Dahulu Ryu Damian dan Aslan Falan memiliki hubungan yang baik. Sebagaimana abang pada adiknya. Aslan selalu melindungi Ryu. Kemana pun Aslan akan pergi, Ryu selalu mengikutinya. Aslan selalu bersikap ramah dan hangat. Sedangkan Ryu sedingin es dan angkuh.
Suatu hari, Kaisar kerajaan Nirwana Dewa Ares mengatakan akan mencari penerus tahta. Energinya selama ratusan ribu tahun mulai menipis.
"Heris, aku sudah menghabiskan ratusan ribu tahun memimpin para dewa. Kini energiku mulai menyusut. Aku ingin bermeditasi memulihkan energiku." Ujar Kaisar Ares.
"Tapi, yang mulia itu akan memakan waktu puluhan ribu tahun. Jika yang mulia bermeditasi, hamba khawatir para dewa yang lainnya akan leluasa menggunakan kekuatannya." Balas dewa Heris sembari membungkukkan badannya.
"Aku akan mencari penerusku." Ungkap Kaisar Ares.
"Tapi, Yang mulia.." Dewa Heris menyanggah perkataan Kaisar Ares.
"Lihatlah ke atas langit. Kau lihat kilauan cahaya kilat itu? Langit juga ingin memilih kaisar baru." Kaisar Ares memandang ke langit.
Dewa Heris melihat ke arah yang dituju kaisar Ares. "Jika langit menginginkan kaisar baru, hamba akan mengikutinya yang Mulia."
Kabar pencarian kaisar terdengar luas ke seluruh kerajaan Nirwana. Semua para dewa berbondong-bondong datang ke istana awan ingin mengikuti pemilihan itu. Sementara itu, di selatan kerajaan Nirwana dua bersaudara sedang menunggangi hewan kesayangan. Ryu Damian dengan gagahnya mengendarai seekor burung Phoenix merah. Aslan duduk dengan santai di atas seekor Jinx putih. Mereka terlihat sedang beradu kecepatan. Ryu berhasil duluan tiba di tempat yang mereka tandai sebagai garis akhir. Sebenarnya Aslan sedikit mengalah kepada Ryu. Ia tidak ingin Ryu mengoceh sepanjang hari karena kekalahan.
"Aslan, sudah ku katakan aku yang akan menang kali ini." Ujar Ryu berapi-api sembari turun dari burung Phoenix.
Aslan melengkungkan bibirnya hingga membentuk garis di sudut. "Ya..kau yang menang. Aku senang melihatnya." Ungkap Aslan.
Ryu tertawa dengan kemenangannya. "Kudengar istana langit melakukan pemilihan kaisar baru. Sudah banyak dewa yang mengikuti tapi tidak satupun dipilih oleh langit. Bagaimana kita mencobanya saja. Kau mau?" Tanya Ryu.
Aslan yang mendengar ajakan Ryu terdiam sejenak. Dalam hati kecilnya ia juga menginginkan kedudukan kaisar. "Baiklah mari kita coba." Aslan menyetujui ajakan Ryu.
Kemudian mereka membuat lingkaran sihir yang langsung menuju ke istana awan. Dalam sekejap mereka tiba di istana awan. Di sana terlihat para dewa yang sedih karena gagal dipilih langit. Ryu tersenyum angkuh melihat mereka. Dalam batinnya ia berkata. "Dasar cecunguk payah."
Sang kaisar Ares terlihat duduk termenung di singgasananya. Dewa Heris sibuk memilah dewa mana yang layak untuk diangkat menjadi kaisar selanjutnya. Ketika Ryu dan Aslan mendekati singgasana, raut wajah Kaisar Ares berubah lebih cerah. Tentu saja kedua putranya telah kembali dari permainan yang dianggap kekanakan oleh Kaisar.
"Ayah, aku ingin mengikuti pemilihan ini." Ujar Ryu sambil memberi penghormatan kepada Kaisar Ares.
