Share

PART 8

Penulis: Amma Red
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-31 23:21:01

Perasaan ragu tiba-tiba muncul, membuatku tak yakin untuk melangkah. Seketika teringat cawan perak pemberian Elgar yang merupakan salah satu cawan mistis penyihir hitam. Aku agak takut bertemu dengan mereka, tetapi aku juga ingin memastikan darimana mereka mendapat cawan itu. Kuputuskan untuk datang saja dan meminta penjelasan.

Aku mengetuk pintu berkali-kali dengan agak keras. “ Elgar, Elgar, buka pintunya!”. Kemudian pintu kayu yang berat itu terbuka dan mengeluarkan suara mendecit.

“Jenna! masuklah…”

Mata birunya berbinar saat melihatku. Senyumnya merekah seperti bunga mawar di depan. Aku masuk dengan hati-hati.

“Aku tak menyangka kau kembali ke sini.” Elgar terlihat senang dengan kedatanganku.

“Tentu saja bukan tanpa alasan Elgar. Um.. Sebenarnya aku ingin menanyakan sesuatu padamu." jawabku tegas seraya memandang matanya dengan tajam.

“Menanyakan apa?"

Kepalaku terasa pening. Seolah semua yang telah kupikirkan mendadak lenyap. Rasanya isi kepalaku benar-benar kosong. Aku berusaha keras mengingat tujuanku ke tempat ini dan apa yang ingin kukatakan, tetapi aku sungguh tidak ingat. Lalu sebuah hal terbesit di pikiranku lantas kuucapkan begitu saja.

“Seorang gadis muda diculik di wilayah kami, aku melihatnya malam itu tapi tak berhasil menyelamatkannya. Jadi kami melakukan pencarian dan aku mendapat bagian di Willeth. Tapi aku berjalan terlalu jauh dan masuk hingga bagian terdalam hutan. Untungnya aku masih sedikit ingat rute menuju Cornwall, jadi aku memutuskan untuk ke rumahmu sebentar.”

Kemudian aku teringat suara-suara aneh di hutan yang membuatku tersesat dan kehilangan arah.

“Elgar, saat di hutan itu aku mendengar suara aneh seperti orang yang sedang berbicara. Aku terus mengikutinya hingga akhirnya suara itu menghilang. Dan hal teraneh adalah aku tak menemukan satu pun jejak kakiku!”

“Mungkin saja kau sedang diganggu penyihir Jenna. Tentu saja dia ingin membuatmu tersesat dan menggunakan kesempatan itu untuk membunuhmu.” ujar Elgar.

“Tapi kau beruntung menemukan tempat ini lagi.” tambahnya.

“Untuk apa kau ke tempat itu?” tanya Kathleen yang muncul dari balik pintu.

“Willeth telah hancur tanpa sisa. Dan kau tak akan pernah menemukan seorang penyihir pun disana!”

Aku melihatnya dan menatap matanya cukup lama. “Bagaimana kau bisa tahu Kate?”

“Um…aku sering menjelajah hutan dan menemukan Willeth. Aku menyusuri wilayah itu dan yang ada hanyalah puing-puing.” jawabnya santai.

“Cornwall cukup dekat dengan Willeth, tapi apa kalian pernah terlibat perseteruan dengan para penyihir atau mendapat semacam gangguan dari mereka?” tanyaku penasaran.

“Kurasa tidak. Desa ini baru berdiri sekitar dua tahun lalu, mungkin Willeth telah hancur saat kami pindah ke tempat ini.” sahut Elgar.

“Lalu dari mana kalian berasal?”

“Jauh dari utara. Kami pindah karena tempat itu mulai kurang subur dan kami mulai kehabisan bahan makanan. Setidaknya cuaca disini sedikit lebih baik daripada desa kami dulu.” Kathleen menuangkan teh panas ke cangkir dan memberikannya padaku. Tapi kali ini bukan rasa mint.

“Kurasa kau perlu istirahat Jenna. Tapi kali ini kau harus tinggal lebih lama.” ujar Elgar.

“Oh ayolah. Aku datang bukan untuk bermain-main, ada banyak nyawa yang harus kuselamatkan. Kami harus menemukan anak itu secepatnya sebelum terlambat!” aku berusaha menolak tawarannya.

Elgar berdiri dan naik ke lantai dua tanpa mengatakan apapun. Sementara Kathleen duduk di depanku dan kami saling diam. Tak berapa lama, Elgar muncul dan membawa sebuah gulungan besar. “Jika kau pulang, kau akan melewatkan sebuah kesempatan besar!”

