Share

PART 9

Penulis: Amma Red
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-04 21:47:17

Willeth tampak sepi saat aku kembali. Sepertinya anggota reguku telah kembali ke markas kecuali Alden. Dari kejauhan aku melihatnya berdiri di dekat bekas rumah penyihir. Dia bergegas menghampiriku setelah aku memanggilnya.

“Darimana saja kau? Apa kau tersesat lagi?” Ia begitu khawatir.

“Begitulah. Aku tersesat setelah mendengar suara-suara aneh. Dan…”

“Dan kau menemui kenalanmu itu lagi?” Alden memotong ucapanku. Aku menghela napas. Rupanya Ia tahu apa yang kupikirkan. 

“Aku tersesat jauh ke utara, dan jika berjalan lurus aku akan mencapai Cornwall. Itu yang kuingat saat kebingungan di tengah hutan. Alden, aku punya sesuatu yang sangat penting.” 

Aku berbisik padanya sambil menunjukkan gulungan kertas di dalam mantel. Sebelum Ia sempat bertanya, aku lantas menarik tangannya dan berlari menuju Glaze.

Pencarian yang tak membuahkan hasil membuat senjataku masih utuh. Kami bergegas ke rumah besar untuk memberitahu semua yang kudapat pada Hunters lain.

Kingsleigh sedang membersihkan senapan dan menyambut kami di depan rumah besar.

“Hai dik, kau sudah menemukannya?” ujarnya pada Alden namun matanya melirik ke arahku.

“Aku sudah bilang Jenna hanya tersesat. Sebagai teman yang setia, aku harus menunggunya.” Jawab Alden seraya menepuk bahu kakaknya yang sedikit lebih pendek darinya. Mungkin hanya selisih satu centi.

Lalu aku mendekati Kingsleigh untuk menunjukkan gulungan kertas itu. Mereka membuka gulungan-gulungan itu dengan tak sabar dan membaca tulisan-tulisan yang hampir pudar. Dengan cepat menemukan penjelasan tentang tempat persembunyian penyihir yang berada di perbukitan.

“Ini menakjubkan Jenna, bagaimana dia bisa tahu semua ini?” Alden berbisik padaku

“Ia bilang mendapat semua informasi itu dari pamannya. Aku juga tak tahu detailnya.” 

“Saat kita memeriksa Willeth, kudengar ada beberapa gadis dan pemuda lain yang diculik. Gadis tadi malam itu bukanlah yang pertama.” ujar Kingsleigh.

“Kalau begitu kita harus segera memberitahu yang lain.”

Kami menunjukkan gulungan itu pada Chaz, dan sudah kuduga dia akan mengajukan banyak pertanyaan. Bagaimana aku bisa mendapatkan semua informasi itu, dari siapa, darimana, dan semua pertanyaan yang harus kujawab. Kubilang aku mendapatkannya dari kenalan yang menolongku saat tersesat di hutan, tanpa memberi tahu nama mereka. Kurasa Chaz dan semua orang tak perlu tahu tentang Elgar dan Kathleen. 

Karena situasi begitu genting, Chaz, ayahku,  dan semua pemimpin regu mulai memikirkan cara untuk membebaskan gadis muda yang diculik. Pencarian kali ini hanya mengerahkan dua puluh orang yang akan mencari tempat persembunyian para penyihir setelah pencarian pertama yang tidak membuahkan hasil, kecuali aku yang berhasil mendapat informasi berharga dari Elgar. 

Reguku dan tiga regu lainnya harus menjaga desa dan Glaze sendiri dari serangan penyihir, karena tak menutup kemungkinan mereka masih mencari korban selanjutnya.

Aku berdiri dan bersandar pada tembok di depan rumah besar sambil menatap bintang di langit yang kali ini terlihat cukup jelas karena salju tak turun. Aku masih terus memikirkan cawan pemberian Elgar. Entah bagaimana mereka berdua bisa memiliki cawan mistis itu. Satu hal yang paling membingungkan adalah ketika aku merasa kehilangan ingatan sejenak. Apakah Elgar telah melakukan sesuatu padaku?

Bahkan saat pertama kali bermalam di rumah mereka, aku seolah tak berdaya melawan perkataan Elgar. Hal sama terjadi setelah aku menatap matanya. Tatapan yang begitu indah, namun juga dalam dan misterius.

Di tengah lamunanku, Alden menepuk bahuku hingga mengejutkanku..

“Kau melamun?” tanyanya penasaran.

“Um... aku hanya... khawatir dengan gadis-gadis yang diculik itu.” Jawabku gugup. Ia tak mengatakan apapun, hanya terdiam sambil berjalan ke halaman berumput. Aku mengikutinya. Kami duduk di rerumputan yang masih basah akibat butiran salju yang mulai mencair. 