Kaisar Ares sedikit terkejut dengan ucapan Ryu. Namun, sesaat kemudian ia tertawa. "Baiklah putraku, aku mengizinkanmu mengikuti pemilihan ini. Aslan kamu juga boleh ikut bila kamu berniat." Kaisar Ares melirik Aslan.
Aslan membungkukkan badan tanda menerima tawaran sang Kaisar. Kemudian sang Kaisar membawa kedua putranya itu ke atas awan yang paling mendekati langit. Semua para dewa menyaksikan pemilihan itu. Kebanyakan dari mereka mengharapkan Aslan yang menjadi Kaisar terpilih dibandingkan Ryu.
Sang kaisar meninggalkan mereka berdua di awan itu. Kemudian langit mulai bergejolak. Kilatan-kilatan cahaya menari yang disusul suara menggelegar dari guntur. Ryu berteriak histeris. Rupanya langit memilih Ryu Damian sebagai kaisar penerus. Seketika kilatan cahaya yang merasuk ke tubuh Ryu menghilangkan warna rambutnya menjadi putih.
Dewa-dewa yang menyaksikan itu, saling berbisik. Mereka tidak menerima Ryu sebagai Kaisar. Jelas saja siapa juga yang mau diatur dewa yang angkuh dan berhati dingin seperti Ryu. Aslan lebih cocok menjadi kaisar. Tapi, langit sudah memilih mereka hanya bisa pasrah menerima kenyataan yang agak mengerikan itu.
*********
"Hei, pak tua! Menurutmu apa pena emas ini bisa membawa aku kembali ke duniaku?" Vinia menatap lekat-lekat pena itu di depan matanya.
Dewa Heris melirik Vinia, "Kau tahu, dulu pena emas itu milik seorang peri. Benda itu sangat ajaib. Siapa pun tidak bisa menggunakannya. Hanya Sena saja yang dapat melakukannya. Apapun yang ditulis dengan pena itu, akan menjadi kenyataan." Terang Heris sambil mengelus janggutnya yang mulai memutih.
Vinia diam saja menyimak cerita Heris. Lalu Heris melanjutkan ceritanya.
"Bisa dibilang pena itu bisa mengubah nasib. Oleh karena itu banyak dewa yang berniat jahat ingin memiliki pena emas. Takdir tidak dapat diubah tapi nasib bisa." Heris mengakhiri ceritanya begitu meraka tiba di depan sebuah kamar.
"Kau bilang pena emas ini hanya bisa digunakan oleh Sena saja. Lalu, mengapa aku bisa menggunakannya?" Tanya Vinia penasaran.
"Karena ia mengenali pemiliknya." Jawab Heris singkat sambil tersenyum miring.
Vinia semakin kelimpungan tidak mengerti maksud perkataan Heris. "Aku pemiliknya? Aku bukan Sena."
Heris menghela napas panjang. Terlihat sekali ia mulai kesal dengan Vinia yang banyak tanya.
"Kau akan menemukan jawabanya nanti. Penjelasanku sudah cukup. Ah, lain kali bersikap hormat kepada kaisar. Dan jangan bertindak gegabah. Ini bukan dunia yang biasa kau tinggali." Pungkas Heris seraya meninggalkan Vinia sendiri.
Vinia memanyunkan bibirnya dan bersungut-sungut. "Dasar tua bangka. Aku akan memberimu pelajaran nanti. Jika bukan karena kau, aku tidak akan berada disini." Gerutu Vinia.
Vinia mendorong pintu besar itu. Ia membelalakkan bola matanya. "Wah! Ini besar sekali." Vinia merasa takjub.
Ia segera berlari menuju jendela. Setiap sisi jendela ditumbuhi tanaman rose vines yang berwarna merah dan pink. Entah mengapa Vinia merasa sangat dekat tanaman itu. Ia seakan bisa berbicara dengan bunga-bunga itu. Sekilas bayangan seorang wanita yang sedang berbincang-bincang dengan tanaman terlintas dalam ingatan Vinia. Cahaya matahari yang menerpa rambut coklat wanita itu membuat wajahnya samar. Ingatan kecil seperti itu sering menghampiri Vinia.
