"Pak Rizal di sini rupanya. Saya tadi cari-cari Bapak karena ada yang ingin saya tanyakan." Sebuah suara membuat Sri menengok ke arah pintu masuk. Di sana ada pria yang dia kira Fakhri tengah berdiri."Oh, Pak Rizwan. Mari Pak, ingin bertanya masalah apa?" Pak Rizal segera menghampiri Rizwan.'Apa dia Dosen baru?' Batin Sri bertanya.Sri menggunakan kesempatan itu untuk keluar dari ruang dosen. Dia segera menuju halaman belakang kampus untuk membuka bungkusan kain putih yang ditemukanya di laci meja Pak Teguh. Begitu terbuka Sri menemukan foto sang dosen yang membungkus sejumput tanah merah."Untuk apa ini?" tanya Sri pada dirinya sendiri."Apa mungkin Pak Teguh terkena ilmu hitam seperti yang dikatakan Axel tadi?" Sri segera menyimpan benda itu di tempat aman.Saat tengah berjalan kembali ke arah kelasnya, Sri tak sengaja berpapasan dengan pria tadi . "Terima kasih karena Bapak sudah membantu saya lolos dari Pak Rizal, tadi," ucap gadis itu tulus. Saat di ruang dosen tadi, Sri meliha
Sri tampak berpikir keras. Siapa kira-kira orang terdekat sang dosen yang mengirimkan ilmu hitam."Maksud kakek, istrinya?" tebak Sri. "Mantan, Nyimas. Pak Teguh sudah menjatuhkan talak pada wanita itu setelah perselingkuhannya terbongkar. Dia melakukan perbuatan keji karena hasutan orang terdekat untuk mengambil hak asuh anak yang sebetulnya Pak Teguhlah yang lebih berhak karena anak mereka perempuan. Sepertinya, istri Pak Teguh terkena sihir pemisah. Itu sebabnya dia yang terlihat lugu bisa mengkhianati suaminya," ungkap sang kakek.Mantan memang makhluk paling durjana ternyata. Sri sempat berpirik kalau Kakek Guru adalah seorang agen rahasia yang bisa mengetahui masalah Pak Teguh. "Selain istrinya, Pak Teguh juga menjadi incaran salah satu rekan kerjanya," kata Kakek Guru lagi."Maksud kakek, siapa?" tanya Sri penasaran."Dosen yang memergoki kita waktu itu," jawab sang kakek.Sri menutup mulut dengan tangan kanan. Rupanya kecurigaan dia memang benar. Pantas saja saat Sri perhati
Karena ada beberapa hal yang harus diurus, Pak Teguh pun meninggalkan Sri dan menyuruh Sindy yang baru kembali dari kamar untuk menemani. Sri dan Sindy memiliki jarak usia yang tidak terlalu jauh, jadi keduanya mudah akrab dan dalam sekejap menjadi teman."Kamu kenapa, Sin?" tanya Sri ketika menyadari wajah gadis di sampingnya berubah murung."Aku tahu Papa sebenarnya pergi untuk mengurus keperluan perceraiannya dengan Mama," ucap Sindy sedih."Kamu gak ingin mereka pisah?" tanya Sri. Gadis itu pun mengangguk."Tak ada anak yang menginginkan orang tuanya berpisah, Kak," lirih Sindy."Kak, aku sempat baca-baca di browser tentang gangguan ilmu sihir, dan kakak tahu apa yang kutemukan?" tanya gadis itu. Sri menggeleng."Perubahan sikap Mama sama persis seperti tanda-tanda orang yang terkena sihir pemisah," ungkap Sindy."Kamu percaya sama hal mistis di zaman modern sekarang ini, Sin?" tanya Sri memastikan.Tentu saja hal itu masih ada sampai sekarang, bahkan Sri saja mengalaminya beberap
Sri POVAcara outbound dimulai sekitar bakda ashar. Kami semua diminta untuk berkumpul di lapangan yang berada di samping vila. "Acara kita mulai dengan game mengumpulkan bendera yang sudah panitia sebar di sekitar Puncak. Nanti, kalian akan dibagi menjadi beberapa kelompok dan masing-masing kelompok harus mengumpulkan bendera sebanyak-banyaknya dalam waktu satu jam. Kelompok yang selesai lebih cepat akan menjadi pemenangnya," ungkap panitia acara.Aku, Mesya dan beberapa teman lainnya segera membuat kelompok dan menyusun strategi untuk memenangkan perlombaan ini. Setelahnya, peluit di tiup sebagai tanda dimulainya perlombaan.Terdiri dari tujuh kelompok dengan beranggotakan lima orang, kami semua berpencar dengan kelompok masing-masing untuk mencari bendera yang dimaksud."Ini beneran jalannya lewat sini?" tanya Amira, bergidik ngeri ketika menatap jalan di depan kami. Jalan itu terlihat seperti tak pernah terjamah oleh manusia. Banyak lumut yang tumbuh di sekitaran jalan hingga men