“Apa kau cukup dekat dengan pemuda itu?” tanyanya tiba-tiba tanpa menyebut nama Elgar, tapi aku tahu maksudnya.

“Kami tak lebih dari sekedar teman. Elgar pemuda yang sangat baik. Dia menolongku dan memberiku banyak informasi yang sangat berguna bagi kita semua. Kau tak perlu menaruh curiga padanya!”

“Apa selama ini kau tak pernah bertanya-tanya dari mana asalnya, siapa dia, dan kenapa dia bisa tahu semua itu?”

“Baiklah! Dia dan Kakaknya berasal dari perkampungan jauh di utara. Mereka tak punya orang tua dan sempat dibesarkan oleh paman mereka. Karena tanah di daerah itu kurang subur, mereka pindah ke Cornwall. Jika kau berjalan terus dan masuk lebih dalam ke hutan, kau bisa menemukan desa kecil itu. Sepi tapi sangat damai.”

Selama beberapa saat kami saling diam dan aku benar-benar tak ingin membicarakan tentang Elgar. Yang kutahu hanyalah dia pemuda baik yang pernah menolongku dan tinggal di desa kecil bernama Cornwall. Tak lebih dari itu, dan aku tak ingin persahabatanku dengan Alden merenggang karena siapapun dan apapun.

“Alden, aku sangat menyayangimu dan tidak ada seorang pun yang bisa menggantikanmu.” Aku menggenggam tangannya yang lembut dan hangat.

“Aku ingin kita selalu bersama dalam keadaan apapun.”

“Tentu saja.” Kami saling tersenyum dan aku menanyakan sesuatu yang membuatnya agak malu.

“Memangnya kenapa jika aku dan Elgar dekat? Kau takut kehilanganku? Um.. aku tahu kau cemburu.”

Dia tak menjawab selama beberapa saat. “Aku..aku hanya mengkhawatirkanmu. Bisa saja kau mendapat bahaya dari manapun, seperti saat kau dan Emma dikeroyok ratusan burung Gagak.” Jawabnya agak terbata-bata.

“Sebenarnya aku agak takut kalau kau akan menyuruhku berhenti dari pekerjaannku.” 

Alden tertawa mendengar ucapanku. Akhir-akhir ini kami memang jarang menghabiskan waktu bersama karena kesibukan kami. Alden selalu mempunyai kekhawatiran tersendiri jika aku pergi ke Cornwall, walaupun aku tak pernah pergi dengan sengaja ke tempat itu. Alasannya, tentu saja karena aku pemburu payah yang sering tersesat dan menjadi korban kejahilan para penyihir terkutuk itu.

“Hei! Aku teringat sesuatu.” Tiba-tiba aku ingat bahwa aku belum menceritakan gangguan yang kualami sebelum tersesat dan menemukan Cornwall. “Saat aku menelusuri Willeth dengan Marlon, kami berpisah dan aku memeriksa tepi hutan di sekitar Willeth. Lalu suara-suara aneh muncul dan aku mulai mencarinya. Tapi suara itu lenyap dan aku tersesat, anehnya semua jejak kakiku juga hilang!”

“Aneh! Aku tahu jejak sepatumu tak akan hilang dalam tiga hari apalagi di tempat seperti itu.” Alden merasa heran.

“Itu alasan kenapa aku ke Cornwall. Aku hanya berjalan terus dan teringat rute menuju Cornwall.”

Sejenak aku teringat kejadian di rumah itu. “Alden, apa kau pernah mendengar sesuatu semacam…ya…membaca pikiran orang lain?”

“Tentu saja. Biasanya orang-orang dengan kemampuan spiritual tinggi seperti peramal mampu melakukan itu. Atau mungkin mereka yang cerdas.”

“Tidak hanya sekedar membaca, lebih tepatnya mengendalikan pikiran orang lain agar melakukan atau melupakan sesuatu.” Aku berkata dengan ragu.

Alden tampak berpikir sejenak, berusaha mengingat. 

“Aku tak yakin dengan ini, tapi kurasa hanya seseorang dengan kemampuan magis yang sering memanipulasi pikiran orang lain. Kingsleigh pernah memberitahuku. Namanya ‘Kompulsi’. Kenapa kau menanyakan itu?”

“Um…aku melihatnya di salah satu buku di perpustakaan.”

 Entah apa yang kupikirkan benar atau tidak, yang jelas aku merasa ada yang tidak beres dengan Elgar.

***

Setelah beberapa pasukan melakukan pencarian ke pegunugan yang diduga sebagai tempat persembunyian penyihir yang baru, aku, Alden dan semua pemburu yang tak ikut dalam pencarian melakukan penjagaan ketat di desa-desa. Tapi rupanya kami sedikit lengah semalam. Orang-orang berkumpul di dekat pasar dan beberapa orang wanita menangis tersedu-sedu di tengah kerumunan.

