Dua bulan berlalu sejak pernikahan Anna dan Edgar dilaksanakan, namun mereka masih belum melakukan kewajiban mereka sebagai sepasang suami-istri. Meskipun begitu, Anna tidak menyerah dan tetap melakukan segala cara agar Edgar mau melakukannya. Ya, walaupun Edgar tidak peka dan terus mengabaikannya."Ada apa dengan wajahmu? Kau terlihat seperti seseorang yang depresi."Bukan tanpa sebab Grace mengatakan itu, Anna memang telihat putus asa dengan wajahnya yang tampak layu seperti bunga yang tidak pernah disiram."Apa kau sedang ada masalah dengan Profesor Edgar? Kalian bertengkar?"Lagi-lagi Grace bertanya meskipun Anna tidak menjawab pertanyaan yang sebelumnya. Grace sangat penasaran mengenai sahabatnya yang belum lama menikah itu. Sebab, Anna tidak pernah menceritakan apa pun tentang kehidupannya setelah menikah."Haaaaa~~aah ...." Anna menghela napas panjang. "Tidak ada yang bisa aku ceritakan padamu, Grace."'Karena ini me
Sebelum Edgar menyelesaikan perkataannya, Anna terlebih dahulu membungkam mulut Edgar dengan menciumnya dan membuat Edgar terdiam."Lakukanlah sesukamu, Ed. Jangan menahannya lagi."Anna dan Edgar kembali menyatukan bibir mereka. Saling memagut bibir satu sama lain dengan hasrat yang menggebu-gebu."Aku tidak akan melepaskanmu, Anna," ucap Edgar dengan suara parau.Bosan bermain bibir, Anna mempersilahkan Edgar untuk menyentuh area lain. Kali ini Anna mengerang beberapa kali setelah Edgar menjamah leher jenjangnya dan membuat tanda kemerahan di sana.Semakin lama, Edgar semakin memanjakan Anna dengan semua keahliannya. Menjilat, mengigit, bahkan meremas, Edgar melakukan semua hal itu kepada Anna. Namun, pria itu masih dalam keadaan mabuk saat melakukannya."Lepaskan bajumu, Sayang~" lirih Edgar di telinga Anna.Menuruti perkataan Edgar, Anna melepaskan piyama yang dia pakai dan menunjukkan tubuhnya
Edgar mengenakan pakaiannya. Dia pun membantu Anna berpakaian meskipun Anna masih belum sadar dari tidurnya. Setelah membereskan kekacauan di kamarnya, Edgar segera menghubungi dokter pribadi keluarga Dominic untuk datang dan memeriksa kesehatan Anna. Dia takut terjadi hal buruk pada istrinya. "Dokter, bagaimana keadaan Anna?" "Dia kelelahan dan terdapat banyak luka lebam di tubuhnya. Apa kau yang melakukannya?" Dokter pribadi keluarga Dominic adalah teman baik ayah Edgar. Dokter itu mengetahui tentang trauma yang Edgar alami karena dia adalah orang yang menangani dan merawat Edgar setelah kejadian penculikan di masa lalu. "Aku tidak tahu ... aku tidak mengingatnya," lirih Edgar dengan wajah merasa bersalah. "Apa kau tidak ingin mempertimbangkan tawaranku untuk pergi ke psikiater? Kau sakit, Ed. Kau harus sembuh, setidaknya demi istrimu." Edgar terdiam, matanya melihat ke arah Anna yang terbaring tak berdaya. "Aku akan memikirkannya." "Lebih baik kau jujur pada istrimu mengena
Anna melepaskan pelukannya dan berganti memegang tangan Edgar. "Aku tidak peduli jika harus menjadi korban dari kelainanmu, Ed. Itu lebih baik daripada kau mencari wanita lain untuk melampiaskan hasratmu yang tidak tuntas padaku. Jangan menahannya lagi, Ed." Membayangkan Edgar tidur dengan wanita lain karena tidak ingin menyakiti Anna saja sudah membuat Anna merinding. Jangan sampai itu terjadi! "Badanku terasa lengket dan aku ingin mandi. Tolong bantu aku berjalan, Ed. Aku masih merasa nyeri di bawah sana." Seperti yang orang-orang katakan, ketika selaput dara wanita robek untuk pertama kalinya oleh seorang pria, rasanya sangat menyakitkan! Anna sudah merasakan itu sekarang. "Maaf," lirih Edgar. Lagi-lagi Edgar meminta maaf dan menyalahkan dirinya sendiri atas semua yang terjadi pada Anna. Set! Dalam sekejap, Edgar menggendong Anna di depan dada. Pria itu membawa Anna masuk ke dalam kamar mandi dan menyiapkan air hangat di bathtub. "Aku sudah menyiapkan semuanya. Nikmat