“Apa maksudmu dengan kesempatan besar?”

“Aku akan memberi banyak petunjuk untuk menemukan anak itu.” Elgar menaiki tangga menuju lantai dua dan aku segera mengikutinya.

Ia membuka sebuah pintu kecil yang bersebelahan dengan kamar Kathleen. Ruangan itu cukup kecil namun terdapat banyak tanaman maupun benda-benda yang terlihat seperti alat medis. Suhu di ruangan ini terasa sejuk dengan beberapa tanaman yang menjalar di kaca jendela luar dan beberapa ujungnya mulai menjangkau ke dalam melalui ventilasi.

Dari beberapa benda yang disimpan di tempat ini, sepertinya Elgar seorang yang ahli  dengan pengobatan. Kemudian Ia membuka sebuah peti kayu besar berbentuk persegi panjang yang diletakkan di sudut ruangan.

“Elgar, aku bisa menebak bahwa kau adalah seorang ahli pengobatan atau mungkin ahli tanaman.”

Ia berbalik, “Kau salah dua-duanya. Aku bukan ahli tanaman dan sang ahli pengobatan yang sebenarnya adalah Kate, aku hanyalah seorang pemula yang baru belajar.”

Elgar membuka beberapa gulungan naskah dan meletakkannya di meja.

“Apa ini?” aku membolak-balik gulungan itu.

“Petunjuk.”

Elgar menunjukkan sebuah gulungan yang berisi gambar-gambar yang menjelaskan tentang berbagai ritual penyihir. Beberapa tulisan di kertas-kertas ini sudah mulai pudar namun beberapa masih dapat terbaca dengan jelas.

Lalu kami menemukan sebuah bab yang menjelaskan tentang penculikan anak-anak maupun remaja untuk dijadikan persembahan dalam ritual mereka. Ritual itu dilakukan di bulan purnama terakhir dalam seratus tahun. Dengan meminum darah para korban para penyihir itu akan memiliki kekuatan tertentu dan akan lebih sulit dikalahkan.

"Bulan purnama terakhir dalam seratus tahun yang jatuh pada malam besok."

“Dimana aku bisa menemukan mereka?” tanyaku.

“Sebentar, aku akan mencari yang lain.” Elgar mengacak-acak isi peti dan menemukan gulungan yang lebih panjang dari yang lain.

“Lihat! Perbukitan ini adalah tempat yang biasa digunakan untuk melakukan berbagai ritul penyihir. Ada satu bukit utama yang disebut 'Kanchea'. Karena medannya yang cukup sulit untuk ditempuh, bukit ini menjadi tempat yang aman untuk melancarkan aksi mereka!”

Apa tempat itu jauh dari sini?”

“Kurasa tak terlalu jauh. Perbukitan ini terletak di sebelah selatan di balik hutan ini. Bisa dibilang, jika kau berjalan lurus ke selatan hingga ke ujung akhir hutan ini maka kau akan sampai di perbukitan para penyihir.”

Aku menghembuskan napas panjang setelah mendengar penjelasan Elgar. Ini akan menjadi hal yang cukup sulit untuk kami. Mengingat medan yang ditempuh cukup sulit dan tentunya kami harus berhadapan dengan ratusan penyihir yang akan berkumpul di tempat itu. Informasi dari Elgar sangat membantu dan aku telah mendapatkan semua jawaban yang kubutuhkan. Namun sejujurnya aku masih penasaran bagaimana dia bisa mengetahui segala hal tentang penyihir.

“Elgar, bagaimana kau bisa tahu tentang semua ini?”

“Um…sebenarnya, ayahku hanyalah pandai besi biasa dan ibuku tidak bekerja. Mereka meninggal karena wabah penyakit. Kami sempat dirawat oleh paman kami. Dia yang memberi kami rumah dan semuanya, termasuk semua catatan ini. Setelah paman kami meninggal, aku hanya hidup berdua dengan Kathleen. Setelah berpindah-pindah, kami sampai di desa kecil ini.”

“Jadi itu sebabnya kau punya banyak senjata di ruang perapian, dan semua ini.”

Aku membutuhkan waktu untuk mempelajari semua catatan yang diberikan Elgar. Semua hal mengenai penyihir dan ritual bulan purnama terakhir dalam seratus tahun tergambar jelas dalam kertas-kertas tebal yang sudah lusuh ini. Termasuk rute menuju perbukitan yang sering digunakan sebagai tempat ritual.

