Sementara itu jauh dari kerajaan Nirwana, sebuah Puri berdiri diatas gunung Naga. Itu adalah tempat pengasingan bagi dewa yang melakukan kesalahan fatal. Seorang pria terlihat sedang bermain dengan seekor Jinx hewan peliharaannya. Jinx salah satu hewan ajaib menyerupai harimau putih bersayap yang ukurannya setinggi pria itu. Dia adalah sang dewa perang Aslan Falan yang juga saudara dari sang kaisar Ryu Damian. Seorang dewa kecil tiba-tiba menghampirinya yang membuat ia menghentikan kegiatannya.
”Tuan, hamba mendengar kabar sedang ada keributan di istana awan.” Pria itu adalah Reyes dewa kecil yang menjaga gunung Naga.
”Istana awan? Aku tidak peduli apa yang terjadi disana. Aku sudah lama memutuskan hubungan dengan istana awan. Jangan melaporkan hal yang tidak penting padaku.” Balas Aslan sambil mengusap bulu halus hewan kesayangannya.
Reyes tersenyum menanggapi perkataan Aslan. ”Aku yakin Tuan akan peduli dengan berita ini. Ku dengar si tua Heris kembali dari dunia fana membawa seorang gadis yang mirip dengan peri bunga Sena.”
Seketika tangan Aslan bergetar. Matanya berkaca-kaca. Setiap kali mengenang tentang Sena hatinya serasa perih.
”Sena.” Ia berbicara lirih menahan kepedihan hatinya.
Aslan segera menghilang dan muncul di istana awan. Saat menjejakkan kakinya untuk pertama kali setelah ribuan tahun, kenangan yang terlukis dibenaknya kembali menghantui ingatannya. Ia mengamati ke sekitar. Bayangan ia dan Ryu saat berlatih sihir terpampang dihadapannya. Ia tersenyum kecut. Semua tidak akan sama seperti dulu.
Sebelum ia memasuki istana awan, ia membuat tubuhnya tak terlihat. Ia tidak ingin membuat keributan di antara para dewa lainnya sebab statusnya yang masih dalam hukuman. Aslan berdiri di sudut ruangan memperhatikan Vinia. Jelas saja trik sihir yang ia buat tidak bisa mengelabui mata Ryu Damian. Kaisar Ryu menyadari kehadiran Aslan. Matanya mengawasi sudut ruangan tempat di mana Aslan berdiri.
”Hei, mengapa kau diam saja. Bisakah kau mengembalikan aku pulang?” Tanya Vinia lantang.
Kaisar Ryu menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya. ”Aku tidak bisa mengembalikanmu begitu saja. Pena emas di tanganmu itu yang membawamu kemari. Jika ingin kembali kau coba saja dengan pena emas itu.”
Vinia semakin frustrasi. Sorot matanya terlihat sedih mengetahui kenyataan ia akan lama berada di dunia para abadi. Aslan yang sedari tadi memperhatikan Vinia, datang mendekatinya. Tentu saja Vinia tidak bisa melihat Aslan dengan jurus tembus pandannya. Ia perhatikan dari rambut hingga kaki. Rambut panjang berwarna keemasan juga sifat terlalu beraninya sangat mirip dengan Sena. Wanita yang selama ini ia rindukan ada dihadapannya.
***
Dahulu di hutan Bloom Forest hiduplah seorang peri bunga bernama Sena. Ia hidup di hutan dimana semua bunga berwarna-warni bermekaran. Dengan kecantikannya Sena berhasil menaklukkan Aslan dan Ryu. Jelas saja itu membuat peri-peri lainnya merasa iri dengan Sena.
Cinta Aslan kepada Sena dimulai ketika ia menyelamatkan Sena dari serangan hewan buas, Jinx. Ia menyadari kecantikan Sena yang tak biasa. Rambut panjang keemasan miliknya sangat memikat hati Aslan. Sejak saat itu Aslan sering turun ke bumi sekedar bercerita dengan Sena.
Seiring berjalannya waktu rasa cinta Aslan semakin besar. Begitu juga dengan Sena yang merasa nyaman saat berada di dekatnya. Namun, petaka dimulai ketika Ryu Damian yang penasaran dengan Aslan yang selalu turun ke bumi.