"Hn, aku suami yang sangat mencintai istrinya." Edgar tersenyum tipis. "Maaf karena merepotkanmu." "Aku maafkan karena kau suamiku." Karena pria lebih kuat daripada wanita, Edgar lebih cepat pulih dari demamnya setelah meminum obat dan dikompres beberapa kali. "Demamnya sudah turun. Kurasa kau sudah bisa bergerak bebas, Ed." "Kau salah, aku masih sedikit lemas. Jika saja aku mendapat sebuah ciuman, mungkin tenagaku akan kembali." Bisa-bisanya Edgar bercanda setelah sembuh dari demam, namun Anna bersyukur karena suaminya sudah sehat kembali, bahkan sudah bisa membuat lelucon konyol. Cup! Sebuah kecupan ringan mendarat di bibir Edgar, membuat pria itu tak bisa menahan seringainya. Entah mengapa dia rindu dengan suasana seperti ini, suasana yang penuh cinta dan kemesraan. Hatinya merasa bersalah karena tidak berkata jujur pada Anna mengenai kelainan yang berasal dari trauma masa lalunya. "Sepertinya aku tidak mengatakan kecupan, tapi ciuman. Jadi, yang barusan tidak dihitung k
"Ed, jangan begitu!" Anna mencoba menenangkan Edgar agar tidak berbicara yang aneh-aneh pada ibunya sendiri. "Ibu tidak mengerti kenapa kau jadi sensitif seperti ini. Memangnya salah jika Ibu ingin tahu kegiatan kalian saat di apartemen?" Sebenarnya Anna sedikit bingung dengan kegiatan yang dimaksud Lucia, mertuanya. Padahal semua yang mereka lakukan tidak jauh berbeda saat sebelum mereka menikah, terkecuali tidur bersama. "Baiklah! Aku mengizinkan Ibu menginap di sini, tapi jangan menganggu Anna. Anna perlu banyak istirahat dan waktu luang untuk belajar, dia masih kuliah." Lucia tersenyum lembut. Dia bangga pada Edgar karena memperlakukan istrinya dengan baik. Sepertinya Anna sangat berharga untuk putra sulungnya itu. "Ah! Apa kalian sudah makan makan? Ibu memasak banyak hari ini." Anna sempat mengira kalau tas yang dibawa mertuanya adalah pakaian ganti, namun ternyata isinya makanan! Karena Anna dan Edgar mengalami demam di hari yang sama, mereka tidak sempat memasak dan han
Anna masih mengingat ucapan Kevin saat acara makan malam di kediaman Dominic. Saat itu Kevin mengatakan bahwa Edgar memiliki penyakit akibat trauma masa lalunya dan meminta Anna untuk membantu menyembuhkannya.Sebelumnya Anna berpikir kalau Edgar memiliki penyakit kronis, namun ternyata penyakit yang di maksud Kevin adalah sebuah kelainan seksual."Anna, apa yang kau pikirkan?"Edgar menepuk pelan bahu Anna hingga lamunannya buyar."A-apa? Aku hanya sedang berpikir bagaimana caranya agar hamil anak kembar," ujar Anna berbohong."Anak kembar?" Ucap Edgar dan Lucia serempak.Untuk mengalihkan pembicaraan, Anna sontak berdiri dan membereskan piring-piring kotor di atas meja."Kalian sudah selesai makan? Kalau begitu aku akan membereskannya."Anna kemudian membawa piring-piring kotor itu ke dalam wastafel dan mencucinya hingga bersih. Dia sengaja membuat dirinya sibuk agar terhindar dari pembicaraan sepu
Pukul 07.15 pagi, baik Anna maupun Edgar sudah rapi dengan penampilan mereka. Anna memiliki jadwal kuliah di pagi hari, sedangkan Edgar adalah dosen bergelar profesor yang menjadi salah satu pengajar di kelas Anna. Oleh sebab itu, mereka selalu berangkat bersama menuju kampus. "Kita sarapan di luar saja, waktunya sudah tidak cukup!" Anna melihat jam tangan di pergelangan tangannya. "Hn. Terserah padamu, Sayang." Keluar dari kamar, Anna terkejut karena Lucia tengah merapikan meja makan. Di sana sudah tersedia banyak sekali menu sarapan. Tampaknya ibu mertuanya sudah bangun lebih dahulu dan memasak. "Ibu? Apa Ibu yang memasak semua ini? Harusnya Ibu beristirahat saja, kami bisa sarapan di luar nanti." Anna merasa tidak enak hati karena telah merepotkan Lucia yang notabene-nya adalah tamu di apartemennya dan Edgar. Seharusnya Anna yang menyiapkan sarapan, bukan ibu mertuanya. "Tidak apa-apa. Lagi pula, Ibu ak