Ternyata para penyihir itu berhasil mendapatkan dua korban lagi semalam, seorang laki-laki dan perempuan muda berumur empat belas tahun. Para pemuda itu diculik saat petang dan kejadiannya begitu cepat. Hanya remaja laki-laki berumur lima belas tahun bernama Tommy yang melihat kejadian itu. Ia berteriak memanggil orang tuanya, namun penyihir itu menghilang begitu cepat. 

Kami menanyainya tentang kejadian sebenarnya karena hanya dia satu-satunya orang yang tahu. Ia bilang penyihir yang menculik kedua anak itu berwajah cantik dan memiliki rambut coklat yang bergelombang.

Sebelumnya, Ia pergi keluar dengan kedua pemuda itu, lalu seorang wanita cantik mendatanginya. Wanita itu menawari minuman pada mereka, dan memaksa mereka meminumnya. Namun Tommy menolaknya karena tak mau percaya begitu saja. 

Setelah meminum ramuan itu, kedua temannya pingsan dan Ia berteriak. Dengan secepat kilat penyihir cantik itu menghilang dengan membawa kedua temannya yang pingsan.

Mendengar pengakuan dari Tommy, aku mulai merasa curiga. Wanita cantik berambut coklat dan bergelombang, aku menduga penyihir itu menyamar menjadi apapun termasuk wanita cantik. Aku tahu bahwa kebanyakan penyihir hitam memiliki fisik yang jelek dan mengerikan, karena rata-rata mereka sangat tua dan telah berumur ratusan tahun. Kecantikan serta kekuatan yang mereka dapatkan adalah dari hasil melakukan berbagai ritual yang memakan korban.

Aku menarik Alden keluar dari kerumunan.

“Hanya satu malam saja dan kita kecurian! Aku merasa sangat bodoh!” aku merasa begitu bersalah.

“Aku tahu, kita memang kurang melakukan penjagaan. Tapi Jenna, hanya penyihir tertentu yang bisa menyamar menjadi wanita cantik seperti itu. Rata-rata mereka yang punya kemampuan The Violets.” Alden terlihat gemetar.

Emma bergabung dengan kami berdua dan menimpali ucapan Alden.

“Kau benar Alden. Kurasa para penyihir dan The Violets mereka telah kembali. Penyihir-penyihir biasa butuh waktu sedikit lama untuk kabur, seperti yang dilihat Jenna malam itu. Tapi penyihir dengan kemampuan Teleportasi, bukan penyihir sembarangan.”

Pemikiranku sedikit berbeda dengan Emma, karena aku punya kecurigaan lain.

“Kemungkinan pertama, dia memang penyihir yang bisa menyamar. Tapi yang kedua, bisa saja memang dia seorang penyihir yang masih muda. Jadi wajar saja jika dia cantik.” ujarku.

Alden dan Emma terdiam, berpikir keras. Emma lalu kembali ke kerumunan dan mencoba menenangkan mereka yang masih panik. 

Seseorang yang tak kusukai, Francis Blake, muncul dan menimpali pembahasan kami.

“Situasi disini akan kembali rumit seperti dulu, Goldwine. Aku tak yakin apakah sahabat tercintamu itu benar-benar membunuh penyihir paling kuat seperti yang dia katakan.” Ujar Francis dengan raut menyebalkan. Sementara Alden hanya memalingkan muka.

“Pengecut sepertimu mana tau apa yang terjadi setelah bersembunyi di balik selimut!” jawabku dengan senyuman kecut.

“Ohh….aku masih punya mata dan telinga. Tanyakan saja padanya, mungkin dia hanya mau bicara jujur denganmu.”

Aku tak menggubris ucapannya dan menarik Alden menjauh. Suasana desa cukup ramai. Aku melihat ke sekeliling saat seorang gadis berambut coklat dengan kepangan gelung yang rumit, keluar dari toko dengan membawa sebuah kantong. Aku tak asing dengan gadis itu, Kathleen. Ia mengenakan mantel hitam panjang dengan tudung menutupi kepalanya. Namun wajahnya tetap terlihat jelas dan tudung mantelnya terbuka karena tiupan angin. 

Ia berjalan dengan cepat meninggalkan keramaian dan menjauh dari desa. Aku tak bisa menahan diriku dan diam-diam mengikutinya. Alden melihatku berlari dan dengan cepat mengejarku.

“Jenna, mau kemana kau?”

“Jangan berisik! Aku sedang mengikuti seseorang. Jika kau tak ingin ikut, tunggu disini saja. Aku akan segera kembali.” Aku bergegas mengikuti Kathleen tanpa terlalu memedulikan Alden yang sedikit kebingungan.