Perbukitan itu terletak jauh di selatan. Perlu menyeberangi sungai besar dan padang rumput serta bebatuan luas untuk mencapai tempat itu.

Kurasa aku harus bergegas ke tempat awal saat kami ditugaskan. Mungkin saja Marlon sedang mencariku saat ini. Semua informasi sudah sangat membantu untuk misi penyelamatan.

Aku menuruni tangga dan kembali ke lantai bawah, berjalan menyusuri koridor saat pintu kamar Kathleen sedikit terbuka. 

Aku tak sengaja melihat saat melewatinya. Kathleen memasukkan beberapa  macam tanaman kering ke dalam sebuah mangkuk kecil dan tangan kanannya memegang ujung anak panah. Melihatku berdiri di depan pintu, Ia tampak terkejut dan berjalan ke arahku.

“Jenna!”

“Um… Kathleen maafkan aku. Aku tak sengaja melihatmu tadi.”

“Tak apa. Ini salahku karena membiarkan pintu terbuka.” Ia tersenyum sambil mengusap tangannya yang tampak kotor.

“Apa yang kau lakukan Kate?” tanyaku penasaran. “Kulihat kau sedang meracik ramuan, dan aku melihatmu menggenggam sebuah ujung anak panah.”

“Tentu saja, tentu saja aku sedang membuat ramuan. Pamanku dulu sering berburu hewan dengan anak panah yang dilumuri racun. Ia juga mengajariku cara membuat ramuannya. Terkadang aku ingin sekali melakukan hal-hal yang sering Ia lakukan dulu.”

“Jadi kau akan berburu?”

“Mungkin saja jika cuacanya lebih baik. Atau mungkin setelah semua masalah mengenai penyihir berakhir.”

Aku tertawa mendengarnya. “Baiklah Kate, kami akan berusaha sekuat tenaga untuk mengalahkan mereka. Sehingga kau bisa berburu dengan aman.” Kathleen tertawa mendengar ucapanku. Kemudian Elgar muncul dan mengajakku keluar.

“Manfaatkan kesempatanmu dengan baik Elgar. Sebelum tamu kita pulang.” Kathleen mengedipkan sebelah mata dan kembali ke kamar. Sementara aku dan Elgar keluar dan duduk di teras sambil memandang salju yang mulai turun perlahan.

“Apa kau senang berada di tempat ini Jenna? Kulihat kau begitu menikmati setiap saat disini.” tanya Elgar.

“Kau benar, tempat ini sangat nyaman dan aku senang berada disini. Mungkin Alden dan teman-temanku yang lain akan mencariku lagi, tapi aku yakin kalau mereka tahu aku baik-baik saja.”

“Ucapanmu seperti menyiratkan kalau kau tak sulit untuk mati.” Elgar tertawa.

“Haha... bukan seperti itu, maksudku aku hanya pergi ke Cornwall dan tak ada yang perlu dikhawatirkan. Tetapi tetap saja aku harus pergi sekarang.” ujarku seraya menggulung catatan-catatan pemberian Elgar dan memasukkannya ke saku mantel.

“Kurasa aku tak bisa membiarkanmu menyusuri hutan sendirian. Kau bilang kau tersesat karena mendengar suara-suara aneh. Mungkin aku bisa mengantarmu sampai ke tempat yang cukup aman.” Elgar menawarkan bantuannya.

“Baiklah.” Aku menyetujui usul Elgar untuk mengantarku. Ia mengambil mantel bulu hitam dan menutup kepalanya dengan tudung. Kami kembali melewati danau membeku yang agak menakutkan itu. Elgar menyuruhku untuk memandang lurus ke depan tanpa perlu menghiraukan permukaan danau yang membuatku takut.

Salju mulai turun saat kami memasuki hutan. Butirannya cukup besar dan membuat mantel kami memutih hanya dalam waktu singkat. Intensitasnya cukup deras. Jadi kami harus bergerak cepat sebelum lapisan salju semakin tebal.

“Kita harus bergegas ke tempat awal. Jika salju semakin tebal, akan semakin sulit untuk berjalan. Kita harus sedikit berlari!” Elgar menarik tanganku, membawaku berlari menembus pepohonan dan salju yang makin tebal.