Aku dan Amira berlari tergesa setelah kami selesai melaksanakan salat magrib. Dini mengabarkan jika Alin dan Mesya telah diketemukan dalam kondisi kurang baik.Kami pun segera menuju kamar mereka. Di sana juga sudah ada beberapa Mahasiswa senior yang tengah menemani mereka. Kedua temanku ditemukan dalam keadaan tak sadarkan diri. Segera kudekati mereka yang berbaring bersebelahan.Wajah keduanya pucat, seperti tak ada aliran darah yang mengaliri wajah mereka. Tak hanya sampai situ, tangan mereka pun terasa seperti daging yang baru keluar dari dalam freezer. Begitu dingin.“Jangan dekat-dekat, Sri. Nanti kamu bisa terkena flu,” kata Rama memperingati.Aku tidak menggubris ucapannya dan malah semakin menggenggam kuat tangan Mesya. “Tolong matikan AC dan bawa lebih banyak selimut, mereka kedinginan,” lirihku seraya membenahi letak selimut mereka agar menutupi sampai batas leher.“Sri,” panggil Rama.Aku menggeleng kuat dengan bulir bening yang meluncur deras. “Ambilkan balsam atau apapun
Aku semakin mendekati benda berwarna merah yang menempel di dedaunan kering di depan. Jika diperhatikan, seperti agar-agar seukuran satu buku jari telunjuk."Darah?"Aku kembali meneliti dengan seksama, dan ternyata memang darah yang menggumpal. Apa ini yang nenek itu bilang? Padahal aku sudah bergidik, membayangkan akan membawa kotoran Alin dari hutan.Prak. Wush!Angin bertiup kencang hingga pohon-pohon bambu saling bergesekan dan membuat bunyi-bunyian yang begitu berisik. Entah sejak kapan ada seorang perempuan berdiri membelakangiku di depan sana. Rambutnya tergerai panjang hingga menutupi kaki. Sekilas aku melihat dia memakai gaun berwarna merah menyala.Degh!Jantung serasa berhenti berdetak sepersekian detik saat sosok itu menghadap ke arahku. Sebelah wajahnya yang hanya sisa tulang-belulang. Mata merah menyala serta bagian dada yang terus mengeluarkan darah.Baunya begitu menyengat di indra penciumanku. Bau anyir bercampur bau bangkai. Sosok itu yang datang ke dalam mimpi."Di
Saat memasuki gerbang bangunan vila, para mahasiswa dan mahasiswi yang masih menunggui langsung mengucap syukur secara serempak saat melihat kedatanganku."Sri." Amira langsung berlari menghampiri dan memelukku."Syukurlah Sri, aku sangat senang karena kamu kembali dengan selamat," ujarnya."Bagaimana keadaan Alin dan Mesya?" tanyaku seraya mengurai pelukan."Mereka sudah baik-baik saja sekarang. Ayo, masuklah. Kamu pasti lelah," ajak salah seorang senior.Kami semua beranjak ke dalam bangunan vila. Aku pun memutuskan mengganti pakaian sebelum mengunjungi keduanya. Aku juga sudah membuang pembalut yang dibuang Alin sembarangan di hutan bambu."Sri, kamu gak mau cerita gitu apa yang terjadi di hutan itu," ujar salah seorang panitia perempuan ketika kami tengah menghangatkan diri dengan meminum wedang jahe yang disediakan pihak konsumsi."Enggak ah, Kak. Bukan sesuatu yang mesti diceritakan juga," sahutku, kembali menikmati secangkir wedang jahe.Mahasiswi bernama Alia itu pun mendesah
Sayang sungguh sayang. Keinginan kami untuk segera pulang ke Jakarta harus pupus setelah pembicaraan dengan orang bengkel yang akan memperbaiki mobilku. Mereka mengatakan akan membutuhkan waktu satu hari untuk memperbaikinya."Terus kita nginap di mana dong?" tanya Aina.Aku dan yang lainnya berpikir keras, mengingat di daerah itu tidak terlihat sama sekali adanya penginapan."Bagaimana kalau kita numpang di masjid untuk satu malam ini," usul Rama."Kalau mau, kalian bisa menginap di rumah saya satu malam. Kebetulan ada dua kamar kosong di tempat saya," tawar pemuda yang memberikan nomor ponsel bengkel tadi.Aku dan yang lain berunding terlebih dahulu. Bukan apa-apa, kami hanya tidak ingin merepotkan orang lain saja."Yaudah Sri, terima aja tawarannya, apa lagi sebentar lagi juga kayaknya mau turun hujan," tunjuk Aina ke arah awan yang memang terlihat mendung pagi ini."Baiklah, terima kasih sebelumnya." Aku pun menyetujui tawaran pemuda itu.Tiga puluh menit kemudian, orang bengkel d