Hari istimewa tersebut akhirnya tiba juga. Shenling terlihat sangat cantik dengan tatanan rambutnya yang dibentuk sanggul mungil, sedang sisanya dikeriting. Lalu ada hiasan bunga-bunga kecil serta mutiara di rambutnya. Tidak lupa tusuk konde serta kerudung putih yang menutupi wajahnya.
Meski begitu, wajah nan ayu yang duduk di depan meja rias tersebut terlihat sedih.
'Hari ini seharusnya menjadi hari bahagiaku, tetapi Ayah dan Chenyang tidak berada di sini. Tanpa mereka, kebahagiaan ini tidak terasa lengkap,' ucap Shenling dalam hati. Titik air mata tampak mengalir membasahi pipi.
Suara pintu yang dibuka di belakangnya tidak membuat gadis itu menoleh.
"Kupikir kau akan tertawa bahagia karena berhasil mengalahkanku dan membuatku mendekam di penjara, ternyata kau malah bermuram-durja. Kenapa? Apa kau merasa bahwa mautmu akan menghampirimu?" tegur sebuah suara mengejutkannya. Shenling langsung berb
Kondisi Leewan sudah pulih. Dia juga telah bertugas seperti biasa. Meski begitu, pemuda itu masih terus menghindari Lanshang. Lanzhou yang menyadari itu segera menemui Leewan. Pemuda itu sedang berlatih bela diri pedang dengan anak buahnya. "Aku ingin bicara denganmu," ujar Lanzhou. Bukannya menjawab, Leewan justru mengarahkan pedang ke arah Lanzhou. Yang lain segera menyingkir. Kedua pemuda bertubuh perkasa kemudian beradu pedang. Perkelahian tidak berlangsung lama setelah Leewan mengalah dan Lanzhou memukul jatuh pedang tersebut. "Ada apa denganmu?" tanya sang pangeran lagi saat keduanya berdiri dan melihat pasukan yang kembali berlatih dengan pedang di tangan masing-masing. "Ada banyak hal yang terjadi sewaktu aku menghilang. Aku berada di tempat berbeda. Bertemu dan menjadi akrab dengan orang-orang di sana." "Lalu apa hubungan semua itu denga
Melupakan seseorang yang telah bertaut di dalam hati bukanlah hal mudah. Sekian lama hari berlalu tanpa keberadaan Leewan, Shenling telah berupaya sekuat tenaga melupakan sosok pemuda itu. Namun bayangan dirinya justru semakin melekat kuat. Setiap hari, gadis itu berusaha menyibukkan diri. Bekerja membuat dan menjajakan kue, tetapi sosok itu tetap mengusik sisi-sisi hatinya. Malam itu seperti biasa. Setelah lelah menjajakan kue, dia beristirahat. Tanpa sadar dirinya yang masih duduk di sofa kamar tertidur. Berkas cahaya bersinar dari kaca besar yang berada di ruangan tersebut. Tidak lama, cahaya melingkupi gadis tersebut dan dalam sekejap Shenling menghilang dari sana.*** "Kau harus bisa melupakan dia. Jika kalian tidak bisa saling bertemu, untuk apa terus mengingat dia. Bukankah lebih baik untuk melupakan?" ujar Lanzhou saat dirinya menemui Leewan yang sedang memeriksa kuda dan perse
Shenling berjalan sendirian menuju hutan. Rambutnya yang dicepol dan dikepang membuat gadis itu terlihat manis. Apalagi jepit rambut kupu-kupu serta tusuk konde ikut menghias rambutnya. Pakaian tradisional berwarna kuning tersebut makin mempercantik gadis itu. Setiap hari, Nyonya Chen, wanita yang menampungnya itu selalu mendandaninya agar terlihat cantik. Shenling tidak keberatan meski wanita itu mungkin hanya menganggapnya sebagai pengganti sang putri. Setiap hari pula gadis itu ikut ke hutan bersama Pak Chen mencari kayu bakar untuk dijual di pasar. Kecantikan Shenling tentu tidak luput dari perhatian para pemuda di sekitar situ, tetapi gadis tersebut bersikap tidak peduli. Yang dipikirkannya, hanyalah ia ingin bertemu dengan Leewan. 'Aku sudah memiliki orang tua angkat sekarang. Jika bisa bersama Leewan maka kebahagiaanku akan lengkap,' gumamnya pelan. Hari ini, dia hanya berangkat seorang diri. Pak Che