Dari balik jendela itu, Vinia bisa melihat gumpalan-gumpalan awan yang berterbangan. Ia tidak pernah membayangkan akan melihat awan sedekat ini. Dipandanginya sekali lagi pena emas itu. Rasa penasarannya selalu menggelitik yang membuatnya semakin frustrasi.
Dipetiknya satu daun dari tanaman rose vines itu, lalu ia tulis di sana sebuah kalimat.
'Aku ingin pulang. Bisakah kau membawaku kembali?'
Setelah menuliskan itu, Vinia memejamkan kedua matanya. Satu detik, dua detik dan lima detik kemudian tidak terjadi apa-apa. Ia membanting pena emas itu ke lantai. Hingga menimbulkan bunyi debam nyaring saat menyentuh lantai pualam itu. Air mukanya tidak sedap dipandang.
Kejenuhan melanda Vinia. Ia bosan berada di ruangan itu. Dibukanya sedikit pintu kamar, matanya mengawasi lorong yang panjang itu. Tak ada siapapun. Bibirnya mengembang.
”Mumpung aku disini, sekalian saja berkeliling istana ini. Mungkin aku bisa menemukan sesuatu yang menarik.” Ia berbicara pelan.
Kemudian Vinia pergi menelusuri bangunan megah itu. Pemandangan yang disajikan sangat menghibur bola matanya. Pohon-pohon yang belum ia pernah temui tumbuh di halaman. Ia menghentikan langkahnya ketika ia sampai di kolam air panas. Vinia tersenyum. Ia hirup aroma dari badannya. Bau keringat yang tajam menusuk hidung. Sedari tadi tubuhnya sudah terasa gatal ingin mandi.
Tanpa pikir panjang Vinia turun ke dalam kolam. Tiba-tiba air dari kolam menggelegar. Seseorang keluar dari dalam sana. Ternyata itu Ryu Damian yang sedang mandi. Sontak Vinia terlonjak kaget yang membuatnya tercebur ke dalam air.
”Dasar wanita mesum. Berani-beraninya mengintip aku sedang mandi.” Hardik Ryu Damian sembari keluar dari kolam.
Vinia berteriak histeris sambil menutup matanya. Tentu saja Ryu saat itu tidak mengenakan satu benang pun alias bugil yang memperlihatkan miliknya yang besar.
”Kau yang mesum. Mataku sudah tercemar dengan penampakan burung jelek itu.” Vinia menunjuk kebawah selangkangan Ryu Damian.
Ryu melirik ke bawah melihat miliknya yang menjuntai di sana. Lalu ia tersenyum sinis.
”Bilang saja kau menikmatinya saat melihat ini. Kau yang mengintip ku malah menuduhku mesum. Wanita aneh.” Ryu meluruskan tangannya ke samping dan seketika pakaiannya terbang datang melingkupi tubuhnya.