Saat kami berlari, tudungnya terbuka hingga menampakkan rambut hitamnya yang mulai diterpa salju. Wajahnya tampak begitu muda dan berseri. Mata birunya yang tajam mampu menembus belantara hutan yang selalu terlihat sama dan membingungkan. 

Beberapa tanjakan dan turunan mampu kami lewati dengan mudah. Kurasa kami telah mencapai tempat yang cukup aman.

“Elgar! Kurasa tempat ini sudah aman dan aku bisa kembali sendiri.” ujarku terengah-engah seraya menyapu salju di rambutku.

“Tentu saja. Kita sudah cukup dekat dengan Willeth. Teman-temanmu mungkin masih berada disana.”

“Terima kasih untuk semuanya.” Aku menggenggam tangan Elgar sejenak. kemudian melepaskannya.

“Aku senang bisa bertemu denganmu lagi. Bagaimanapun juga Willeth bukanlah tempat yang aman. berhati-hatilah!” 

Aku melambaikan tangan Elgar. Sedetik kemudian Ia berbalik dan menghilang di balik pepohonan.

Bab terkait

  • Tiga Cawan Sakti   PART 9

    Willeth tampak sepi saat aku kembali. Sepertinya anggota reguku telah kembali ke markas kecuali Alden. Dari kejauhan aku melihatnya berdiri di dekat bekas rumah penyihir. Dia bergegas menghampiriku setelah aku memanggilnya. “Darimana saja kau? Apa kau tersesat lagi?” Ia begitu khawatir. “Begitulah. Aku tersesat setelah mendengar suara-suara aneh. Dan…” “Dan kau menemui kenalanmu itu lagi?” Alden memotong ucapanku. Aku menghela napas. Rupanya Ia tahu apa yang kupikirkan. “Aku tersesat jauh ke utara, dan jika berjalan lurus aku akan mencapai Cornwall. Itu yang kuingat saat kebingungan di tengah hutan. Alden, aku punya sesuatu yang sangat penting.” Aku berbisik padanya sambil menunjukkan gulungan kertas di dalam mantel. Sebelum Ia sempat bertanya, aku lantas menarik tangannya dan berlari menuju Glaze. Pencarian yang tak membuahkan hasil membuat senjataku masih utuh. Kami bergegas ke rumah besar untuk memberitahu semua yang kud

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-04
  • Tiga Cawan Sakti   PART 10

    Aku mengetuk pintu rumah Kathleen seolah berkunjung seperti biasa, dan aku akan berpura-pura tidak tahu bahwa dia baru saja pergi ke desa. Aku mengetuk pintu berkali-kali, tapi sama sekali tak ada jawaban. Tiba-tiba, pintu itu membuka sendiri tanpa ada siapapun yang membukanya. Aku melihat ke dalam dan masuk dengan hati-hati. Suasana rumah itu sangat sepi walaupun Kathleen baru saja masuk.“Elgar, Kathleen! Dimana kalian? Aku Jenna.”Aku terus memanggil nama mereka, namun tetap saja tak ada jawaban. Lalu terdengar suara-suara di lantai atas. Tanpa berpikir panjang aku menaiki tangga dan menemukan Elgar berdiri disana.“Elgar, aku memanggilmu sejak tadi. Tapi tak ada jawaban.” ujarku pelan dan agak ragu-ragu.“Kau kembali Jenna.” ucapannya pelan dan tak seperti biasanya. Mungkin dia tak senang dengan kedatanganku.“Um...Elgar, aku..aku ingin mengatakan sesuatu.” Sebelum sempat melanju

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-04
  • Tiga Cawan Sakti   PART 11

    epalaku terasa pening serta pandanganku tampak kabur. Leherku terasa sakit setelah sebuah benda menghantamku dengan keras. Aku duduk bersandar pada sebuah kursi dengan tangan terikat dalam sebuah ruangan yang terlihat seperti gudang. Beberapa kotak kayu terlihat menumpuk di pojok ruangan dan penuh dengan sarang laba-laba. Debu memenuhi seluruh ruangan hingga membuat tenggorokanku terasa gatal.Ruangan ini begitu dingin tanpa perapian atau satupun lampu yang menggantung di dinding. Kemudian terdengar langkah kaki dari tangga pendek yang menuju ke pintu ruangan ini. Aku sudah bisa menebaknya, Elgar masuk dan membawa senapan serta pedangku lalu meletakkannya di depanku.“Kau sudah sadar?” Ia bertanya tanpa melihat wajahku.“Lepaskan aku! Kenapa kau menyekapku di ruangan sempit ini?” aku bicara dengan pelan tanpa meronta atau berusaha melakukan perlawanan sedikitpun.“Kami terpaksa melakukannya karena kau begitu brutal tadi. Aku tak bermaksud melukaimu dengan kayu itu.