"Tidak. Aku tidak mau pergi seperti ini. Turunkan aku sekarang. Orang-orang pasti akan salah-paham!" seru Shenling tidak terima. "Kau harus menerima akibat karena sudah berbuat kurang ajar padaku, bahkan mengambil binatang buruanku," sahut Lanzhou. "Tapi kenapa harus naik ke kudamu? Aku bisa berjalan sendiri. Hal seperti ini justru akan menarik perhatian dan membuat kita menjadi bahan pembicaraan. Bukankah kau seorang pangeran? Apa kau sama sekali tidak peduli dengan reputasimu?" tukas Shenling. Dia benar-benar resah dan ingin melompat turun dari hewan tunggangan itu sekarang juga. "Aku tidak mau kau melarikan diri. Lagipula kalau semua yang kaukatakan benar, itu adalah tentang reputasiku dan itu sama sekali tidak menyinggungmu." "Kau ini benar-benar tidak tahu malu. Begitu saja masih bisa bilang kau seorang pangeran?" Kuda yang tadinya berjalan lambat tersebut tiba-t
Lanzhou dan Shenling melanjutkan perjalanan menuju istana. Kali ini Shenling bersikeras tidak mau lagi duduk di atas kuda dengan pemuda itu. Lanzhou turun dari kudanya dan berjalan di sisi Shenling. Meski begitu, gadis itu tetap saja bersikap tidak peduli. "Xiaoxiao, kau harus makan yang banyak agar cepat besar," ujar Shenling sambil mengambil sepotong besar daging dan ikan untuk rubah tersebut. Lanzhou mengangguk menyuruh sang pengawal untuk membayar. Shenling melirik sambil tersenyum kecil. Muncul ide di benaknya "Wah, kain ini bagus sekali. Pasti terbuat dari tenunan sutra." "Wah, gelang giok ini juga bagus. Pas sekali di tanganku." "Tusuk konde ini indah sekali. Harganya pasti mahal." Gadis itu melirik ke arah Lanzhou yang tampak hanya tersenyum melihat ulahnya. "Sial. Aku lupa dia adalah pangeran. Semua barang di tempat ini juga bisa dia be
"Buka matamu dan gosok punggungku sekarang!" ujar Lanzhou yang sudah berada di dalam bak. "Aku tidak mau!" seru Shenling keras sambil memejamkan mata rapat-rapat dan menutup mata dengan tangan. Lanzhou menoleh kemudian menatap gadis itu sambil tersenyum. Ia kemudian meraih tangan Shenling dan menariknya mendekat. "Kau ini benar-benar pelayanku yang bandel. Aku bahkan harus membuka sendiri pakaianku. Sekarang kalau tidak mau menggosok punggungku, aku akan menciummu sekarang juga," ujarnya. "Tidak, Aku tidak mau!" teriak gadis itu sambil menarik tangannya sekuat tenaga dan berlari keluar. "Dasar kurang ajar!" serunya sambil berlari. Bruk! Karena tergesa, Shenling justru menabrak seseorang. Keduanyapun terjatuh bersamaan. "Kurang ajar. Beraninya seorang pelayan bertingkah, bahkan menabrak putri!" ujar ga
Menjelang siang, Shenling terbangun dan tertegun. 'Di mana aku? Kamar siapa ini?' ucapnya sambil melihat sekeliling. Ia lalu kembali duduk diam. Lukanya sama sekali tidak terasa sakit. 'Apa yang terjadi sebenarnya? Apa semua yang terjadi hanya sebuah mimpi? Lalu bagaimana dengan makhluk aneh berambut putih itu? Apa aku juga memimpikan dia? Ada apa dengan semua keanehan ini?' tukasnya dalam hati bertanya-tanya. Pintu yang terbuka tiba-tiba menghentikan hal yang mengganggu pikiran gadis itu. Lanzhou bergegas masuk sambil membawa nampan. Aroma masakan lezat yang masih mengepul membuat Shenling nyaris menitikkan air liur. "Kau sudah bangun ternyata. Aku sudah menunggumu bangun dari tadi. Akhirnya kau bangun juga. Lihat aku membawa banyak makanan untukmu. Aku menyuruh pelayan memasak semua ini dan membawa kemari saat pengawal melapor kau sudah bangun," ucap Lanzhou.