Ryu Damian meninggalkan Vinia di sana. Sorot matanya terpancar kesedihan yang tidak bisa digambarkan sesakit apa rasanya. Setiap melihat Vinia, kenangan indah saat bersama Sena dulu, selalu merasuki benaknya. Ryu masih mengingat setiap detil saat awal ia mulai mengejar Sena. Meskipun ia tahu, Aslan dan Sena saat itu sedang menjalin hubungan. *** "Jadi, ini alasan dia sering turun ke bumi? Sepertinya ia menyukai peri itu. Sangat tidak menarik. wanita hanya penghalang saja. Dewa terkuat seperti aku tidak butuh wanita." Ryu Damian mengintai dari balik pohon, melihat Aslan dan Sena sedang bercumbu mesra di tepi danau biru. Ryu tetap berada di sana untuk waktu yang lama. Entah mengapa rasa penasarannya seakan menahan Ryu untuk tetap memperhatikan mereka. Terkadang ia mencibir dan juga tertawa melihat pemandangan itu. Hingga, saat Sena melihat ke arah pohon tempat Ryu bersembunyi, Ryu tertegun melihat sorot mata coklat Sena. Bagi Ryu, itu seperti men
”Huh! Kaisar sombong. Seandainya kau bukan Kaisar, aku pasti sudah menghajarmu. Bajuku jadi basah semua.” Ia melirik bajunya yang masih melekat di badan. Kemudian Vinia keluar dari kolam air panas. Duduk di bawah pohon sakura yang tumbuh dekat kolam. ”Sial! Sekarang aku tidak punya satu pun pakaian. Aku bakal masuk angin jika kuyup begini. Di mana aku bisa mendapatkan baju yang baru? Aku tidak mengenal siapapun di sini.” Vinia terdiam sejenak memikirkan bagaimana ia mendapatkan pakaian yang kering dan hangat. Sesekali ia memeluk dirinya sendiri yang kedinginan ditiup angin. Lalu ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Sepenjang koridor itu terasa senyap tak ada siapapun. Ia bingung harus meminta tolong kepada siapa. Namun, Vinia menghentikan langkahnya pada saat ia melewati sebuah kamar dengan pintu besar berukiran burung Phoenix. Ia memandang ke kanan dan ke kiri. Mengamati situasi sekitar.
Dalam benak Vinia, ia harus menemukan Dewi Hara. Ia tidak mau sepanjang hari memakai pakaian yang lebih terlihat seperti gorden di tubuhnya. Ia berjalan menuju taman mencari sosok Dewi itu, akan tetapi di sana ada banyak Dewi dan dewa. Ia tidak tahu yang mana satu di antara mereka Dewi Hara. Pandangnya tertuju kepada sosok lelaki paruh baya yang tengah bermain catur bersama dewa yang lainnya. Ia menyeringai begitu mengetahui lelaki itu adalah Dewa Heris. Vinia berjalan perlahan mendekati Heris. Sepertinya ia berniat untuk menjahili Dewa itu. Beberapa pasang mata memperhatikan Vinia dengan tatapan yang takjub tak sedikit juga yang saling berbisik mencibir Vinia. Rupanya pakaian yang ia kenakan menarik perhatian mereka. Semua penghuni dunia itu tahu, baju itu milik sang Kaisar. Tentu saja, hanya Ryu Damian yang memakai pakaian dengan corak phoenix di punggungnya. ”Sepertinya ia habis tidur dengan Kaisar.” Bisik salah satu De
”Kau masih hidup?” Tanya Dewi itu kaget.Dulu ia dan Sena pernah berseteru karena sang Kaisar lebih memilih Sena dibandingkan dirinya. Ia masih mengingat jelas bagaimana Ryu memperlakukannya seperti kotoran. Sementara terhadap Sena ia selalu bersikap baik.”Tentu saja aku masih hidup. Maksudmu apa mengatakan itu?” Balas Vinia.Heris segera menarik Dewi Hara menjauh dari Vinia. Kemudian ia berbicara berbisik.”Dia bukan Sena. Hanya seseorang yang mirip saja.” Ujar Heris.Lalu Dewi Hara menyapu pandangannya ke arah Vinia. ”Tapi, itu nyaris sempurna. Seperti kembarannya saja.”Mereka berdua mengangguk dan serampak melirik Vinia. Kemudian Dewi Hara tersenyum saat berjalan mendekati Vinia.”Sepertinya aku salah mengenali orang. Maaf telah membuatmu tidak nyaman. Tapi pak
