Leewan bergegas keluar dari rumah. Shenling yang berada di dalam masih membeku ketakutan. Tadi Leewan sempat memaksa dan mengancam untuk menunjukkan pintu keluar.
'Aku telah menolong orang yang salah. Dia hampir saja membuatku celaka," gumam Shenling dalam hati.
Di luar, justru Leewan yang tertegun bengong. Jalanan dipenuhi benda-benda yang tidak pernah dilihat. Ada besi bergerak dengan orang di dalamnya. Lalu orang-orang juga berpakaian aneh. Pakaian yang sejenis dengan yang dipakai Shenling. Beberapa orang tampak mengamati benda di tangan mereka. Semua itu membuat Leewan menyadari ia berada di dunia asing yang aneh.
"Kau masih di sini?" tegur Shenling membuat pemuda itu terperanjat. Ia langsung melompat mundur.
"Kau ... kau memang penyihir," ujarnya sambil menuding gadis itu.
"'Kan sudah kubilang. Aku ini penyihir yang sangat hebat. Begitu pula orang-orang di sini. Jadi kau tidak boleh macam-macam. Kau juga tidak boleh mengancamku seperti tadi. Kalau tidak,"
Shenling menjentikkan jari.
"Sangat mudah bagiku untuk melenyapkanmu."
'Ini sangat berbahaya. Sebaiknya aku berpura-pura menurut dulu, baru setelah itu mencari cara untuk mengalahkan dia,' gumam Leewan dalam hati.
"Baiklah, aku akan menurut," cetus pemuda itu akhirnya.
"Bagus," ujar Shenling sambil tersenyum.
'Aku aman selama otaknya masih terganggu. Sekarang yang terpenting membujuk dia pulang ke rumahnya agar segera membayarku.'
***
Shenling mengeluarkan beberapa lembar pakaian dari lemari dan memilah-milah. Tidak lama dia memberikan setelan baju dan celana panjang kepada Leewan.
"Ini," ujarnya.
"Sebaiknya kau ganti pakaianmu dengan ini. Ini adalah milik ayahku. Seharusnya kau merasa terhormat memakainya."
Leewan hanya tertegun dan mengamati pakaian tersebut dengan cermat.
"Aku tidak mau melakukannya. Aku tidak mau memakai pakaian penyihir."
Shenling mendekat serta menatap tajam pemuda itu.
"Kau harus melakukannya. Aku tidak suka melihatmu berkeliaran di rumahku dengan pakaian kotor dan penuh darah. Jika kau menolak, aku pastikan akan membuatmu membeku seperti makanan yang ada di lemari itu," ujarnya sambil menunjuk ke arah kulkas.
"Baiklah, aku akan menurut."
Leewan membolak-balik pakaian tersebut.
"Aku tidak mengerti cara memakainya. Bisa kau bantu?" tanyanya sambil menatap gadis itu.
"Enak saja. Pakai saja sendiri," sahut Shenling sambil buru-buru keluar dari kamar dengan wajah bersemu dadu.
"Hei, tunggu. Bagaimana caranya memakai ini?" tanya Leewan. Namun pintu telah ditutup oleh Shenling.
Tidak lama, Leewan menyusul keluar sambil menggeleng. Ia masih tetap mengenakan pakaian lamanya dan menaruh setelan di hadapan Shenling yang sedang menonton televisi.
"Aku tidak tahu bagaimana cara mengenakan semua ini," ucapnya. Shenling berkerut heran. Kelihatannya pemuda yang berdiri di sampingnya itu benar-benar tidak tahu.
'Sebenarnya dia ini berasal dari mana sih? Apa mungkin dia bukan manusia atau jangan-jangan alien seperti di drama?' ucapnya bertanya-tanya.
***
Masalah tersebut akhirnya teratasi setelah Shenling meminta bantuan dari seorang paman tetangga.
"Ada apa dengan kekasihmu? Dia pasti sangat dimanjakan dengan banyak pelayan sehingga tidak tahu cara berpakaian," ujar lelaki paruh baya itu setelah selesai.
