati. 'Aku tidak akan tertipu lagi,' ucapnya dalam hati."Aku harus percaya pada putri Lanshang." Suara ketukan di pintu mengejutkan dia dari lamunan. Pemuda itu bergegas bangun dari tidurnya. "Aku tahu kau pasti gelisah dengan kata-kata Shenling, tapi kau tidak perlu mendengarkan dia," ucap Chenyang sambil mengajak Leewan keluar dari kamar. Mereka lalu duduk di ruang depan yang berhias ornamen unik. "Sebelum bisa menemukanmu, aku sudah mencari tahu tentang Shenling. Dia itu gadis jahat yang berpura-pura baik untuk memanipulasi dan memanfaatkan orang lain. Yang terpenting adalah kau jangan pernah percaya padanya," ucap Chenyang sambil mengulurkan tangan dan meraih jemari pemuda itu.&nbs
Shenling mendesah pelan seraya menatap langit di luar rumah yang tampak gelap karena mendung tebal. Lagi-lagi di malam hari, purnama dan bintang masih saja bersembunyi di peraduannya. Shenling berdiri diam sambil bersidekap. Ingatannya selalu melayang pada sosok Leewan. Entah mengapa begitu susah menghapus bayangan pada sosok itu? Padahal dulu dengan begitu mudah, dia menghapus kenangan akan Yanche meski hatinya juga tetap merasa sakit. Hanya saja perasaan yang dia miliki kepada Leewan memang lebih dalam. 'Mungkin karena aku tidak pernah benar-benar mencintai Yanche,' ujarnya dalam hati. Shenling masih mengingat jelas betapa dulu Yanche terus saja berusaha mengejar-ngejar dirinya. Setumpuk hadiah dan karangan bunga mawar merah muda selalu saja tidak pernah terlambat datang. Akan tetapi, yang membuat Shenling mau menerima cinta Yanche adalah perhatian pemuda itu kepada sang ayah. Selama beliau