Shenling mendesah pelan seraya menatap langit di luar rumah yang tampak gelap karena mendung tebal. Lagi-lagi di malam hari, purnama dan bintang masih saja bersembunyi di peraduannya.
Shenling berdiri diam sambil bersidekap. Ingatannya selalu melayang pada sosok Leewan. Entah mengapa begitu susah menghapus bayangan pada sosok itu? Padahal dulu dengan begitu mudah, dia menghapus kenangan akan Yanche meski hatinya juga tetap merasa sakit. Hanya saja perasaan yang dia miliki kepada Leewan memang lebih dalam.
'Mungkin karena aku tidak pernah benar-benar mencintai Yanche,' ujarnya dalam hati.
Shenling masih mengingat jelas betapa dulu Yanche terus saja berusaha mengejar-ngejar dirinya. Setumpuk hadiah dan karangan bunga mawar merah muda selalu saja tidak pernah terlambat datang.
Akan tetapi, yang membuat Shenling mau menerima cinta Yanche adalah perhatian pemuda itu kepada sang ayah. Selama beliau
"Chenyang, kau sedang apa?" tanya Shenling sambil bergegas menghampiri sahabatnya itu. Dua gadis berkulit kuning langsat tersebut tampak manis dengan seragam sekolah mereka. "Diamlah di situ!" perintah Chenyang. "Kenapa? Aku mencarimu dari tadi. Jam pelajaran akan segera dimulai." "Ih, kau ini. Kusuruh diam juga masih aja nyerocos. Nih, rasain," ujar Chenyang sambil mengoles krim kue ke pipi sahabatnya itu. "Kamu tuh apaan sih. Jadi kotor 'kan?" gerutu Shenling sambil membersihkan wajahnya. "Kamu lupa lagi. Setiap tahun kamu selalu lupa," balas Chenyang. Shenling mengerutkan kening sambil menatap sahabatnya. "Sia-sia sudah aku membeli kue tar untukmu, sedang kau sendiri malah tidak ingat." "Apa maksudmu?" "Sahabatku, kau lupa hari ini hari apa?" "Hari Rabu. Tunggu sebentar, apa
Shenling diam terpaku. Suasana di sekeliling yang semula ramai seolah berubah sunyi. Orang-orang menghilang dan waktu seperti terhenti. Di tengah keramaian, mereka seolah hanya berdua. Larut dalam bius rasa yang membuat jantung berdetak keras oleh gairah. Leewan tersenyum saat mengakhiri ciuman. Dia lalu meraih tangan gadis dan mengajak pergi. Shenling hanya menurut dalam diam. Mereka tiba di sebuah danau buatan yang dihiasi oleh lampu-lampu mungil sebagai penerangan. Sebuah jembatan yang telah dihias dengan meriah juga terdapat di sana. Perahu-perahu mungil beraneka warna tampak melintas tidak jauh dari tempat Shenling dan Leewan berdiri. "Aku tidak menyangka tempat seperti ini juga masih ada di jaman sekarang. Suasana tempat ini benar-benar membuatku teringat pada masa lalu. Dulu festival seperti ini selalu diadakan setiap malam tahun baru. Kami, para prajurit kerajaan, bahkan hampir tidak pernah bisa m
Shenling tetap diam dalam perjalanan pulang dari rumah sakit. Berbagai pikiran bercabang dalam benak gadis itu. Dia tidak menyangka Leewan berencana untuk melamar. Bukannya dia tidak suka, hanya saja dirinya tidak tahu bagaimana nanti jika Leewan menghilang. Bagaimana dia harus mengatasi rasa kehilangan tersebut? Begitu banyak keraguan yang menghantui diri. Namun, di sisi lain, dia juga senang, perasaan Leewan ternyata tulus padanya. Pemuda itu bersungguh-sungguh dengan hubungan mereka, bahkan berniat melamarnya. "Kenapa wajahmu muram seperti itu setelah aku melamarmu?" tanya Leewan. Suasana sore itu tampak indah dengan bunga-bunga sakura yang menjatuhkan kelopaknya di sepanjang jalan. Mereka tampak seperti rintik salju yang tengah bertaburan mewarnai hari. "Kenapa kau tidak terlihat bahagia? Apa kau tidak benar-benar mencintaiku?" tanya pemuda itu lagi saat melihat gadis tersebut hanya diam men