"Bukan begitu, Paman. Masalahnya dia habis kerampokan dan karena dipukul, otaknya jadi terganggu. Bisa dibilang dia mengalami hilang ingatan yang sangat parah," sahut Shenling.
"Apa hilsng ingatan bisa sampai separah itu?"
"Tentu saja. Paman lihat sendiri, 'kan, dia bahkan lupa cara berpakaian."
Lelaki itu mengangguk.
"Tetapi bagaimanapun tidak baik kalau kalian tinggal bersama. Pria dan wanita yang belum menikah sebaiknya tidak tinggal serumah," tutur beliau.
"Aku tahu itu, Paman. Sebenarnya dia itu cuma temanku. Aku membawanya kemari karena penyakit yang diderita sangat parah. Di rumahnya tidak ada siapa-siapa. Jika ditinggal sendirian, dia pasti akan berkeliaran di jalan dan mengganggu orang," bisik gadis itu saat melihat Leewan keluar dari kamar.
Sang paman kembali mengangguk.
"Baiklah, asal kau bisa menjaga diri saja. Pulangkan dia secepatnya saat kondisi sudah membaik."
Shenling hanya mengangguk. Leewan menatap curiga.
"Para penyihir, apa yang sedang kalian bicarakan? Apa kalian berencana ingin mencelakakanku dan kerajaan? Kalian tidak akan bisa melakukannya. Meski sedang lemah, aku pasti bisa melawan kalian dan melindungi kerajaan!" serunya keras.
Lelaki paruh baya di samping Shenling menggeleng.
"Kasihan, ternyata benar katamu. Penyakitnya benar-benar parah. Ya sudah, aku pulang dulu. Rawat saja dia dengan baik," pamitnya sambil bergegas keluar dari rumah.
"Hei, Paman, tunggu, jangan melarikan diri!" seru Leewan hendak mengejar, tetapi Shenling segera menghalangi.
"Kau mau ke mana?" tanyanya.
"Lelaki itu, dia .... Sudahlah, jangan berpura-pura, kalian 'kan satu komplotan. Kau pasti tahu dia hendak melapor kepada raja kalian. Karena itu, kau menghalangiku."
Shenling diam dan berusaha keras menahan tawa.
'Sudahlah, biar saja. Yang penting dia tidak berulah macam-macam,' ujarnya dalam hati.
***
Leewan berjalan mondar-mandir di ruang tengah. Shenling keluar dari kamar. Setelah pemuda itu sembuh, memang Shenling menyuruhnya tidur di ruang tamu dengan berbagai pesan agar pemuda itu tidak sembarangan menyentuh barang.
"Ingat, ya, ini semua adalah benda sihir. Jika tidak berhati-hati justru akan menghancurkanmu. Jadi jangan pernah menyentuh apa pun!" ujar gadis itu tegas. Leewan hanya mengangguk dan menatap Shenling yang masuk ke dalam kamar.
'Gadis yang menarik. Sayangnya, dia adalah seorang penyihir,' gumamnya dalam hati. Pemuda itu lalu menggeleng sambil menghela napas panjang.
'Apa-apaan aku ini? Ini bukan waktu yang tepat untuk tertarik pada seorang gadis.'
Meski begitu, hal tersebut membuatnya gelisah. Hingga larut malam, matanya tidak jua bisa terpejam.
"Ada apa lagi? Kenapa kau belum tidur juga? Ini sudah larut, tapi kau justru membuat bising," tegur Shenling sambil duduk dan memeluk bantalan sofa.
"Banyak hal yang kupikirkan. Aku ingin segera kembali. Orang-orang yang kusayangi -keluarga dan sahabatku- pasti sedang menungguku dengan cemas. Aku harus kembali pada mereka. Istana pasti sedang menantiku. Jangan cemas, aku tidak akan melaporkanmu dan tetap membayarmu. Jadi bisakah kau melepaskan aku?" tanyanya sambil menoleh pada gadis itu. Akan tetapi, yang dilihatnya justru Shenling tengah tertidur nyenyak sambil memeluk bantal.