Suatu ketika Ryu Damian diam-diam mengikuti Aslan turun ke bumi. Ia memperhatikan dari jauh Aslan menemui Sena ditepi danau biru. Entah mengapa saat melihat itu Ryu merasa cemburu.
Ryu Damian selalu bersikap dingin terhadap wanita. Ia tidak pernah peduli dengan para Peri atau para Dewi. Baginya mereka hanyalah sepotong kotoran yang mengganggu. Sifat Aslan bertolak belakang dengan Ryu. Aslan memiliki hati yang hangat. Membuat siapa saja di dekatnya akan merasa nyaman.
***
”Heris, antar dia ke kamar di sisi selatan. Selama ia di sini kau yang bertanggung jawab.” Titah Ryu kepada Dewa Heris.
”Baik yang Mulia.” Heris membungkuk memberi hormat.
Vinia menurut saja dengan yang dikatakan Kaisar Ryu. Baginya ia harus bertahan untuk bisa kembali pulang ke dunianya. Aslan terpaku mengamati Vinia yang menjauh hingga hilang dari pandangan. Kemudian Aslan meninggalkan ruang singgasana. Namun, saat di halaman istana ia di cegat Kaisar Ryu.
Aslan terperanjat. Kemudian ia tertawa getir. ”Ternyata aku tidak bisa mengelabuimu.”
Kaisar Ryu mengernyitkan alisnya. ”Aku sangat memahamimu, tentu saja aku menyadari kehadiranmu. Untuk seorang yang sedang dihukum, kau terlalu berani datang ke istana awan.” Kaisar Ryu membelakangi Aslan dan menaruh kedua tangannya di balik pinggangnya. ”Kau jauh-jauh datang kemari pasti karena ingin memastikan wanita itu Sena, bukan?”
Aslan memendam kekesalannya didalam hati. Ia mengepalkan telapak tangannya hingga uratnya menonjol. ”Heh, kau takut aku akan membawanya?” Aslan menyeringai.
Bibir Kaisar Ryu bergetar. Jauh dalam lubuk hatinya ia khawatir Aslan akan membawa Vinia. ”Tentu saja aku tidak mengkhawatirkan itu. Ia berada disini. Tak seorang pun yang bisa membawanya keluar tanpa seizin aku.”
”Kau masih saja bersikap sombong Ryu. Aku heran mengapa langit harus memilihmu menjadi kaisar.” Ujar Aslan.
Ryu tertawa kecil. Kemudian ia membuat lingkaran sihir menuju gunung naga. Ryu menatap tajam Aslan dan menghempaskan Aslan kembali ke gunung naga dengan sekali ayunan tangan.
Dahulu Ryu Damian dan Aslan Falan memiliki hubungan yang baik. Sebagaimana abang pada adiknya. Aslan selalu melindungi Ryu. Kemana pun Aslan akan pergi, Ryu selalu mengikutinya. Aslan selalu bersikap ramah dan hangat. Sedangkan Ryu sedingin es dan angkuh. Suatu hari, Kaisar kerajaan Nirwana Dewa Ares mengatakan akan mencari penerus tahta. Energinya selama ratusan ribu tahun mulai menipis. "Heris, aku sudah menghabiskan ratusan ribu tahun memimpin para dewa. Kini energiku mulai menyusut. Aku ingin bermeditasi memulihkan energiku." Ujar Kaisar Ares. "Tapi, yang mulia itu akan memakan waktu puluhan ribu tahun. Jika yang mulia bermeditasi, hamba khawatir para dewa yang lainnya akan leluasa menggunakan kekuatannya." Balas dewa Heris sembari membungkukkan badannya. "Aku akan mencari penerusku." Ungkap Kaisar Ares. "Tapi, Yang mulia.." Dewa Heris menyanggah perkataan Kaisar Ares. "Lihatlah ke atas langit. Kau lihat kilauan cahaya kilat itu? L