Shenling sedang sibuk menyapu halaman. Pikirannya melayang pada kata-kata Lanzhou. Enak saja pemuda itu berkata seperti itu padanya. Meski dia sempat marah dan menggertak Lanzhou, pemuda itu seperti tidak peduli. "Kenapa sih dia begitu berkeras mengutarakan cinta padaku? Padahal dia tahu aku tidak mencintainya. Aku kemari hanya ingin bertemu Leewan!" ucap Shenling sambil memukul-mukul sapu lidi ke tanah saking kesalnya. Siaolan yang mendengar semua itu terperanjat. Ia bergegas menghampiri, meski masih merasa takut kepada Shenling. "Ka-u … kau mengenal jenderal?" tanyanya pelan. "Tentu saja aku mengenal dia. Kami berdua …."Kata-kata Shenling terhenti saat Siaolan menatap menyelidik. "Ada apa?" tanya Shenling akhirnya. "Bagaimana kau bisa mengenal jenderal? Apa kalian sepasang kekasih?" "Apa maksud pertanyaanmu?" tanya Shenling. Kali
Changlan kembali roboh bersimbah darah. Hujaman sejumlah pedang menusuk tubuhnya. Shenling menjerit histeris memanggil nama pria itu. Mendadak tangan Leewan dan Lanzhou seolah terbakar. Cekalan mereka pada Shenling terlepas dan gadis itu kembali berlari menghampiri Changlan. Dipeluknya yang telah diam tersebut erat. Derai air mata mengalir deras di wajah Shenling. Wuyan menatap gadis itu tanpa belas kasihan."Bunuh penyihir itu sekarang!" Beberapa orang mematuhi perintah. Mereka bergegas maju membawa pedang berniat menyerang Shenling. "Shenling!" teriak Leewan. Ia dan Lanzhou hendak bergegas maju. Akan tetapi, sinar putih tiba-tiba memantul dan membuat keduanya kemudian terjatuh. Leewan kembali beringsut untuk maju, tetapi Lanzhou memegang pundaknya dan menggeleng."Kita tidak akan bisa masuk." "Ta
"Pasukan kerajaan Wuyan menyerbu perbatasan kerajaan kita," lapor seorang pasukan yang bergegas masuk ke dalam tenda. Leewan dan Lanzhou terperanjat dan bangkit berdiri. Hari ini memang sang pangeran tengah berkunjung ke tempat itu dikawal oleh para pengawal. Ia ingin mencari tahu tentang kabar apakah Shenling sudah ditemukan. Meski tahu cintanya bertepuk sebelah tangan, tetap saja ia tidak bisa tenang dan selalu memikirkan gadis itu. "Apa maksudmu? Ceritakan dengan jelas!" perintah Leewan. Ia tidak menyangka masalah akan datang bersamaan. Sementara Shenling tidak jelas rimbanya, kini malah ada kerajaan Wuyan yang menyerang perbatasan. "Itulah yang hamba tahu. Sebuah surat tiba dari perbatasan baru saja. Mereka meminta bantuan, karena kali ini pasukan Wuyan sangat kuat," jawab pasukan itu lagi. "Kata mereka, ada siluman rubah dan gadis berkemampuan aneh membantu tentara Wuyan," lanjutnya lagi