Leewan diam menatap gadis itu, lalu menggeleng.
"Nona Penyihir, sebagai penyihir hebat, kau benar-benar tidak waspada. Bagaimana kalau aku mengambil kesempatan dan melukaimu?" ujarnya. Gadis itu terus saja terlelap. Leewan kembali menatap.
"Tapi mana bisa aku melukaimu? Saat ini wajahmu tampak sangat manis," gumamnya lagi sambil mengulurkan tangan dan menyentuh pipi gadis itu.
Tiba-tiba Shenling membuka mata dan menatap Leewan yang tangannya masih menyentuh pipinya.
"Kau sedang apa?" tanya gadis itu. Leewan langsung menjauhkan tangan. Wajahnya tampak bersemu merah. Ia lalu berdehem sejenak.
"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin membangunkanmu karena kau tidur di tempatku," ujarnya sambil mengarahkan tatapan ke arah lain. Shenling mengangguk dan bergegas bangkit berdiri diikuti tatapan mata Leewan.
'Penyihir ini pasti menggunakan mantera untuk memikatku,' gumamnya pelan.
Hari berikutnya, Leewan tetap saja meminta diantar ke istana, saat Shenling mendesak untuk memberitahu alamat rumahnya. "Ah sudahlah. Semua percuma saja. Biar kukatakan satu hal padamu. Tidak ada istana di daerah ini. Semua sudah berubah menjadi museum. Tidak ada raja, ratu, atau apa pun itu," sergah gadis itu cepat. "Itu tidak mungkin. Kemarin aku melihat di kotak hitam itu, semua ada. Meski aku bingung, kenapa wajah mereka semua terlihat berbeda?" ujar pemuda itu sembari menunjuk ke arah televisi. "Nah, kau lihat sendiri, 'kan? Itu semua adalah tipuan. Iru hanya permainan orang-orang. Raja dan ratu sudah tidak ada." "Tidak. Itu tidak mungkin!" seru Leewan sambil memegang erat bahu Shenling."Kau pasti sedang berbohong. Aku tidak percaya padamu. Aku harus melihatnya sendiri. Kemarin kerajaan masih berdiri kokoh, tidak mungkin hancur begitu saja. Antar aku ke sana sekarang!" &
"Ini aneh. Kenapa istana berubah menjadi seperti taman hiburan begini? Suasana juga begitu ramai. Apa istana bebas dimasuki sembarangan orang? Lalu di mana raja dan ratu? Juga pangeran dan tuan putri?" ucap Leewan setelah beberapa saat. Dia benar-benar tidak mengerti dengan yang terjadi. Kerajaan berantakan hanya dalam beberapa hari saja dan semua itu karena para penyihir itu. 'Padahal mereka kelihatan seperti orang biasa. Apa aku terlalu meremehkan mereka?' ujarnya dalam hati. Dia lalu menoleh kepada Shenling yang memberikan sebungkus camilan padanya. "Makanlah," ucap gadis itu pelan. Leewan menerima sambil mengucapkan terima kasih. 'Shenling begitu baik padaku. Meski aku hanya tahanan, dia selalu peduli dan memperhatikan aku. Bahkan saat ini, meski dia terlihat marah dengan kata-kataku, dia tetap saja masih peduli. Apa aku bisa pergi begitu saja dan tidak bertemu dia lagi?' gumam Leewan ragu. Ia tahu ini baru
"Kau mau apa?" tanya Shenling saat melihat Leewan mengikuti dia keluar dari rumah. Penampilannya sudah bersih dan rapi. Kue yang dibuat telah dimasukkan di dalam kotak berwarna-warni."Kau di rumah saja." "Aku akan ikut denganmu," sahut Leewan."Aku akan membantumu mencari uang." "Tidak usah. Aku akan melakukannya sendiri. Kau diam saja di rumah." "Aku akan tetap ikut denganmu. Aku tidak mau kau pergi seorang diri. Bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu? Bagaimana kalau ada yang berniat jahat padamu?" "Itu tidak akan terjadi. Kau tahu 'kan aku penyihir hebat? Aku bisa menjaga diri. Jadi, kau tidak perlu ikut denganku." "Tidak bisa. Pokoknya aku ikut denganmu. Kalau tidak, kau tidak boleh pergi ke mana pun!" Shenying akhirnya mengalah dan mengangguk.*** Lanshang membuka pintu kamar dengan