Ryu Damian meninggalkan Vinia di sana. Sorot matanya terpancar kesedihan yang tidak bisa digambarkan sesakit apa rasanya. Setiap melihat Vinia, kenangan indah saat bersama Sena dulu, selalu merasuki benaknya. Ryu masih mengingat setiap detil saat awal ia mulai mengejar Sena. Meskipun ia tahu, Aslan dan Sena saat itu sedang menjalin hubungan. *** "Jadi, ini alasan dia sering turun ke bumi? Sepertinya ia menyukai peri itu. Sangat tidak menarik. wanita hanya penghalang saja. Dewa terkuat seperti aku tidak butuh wanita." Ryu Damian mengintai dari balik pohon, melihat Aslan dan Sena sedang bercumbu mesra di tepi danau biru. Ryu tetap berada di sana untuk waktu yang lama. Entah mengapa rasa penasarannya seakan menahan Ryu untuk tetap memperhatikan mereka. Terkadang ia mencibir dan juga tertawa melihat pemandangan itu. Hingga, saat Sena melihat ke arah pohon tempat Ryu bersembunyi, Ryu tertegun melihat sorot mata coklat Sena. Bagi Ryu, itu seperti men
”Huh! Kaisar sombong. Seandainya kau bukan Kaisar, aku pasti sudah menghajarmu. Bajuku jadi basah semua.” Ia melirik bajunya yang masih melekat di badan. Kemudian Vinia keluar dari kolam air panas. Duduk di bawah pohon sakura yang tumbuh dekat kolam. ”Sial! Sekarang aku tidak punya satu pun pakaian. Aku bakal masuk angin jika kuyup begini. Di mana aku bisa mendapatkan baju yang baru? Aku tidak mengenal siapapun di sini.” Vinia terdiam sejenak memikirkan bagaimana ia mendapatkan pakaian yang kering dan hangat. Sesekali ia memeluk dirinya sendiri yang kedinginan ditiup angin. Lalu ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Sepenjang koridor itu terasa senyap tak ada siapapun. Ia bingung harus meminta tolong kepada siapa. Namun, Vinia menghentikan langkahnya pada saat ia melewati sebuah kamar dengan pintu besar berukiran burung Phoenix. Ia memandang ke kanan dan ke kiri. Mengamati situasi sekitar.
Dalam benak Vinia, ia harus menemukan Dewi Hara. Ia tidak mau sepanjang hari memakai pakaian yang lebih terlihat seperti gorden di tubuhnya. Ia berjalan menuju taman mencari sosok Dewi itu, akan tetapi di sana ada banyak Dewi dan dewa. Ia tidak tahu yang mana satu di antara mereka Dewi Hara. Pandangnya tertuju kepada sosok lelaki paruh baya yang tengah bermain catur bersama dewa yang lainnya. Ia menyeringai begitu mengetahui lelaki itu adalah Dewa Heris. Vinia berjalan perlahan mendekati Heris. Sepertinya ia berniat untuk menjahili Dewa itu. Beberapa pasang mata memperhatikan Vinia dengan tatapan yang takjub tak sedikit juga yang saling berbisik mencibir Vinia. Rupanya pakaian yang ia kenakan menarik perhatian mereka. Semua penghuni dunia itu tahu, baju itu milik sang Kaisar. Tentu saja, hanya Ryu Damian yang memakai pakaian dengan corak phoenix di punggungnya. ”Sepertinya ia habis tidur dengan Kaisar.” Bisik salah satu De
”Kau masih hidup?” Tanya Dewi itu kaget.Dulu ia dan Sena pernah berseteru karena sang Kaisar lebih memilih Sena dibandingkan dirinya. Ia masih mengingat jelas bagaimana Ryu memperlakukannya seperti kotoran. Sementara terhadap Sena ia selalu bersikap baik.”Tentu saja aku masih hidup. Maksudmu apa mengatakan itu?” Balas Vinia.Heris segera menarik Dewi Hara menjauh dari Vinia. Kemudian ia berbicara berbisik.”Dia bukan Sena. Hanya seseorang yang mirip saja.” Ujar Heris.Lalu Dewi Hara menyapu pandangannya ke arah Vinia. ”Tapi, itu nyaris sempurna. Seperti kembarannya saja.”Mereka berdua mengangguk dan serampak melirik Vinia. Kemudian Dewi Hara tersenyum saat berjalan mendekati Vinia.”Sepertinya aku salah mengenali orang. Maaf telah membuatmu tidak nyaman. Tapi pak