Changlan tertegun diam mendengar perkataan Shenling. Gadis tersebut lalu menjelaskan tentang Yanche dan Chenyang. "Chenyang dulu sahabat baikku. Begitu pula Yanche. Dia cinta pertamaku, tapi semua berakhir saat mereka mengkhianatiku. Bukan hanya itu, mereka juga berusaha menyakitiku, bahkan membunuhku," ucap Shenling dengan mata berkaca-kaca. Changlan segera bangkit dari duduknya dan melangkah mendekat. Ia kemudian memeluk erat gadis itu. "Maafkan aku. Aku tidak tahu tentang itu. Semua pasti terasa berat bagimu sekarang. Kurasa kita memang harus benar-benar pergi dari sini," ucapnya. Shenling menggeleng."Tidak," tolaknya."Aku akan menghadapi semua itu." "Tapi mereka benar-benar jahat. Apa kau bisa mengatasinya?" Shenling tersenyum kecil."Kau tenang saja. Aku bukanlah gadis yang lemah. Kejadian demi kejadian yang menerpa menemp
Hari sudah beranjak siang. Shenling dan Changlan tengah bersiap untuk pergi. Semalam mereka telah menyusun rencana. Shenling memutuskan untuk tidak jadi pergi dan membantu orang-orang itu hidup merdeka. "Apa kau sudah tidak ragu lagi?" tanya Changlan dalam perjalanan. Mereka hendak menemui pangeran Wuyan untuk bekerja sama. Hal tersebut adalah usul dari nenek Shan yang mengetahui bahwa pangeran dari kerajaan tetangga tersebut memendam amarah dan sakit hati pada kerajaan Lan. "Semua karena putri Lanshang telah menolak menikah dengannya dan memilih bersama jenderal Lee, Pangeran Wuyan merasa sangat dipermalukan," ujar wanita uzur tersebut malam sebelumnya. Shenling diam termangu. Mendengar nama jenderal Lee, membuat hatinya membuncah tidak menentu. Changlan menatap gadis itu sekilas. "Jika kau ragu, kita bisa membatalkannya," ucap pemuda itu. "Kenapa kau selalu membuat dia
Semua kedamaian dan kebahagiaan itu kemudian berlalu cepat. Semua berawal dari pemberontakan seorang bawahan raja. Dia ingin berkuasa. Tuduhan sang ratu adalah penyihir tersiar luas. Isu tersebut semakin kuat setelah beberapa orang menteri dan pejabat meninggal secara misterius. Tuduhan tersebut semakin menguat. Raja didesak untuk menurunkan dan menghukum mati ratu yang memang memiliki kemampuan untuk menyihir. Juga untuk membunuh Shenling yang dianggap putri penyihir. Sang raja tentu menolak. Orang-orang yang semula setia berpaling dan mengkhianati kerajaan. Mereka membelot dan memprovokasi kerajaan Lan yang waktu itu hanya kerajaan kecil. Seranganpun terjadi tanpa terelakkan di dalam istana. "Ayah, Ibu!" seru Shenling sambil berlari menuju ruang utama. Gadis itu tadinya bersama pengawal yang masih setia. Akan tetapi dia justru melarikan diri saat para musuh juga menyerang pengawal itu. &nbs
Nenek Shan menyambut Shenling di kediamannya. Dibanding kediaman yang selama ini pernah ditinggali Shenling, kediaman ini yang paling kumuh. Tempatnya kecil dan dibangun ala kadarnya. Meski begitu keadaan di dalam rumah itu terbilang cukup bersih. Nenek Shan segera menyuruh Shenling duduk. Gadis di hadapannya tersebut tersenyum sambil mengangguk sopan, meski begitu keraguan membayang jelas di wajahnya. Wanita tua yang membawa tongkat itu mulai menceritakan semuanya. Tentang keluarga kerajaan yang pernah menguasai negeri itu sebelum kekuasaan direbut oleh raja yang sekarang. "Tapi itu semua tidak mungkin. Aku bahkan tidak berasal dari masa ini. Anda pasti sudah salah mengenali orang. Aku bukanlah tuan putri yang Anda cari. Cucu Anda itu pasti sedang berada di suatu tempat dan mungkin sedang menanti Anda untuk membawa dia kembali," ujar Shenling. "Aku tidak salah. Kau memang cucuku. Akulah yang mengirimmu pergi ke