Semua bermula dari rasa iri. Iri yang lalu berubah menjadi cemburu. Cemburu yang terus membesar menjadi kebencian dan rasa amarah. Hal itu terjadi sudah cukup lama. Shenling begitu disukai oleh banyak orang. Ia menjadi idola dari kaum adam dan gadis-gadis menjadikan dia semacam trendsetter. Mereka mengikuti setiap hal yang Shenling lakukan. Model rambut hingga pakaian dan sepatu, mereka selalu meniru Shenling. Semula Chenyang senang memiliki seorang sahabat yang begitu disukai banyak orang. Namun semua berubah setelah mendengar percakapan orang-orang tentang dirinya dan Shenling. Percakapan yang membuat Chenyang akhirnya sadar bahwa dirinya tidak pernah dianggap ada oleh yang lain. Bahwa dirinya hanya bayangan Shenling. Tanpa sahabatnya itu, dia bukan siapa-siapa. Chenyang lalu melihat betapa populernya Shenling. Betapa tidak ada yang peduli padanya. Padahal dia lebih kaya dari gadis itu, tetapi mengapa tidak ada yang melihat
Langit mendung tampak menghias malam. Cahaya purnama serta pijar sang bintang enggan untuk muncul dan memilih untuk bersembunyi di balik tebal awan. Perlahan, tetes-tetes rintik air tercurah dari langit seolah ikut menemani tangis kesedihan Shenling. Shenling tidak pernah mengerti mengapa Chenyang begitu membencinya. Dulu persahabatan mereka begitu baik. Dia juga selalu memperlakukan Chenyang dengan baik, tetapi kenapa gadis itu justru malah membencinya? Menaruh dendam yang begitu dalam hingga berniat merusak setiap kebahagiaan yang dimiliki Shenling. 'Di mana letak kesalahanku? Kenapa Chenyang begitu membenciku? Mengapa dia tega berbuat sejauh itu hanya untuk menghancurkanku?' ucap gadis itu bertanya-tanya. Shenling juga teringat pada sosok Leewan. Pemuda itu langsung begitu saja mempercayai semua perkataan Chenyang hanya karena wajah Chenyang mirip dengan tuan putri Lanshang. 'Dia sama s
Leewan duduk termenung. Seorang diri di dalam kamarnya. Hatinya dipenuhi bimbang. Shenling atau Chenyang? Tapi Shenling sudah membohongi dia. Sedang Chenyang adalah tuan putri Lanshang yang selama ini begitu dihormati. 'Aku tidak akan tertipu lagi,' ucapnya dalam hati."Aku harus percaya pada putri Lanshang." Suara ketukan di pintu mengejutkan dia dari lamunan. Pemuda itu bergegas bangun dari tidurnya. "Aku tahu kau pasti gelisah dengan kata-kata Shenling, tapi kau tidak perlu mendengarkan dia," ucap Chenyang sambil mengajak Leewan keluar dari kamar. Mereka lalu duduk di ruang depan yang berhias ornamen unik. "Sebelum bisa menemukanmu, aku sudah mencari tahu tentang Shenling. Dia itu gadis jahat yang berpura-pura baik untuk memanipulasi dan memanfaatkan orang lain. Yang terpenting adalah kau jangan pernah percaya padanya," ucap Chenyang sambil mengulurkan tangan dan meraih jemari pemuda itu.&nbs