“Tunggu Jenna! Siapa yang sedang kau ikuti, dan kenapa?”

“Akan kujelaskan nanti, tak ada waktu lagi. Aku bisa kehilangan jejaknya.”

Alden hanya diam dan mengikutiku di belakang. Terkadang kami berhenti dan sesekali bersembunyi karena jarak kami terlalu dekat dengannya. Setelah menjauh dari desa, Ia mulai memasuki hutan dan kami terus mengikutinya. 

Rute yang dilalui Kathleen hampir sama seperti yang kulewati setiap kali tersesat ke Cornwall. Akhirnya kami sampai di depan turunan tajam dimana aku pernah terjatuh. Kathleen bisa melewatinya dengan mudah tanpa terpeleset. Saat aku mulai menjejakkan kakiku untuk turun, Alden memegang tanganku.

“Apa kita harus turun?” Alden terlihat tak yakin. 

“Tentu saja. Kita harus mengikutinya sampai kita tahu dimana dia berhenti. Dia menuju ke Cornwall.”

“Tidak! Ini terlalu beresiko. Kau memang pernah bercerita tentang Cornwall, tapi kita tak bisa ke tempat itu sekarang.”

“Baiklah! Kau bisa kembali atau menungguku disini. Aku bisa turun sendiri.” Aku tetap bersikeras.

Tanpa menghiraukan Alden, aku menuruni tanah yang cukup terjal dengan berpegangan pada rerumputan yang cukup tinggi. Alden mengikutiku turun, dan setelah sampai di bawah, Ia memegang tubuhku dengan erat dan membalikkan tubuhku.

“Jenna, kenapa kau begitu bersikeras? Aku tak mau kau terlibat dalam bahaya! Kita kembali sekarang!” Ia menarik tanganku dengan keras.

“Lepaskan!” aku menarik tanganku dari genggamannya. “Alden, ada sesuatu yang tak bisa kuceritakan sebelum aku benar-benar memastikannya sendiri. Karena disini berbahaya, maka kau bisa pilih untuk kembali ke desa atau ikut denganku. Dan kau bisa menunggu di dekat gerbang masuk Cornwall.”

Kami berjalan cepat melewati permukaan danau. Sepertinya danau itu akan tetap membeku sampai musim dingin berlalu. Sejak pertama kali ke tempat ini, danau tersebut sama sekali tak berubah. Sesuai kesepakatan, Alden menungguku di dekat gerbang masuk Cornwall dan hingga aku keluar dari rumah dua bersaudara itu.

Bab terkait

  • Tiga Cawan Sakti   PART 10

    Aku mengetuk pintu rumah Kathleen seolah berkunjung seperti biasa, dan aku akan berpura-pura tidak tahu bahwa dia baru saja pergi ke desa. Aku mengetuk pintu berkali-kali, tapi sama sekali tak ada jawaban. Tiba-tiba, pintu itu membuka sendiri tanpa ada siapapun yang membukanya. Aku melihat ke dalam dan masuk dengan hati-hati. Suasana rumah itu sangat sepi walaupun Kathleen baru saja masuk.“Elgar, Kathleen! Dimana kalian? Aku Jenna.”Aku terus memanggil nama mereka, namun tetap saja tak ada jawaban. Lalu terdengar suara-suara di lantai atas. Tanpa berpikir panjang aku menaiki tangga dan menemukan Elgar berdiri disana.“Elgar, aku memanggilmu sejak tadi. Tapi tak ada jawaban.” ujarku pelan dan agak ragu-ragu.“Kau kembali Jenna.” ucapannya pelan dan tak seperti biasanya. Mungkin dia tak senang dengan kedatanganku.“Um...Elgar, aku..aku ingin mengatakan sesuatu.” Sebelum sempat melanju

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-04
  • Tiga Cawan Sakti   PART 11

    epalaku terasa pening serta pandanganku tampak kabur. Leherku terasa sakit setelah sebuah benda menghantamku dengan keras. Aku duduk bersandar pada sebuah kursi dengan tangan terikat dalam sebuah ruangan yang terlihat seperti gudang. Beberapa kotak kayu terlihat menumpuk di pojok ruangan dan penuh dengan sarang laba-laba. Debu memenuhi seluruh ruangan hingga membuat tenggorokanku terasa gatal.Ruangan ini begitu dingin tanpa perapian atau satupun lampu yang menggantung di dinding. Kemudian terdengar langkah kaki dari tangga pendek yang menuju ke pintu ruangan ini. Aku sudah bisa menebaknya, Elgar masuk dan membawa senapan serta pedangku lalu meletakkannya di depanku.“Kau sudah sadar?” Ia bertanya tanpa melihat wajahku.“Lepaskan aku! Kenapa kau menyekapku di ruangan sempit ini?” aku bicara dengan pelan tanpa meronta atau berusaha melakukan perlawanan sedikitpun.“Kami terpaksa melakukannya karena kau begitu brutal tadi. Aku tak bermaksud melukaimu dengan kayu itu.