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-24
  • Tiga Cawan Sakti   PART 12

    Aku membawa dua senjata andalan, senapan dan belati. Kathleen membawa beberapa buah anak panah dengan busurnya. Kami menuju ke gerbang tempat Alden menunggu. Sayangnya Ia tak ada disana.“Alden...Alden..apa kau masih disini?” aku terus memanggil namanya dan berjalan menjauh dari Cornwall. Tumpukan salju masih saja tebal seperti biasanya, dan permukaan tanah masih tertutup sepenuhnya. Aku berjalan dengan pelan di permukaan tanah yang licin dan merasa ujung sepatu bootku menginjak sebuah benda tipis dan panjang.Aku mengambil benda itu yang merupakan potongan anak panah, pangkalnya hilang dan ujungnya gosong karena terbakar. Entah kenapa aku merasa bahwa Alden dalam bahaya. Aku melempar anak panah itu dan berlari mecari Alden sambil terus meneriakkan namanya. Tiba-tiba Kathleen menemukan sesuatu.“Jenna, lihat!” Ia menemukan sebuah mantel hitam dan tak salah lagi itu benar-benar milik Alden. Mantel itu terlihat lusuh dan ada bekas terbakar. Aku memeluk mantel itu dan me

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-24
  • Tiga Cawan Sakti   PART 13

    Dua hari setelah diterjunkan, pasukan pencari dari Glaze tak kunjung kembali dan tak ada kabar apapun dari mereka. Ayahku sendiri juga tak tahu apa yang terjadi pada mereka. Jadi tanpa komando dari siapapun, pasukan kecil kami yang hanya terdiri dari empat orang mulai menuju ke tempat persembunyian para penyihir secara diam-diam.Aku dan Alden membawa senapan lengkap dengan serenteng peluru, pedang serta puluhan anak panah yang telah dilumuri racun. Elgar dan Kathleen punya sihir untuk melindungi diri. Aku benar-benar percaya pada mereka berdua dan aku yakin mereka tak akan menghianatiku.“Apa kalian siap?” tanyaku pada yang lain.“Tentu saja.” Kami mengenakan mantel hitam dan berjalan meninggalkan Cornwalll. Sekilas desa kecil itu benar-benar tampak sunyi dengan rumah-rumah kecil yang agak berjauhan. Tetapi tempat cukup aman sebelum Alden diserang di dekat gerbang.Setelah berminggu-minggu, hutan Cornwall masih diselimuti salju teba

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-24
  • Tiga Cawan Sakti   PART 14

    Kemudian seorang wanita cantik yang berdiri di belakangnya maju ke depan seraya mengacungkan sebuah belati ke langit. Sepertinya dia adalah ratu dari seluruh penyihir hitam.“Saudara-saudaraku, malam ini akan menjadi awal dari kejayaan kita! Kita tak perlu lagi bersembunyi dan akan jadi lebih kuat dengan darah mereka!” ujarnya dengan tertawa dan menunjuk anak-anak serta para pemburu Glaze yang menjadi tawanan. Ia mengacungkan jari teunjuknya dan mengeluarkan sebuah sihir yang sangat mematikan, the violets.“Malam ini adalah purnama terakhir dalam seratus tahun. Waktu yang paling tepat untuk memulai kehidupan baru. Aku Ratu Millorick dan kerajaan sihirku akan menjadi penguasa terkuat dan tak terkalahkan!” Dia berteriak dan diikuti suara riuh dari penyihir-penyihir lain yang mengerikan.Ia mengeluarkan sebuah benda yang sudah kuduga sebelumnya, yaitu cawan perak. Millorick memiliki cawan api, sementara dua cawan lainnya masih tersimpan dengan aman di Glaze.“Ta

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-24
  • Tiga Cawan Sakti   PART 15