Shenling mendesah pelan seraya menatap langit di luar rumah yang tampak gelap karena mendung tebal. Lagi-lagi di malam hari, purnama dan bintang masih saja bersembunyi di peraduannya. Shenling berdiri diam sambil bersidekap. Ingatannya selalu melayang pada sosok Leewan. Entah mengapa begitu susah menghapus bayangan pada sosok itu? Padahal dulu dengan begitu mudah, dia menghapus kenangan akan Yanche meski hatinya juga tetap merasa sakit. Hanya saja perasaan yang dia miliki kepada Leewan memang lebih dalam. 'Mungkin karena aku tidak pernah benar-benar mencintai Yanche,' ujarnya dalam hati. Shenling masih mengingat jelas betapa dulu Yanche terus saja berusaha mengejar-ngejar dirinya. Setumpuk hadiah dan karangan bunga mawar merah muda selalu saja tidak pernah terlambat datang. Akan tetapi, yang membuat Shenling mau menerima cinta Yanche adalah perhatian pemuda itu kepada sang ayah. Selama beliau
"Chenyang, kau sedang apa?" tanya Shenling sambil bergegas menghampiri sahabatnya itu. Dua gadis berkulit kuning langsat tersebut tampak manis dengan seragam sekolah mereka. "Diamlah di situ!" perintah Chenyang. "Kenapa? Aku mencarimu dari tadi. Jam pelajaran akan segera dimulai." "Ih, kau ini. Kusuruh diam juga masih aja nyerocos. Nih, rasain," ujar Chenyang sambil mengoles krim kue ke pipi sahabatnya itu. "Kamu tuh apaan sih. Jadi kotor 'kan?" gerutu Shenling sambil membersihkan wajahnya. "Kamu lupa lagi. Setiap tahun kamu selalu lupa," balas Chenyang. Shenling mengerutkan kening sambil menatap sahabatnya. "Sia-sia sudah aku membeli kue tar untukmu, sedang kau sendiri malah tidak ingat." "Apa maksudmu?" "Sahabatku, kau lupa hari ini hari apa?" "Hari Rabu. Tunggu sebentar, apa
Changlan kembali roboh bersimbah darah. Hujaman sejumlah pedang menusuk tubuhnya. Shenling menjerit histeris memanggil nama pria itu. Mendadak tangan Leewan dan Lanzhou seolah terbakar. Cekalan mereka pada Shenling terlepas dan gadis itu kembali berlari menghampiri Changlan. Dipeluknya yang telah diam tersebut erat. Derai air mata mengalir deras di wajah Shenling. Wuyan menatap gadis itu tanpa belas kasihan."Bunuh penyihir itu sekarang!" Beberapa orang mematuhi perintah. Mereka bergegas maju membawa pedang berniat menyerang Shenling. "Shenling!" teriak Leewan. Ia dan Lanzhou hendak bergegas maju. Akan tetapi, sinar putih tiba-tiba memantul dan membuat keduanya kemudian terjatuh. Leewan kembali beringsut untuk maju, tetapi Lanzhou memegang pundaknya dan menggeleng."Kita tidak akan bisa masuk." "Ta
"Pasukan kerajaan Wuyan menyerbu perbatasan kerajaan kita," lapor seorang pasukan yang bergegas masuk ke dalam tenda. Leewan dan Lanzhou terperanjat dan bangkit berdiri. Hari ini memang sang pangeran tengah berkunjung ke tempat itu dikawal oleh para pengawal. Ia ingin mencari tahu tentang kabar apakah Shenling sudah ditemukan. Meski tahu cintanya bertepuk sebelah tangan, tetap saja ia tidak bisa tenang dan selalu memikirkan gadis itu. "Apa maksudmu? Ceritakan dengan jelas!" perintah Leewan. Ia tidak menyangka masalah akan datang bersamaan. Sementara Shenling tidak jelas rimbanya, kini malah ada kerajaan Wuyan yang menyerang perbatasan. "Itulah yang hamba tahu. Sebuah surat tiba dari perbatasan baru saja. Mereka meminta bantuan, karena kali ini pasukan Wuyan sangat kuat," jawab pasukan itu lagi. "Kata mereka, ada siluman rubah dan gadis berkemampuan aneh membantu tentara Wuyan," lanjutnya lagi