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-24
  • Tiga Cawan Sakti   PART 12

    Aku membawa dua senjata andalan, senapan dan belati. Kathleen membawa beberapa buah anak panah dengan busurnya. Kami menuju ke gerbang tempat Alden menunggu. Sayangnya Ia tak ada disana.“Alden...Alden..apa kau masih disini?” aku terus memanggil namanya dan berjalan menjauh dari Cornwall. Tumpukan salju masih saja tebal seperti biasanya, dan permukaan tanah masih tertutup sepenuhnya. Aku berjalan dengan pelan di permukaan tanah yang licin dan merasa ujung sepatu bootku menginjak sebuah benda tipis dan panjang.Aku mengambil benda itu yang merupakan potongan anak panah, pangkalnya hilang dan ujungnya gosong karena terbakar. Entah kenapa aku merasa bahwa Alden dalam bahaya. Aku melempar anak panah itu dan berlari mecari Alden sambil terus meneriakkan namanya. Tiba-tiba Kathleen menemukan sesuatu.“Jenna, lihat!” Ia menemukan sebuah mantel hitam dan tak salah lagi itu benar-benar milik Alden. Mantel itu terlihat lusuh dan ada bekas terbakar. Aku memeluk mantel itu dan me

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-24
  • Tiga Cawan Sakti   PART 13

    Dua hari setelah diterjunkan, pasukan pencari dari Glaze tak kunjung kembali dan tak ada kabar apapun dari mereka. Ayahku sendiri juga tak tahu apa yang terjadi pada mereka. Jadi tanpa komando dari siapapun, pasukan kecil kami yang hanya terdiri dari empat orang mulai menuju ke tempat persembunyian para penyihir secara diam-diam.Aku dan Alden membawa senapan lengkap dengan serenteng peluru, pedang serta puluhan anak panah yang telah dilumuri racun. Elgar dan Kathleen punya sihir untuk melindungi diri. Aku benar-benar percaya pada mereka berdua dan aku yakin mereka tak akan menghianatiku.“Apa kalian siap?” tanyaku pada yang lain.“Tentu saja.” Kami mengenakan mantel hitam dan berjalan meninggalkan Cornwalll. Sekilas desa kecil itu benar-benar tampak sunyi dengan rumah-rumah kecil yang agak berjauhan. Tetapi tempat cukup aman sebelum Alden diserang di dekat gerbang.Setelah berminggu-minggu, hutan Cornwall masih diselimuti salju teba

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-24
  • Tiga Cawan Sakti   PART 14

    Kemudian seorang wanita cantik yang berdiri di belakangnya maju ke depan seraya mengacungkan sebuah belati ke langit. Sepertinya dia adalah ratu dari seluruh penyihir hitam.“Saudara-saudaraku, malam ini akan menjadi awal dari kejayaan kita! Kita tak perlu lagi bersembunyi dan akan jadi lebih kuat dengan darah mereka!” ujarnya dengan tertawa dan menunjuk anak-anak serta para pemburu Glaze yang menjadi tawanan. Ia mengacungkan jari teunjuknya dan mengeluarkan sebuah sihir yang sangat mematikan, the violets.“Malam ini adalah purnama terakhir dalam seratus tahun. Waktu yang paling tepat untuk memulai kehidupan baru. Aku Ratu Millorick dan kerajaan sihirku akan menjadi penguasa terkuat dan tak terkalahkan!” Dia berteriak dan diikuti suara riuh dari penyihir-penyihir lain yang mengerikan.Ia mengeluarkan sebuah benda yang sudah kuduga sebelumnya, yaitu cawan perak. Millorick memiliki cawan api, sementara dua cawan lainnya masih tersimpan dengan aman di Glaze.“Ta

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-24
  • Tiga Cawan Sakti   PART 15

    Peyelamatan berhasil setelah Alden membebaskan beberapa Hunters yang dikurung. Serangan Elgar dan kathleen juga berhasil membuat pasukan penyihir kocar-kacir. Beberapa menemui ajal mereka dan sebagian melarikan diri termasuk si penyihir bertanduk dan penyihir dengan ekor kalajengking.Millorick menghilang setelah terkena panah Kathleen. Ia terluka, tentu saja, tetapi seolah tidak terlalu peduli dengan ritual semalam. Cawan keabadian yang Ia butuhkan tak ada disana, dan nasib para penyihir lainnya, sepertinya tak begitu penting baginya.Setelah penyelamatan kami kembali ke Cornwall. Semuanya jadi lebih rumit. Elgar dan Kathleen sendiri masih tak mengerti bagaimana aku bisa kebal terhadap serangan Millorick. Aku bukanlah seseorang yang memiliki darah penyihir, apalagi penyihir hitam. Semua orang tahu itu.Aku berdiri di depan jendela yang penuh dengan tanaman merambat di lantai dua. Ruangan ini masih terasa dingin walaupun jendela telah ditutup. Hamparan tanah lua