    Peyelamatan berhasil setelah Alden membebaskan beberapa Hunters yang dikurung. Serangan Elgar dan kathleen juga berhasil membuat pasukan penyihir kocar-kacir. Beberapa menemui ajal mereka dan sebagian melarikan diri termasuk si penyihir bertanduk dan penyihir dengan ekor kalajengking.Millorick menghilang setelah terkena panah Kathleen. Ia terluka, tentu saja, tetapi seolah tidak terlalu peduli dengan ritual semalam. Cawan keabadian yang Ia butuhkan tak ada disana, dan nasib para penyihir lainnya, sepertinya tak begitu penting baginya.Setelah penyelamatan kami kembali ke Cornwall. Semuanya jadi lebih rumit. Elgar dan Kathleen sendiri masih tak mengerti bagaimana aku bisa kebal terhadap serangan Millorick. Aku bukanlah seseorang yang memiliki darah penyihir, apalagi penyihir hitam. Semua orang tahu itu.Aku berdiri di depan jendela yang penuh dengan tanaman merambat di lantai dua. Ruangan ini masih terasa dingin walaupun jendela telah ditutup. Hamparan tanah lua

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-24
  • Tiga Cawan Sakti   PART 16

    Ini sudah kali ketiga aku berkelahi dengan Francis hingga mendekam di jeruji besi. Ayahku sudah terbiasa dengan ini dan Chaz mulai bosan menghukum kami dengan cara yang sama. Tetapi aku berani bersumpah, Francis lah yang selalu memulai masalah. Kedengkiannya padaku sudah mengalir dalam darahnya.Sel kami saling berseberangan, hanya saja aku berada lebih dekat dengan pintu masuk. Sementara Francis berada di ujung kanan namun aku masih bisa melihatnya. Penjaga memberikan kasur bulu dan selimut untuk kami. Secara diam-diam Alden menitipkan bantal kesukaanku pada si penjaga. Francis sepertinya tidak tahu. Jika melihatnya, Ia pasti akan mengintimidasiku lagi.Aku tidur nyenyak dan merasa hangat sekalipun penjara ini cukup dingin sebetulnya. Si penjaga membebaskan kami sesaat sebelum fajar. Akhirnya Francis melihat bantal yang kubawa dan mulai mengomel.“Dasar anak manja! Selalu memanfaatkan posisi ayahnya untuk memperoleh keistimewaan. Francis menyilangkan tangan di bahu. Ia mel

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-24

Bab terbaru

  • Tiga Cawan Sakti   PART 42

    15 tahun kemudian Menjelang gerhana bulan beberapa hari lagi, Glaze mengirim para Hunters untuk memperketat penjagaan di York dan Carvage. Tetapi setiap misi tak terasa seperti dulu. Aku tak lagi satu tim dengan Alden setelah kami menjadi kapten di tim masing-masing. Emma telah berhenti karena cidera yang didapatkannya dua tahun lalu dan sekarang beralih menjadi pelatih. Marlon telah pindah ke kota lain dan berhenti dari pekerjaannya, mencari kehidupan yang lebih tenang. Kingsleigh begitu sibuk dengan urusannya setelah menggantikan Komandan Egerton. Meskipun Millorick dan kaumnya telah hancur lima belas tahun lalu, bukan berarti para penyihir itu lenyap untuk selamanya. Mereka masih terus muncul dan berbuat keonaran walau tak sebrutal dulu dan tanpa ketiga cawan sakti mereka. Aku masih menjalankan tugas bersama keempat anggota tim ku. Menyusuri hutan Greenleaves yang sunyi dan bersalju. Suara-suara mencurigakan menggema di antara pepohonan, membuatku tertarik untuk menemukan sumbe

  • Tiga Cawan Sakti   PART 41

    Hari sudah mulai terang dan sesuai kesepakatan aku akan keluar lebih dulu. Elgar menawarkan dirinya untuk mengambil alih cawan keabadian. "Sebaiknya aku saja yang membawa cawan itu. Jika Millorick menemukanmu, dia pasti tidak akan ragu membunuhmu demi benda terkutuk itu." ujarnya. "Kau yakin? Dulu kau menyerahkannya padaku, apa kau benar-benar ingin mengambilnya lagi?" aku merasa tak yakin. "Ini demi keselamatanmu Jenna. Saat itu aku memberikannya padamu agar benda itu tersimpan dengan aman di Glaze. Tetapi keadaan sudah berubah. Lagipuls aku punya kemampuan melindungi diri." "Baiklah." Aku memberikan cawan itu padanya. "Jaga dirimu!" Aku bergegas meninggalkan belukar tempat kami bersembunyi lalu berjalan ke arah sungai tempat kami terjatuh. Tak ada siapapun di tempat ini. Tebing di seberang juga tampak sepi. Entah kemana perginya para penyihir dan Hunters yang lain. Seharusnya ritual gerhana bulan darah sudah pasti gagal mengingat Millorick belum berhasil mendapatkan cawan ke