Lanshang berlari menuju kamar. Dia tidak ingin mendengar lagi kata-kata ayahnya. Tadi dia dipanggil menuju aula utama, karena sang ayah ingin membicarakan pernikahannya dengan seorang pangeran dari negeri seberang. Wuyan-nama pangeran itu- memang berparas tampan dan rupawan. Alis mata yang bertaut indah di wajah yang terukir sempurna membuatnya terlihat anggun menawan hati. Hidung mancung dan sepasang mata bersinar menjadi nilai tambah untuk paras sempurnanya tersebut. Namun semua itu tidak menggoyahkan hati Lanshang. Meski sang pangeran bersikap ramah, Lanshang tetap saja bersikap dingin dan langsung pergi begitu saja. "Lanshang," tegur Lanzhou yang tadi segera mengikuti adiknya. "Kakak, aku tidak bisa menerima semua ini. Kakak tahu aku masih menunggu Leewan. Meski ini sudah lama, aku yakin dia pasti akan kembali," sahut gadis itu. "Kakak tahu," jawab Lanzhou sambil meraih tangan adiknya.
Hari istimewa tersebut akhirnya tiba juga. Shenling terlihat sangat cantik dengan tatanan rambutnya yang dibentuk sanggul mungil, sedang sisanya dikeriting. Lalu ada hiasan bunga-bunga kecil serta mutiara di rambutnya. Tidak lupa tusuk konde serta kerudung putih yang menutupi wajahnya. Meski begitu, wajah nan ayu yang duduk di depan meja rias tersebut terlihat sedih. 'Hari ini seharusnya menjadi hari bahagiaku, tetapi Ayah dan Chenyang tidak berada di sini. Tanpa mereka, kebahagiaan ini tidak terasa lengkap,' ucap Shenling dalam hati. Titik air mata tampak mengalir membasahi pipi. Suara pintu yang dibuka di belakangnya tidak membuat gadis itu menoleh. "Kupikir kau akan tertawa bahagia karena berhasil mengalahkanku dan membuatku mendekam di penjara, ternyata kau malah bermuram-durja. Kenapa? Apa kau merasa bahwa mautmu akan menghampirimu?" tegur sebuah suara mengejutkannya. Shenling langsung berb
Kondisi Leewan sudah pulih. Dia juga telah bertugas seperti biasa. Meski begitu, pemuda itu masih terus menghindari Lanshang. Lanzhou yang menyadari itu segera menemui Leewan. Pemuda itu sedang berlatih bela diri pedang dengan anak buahnya. "Aku ingin bicara denganmu," ujar Lanzhou. Bukannya menjawab, Leewan justru mengarahkan pedang ke arah Lanzhou. Yang lain segera menyingkir. Kedua pemuda bertubuh perkasa kemudian beradu pedang. Perkelahian tidak berlangsung lama setelah Leewan mengalah dan Lanzhou memukul jatuh pedang tersebut. "Ada apa denganmu?" tanya sang pangeran lagi saat keduanya berdiri dan melihat pasukan yang kembali berlatih dengan pedang di tangan masing-masing. "Ada banyak hal yang terjadi sewaktu aku menghilang. Aku berada di tempat berbeda. Bertemu dan menjadi akrab dengan orang-orang di sana." "Lalu apa hubungan semua itu denga