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-24
  • Tiga Cawan Sakti   PART 16

    Ini sudah kali ketiga aku berkelahi dengan Francis hingga mendekam di jeruji besi. Ayahku sudah terbiasa dengan ini dan Chaz mulai bosan menghukum kami dengan cara yang sama. Tetapi aku berani bersumpah, Francis lah yang selalu memulai masalah. Kedengkiannya padaku sudah mengalir dalam darahnya.Sel kami saling berseberangan, hanya saja aku berada lebih dekat dengan pintu masuk. Sementara Francis berada di ujung kanan namun aku masih bisa melihatnya. Penjaga memberikan kasur bulu dan selimut untuk kami. Secara diam-diam Alden menitipkan bantal kesukaanku pada si penjaga. Francis sepertinya tidak tahu. Jika melihatnya, Ia pasti akan mengintimidasiku lagi.Aku tidur nyenyak dan merasa hangat sekalipun penjara ini cukup dingin sebetulnya. Si penjaga membebaskan kami sesaat sebelum fajar. Akhirnya Francis melihat bantal yang kubawa dan mulai mengomel.“Dasar anak manja! Selalu memanfaatkan posisi ayahnya untuk memperoleh keistimewaan. Francis menyilangkan tangan di bahu. Ia mel

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-24
  • Tiga Cawan Sakti   PART 17

    Untuk malam ini aku kembali mendekam di penjara yang sama setelah beberapa jam terbebas dan sempat merasakan udara segar. Cawan perak pemberian Elgar itu adalah salah satu dari tiga benda berharga milik penyihir. Aku merasa begitu bodoh.Elgar memang memberikannya padaku agar cawan perak itu disimpan di tempat yang paling aman, yaitu Glaze. Entahlah… semuanya begitu rumit. Kepalaku sakit memikirkan nasibku setelah ini.Aku bersandar pada tembok dan memeluk lutut untuk mengurangi hawa dingin. Tempat ini benar-benar kejam. Asap mengepul dari mulutku tiap kali menghembuskan napas. Aku berusaha untuk memejamkan mata walaupun aku tahu tak ada seorang pun yang mampu tertidur dalam keadaan seperti ini. Kemudian terdengar suara-suara kecil di sekitar.Sebuah bayangan hitam masuk melalui pintu utama, kemudian berhenti dan menunjukkan dirinya. Alden datang dengan membawa matras, bantal kecil dan selimut tebal serta secangkir teh panas. Ia memberikannya padaku melalui cela

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-24

Bab terbaru

  • Tiga Cawan Sakti   PART 42

    15 tahun kemudian Menjelang gerhana bulan beberapa hari lagi, Glaze mengirim para Hunters untuk memperketat penjagaan di York dan Carvage. Tetapi setiap misi tak terasa seperti dulu. Aku tak lagi satu tim dengan Alden setelah kami menjadi kapten di tim masing-masing. Emma telah berhenti karena cidera yang didapatkannya dua tahun lalu dan sekarang beralih menjadi pelatih. Marlon telah pindah ke kota lain dan berhenti dari pekerjaannya, mencari kehidupan yang lebih tenang. Kingsleigh begitu sibuk dengan urusannya setelah menggantikan Komandan Egerton. Meskipun Millorick dan kaumnya telah hancur lima belas tahun lalu, bukan berarti para penyihir itu lenyap untuk selamanya. Mereka masih terus muncul dan berbuat keonaran walau tak sebrutal dulu dan tanpa ketiga cawan sakti mereka. Aku masih menjalankan tugas bersama keempat anggota tim ku. Menyusuri hutan Greenleaves yang sunyi dan bersalju. Suara-suara mencurigakan menggema di antara pepohonan, membuatku tertarik untuk menemukan sumbe