  • Tiga Cawan Sakti   PART 40

    Elgar mengayunkan tangan kanannya. Telapak tangannya memancarkan cahaya kekuningan yang membuat penyihir itu terjerembab. Tak cukup dengan satu penyihir, tiga orang lainnya meluncur ke arah kami. Aku dan Elgar meninggalkan benteng dan berlari sejauh mungkin. Salah satu dari mereka mencoba menerkamku. Dengan refleks yang cepat, aku menembakkan pistol padanya dan sebuah peluru menembus dadanya. Sementara dua penyihir lainnya masih terus mengejar. Kami sampai di tepi tebing dengan sungai besar di bawah sana. Aku dan Elgar terpojok, sedangkan kedua penyihir itu terus mendekati kami. "Jika kau berikan cawan-cawan kami, aku akan memberi kesempatan kalian untuk hidup." ujar salah satu penyihir. "Aku lebih baik mati daripada memberikan cawan-cawan itu pada kalian!" Elgar terdengar ketus. "Kepercayaan dirimu sangat bagus penyihir putih. Apalagi sihirmu yang lucu itu." penyihir itu meremehkan kekuatan Elgar. "Berikan cawannya sekarang!" dia mulai marah. Elgar menggenggam tanganku. "Tidak

  • Tiga Cawan Sakti   PART 39

    Matahari mulai menghilang di balik perbukitan, meninggalkan seberkas sinar oranye kekuningan yang semakin menipis. Belum sepenuhnya tenggelam, dan langit belum sepenuhnya gelap. Kami mulai bersiap meninggalkan benteng dengan persenjataan lengkap. Senapan beserta belati di sepatu seperti biasa. Elgar dan Kathleen memegang panah masing-masing dan beberapa anak panah yang dilumuri racun."Kita keluar sekarang!" Kingsleigh memberi aba-aba dan memimpin kami keluar benteng. Berjalan mengendap endap seraya mengawasi sekitar. Penyihir-penyihir disana pasti mulai mengawasi kami setelah hari gelap. Aku yakin mereka tahu bahwa para Hunters akan berusaha menggagalkan ritual sakral mereka.Rute ke arah perbukitan tidaklah terlalu sulit. Tanah disini relatif landai dengan sedikit bebatuan. Tak butuh waktu lama untuk mencapai kaki bukit di ujung utara, sementara lokasi bukit Kanchea masih berjarak sekitar 2 bukit lagi dari tempat kami sekarang. Sepi, tak ada tanda-tanda pergerakan apapun. Aku kha

  • Tiga Cawan Sakti   PART 38

    Aku masih terduduk di tanah saat Elgar menghampiriku. Ia mengulurkan tangannya seperti yang pernah dilakukannya padaku, pertama kali saat kami bertemu. Tatapan matanya masih sama. Dalam dan sejuk. Aku menerima ulurannya dan berdiri. "Kau baik-baik saja kan?" tanyanya khawatir. "Tidak jika kalian tidak datang tepat waktu." ucapku dengan senyum lebar. Alden dan yang lain lantas menuju ke arah kami diikuti Kathleen. "Kau tidak terluka kan? Penyihir itu melemparmu dua kali." kali ini Alden yang menghawatirkanku sambil menggenggam tangan kananku. "Yah...kurasa tulangku sedikit remuk." aku memasang muka masam. Mereka justru tertawa mendengarku. Tentu saja aku hanya bercanda. Meskipun seluruh tubuhku benar-benar terasa sakit sekarang. "Ayo kita ke tempat yang lebih aman. Aku akan mengobati lukamu." ajak Kathleen. "Emm....sepertinya aku juga butuh pengobatan." ujar Marlon seraya mengangkat lengannya yang sedikit terbakar. "Baiklah. Serahkan semuanya padaku." Kathleen tampak hangat dan