Ryu melirik dengan tatapan yang dingin dan sedikit senyum. Tidak terkejut dengan perkataan Vinia. Lalu ia membalas Vinia dengan datar. Seolah itu bukanlah hal yang penting. ”Sepetinya Hara memperlakukanmu dengan baik.” Sindir Ryu, ia mengalihkan pandangannya ke taman. ”Baik katamu? Cih! Harusnya aku tidak mempercayai kata-katamu. Huh!” Vinia mengangkat kepalanya, berjalan meninggalkan Ryu. Pakaian yang ia gunakan terlalu besar, saat Vinia hendak melangkah tanpa sengaja kakinya memijak pakaiannya sendiri yang membuatnya terjungkal ke depan. Malu. Sudah pasti. Ryu yang melihat itu tersenyum sinis. Lalu tiba-tiba berbicara kepada Heris. ”Heris, apakah kau pernah dengar cerita hewan yang ceroboh?” tanya Ryu datar. Heris segera mengiyakan pertanyaan Ryu. ”Ya, aku pernah dengar itu, yang mulia.” balas Heris. ”
Vinia segera melepaskan rangkulan Dewa itu. Menampar wajahnya yang bak porselen itu. ”Kurang ajar. Beraninya kau menyentuhku.” Bentak Vinia geram. Lalu pria itu berlutut di depan Vinia melebarkan telapak tangannya, seikat bunga Edelweis kering muncul di genggamannya. Matanya memerah ketika mengingat kembali kenangan bunga itu, butiran bening menetes dari pelupuk matanya, jatuh membasahi Edelweis yang kering itu. Seketika kuntumnya kembali mekar dan segera seperti baru dipetik. ”Kau pernah memberikan bunga ini kepadaku ketika di lembah Bloom Forest. Di antara semua bunga, kau paling menyukai ini. Kau bilang ini melambangkan cinta yang abadi. Aromanya tak pernah pudar seperti cintaku padamu. Kendatipun kau tak mengenali aku, tetapi aku selalu mengenalimu.” Kilas balik ingatan Vinia berputar-putar di benaknya. Kadang ia melihat Padang bunga, sepasang kekasih yang berke
Suasana hati Ryu sedang buruk. Bahkan saat para dayang-dayang yang memberinya hormat saat berpapasan di koridor, ia bentak sesuka hati. Ryu memang dingin, namun sikapnya hari ini sangat buruk. Para penghuni istana awan sangat memahami perubahan sikapnya itu. Sepertinya akan ada hujan badai. Seikat Edelweiss itu mampu membuat amarah Ryu meledak.Heris hendak ke pergi istana samudera, ke rumah para siren, bangsa duyung. Pertemuan untuk membahas perdamaian dengan istana awan. Dahulu sang pemimpin Siren, Tymus Dien dikurung Ryu dalam sebuah bola kristal penangkap jiwa. Kenakalan Ryu pada masa itu, membuat seluruh penghuni alam itu resah. Para Siren menuntut Ryu untuk membayar ganti rugi dan tentu saja, Heris yang bertanggung jawab.Heris bertemu dengan Ryu di koridor itu, namun saat Heris memberinya salam, Ryu mengacuhkannya seakan ia transparan. Heris merasa a
”Mengapa kau tidak mencegahnya?” tanya Ryu dengan penekanan nada yang sedikit keras. ”Maafkan keteledoran hamba, Yang Mulia. Saat hamba sedang bertarung dengan Tymus, rupanya dia tidak sendirian. Seseorang bersamanya yang membawa Vinia. Lalu ia berpesan, 'jika ingin mendapatkan gadis itu kembali, suruh si Brengsek Ryu yang menemui aku' begitulah yang dia katakan, Kaisar,” Heris menirukan perkataan Tymus, ia sempat ragu-ragu untuk mengatakan 'brengsek', namun kini ia puas. Walau itu adalah ucapan dari Tymus, Heris senang seakan itu adalah kata-katanya sendiri. Hal yang seharusnya ia katakan sedari dulu. Ryu mengernyitkan keningnya dan berpikir. Ia sangat penasaran mengapa Tymus harus membawa Vinia sedangkan Tymus sendiri tidak tahu menahu hubungan Ryu dan Vinia. ”Ada banyak orang yang lebih berarti untuk di s