Changlan tertegun diam mendengar perkataan Shenling. Gadis tersebut lalu menjelaskan tentang Yanche dan Chenyang. "Chenyang dulu sahabat baikku. Begitu pula Yanche. Dia cinta pertamaku, tapi semua berakhir saat mereka mengkhianatiku. Bukan hanya itu, mereka juga berusaha menyakitiku, bahkan membunuhku," ucap Shenling dengan mata berkaca-kaca. Changlan segera bangkit dari duduknya dan melangkah mendekat. Ia kemudian memeluk erat gadis itu. "Maafkan aku. Aku tidak tahu tentang itu. Semua pasti terasa berat bagimu sekarang. Kurasa kita memang harus benar-benar pergi dari sini," ucapnya. Shenling menggeleng."Tidak," tolaknya."Aku akan menghadapi semua itu." "Tapi mereka benar-benar jahat. Apa kau bisa mengatasinya?" Shenling tersenyum kecil."Kau tenang saja. Aku bukanlah gadis yang lemah. Kejadian demi kejadian yang menerpa menemp
Hari sudah beranjak siang. Shenling dan Changlan tengah bersiap untuk pergi. Semalam mereka telah menyusun rencana. Shenling memutuskan untuk tidak jadi pergi dan membantu orang-orang itu hidup merdeka. "Apa kau sudah tidak ragu lagi?" tanya Changlan dalam perjalanan. Mereka hendak menemui pangeran Wuyan untuk bekerja sama. Hal tersebut adalah usul dari nenek Shan yang mengetahui bahwa pangeran dari kerajaan tetangga tersebut memendam amarah dan sakit hati pada kerajaan Lan. "Semua karena putri Lanshang telah menolak menikah dengannya dan memilih bersama jenderal Lee, Pangeran Wuyan merasa sangat dipermalukan," ujar wanita uzur tersebut malam sebelumnya. Shenling diam termangu. Mendengar nama jenderal Lee, membuat hatinya membuncah tidak menentu. Changlan menatap gadis itu sekilas. "Jika kau ragu, kita bisa membatalkannya," ucap pemuda itu. "Kenapa kau selalu membuat dia
Semua kedamaian dan kebahagiaan itu kemudian berlalu cepat. Semua berawal dari pemberontakan seorang bawahan raja. Dia ingin berkuasa. Tuduhan sang ratu adalah penyihir tersiar luas. Isu tersebut semakin kuat setelah beberapa orang menteri dan pejabat meninggal secara misterius. Tuduhan tersebut semakin menguat. Raja didesak untuk menurunkan dan menghukum mati ratu yang memang memiliki kemampuan untuk menyihir. Juga untuk membunuh Shenling yang dianggap putri penyihir. Sang raja tentu menolak. Orang-orang yang semula setia berpaling dan mengkhianati kerajaan. Mereka membelot dan memprovokasi kerajaan Lan yang waktu itu hanya kerajaan kecil. Seranganpun terjadi tanpa terelakkan di dalam istana. "Ayah, Ibu!" seru Shenling sambil berlari menuju ruang utama. Gadis itu tadinya bersama pengawal yang masih setia. Akan tetapi dia justru melarikan diri saat para musuh juga menyerang pengawal itu. &nbs