  • Tiga Cawan Sakti   PART 37

    Kami menyalakan api untuk menghangatkan diri. Udara di tempat terbuka seperti ini luar biasa dingin. Lokasi kami yang berada di balik bebatuan besar dan dinaungi pohon lebat memang cukup menguntungkan. Setelah menyantap makan malam, Emma mulai membicarakan kejadian penting yang nyaris kulupakan."Aku tak percaya kita mampu mencapai detik ini. Membayangkan kau hampir saja mati karena keputusan ceroboh Chaz Egerton!" Emma memandangku dengan mata bekaca-kaca."Dia termakan hasutan ratu penyihir yang menyamar sebagai Francis Blake." ujarku kesal."Aku heran bagaimana dia bisa punya ide untuk menghancurkan kita dari dalam?" Kingsleigh menimpali."Malam itu aku pernah membahasnya dengan Chaz Egerton dan dia juga memikirkan hal yang sama. Dia mungkin tahu kita menyembunyikan cawan-cawan mereka di Glaze, tetapi dia bisa menyerang secara brutal saja dengan kekuatannya!" "Kalau begitu, mungkin dia yang menemukan cawan itu di rumahmu. Menyamar sebagai Francis Blake dan menghasut orang-orang." t

  • Tiga Cawan Sakti   PART 36

    Beberapa buah perahu kecil ditambatkan di tepi danau semenjak perairan itu mencair kembali di musim semi. Setiap perahu hanya muat untuk dua orang. Kingsleigh lantas menaiki satu perahu untuk dirinya sendiri. Ia memimpin rombongan menyeberang. Alden mendayung di belakang, sementara aku duduk di depan seraya mencelupkan telapak tangan ke air.Meski telah mencapai pertengahan musim semi, airnya masih begitu dingin dan menusuk kulit. Saat Elgar melempar belatiku ke dalamnya, aku lantas melompat ke air tanpa berpikir panjang. Padahal aku merasa takut berjalan di permukaannya saat masih membeku.Mendung-mendung tipis tampak menggantung di langit, namun sinar matahari masih bisa menemukan celahnya untuk sampai ke bumi. Udara semakin menghangat saat perahu-perahu kami hampir mencapai daratan. Kami mengambil rute lain ke arah barat, rute yang hampir sama saat penyerbuan ke Bukit Kanchea.Setelah menyeberangi danau, kami terus berjalan menembus belantara melalui jalan barat yang landai. Tetapi

  • Tiga Cawan Sakti   PART 35

    Ritual gerhana bulan darah tinggal menghitung hari. Meskipun kaum penyihir hanya memiliki cawan api dan kemudaan, sama sekali tidak menghalangi mereka untuk mencari orang-orang yang akan dikorbankan demi ritual gelap mereka. Terutama anak-anak dan remaja. Aku baru saja kembali dari rumah Everscott bersaudara setelah mengubur cawan saat Merliah Stood melapor pada Chaz Egerton. Ia terengah-engah dan menemui Chaz yang baru saja hendak memasuki rumah besar. Melihatnya, aku lantas mendekat. Dua orang remaja, laki-laki dan perempuan berusia enam belas dan tujuh belas tahun diculik oleh seorang penyihir bertanduk dalam perjalanan pulang mereka ke York. Merliah benar. Penyihir dengan wajahnya mengerikan itu, aku pertama kali melihatnya di bukit Kanchea saat misi penyelamatan. Meskipun diantar dengan kereta, penyihir itu mampu membawa dua orang sekaligus. Pengawal mereka pun tak berdaya setelah dilemparkan ke tumpukan kayu oleh si penyihir. Merliah bergegas ke tempatnya berjaga setelah meny

  • Tiga Cawan Sakti   PART 34

    Tim pembawa cawan akan pergi di pagi hari secara sembunyi-sembunyi. Kami tak boleh menarik perhatian siapapun terutama penyihir hitam sebelum seluruh Hunters bersiap. Malam sebelum keberangkatan, reguku mengadakan rapat kecil dengan Ayah dan Chaz Egerton.Kami mengitari papan strategi dan membahas apa saja yang harus dilakukan reguku. Ayah dan Chaz sudah menentukan reruntuhan Benteng Greystone sebagai tempat tujuan. Benteng peninggalan kerajaan di masa lalu yang sudah rusak dan lama tak digunakan.Tetapi strukturnya masih kuat dan terdapat beberapa bagian yang masih utuh untuk dijadikan tempat persembunyian bahkan menjadi tempat bertempur. Marlon sempat tidak setuju karena kami seolah mengumpankan diri ke kumpulan penyihir hitam."Jenderal, sepertinya ini hanya akan membahayakan nyawa kita sendiri. Benteng itu cukup dekat dengan Bukit Kanchea. Jika kita membawa cawan itu kesana, justru penyihir hitam akan merebutnya dengan mudah!""Tak ada pilihan l

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status