Melupakan seseorang yang telah bertaut di dalam hati bukanlah hal mudah. Sekian lama hari berlalu tanpa keberadaan Leewan, Shenling telah berupaya sekuat tenaga melupakan sosok pemuda itu. Namun bayangan dirinya justru semakin melekat kuat. Setiap hari, gadis itu berusaha menyibukkan diri. Bekerja membuat dan menjajakan kue, tetapi sosok itu tetap mengusik sisi-sisi hatinya. Malam itu seperti biasa. Setelah lelah menjajakan kue, dia beristirahat. Tanpa sadar dirinya yang masih duduk di sofa kamar tertidur. Berkas cahaya bersinar dari kaca besar yang berada di ruangan tersebut. Tidak lama, cahaya melingkupi gadis tersebut dan dalam sekejap Shenling menghilang dari sana.*** "Kau harus bisa melupakan dia. Jika kalian tidak bisa saling bertemu, untuk apa terus mengingat dia. Bukankah lebih baik untuk melupakan?" ujar Lanzhou saat dirinya menemui Leewan yang sedang memeriksa kuda dan perse
Shenling berjalan sendirian menuju hutan. Rambutnya yang dicepol dan dikepang membuat gadis itu terlihat manis. Apalagi jepit rambut kupu-kupu serta tusuk konde ikut menghias rambutnya. Pakaian tradisional berwarna kuning tersebut makin mempercantik gadis itu. Setiap hari, Nyonya Chen, wanita yang menampungnya itu selalu mendandaninya agar terlihat cantik. Shenling tidak keberatan meski wanita itu mungkin hanya menganggapnya sebagai pengganti sang putri. Setiap hari pula gadis itu ikut ke hutan bersama Pak Chen mencari kayu bakar untuk dijual di pasar. Kecantikan Shenling tentu tidak luput dari perhatian para pemuda di sekitar situ, tetapi gadis tersebut bersikap tidak peduli. Yang dipikirkannya, hanyalah ia ingin bertemu dengan Leewan. 'Aku sudah memiliki orang tua angkat sekarang. Jika bisa bersama Leewan maka kebahagiaanku akan lengkap,' gumamnya pelan. Hari ini, dia hanya berangkat seorang diri. Pak Che
Changlan kembali roboh bersimbah darah. Hujaman sejumlah pedang menusuk tubuhnya. Shenling menjerit histeris memanggil nama pria itu. Mendadak tangan Leewan dan Lanzhou seolah terbakar. Cekalan mereka pada Shenling terlepas dan gadis itu kembali berlari menghampiri Changlan. Dipeluknya yang telah diam tersebut erat. Derai air mata mengalir deras di wajah Shenling. Wuyan menatap gadis itu tanpa belas kasihan."Bunuh penyihir itu sekarang!" Beberapa orang mematuhi perintah. Mereka bergegas maju membawa pedang berniat menyerang Shenling. "Shenling!" teriak Leewan. Ia dan Lanzhou hendak bergegas maju. Akan tetapi, sinar putih tiba-tiba memantul dan membuat keduanya kemudian terjatuh. Leewan kembali beringsut untuk maju, tetapi Lanzhou memegang pundaknya dan menggeleng."Kita tidak akan bisa masuk." "Ta
"Pasukan kerajaan Wuyan menyerbu perbatasan kerajaan kita," lapor seorang pasukan yang bergegas masuk ke dalam tenda. Leewan dan Lanzhou terperanjat dan bangkit berdiri. Hari ini memang sang pangeran tengah berkunjung ke tempat itu dikawal oleh para pengawal. Ia ingin mencari tahu tentang kabar apakah Shenling sudah ditemukan. Meski tahu cintanya bertepuk sebelah tangan, tetap saja ia tidak bisa tenang dan selalu memikirkan gadis itu. "Apa maksudmu? Ceritakan dengan jelas!" perintah Leewan. Ia tidak menyangka masalah akan datang bersamaan. Sementara Shenling tidak jelas rimbanya, kini malah ada kerajaan Wuyan yang menyerang perbatasan. "Itulah yang hamba tahu. Sebuah surat tiba dari perbatasan baru saja. Mereka meminta bantuan, karena kali ini pasukan Wuyan sangat kuat," jawab pasukan itu lagi. "Kata mereka, ada siluman rubah dan gadis berkemampuan aneh membantu tentara Wuyan," lanjutnya lagi