  • Tiga Cawan Sakti   PART 41

    Hari sudah mulai terang dan sesuai kesepakatan aku akan keluar lebih dulu. Elgar menawarkan dirinya untuk mengambil alih cawan keabadian. "Sebaiknya aku saja yang membawa cawan itu. Jika Millorick menemukanmu, dia pasti tidak akan ragu membunuhmu demi benda terkutuk itu." ujarnya. "Kau yakin? Dulu kau menyerahkannya padaku, apa kau benar-benar ingin mengambilnya lagi?" aku merasa tak yakin. "Ini demi keselamatanmu Jenna. Saat itu aku memberikannya padamu agar benda itu tersimpan dengan aman di Glaze. Tetapi keadaan sudah berubah. Lagipuls aku punya kemampuan melindungi diri." "Baiklah." Aku memberikan cawan itu padanya. "Jaga dirimu!" Aku bergegas meninggalkan belukar tempat kami bersembunyi lalu berjalan ke arah sungai tempat kami terjatuh. Tak ada siapapun di tempat ini. Tebing di seberang juga tampak sepi. Entah kemana perginya para penyihir dan Hunters yang lain. Seharusnya ritual gerhana bulan darah sudah pasti gagal mengingat Millorick belum berhasil mendapatkan cawan ke

  • Tiga Cawan Sakti   PART 40

    Elgar mengayunkan tangan kanannya. Telapak tangannya memancarkan cahaya kekuningan yang membuat penyihir itu terjerembab. Tak cukup dengan satu penyihir, tiga orang lainnya meluncur ke arah kami. Aku dan Elgar meninggalkan benteng dan berlari sejauh mungkin. Salah satu dari mereka mencoba menerkamku. Dengan refleks yang cepat, aku menembakkan pistol padanya dan sebuah peluru menembus dadanya. Sementara dua penyihir lainnya masih terus mengejar. Kami sampai di tepi tebing dengan sungai besar di bawah sana. Aku dan Elgar terpojok, sedangkan kedua penyihir itu terus mendekati kami. "Jika kau berikan cawan-cawan kami, aku akan memberi kesempatan kalian untuk hidup." ujar salah satu penyihir. "Aku lebih baik mati daripada memberikan cawan-cawan itu pada kalian!" Elgar terdengar ketus. "Kepercayaan dirimu sangat bagus penyihir putih. Apalagi sihirmu yang lucu itu." penyihir itu meremehkan kekuatan Elgar. "Berikan cawannya sekarang!" dia mulai marah. Elgar menggenggam tanganku. "Tidak

  • Tiga Cawan Sakti   PART 39

    Matahari mulai menghilang di balik perbukitan, meninggalkan seberkas sinar oranye kekuningan yang semakin menipis. Belum sepenuhnya tenggelam, dan langit belum sepenuhnya gelap. Kami mulai bersiap meninggalkan benteng dengan persenjataan lengkap. Senapan beserta belati di sepatu seperti biasa. Elgar dan Kathleen memegang panah masing-masing dan beberapa anak panah yang dilumuri racun."Kita keluar sekarang!" Kingsleigh memberi aba-aba dan memimpin kami keluar benteng. Berjalan mengendap endap seraya mengawasi sekitar. Penyihir-penyihir disana pasti mulai mengawasi kami setelah hari gelap. Aku yakin mereka tahu bahwa para Hunters akan berusaha menggagalkan ritual sakral mereka.Rute ke arah perbukitan tidaklah terlalu sulit. Tanah disini relatif landai dengan sedikit bebatuan. Tak butuh waktu lama untuk mencapai kaki bukit di ujung utara, sementara lokasi bukit Kanchea masih berjarak sekitar 2 bukit lagi dari tempat kami sekarang. Sepi, tak ada tanda-tanda pergerakan apapun. Aku kha

  • Tiga Cawan Sakti   PART 38

    Aku masih terduduk di tanah saat Elgar menghampiriku. Ia mengulurkan tangannya seperti yang pernah dilakukannya padaku, pertama kali saat kami bertemu. Tatapan matanya masih sama. Dalam dan sejuk. Aku menerima ulurannya dan berdiri. "Kau baik-baik saja kan?" tanyanya khawatir. "Tidak jika kalian tidak datang tepat waktu." ucapku dengan senyum lebar. Alden dan yang lain lantas menuju ke arah kami diikuti Kathleen. "Kau tidak terluka kan? Penyihir itu melemparmu dua kali." kali ini Alden yang menghawatirkanku sambil menggenggam tangan kananku. "Yah...kurasa tulangku sedikit remuk." aku memasang muka masam. Mereka justru tertawa mendengarku. Tentu saja aku hanya bercanda. Meskipun seluruh tubuhku benar-benar terasa sakit sekarang. "Ayo kita ke tempat yang lebih aman. Aku akan mengobati lukamu." ajak Kathleen. "Emm....sepertinya aku juga butuh pengobatan." ujar Marlon seraya mengangkat lengannya yang sedikit terbakar. "Baiklah. Serahkan semuanya padaku." Kathleen tampak hangat dan