Ryu melirik dengan tatapan yang dingin dan sedikit senyum. Tidak terkejut dengan perkataan Vinia. Lalu ia membalas Vinia dengan datar. Seolah itu bukanlah hal yang penting. ”Sepetinya Hara memperlakukanmu dengan baik.” Sindir Ryu, ia mengalihkan pandangannya ke taman. ”Baik katamu? Cih! Harusnya aku tidak mempercayai kata-katamu. Huh!” Vinia mengangkat kepalanya, berjalan meninggalkan Ryu. Pakaian yang ia gunakan terlalu besar, saat Vinia hendak melangkah tanpa sengaja kakinya memijak pakaiannya sendiri yang membuatnya terjungkal ke depan. Malu. Sudah pasti. Ryu yang melihat itu tersenyum sinis. Lalu tiba-tiba berbicara kepada Heris. ”Heris, apakah kau pernah dengar cerita hewan yang ceroboh?” tanya Ryu datar. Heris segera mengiyakan pertanyaan Ryu. ”Ya, aku pernah dengar itu, yang mulia.” balas Heris. ”
Vinia segera melepaskan rangkulan Dewa itu. Menampar wajahnya yang bak porselen itu. ”Kurang ajar. Beraninya kau menyentuhku.” Bentak Vinia geram. Lalu pria itu berlutut di depan Vinia melebarkan telapak tangannya, seikat bunga Edelweis kering muncul di genggamannya. Matanya memerah ketika mengingat kembali kenangan bunga itu, butiran bening menetes dari pelupuk matanya, jatuh membasahi Edelweis yang kering itu. Seketika kuntumnya kembali mekar dan segera seperti baru dipetik. ”Kau pernah memberikan bunga ini kepadaku ketika di lembah Bloom Forest. Di antara semua bunga, kau paling menyukai ini. Kau bilang ini melambangkan cinta yang abadi. Aromanya tak pernah pudar seperti cintaku padamu. Kendatipun kau tak mengenali aku, tetapi aku selalu mengenalimu.” Kilas balik ingatan Vinia berputar-putar di benaknya. Kadang ia melihat Padang bunga, sepasang kekasih yang berke
Suasana hati Ryu sedang buruk. Bahkan saat para dayang-dayang yang memberinya hormat saat berpapasan di koridor, ia bentak sesuka hati. Ryu memang dingin, namun sikapnya hari ini sangat buruk. Para penghuni istana awan sangat memahami perubahan sikapnya itu. Sepertinya akan ada hujan badai. Seikat Edelweiss itu mampu membuat amarah Ryu meledak.Heris hendak ke pergi istana samudera, ke rumah para siren, bangsa duyung. Pertemuan untuk membahas perdamaian dengan istana awan. Dahulu sang pemimpin Siren, Tymus Dien dikurung Ryu dalam sebuah bola kristal penangkap jiwa. Kenakalan Ryu pada masa itu, membuat seluruh penghuni alam itu resah. Para Siren menuntut Ryu untuk membayar ganti rugi dan tentu saja, Heris yang bertanggung jawab.Heris bertemu dengan Ryu di koridor itu, namun saat Heris memberinya salam, Ryu mengacuhkannya seakan ia transparan. Heris merasa a
”Merindukanku, huh?”Sosok itu adalah Kaisar Ryu. Ia tersenyum tipis menatap Vinia yang terkejut dengan kehadirannya. Vinia segera melepaskan rangkulan Kaisar Ryu sesaat setelah mereka menapaki lantai.Tymus tertawa lebar, tebakannya benar. Lalu ia berbicara lantang tanpa ada rasa hormat sedikit pun.”Ryu, aku tahu kau akan datang. Ternyata kau sangat mengkhawatirkan manusia ini,” kekeh Tymus.Kaisar Ryu menyahut Tymus dengan dingin, suaranya terdengar lembut namun setajam belati, ”kau punya urusan denganku, bukan dengannya. Sedikit saja kau melukai dia, aku akan mengurungmu kembali ke dalam kristal penangkap jiwa.””Kulihat, kau sudah berubah. Tidak sedingin dulu. Hanya tatapanmu saja yang masih sama. Memandang r