Changlan tertegun diam mendengar perkataan Shenling. Gadis tersebut lalu menjelaskan tentang Yanche dan Chenyang. "Chenyang dulu sahabat baikku. Begitu pula Yanche. Dia cinta pertamaku, tapi semua berakhir saat mereka mengkhianatiku. Bukan hanya itu, mereka juga berusaha menyakitiku, bahkan membunuhku," ucap Shenling dengan mata berkaca-kaca. Changlan segera bangkit dari duduknya dan melangkah mendekat. Ia kemudian memeluk erat gadis itu. "Maafkan aku. Aku tidak tahu tentang itu. Semua pasti terasa berat bagimu sekarang. Kurasa kita memang harus benar-benar pergi dari sini," ucapnya. Shenling menggeleng."Tidak," tolaknya."Aku akan menghadapi semua itu." "Tapi mereka benar-benar jahat. Apa kau bisa mengatasinya?" Shenling tersenyum kecil."Kau tenang saja. Aku bukanlah gadis yang lemah. Kejadian demi kejadian yang menerpa menemp
Hari sudah beranjak siang. Shenling dan Changlan tengah bersiap untuk pergi. Semalam mereka telah menyusun rencana. Shenling memutuskan untuk tidak jadi pergi dan membantu orang-orang itu hidup merdeka. "Apa kau sudah tidak ragu lagi?" tanya Changlan dalam perjalanan. Mereka hendak menemui pangeran Wuyan untuk bekerja sama. Hal tersebut adalah usul dari nenek Shan yang mengetahui bahwa pangeran dari kerajaan tetangga tersebut memendam amarah dan sakit hati pada kerajaan Lan. "Semua karena putri Lanshang telah menolak menikah dengannya dan memilih bersama jenderal Lee, Pangeran Wuyan merasa sangat dipermalukan," ujar wanita uzur tersebut malam sebelumnya. Shenling diam termangu. Mendengar nama jenderal Lee, membuat hatinya membuncah tidak menentu. Changlan menatap gadis itu sekilas. "Jika kau ragu, kita bisa membatalkannya," ucap pemuda itu. "Kenapa kau selalu membuat dia
Semua kedamaian dan kebahagiaan itu kemudian berlalu cepat. Semua berawal dari pemberontakan seorang bawahan raja. Dia ingin berkuasa. Tuduhan sang ratu adalah penyihir tersiar luas. Isu tersebut semakin kuat setelah beberapa orang menteri dan pejabat meninggal secara misterius. Tuduhan tersebut semakin menguat. Raja didesak untuk menurunkan dan menghukum mati ratu yang memang memiliki kemampuan untuk menyihir. Juga untuk membunuh Shenling yang dianggap putri penyihir. Sang raja tentu menolak. Orang-orang yang semula setia berpaling dan mengkhianati kerajaan. Mereka membelot dan memprovokasi kerajaan Lan yang waktu itu hanya kerajaan kecil. Seranganpun terjadi tanpa terelakkan di dalam istana. "Ayah, Ibu!" seru Shenling sambil berlari menuju ruang utama. Gadis itu tadinya bersama pengawal yang masih setia. Akan tetapi dia justru melarikan diri saat para musuh juga menyerang pengawal itu. &nbs