Nenek Shan menyambut Shenling di kediamannya. Dibanding kediaman yang selama ini pernah ditinggali Shenling, kediaman ini yang paling kumuh. Tempatnya kecil dan dibangun ala kadarnya. Meski begitu keadaan di dalam rumah itu terbilang cukup bersih. Nenek Shan segera menyuruh Shenling duduk. Gadis di hadapannya tersebut tersenyum sambil mengangguk sopan, meski begitu keraguan membayang jelas di wajahnya. Wanita tua yang membawa tongkat itu mulai menceritakan semuanya. Tentang keluarga kerajaan yang pernah menguasai negeri itu sebelum kekuasaan direbut oleh raja yang sekarang. "Tapi itu semua tidak mungkin. Aku bahkan tidak berasal dari masa ini. Anda pasti sudah salah mengenali orang. Aku bukanlah tuan putri yang Anda cari. Cucu Anda itu pasti sedang berada di suatu tempat dan mungkin sedang menanti Anda untuk membawa dia kembali," ujar Shenling. "Aku tidak salah. Kau memang cucuku. Akulah yang mengirimmu pergi ke
Shenling melangkah keluar dari pondok tersebut. Meski sederhana, ia merasa nyaman berada di sana. Kondisinya juga mulai pulih. Tempat tersebut begitu indah. Dikelilingi bunga aneka warna dan kupu-kupu cantik yang berterbangan ke sana kemari. Hijau dedaunan dari rimbun pepohonan membuat tempat tersebut tampak asri. Shenling berlarian di antara bunga-bunga itu untuk mengejar kupu-kupu. Tawa ceria terbias di wajah cantiknya. Untuk sesaat semua penderitaan dan dukanya seolah terlupa. Tanpa sepengetahuannya, Xiaoxiao yang duduk di atas pohon melihat semua itu sambil tersenyum. 'Aku ingin senyum tersebut selalu ada. Aku tidak mau ada kesedihan di wajahnya, karena itu akan kusingkirkan setiap duka agar tidak lagi menyentuhnya,' ucapnya dalam hati.*** Lanshang merasa kesal. Hingga berhari-hari keberadaan Shenling belum diketahui. Belum puas rasa hatinya jika melihat
Saat ibu suri dan yang lain sedang merundingkan nasib Shenling, seorang pengawal datang membawa kabar mengejutkan. Ledakan dan guncangan keras terjadi di penjara tempat gadis itu ditahan. Mereka semua bergegas ke sana. Hanya menemukan sosok Lanshang yang tidak sadarkan diri dengan kepala berdarah. Beberapa bagian dinding dan jeruji penjara runtuh dan rusak parah. Sang ibu suri yang panik segera memanggil pengawal untuk membawa Lanshang ke kamar. "Mau bicara apa lagi kalian?" tanya beliau kepada Lanzhou dan Leewan. Keduanya hanya diam terpaku. "Semua sudah jelas. Gadis itu bukan manusia. Kalian masih saja membelanya. Sekarang dia malah membuat Lanshang terluka, apa kalian masih ingin membelanya? Apa seluruh keluarga kerajaan harus menjadi korban, barulah kalian menyadari bahwa gadis itu sangatlah jahat?" tanya wanita itu lagi kepada mereka berdua. "Shenling bukan orang s
Lanshang menemui ibu suri untuk menceritakan kesusahan hatinya. Semenjak kecil gadis itu memang dimanjakan oleh neneknya tersebut. Segala yang diminta selalu dituruti. Sang nenek tidak pernah menyukai Lanzhou yang menurut beliau tidak cocok menjadi pewaris tahta, karena kegemarannya hanya bermain dan berfoya-foya. Sedang Lanshang adalah sosok yang bertolak belakang dari kakaknya. Pendiam dan selalu penurut. Dia adalah sosok yang sempurna untuk menjadi seorang ratu. Kecerdasan dan kepintarannya sangat tersohor. Sayangnya dia terlahir sebagai seorang perempuan. Jika tidak, bisa dipastikan tahta akan menjadi miliknya. Lanshang tidak berkeberatan dengan hal itu. Dia sudah puas dengan segala kasih sayang dan kemanjaan yang diperoleh dari setiap anggota keluarga kerajaan, terutama dari neneknya. Kemuraman di wajah sang cucu kesayangan, membuat wanita berpenampilan anggun di usia yang menginjak senja tersebut bertanya-tanya. Saat