  • Tiga Cawan Sakti   PART 37

    Kami menyalakan api untuk menghangatkan diri. Udara di tempat terbuka seperti ini luar biasa dingin. Lokasi kami yang berada di balik bebatuan besar dan dinaungi pohon lebat memang cukup menguntungkan. Setelah menyantap makan malam, Emma mulai membicarakan kejadian penting yang nyaris kulupakan."Aku tak percaya kita mampu mencapai detik ini. Membayangkan kau hampir saja mati karena keputusan ceroboh Chaz Egerton!" Emma memandangku dengan mata bekaca-kaca."Dia termakan hasutan ratu penyihir yang menyamar sebagai Francis Blake." ujarku kesal."Aku heran bagaimana dia bisa punya ide untuk menghancurkan kita dari dalam?" Kingsleigh menimpali."Malam itu aku pernah membahasnya dengan Chaz Egerton dan dia juga memikirkan hal yang sama. Dia mungkin tahu kita menyembunyikan cawan-cawan mereka di Glaze, tetapi dia bisa menyerang secara brutal saja dengan kekuatannya!" "Kalau begitu, mungkin dia yang menemukan cawan itu di rumahmu. Menyamar sebagai Francis Blake dan menghasut orang-orang." t

  • Tiga Cawan Sakti   PART 36

    Beberapa buah perahu kecil ditambatkan di tepi danau semenjak perairan itu mencair kembali di musim semi. Setiap perahu hanya muat untuk dua orang. Kingsleigh lantas menaiki satu perahu untuk dirinya sendiri. Ia memimpin rombongan menyeberang. Alden mendayung di belakang, sementara aku duduk di depan seraya mencelupkan telapak tangan ke air.Meski telah mencapai pertengahan musim semi, airnya masih begitu dingin dan menusuk kulit. Saat Elgar melempar belatiku ke dalamnya, aku lantas melompat ke air tanpa berpikir panjang. Padahal aku merasa takut berjalan di permukaannya saat masih membeku.Mendung-mendung tipis tampak menggantung di langit, namun sinar matahari masih bisa menemukan celahnya untuk sampai ke bumi. Udara semakin menghangat saat perahu-perahu kami hampir mencapai daratan. Kami mengambil rute lain ke arah barat, rute yang hampir sama saat penyerbuan ke Bukit Kanchea.Setelah menyeberangi danau, kami terus berjalan menembus belantara melalui jalan barat yang landai. Tetapi

  • Tiga Cawan Sakti   PART 35

    Ritual gerhana bulan darah tinggal menghitung hari. Meskipun kaum penyihir hanya memiliki cawan api dan kemudaan, sama sekali tidak menghalangi mereka untuk mencari orang-orang yang akan dikorbankan demi ritual gelap mereka. Terutama anak-anak dan remaja. Aku baru saja kembali dari rumah Everscott bersaudara setelah mengubur cawan saat Merliah Stood melapor pada Chaz Egerton. Ia terengah-engah dan menemui Chaz yang baru saja hendak memasuki rumah besar. Melihatnya, aku lantas mendekat. Dua orang remaja, laki-laki dan perempuan berusia enam belas dan tujuh belas tahun diculik oleh seorang penyihir bertanduk dalam perjalanan pulang mereka ke York. Merliah benar. Penyihir dengan wajahnya mengerikan itu, aku pertama kali melihatnya di bukit Kanchea saat misi penyelamatan. Meskipun diantar dengan kereta, penyihir itu mampu membawa dua orang sekaligus. Pengawal mereka pun tak berdaya setelah dilemparkan ke tumpukan kayu oleh si penyihir. Merliah bergegas ke tempatnya berjaga setelah meny

  • Tiga Cawan Sakti   PART 34

    Tim pembawa cawan akan pergi di pagi hari secara sembunyi-sembunyi. Kami tak boleh menarik perhatian siapapun terutama penyihir hitam sebelum seluruh Hunters bersiap. Malam sebelum keberangkatan, reguku mengadakan rapat kecil dengan Ayah dan Chaz Egerton.Kami mengitari papan strategi dan membahas apa saja yang harus dilakukan reguku. Ayah dan Chaz sudah menentukan reruntuhan Benteng Greystone sebagai tempat tujuan. Benteng peninggalan kerajaan di masa lalu yang sudah rusak dan lama tak digunakan.Tetapi strukturnya masih kuat dan terdapat beberapa bagian yang masih utuh untuk dijadikan tempat persembunyian bahkan menjadi tempat bertempur. Marlon sempat tidak setuju karena kami seolah mengumpankan diri ke kumpulan penyihir hitam."Jenderal, sepertinya ini hanya akan membahayakan nyawa kita sendiri. Benteng itu cukup dekat dengan Bukit Kanchea. Jika kita membawa cawan itu kesana, justru penyihir hitam akan merebutnya dengan mudah!""Tak ada pilihan l

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status