Nenek Shan menyambut Shenling di kediamannya. Dibanding kediaman yang selama ini pernah ditinggali Shenling, kediaman ini yang paling kumuh. Tempatnya kecil dan dibangun ala kadarnya. Meski begitu keadaan di dalam rumah itu terbilang cukup bersih. Nenek Shan segera menyuruh Shenling duduk. Gadis di hadapannya tersebut tersenyum sambil mengangguk sopan, meski begitu keraguan membayang jelas di wajahnya. Wanita tua yang membawa tongkat itu mulai menceritakan semuanya. Tentang keluarga kerajaan yang pernah menguasai negeri itu sebelum kekuasaan direbut oleh raja yang sekarang. "Tapi itu semua tidak mungkin. Aku bahkan tidak berasal dari masa ini. Anda pasti sudah salah mengenali orang. Aku bukanlah tuan putri yang Anda cari. Cucu Anda itu pasti sedang berada di suatu tempat dan mungkin sedang menanti Anda untuk membawa dia kembali," ujar Shenling. "Aku tidak salah. Kau memang cucuku. Akulah yang mengirimmu pergi ke
Shenling melangkah keluar dari pondok tersebut. Meski sederhana, ia merasa nyaman berada di sana. Kondisinya juga mulai pulih. Tempat tersebut begitu indah. Dikelilingi bunga aneka warna dan kupu-kupu cantik yang berterbangan ke sana kemari. Hijau dedaunan dari rimbun pepohonan membuat tempat tersebut tampak asri. Shenling berlarian di antara bunga-bunga itu untuk mengejar kupu-kupu. Tawa ceria terbias di wajah cantiknya. Untuk sesaat semua penderitaan dan dukanya seolah terlupa. Tanpa sepengetahuannya, Xiaoxiao yang duduk di atas pohon melihat semua itu sambil tersenyum. 'Aku ingin senyum tersebut selalu ada. Aku tidak mau ada kesedihan di wajahnya, karena itu akan kusingkirkan setiap duka agar tidak lagi menyentuhnya,' ucapnya dalam hati.*** Lanshang merasa kesal. Hingga berhari-hari keberadaan Shenling belum diketahui. Belum puas rasa hatinya jika melihat
Saat ibu suri dan yang lain sedang merundingkan nasib Shenling, seorang pengawal datang membawa kabar mengejutkan. Ledakan dan guncangan keras terjadi di penjara tempat gadis itu ditahan. Mereka semua bergegas ke sana. Hanya menemukan sosok Lanshang yang tidak sadarkan diri dengan kepala berdarah. Beberapa bagian dinding dan jeruji penjara runtuh dan rusak parah. Sang ibu suri yang panik segera memanggil pengawal untuk membawa Lanshang ke kamar. "Mau bicara apa lagi kalian?" tanya beliau kepada Lanzhou dan Leewan. Keduanya hanya diam terpaku. "Semua sudah jelas. Gadis itu bukan manusia. Kalian masih saja membelanya. Sekarang dia malah membuat Lanshang terluka, apa kalian masih ingin membelanya? Apa seluruh keluarga kerajaan harus menjadi korban, barulah kalian menyadari bahwa gadis itu sangatlah jahat?" tanya wanita itu lagi kepada mereka berdua. "Shenling bukan orang s
Lanshang menemui ibu suri untuk menceritakan kesusahan hatinya. Semenjak kecil gadis itu memang dimanjakan oleh neneknya tersebut. Segala yang diminta selalu dituruti. Sang nenek tidak pernah menyukai Lanzhou yang menurut beliau tidak cocok menjadi pewaris tahta, karena kegemarannya hanya bermain dan berfoya-foya. Sedang Lanshang adalah sosok yang bertolak belakang dari kakaknya. Pendiam dan selalu penurut. Dia adalah sosok yang sempurna untuk menjadi seorang ratu. Kecerdasan dan kepintarannya sangat tersohor. Sayangnya dia terlahir sebagai seorang perempuan. Jika tidak, bisa dipastikan tahta akan menjadi miliknya. Lanshang tidak berkeberatan dengan hal itu. Dia sudah puas dengan segala kasih sayang dan kemanjaan yang diperoleh dari setiap anggota keluarga kerajaan, terutama dari neneknya. Kemuraman di wajah sang cucu kesayangan, membuat wanita berpenampilan anggun di usia yang menginjak senja tersebut bertanya-tanya. Saat