Shenling melangkah keluar dari pondok tersebut. Meski sederhana, ia merasa nyaman berada di sana. Kondisinya juga mulai pulih. Tempat tersebut begitu indah. Dikelilingi bunga aneka warna dan kupu-kupu cantik yang berterbangan ke sana kemari. Hijau dedaunan dari rimbun pepohonan membuat tempat tersebut tampak asri. Shenling berlarian di antara bunga-bunga itu untuk mengejar kupu-kupu. Tawa ceria terbias di wajah cantiknya. Untuk sesaat semua penderitaan dan dukanya seolah terlupa. Tanpa sepengetahuannya, Xiaoxiao yang duduk di atas pohon melihat semua itu sambil tersenyum. 'Aku ingin senyum tersebut selalu ada. Aku tidak mau ada kesedihan di wajahnya, karena itu akan kusingkirkan setiap duka agar tidak lagi menyentuhnya,' ucapnya dalam hati.*** Lanshang merasa kesal. Hingga berhari-hari keberadaan Shenling belum diketahui. Belum puas rasa hatinya jika melihat
Saat ibu suri dan yang lain sedang merundingkan nasib Shenling, seorang pengawal datang membawa kabar mengejutkan. Ledakan dan guncangan keras terjadi di penjara tempat gadis itu ditahan. Mereka semua bergegas ke sana. Hanya menemukan sosok Lanshang yang tidak sadarkan diri dengan kepala berdarah. Beberapa bagian dinding dan jeruji penjara runtuh dan rusak parah. Sang ibu suri yang panik segera memanggil pengawal untuk membawa Lanshang ke kamar. "Mau bicara apa lagi kalian?" tanya beliau kepada Lanzhou dan Leewan. Keduanya hanya diam terpaku. "Semua sudah jelas. Gadis itu bukan manusia. Kalian masih saja membelanya. Sekarang dia malah membuat Lanshang terluka, apa kalian masih ingin membelanya? Apa seluruh keluarga kerajaan harus menjadi korban, barulah kalian menyadari bahwa gadis itu sangatlah jahat?" tanya wanita itu lagi kepada mereka berdua. "Shenling bukan orang s
Lanshang menemui ibu suri untuk menceritakan kesusahan hatinya. Semenjak kecil gadis itu memang dimanjakan oleh neneknya tersebut. Segala yang diminta selalu dituruti. Sang nenek tidak pernah menyukai Lanzhou yang menurut beliau tidak cocok menjadi pewaris tahta, karena kegemarannya hanya bermain dan berfoya-foya. Sedang Lanshang adalah sosok yang bertolak belakang dari kakaknya. Pendiam dan selalu penurut. Dia adalah sosok yang sempurna untuk menjadi seorang ratu. Kecerdasan dan kepintarannya sangat tersohor. Sayangnya dia terlahir sebagai seorang perempuan. Jika tidak, bisa dipastikan tahta akan menjadi miliknya. Lanshang tidak berkeberatan dengan hal itu. Dia sudah puas dengan segala kasih sayang dan kemanjaan yang diperoleh dari setiap anggota keluarga kerajaan, terutama dari neneknya. Kemuraman di wajah sang cucu kesayangan, membuat wanita berpenampilan anggun di usia yang menginjak senja tersebut bertanya-tanya. Saat