Author POVSemakin hari, kondisi Bah Ilham semakin memburuk. Untuk bernafas pun beliau harus dibantu alat-alat medis yang terpasang di tubuh. Keinginan terakhirnya telah sampai ke telinga keluarga Ranti. Semua orang menyambut baik keinginan Bah Ilham dan merestui pernikahan kedua memantu mereka dengan keponakan mereka sendiri.Om serta tante Sri yang berada di Jakarta pun telah menyusul ke Garut setelah mendengar kondisi Bah Ilham. Pernikahan hanya tinggal menunggu hari. Sengaja dimajukan karena kondisi Bah Ilham yang semakin memprihatinkan.Dengan telaten, Sri mengurusi sang kakek yang kini hanya bisa terbaring lemah di atas belangkar. Sri tidak pernah mengeluh ketika menyediakan segala kebutuhan sang kakek atau bahkan membantunya membersihkan kotoran sekalipun. Terkadang dia akan bergantian dengan Fakhri, sang calon suami.“Pulanglah, dan istirahat. Sudah dua hari ini Teteh tidak tidur dengan teratur, biar saya yang jaga Abah sekarang,” ujar Fakhri.Sri menggeleng seraya terus menat
Fakhri menaburkan bunga di atas gundukan makam di hadapan. Ada rasa rindu yang terpancar dari mata pria itu ketika tatapannya lekat pada batu nisan bertuliskan nama sang istri yang menemaninya selama hampir dua bulan pernikahan mereka.Kemudian, pandanganya beralih pada gundukan kecil di samping makam Ranti. Di sana, calon buah hatinya dimakamkan. “Akang sudah penuhi keinginan terakhirmu. Tenanglah di alam sana, dan titip salam pada anak kita. Akang sangat menyayangi kalian berdua.”Fakhri mengelus pusara sang istri lalu mengecupnya beberapa detik sebelum beranjak pergi. Tak bisa dipungkiri jika perasaan Fakhri pada Ranti mulai tumbuh seiring berjalannya rumah tangga mereka. Namun ketika rasa itu hadir, Allah lebih menyayangi sang istri dan mengambilnya.Ranti merupakan sosok istri yang patuh dan tidak pernah banyak menuntut. Bahkan ketika perasaannya belum terbalaskan pun Ranti selalu melayani dengan penuh keikhlasan. Perasaan sayang itu muncul perlahan hingga sedikit demi sedikit pe
Fakhri dan Idrus menjadi orang terakhir yang meninggalkan makam, malam itu. Jam di tangan Idrus telah menunjuk angka sembilan. “Tunggu, Ri.” Idrus menahan tangan sang sahabat yang hendak melangkah.Pemuda itu mengangkat tangan sebagai isyarat agar Fakhri tidak buka suara lalu menunjuk ke arah lain, di mana terlihat cahaya senter menyoroti jalan setapak menuju hutan. “Orang yang mau berburu tokek mungkin, Kang,” ujar Fakhri.“Emang sejak kapan Aldi jadi pemburu tokek?” tanya Idrus. Segera menarik lengan Fakhri agar mengikutinya membuntuti orang tadi.Keduanya berjalan dengan mengendap-endap seraya mengambil jarak dari sosok pria di depan. “Bangunan tua? Untuk apa Aldi ke sana?” Idrus kembali bergumam.“’Kan udah saya bilang tadi, mungkin dia mau berburu tokek. Udah, ayo kita pulang,” ajak Fakhri. Namun, Idrus kembali mencekal tangannya.“Kang, istri saya pasti menunggu di rumah,” ucap Fakhri seraya berbisik.“Mentang-mentang pengantin baru,” cibir Idrus, mengcebikkan bibir.Keduanya b
Sri segera mendorong dada bidang sang suami ketika bibir mereka hampir bertemu. “Kenapa?” Fakhri sedikit kecewa dengan penolakan sang istri.“Lupa bilang kalau Om Reksa tadi menyuruh Mas menemuinya di ruang depan.” Fakhri mendesah kecewa mendengar jawaban sang istri. Dengan langkah gontai, pria itu pun keluar dari kamar untuk menemui Reksa yang sudah menunggu sejak tadi di ruang tamu bersama Idrus.“Kamu itu mandi atau semedi sih, Ri. Om udah nungguin dari tiga puluh menit yang lalu. Tuh, lihat, kopi Om aja udah habis segelas,” omel Om Reksa.Fakhri meringis, segera mengambil tempat di samping Idrus. “Memangnya ada apa Om manggil Fakhri?” tanya pria muda itu.“Jadi, begini Ri…” Om Reksa mulai menceritakan apa yang ia dan Idrus ketahui ketika di kantor polisi mengenai Aldi."Pemuda itu sudah terjun ke dalam dunia hitam sejak lama. Bahkan sebelum Mang Burhan terjun. Pemuda itu pun mengaku terlibat dalam pesugihan di mana sang adik menjadi korban pemuas nafsu para pengikut Ki Amar.Aldi