”Mengapa kau tidak mencegahnya?” tanya Ryu dengan penekanan nada yang sedikit keras. ”Maafkan keteledoran hamba, Yang Mulia. Saat hamba sedang bertarung dengan Tymus, rupanya dia tidak sendirian. Seseorang bersamanya yang membawa Vinia. Lalu ia berpesan, 'jika ingin mendapatkan gadis itu kembali, suruh si Brengsek Ryu yang menemui aku' begitulah yang dia katakan, Kaisar,” Heris menirukan perkataan Tymus, ia sempat ragu-ragu untuk mengatakan 'brengsek', namun kini ia puas. Walau itu adalah ucapan dari Tymus, Heris senang seakan itu adalah kata-katanya sendiri. Hal yang seharusnya ia katakan sedari dulu. Ryu mengernyitkan keningnya dan berpikir. Ia sangat penasaran mengapa Tymus harus membawa Vinia sedangkan Tymus sendiri tidak tahu menahu hubungan Ryu dan Vinia. ”Ada banyak orang yang lebih berarti untuk di s
Suasana hati Ryu sedang buruk. Bahkan saat para dayang-dayang yang memberinya hormat saat berpapasan di koridor, ia bentak sesuka hati. Ryu memang dingin, namun sikapnya hari ini sangat buruk. Para penghuni istana awan sangat memahami perubahan sikapnya itu. Sepertinya akan ada hujan badai. Seikat Edelweiss itu mampu membuat amarah Ryu meledak.Heris hendak ke pergi istana samudera, ke rumah para siren, bangsa duyung. Pertemuan untuk membahas perdamaian dengan istana awan. Dahulu sang pemimpin Siren, Tymus Dien dikurung Ryu dalam sebuah bola kristal penangkap jiwa. Kenakalan Ryu pada masa itu, membuat seluruh penghuni alam itu resah. Para Siren menuntut Ryu untuk membayar ganti rugi dan tentu saja, Heris yang bertanggung jawab.Heris bertemu dengan Ryu di koridor itu, namun saat Heris memberinya salam, Ryu mengacuhkannya seakan ia transparan. Heris merasa a
Vinia segera melepaskan rangkulan Dewa itu. Menampar wajahnya yang bak porselen itu. ”Kurang ajar. Beraninya kau menyentuhku.” Bentak Vinia geram. Lalu pria itu berlutut di depan Vinia melebarkan telapak tangannya, seikat bunga Edelweis kering muncul di genggamannya. Matanya memerah ketika mengingat kembali kenangan bunga itu, butiran bening menetes dari pelupuk matanya, jatuh membasahi Edelweis yang kering itu. Seketika kuntumnya kembali mekar dan segera seperti baru dipetik. ”Kau pernah memberikan bunga ini kepadaku ketika di lembah Bloom Forest. Di antara semua bunga, kau paling menyukai ini. Kau bilang ini melambangkan cinta yang abadi. Aromanya tak pernah pudar seperti cintaku padamu. Kendatipun kau tak mengenali aku, tetapi aku selalu mengenalimu.” Kilas balik ingatan Vinia berputar-putar di benaknya. Kadang ia melihat Padang bunga, sepasang kekasih yang berke
Ryu melirik dengan tatapan yang dingin dan sedikit senyum. Tidak terkejut dengan perkataan Vinia. Lalu ia membalas Vinia dengan datar. Seolah itu bukanlah hal yang penting. ”Sepetinya Hara memperlakukanmu dengan baik.” Sindir Ryu, ia mengalihkan pandangannya ke taman. ”Baik katamu? Cih! Harusnya aku tidak mempercayai kata-katamu. Huh!” Vinia mengangkat kepalanya, berjalan meninggalkan Ryu. Pakaian yang ia gunakan terlalu besar, saat Vinia hendak melangkah tanpa sengaja kakinya memijak pakaiannya sendiri yang membuatnya terjungkal ke depan. Malu. Sudah pasti. Ryu yang melihat itu tersenyum sinis. Lalu tiba-tiba berbicara kepada Heris. ”Heris, apakah kau pernah dengar cerita hewan yang ceroboh?” tanya Ryu datar. Heris segera mengiyakan pertanyaan Ryu. ”Ya, aku pernah dengar itu, yang mulia.” balas Heris. ”