Sri menatap sendu, pada sosok yang saat ini tengah meronta-ronta di atas belangkar dengan sekujur badan yang tertutup perban. “Apa yang terjadi pada Rasya, Ren?” tanya wanita itu.“Semuanya berawal ketika anak buah Alex mengejar-ngejar Kak Rasya,” jawab Rendi, menghela nafas perlahan.Sri membulatkan mata. Bagaimana bisa pria itu masih saja bertindak jahat meski di dalam kurungan penjara saat ini.“Apa sebabnya mereka mengejar Rasya? Apa Alex dan Rasya saling mengenal?” Rendi mengangguk.“Aku baru mengetahuinya setelah Kak Rasya mengalami kecelakaan ketika mobilnya tertabrak kereta karena menghindari kejaran anak buah Alex. Dari tangan kanan yang biasa menemaninya kemana pun, aku menemukan fakta jika mereka menjalin kerja sama di belakangku.Aku juga mengetahui jika Alex mengejar Kak Rasya sebab dialah orang yang membocorkan informasi transaksinya kepada polisi. Dia yang telah memfitnahmu hingga Alex mengincarmu waktu itu,” papar Rendi.“Tolong maafkan semua kesalahan yang pernah dia
Pesta resepsi pernikahan Fakhri dan Srikandi dilaksanakan di salah satu hotel peninggalan orang tuanya. Mereka berdua terlihat begitu serasi dengan gaun serta jas berwarna off white. Semua teman kuliah serta karyawan perusahaan datang menghadiri acara tersebut. Pun dengan para santri yang diboyong oleh mereka.Terkecuali Aina, yang telah tiada beberapa bulan lalu setelah penyakitnya kembali kambuh. Sri tidak tahu apakah penyakit itu masih ada hubungannya dengan Bu Marni, atau murni penyakit yang memang sudah diderita Aina sejak lama.Semua teman-temannya datang dengan pasangan mereka masing-masing, kecuali Rama. Diketahui jika pemuda itu masih menaruh hati pada Srikandi hinga kini. dia bahkan terang-terangan mengungkapkan perasaan di depan Fakhri saat bersalaman tadi.Sedang Amira yang dulu mengagumi sosok Rama kini telah membina keluarga dengan pemuda pilihan keluarganya. Semua teman-temannya memiliki akhir kisah yang bahagia, terkecuali Rendi. Kini, perusahaan besar miliknya telah g
Sebuah gubuk tua di tengah hutan. Asap mengepul dari kemenyan yang dibakar di atas arang merah di depan seorang wanita tua. Mulut yang bergerak melantunkan mantra serta tangan yang sibuk menabur kemenyan.Di depan, bersila seorang wanita yang usianya diperkirakan setengah abad memperhatikan wanita tua di hadapan. “Saya ingin ustaz muda itu kehilangan istri serta anaknya, Ni,” desis wanita itu dengan sorot penuh kebencian.Wanita yang dipanggil Ni itu tertawa mengikik. “Sabar, Cu. ‘Ku Nini keur diusahakeun,” sahutnya.(Sabar, sedang Nini usahakan.)Wanita itu tersenyum puas. Dia melakukan hal syirik seperti ini karena sakit hati putrinya ditolak oleh seorang ustaz muda hanya karena dia sudah memiliki istri. Bukahkan Islam memperbolehkan laki-laki memiliki istri lebih dari satu? Tak bisakah ustaz itu menerima cinta putrinya?Wanita itu tidak akan menuntut banyak. Dia hanya ingin putrinya bahagia meski harus menjadi istri muda ustaz yang beberapa waktu lalu mengisi ceramah di kampungnya.
Tante Rina segera menekan tombol di samping tempat tidur beberapa kali. Selang lima menit, seorang dokter wanita beserta dua perawat datang tergesa. Dokter itu kemudian mengecek pembukaan Sri.“Ini aneh,” gumamnya.“Apa yang terjadi pada Putri kami, dokter?” tanya Ibu Ranti. Dokter wanita itu tak langsung menjawab, lalu berkata. “Tolong pindahkan pasien ke ruang bersalin lalu persiapkan segalanya,” titah dokter itu yang langsung diangguki kedua perawat.Sri segera dibawa oleh kedua suster itu. Tante Rina segera menghubungi Fakhri, lalu setelah itu menyusul ibu Ranti yang lebih dulu pergi menemani Sri menuju ruang bersalin di lantai atas ruang rawat tadi.“Dokter tolong katakan apa yang terjadi pada putri saya?” tanya ibu Ranti, semakin panik melihat Sri yang kembali meringis kesakitan.“Pembukaannya sudah mencapai tahap sembilan, Bu.”Semua orang yang ada di sana tentu saja terkejut. Sejak kemarin, dokter terus mengatakan pembukaan satu, bahkan Sri masih ingat jika sekitar empat pulu