”Kau masih hidup?” Tanya Dewi itu kaget.Dulu ia dan Sena pernah berseteru karena sang Kaisar lebih memilih Sena dibandingkan dirinya. Ia masih mengingat jelas bagaimana Ryu memperlakukannya seperti kotoran. Sementara terhadap Sena ia selalu bersikap baik.”Tentu saja aku masih hidup. Maksudmu apa mengatakan itu?” Balas Vinia.Heris segera menarik Dewi Hara menjauh dari Vinia. Kemudian ia berbicara berbisik.”Dia bukan Sena. Hanya seseorang yang mirip saja.” Ujar Heris.Lalu Dewi Hara menyapu pandangannya ke arah Vinia. ”Tapi, itu nyaris sempurna. Seperti kembarannya saja.”Mereka berdua mengangguk dan serampak melirik Vinia. Kemudian Dewi Hara tersenyum saat berjalan mendekati Vinia.”Sepertinya aku salah mengenali orang. Maaf telah membuatmu tidak nyaman. Tapi pak
Dalam benak Vinia, ia harus menemukan Dewi Hara. Ia tidak mau sepanjang hari memakai pakaian yang lebih terlihat seperti gorden di tubuhnya. Ia berjalan menuju taman mencari sosok Dewi itu, akan tetapi di sana ada banyak Dewi dan dewa. Ia tidak tahu yang mana satu di antara mereka Dewi Hara. Pandangnya tertuju kepada sosok lelaki paruh baya yang tengah bermain catur bersama dewa yang lainnya. Ia menyeringai begitu mengetahui lelaki itu adalah Dewa Heris. Vinia berjalan perlahan mendekati Heris. Sepertinya ia berniat untuk menjahili Dewa itu. Beberapa pasang mata memperhatikan Vinia dengan tatapan yang takjub tak sedikit juga yang saling berbisik mencibir Vinia. Rupanya pakaian yang ia kenakan menarik perhatian mereka. Semua penghuni dunia itu tahu, baju itu milik sang Kaisar. Tentu saja, hanya Ryu Damian yang memakai pakaian dengan corak phoenix di punggungnya. ”Sepertinya ia habis tidur dengan Kaisar.” Bisik salah satu De
”Huh! Kaisar sombong. Seandainya kau bukan Kaisar, aku pasti sudah menghajarmu. Bajuku jadi basah semua.” Ia melirik bajunya yang masih melekat di badan. Kemudian Vinia keluar dari kolam air panas. Duduk di bawah pohon sakura yang tumbuh dekat kolam. ”Sial! Sekarang aku tidak punya satu pun pakaian. Aku bakal masuk angin jika kuyup begini. Di mana aku bisa mendapatkan baju yang baru? Aku tidak mengenal siapapun di sini.” Vinia terdiam sejenak memikirkan bagaimana ia mendapatkan pakaian yang kering dan hangat. Sesekali ia memeluk dirinya sendiri yang kedinginan ditiup angin. Lalu ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Sepenjang koridor itu terasa senyap tak ada siapapun. Ia bingung harus meminta tolong kepada siapa. Namun, Vinia menghentikan langkahnya pada saat ia melewati sebuah kamar dengan pintu besar berukiran burung Phoenix. Ia memandang ke kanan dan ke kiri. Mengamati situasi sekitar.
Ryu Damian meninggalkan Vinia di sana. Sorot matanya terpancar kesedihan yang tidak bisa digambarkan sesakit apa rasanya. Setiap melihat Vinia, kenangan indah saat bersama Sena dulu, selalu merasuki benaknya. Ryu masih mengingat setiap detil saat awal ia mulai mengejar Sena. Meskipun ia tahu, Aslan dan Sena saat itu sedang menjalin hubungan. *** "Jadi, ini alasan dia sering turun ke bumi? Sepertinya ia menyukai peri itu. Sangat tidak menarik. wanita hanya penghalang saja. Dewa terkuat seperti aku tidak butuh wanita." Ryu Damian mengintai dari balik pohon, melihat Aslan dan Sena sedang bercumbu mesra di tepi danau biru. Ryu tetap berada di sana untuk waktu yang lama. Entah mengapa rasa penasarannya seakan menahan Ryu untuk tetap memperhatikan mereka. Terkadang ia mencibir dan juga tertawa melihat pemandangan itu. Hingga, saat Sena melihat ke arah pohon tempat Ryu bersembunyi, Ryu tertegun melihat sorot mata coklat Sena. Bagi Ryu, itu seperti men