”Merindukanku, huh?”Sosok itu adalah Kaisar Ryu. Ia tersenyum tipis menatap Vinia yang terkejut dengan kehadirannya. Vinia segera melepaskan rangkulan Kaisar Ryu sesaat setelah mereka menapaki lantai.Tymus tertawa lebar, tebakannya benar. Lalu ia berbicara lantang tanpa ada rasa hormat sedikit pun.”Ryu, aku tahu kau akan datang. Ternyata kau sangat mengkhawatirkan manusia ini,” kekeh Tymus.Kaisar Ryu menyahut Tymus dengan dingin, suaranya terdengar lembut namun setajam belati, ”kau punya urusan denganku, bukan dengannya. Sedikit saja kau melukai dia, aku akan mengurungmu kembali ke dalam kristal penangkap jiwa.””Kulihat, kau sudah berubah. Tidak sedingin dulu. Hanya tatapanmu saja yang masih sama. Memandang r
”Mengapa kau tidak mencegahnya?” tanya Ryu dengan penekanan nada yang sedikit keras. ”Maafkan keteledoran hamba, Yang Mulia. Saat hamba sedang bertarung dengan Tymus, rupanya dia tidak sendirian. Seseorang bersamanya yang membawa Vinia. Lalu ia berpesan, 'jika ingin mendapatkan gadis itu kembali, suruh si Brengsek Ryu yang menemui aku' begitulah yang dia katakan, Kaisar,” Heris menirukan perkataan Tymus, ia sempat ragu-ragu untuk mengatakan 'brengsek', namun kini ia puas. Walau itu adalah ucapan dari Tymus, Heris senang seakan itu adalah kata-katanya sendiri. Hal yang seharusnya ia katakan sedari dulu. Ryu mengernyitkan keningnya dan berpikir. Ia sangat penasaran mengapa Tymus harus membawa Vinia sedangkan Tymus sendiri tidak tahu menahu hubungan Ryu dan Vinia. ”Ada banyak orang yang lebih berarti untuk di s
Suasana hati Ryu sedang buruk. Bahkan saat para dayang-dayang yang memberinya hormat saat berpapasan di koridor, ia bentak sesuka hati. Ryu memang dingin, namun sikapnya hari ini sangat buruk. Para penghuni istana awan sangat memahami perubahan sikapnya itu. Sepertinya akan ada hujan badai. Seikat Edelweiss itu mampu membuat amarah Ryu meledak.Heris hendak ke pergi istana samudera, ke rumah para siren, bangsa duyung. Pertemuan untuk membahas perdamaian dengan istana awan. Dahulu sang pemimpin Siren, Tymus Dien dikurung Ryu dalam sebuah bola kristal penangkap jiwa. Kenakalan Ryu pada masa itu, membuat seluruh penghuni alam itu resah. Para Siren menuntut Ryu untuk membayar ganti rugi dan tentu saja, Heris yang bertanggung jawab.Heris bertemu dengan Ryu di koridor itu, namun saat Heris memberinya salam, Ryu mengacuhkannya seakan ia transparan. Heris merasa a
Vinia segera melepaskan rangkulan Dewa itu. Menampar wajahnya yang bak porselen itu. ”Kurang ajar. Beraninya kau menyentuhku.” Bentak Vinia geram. Lalu pria itu berlutut di depan Vinia melebarkan telapak tangannya, seikat bunga Edelweis kering muncul di genggamannya. Matanya memerah ketika mengingat kembali kenangan bunga itu, butiran bening menetes dari pelupuk matanya, jatuh membasahi Edelweis yang kering itu. Seketika kuntumnya kembali mekar dan segera seperti baru dipetik. ”Kau pernah memberikan bunga ini kepadaku ketika di lembah Bloom Forest. Di antara semua bunga, kau paling menyukai ini. Kau bilang ini melambangkan cinta yang abadi. Aromanya tak pernah pudar seperti cintaku padamu. Kendatipun kau tak mengenali aku, tetapi aku selalu mengenalimu.” Kilas balik ingatan Vinia berputar-putar di benaknya. Kadang ia melihat Padang bunga, sepasang kekasih yang berke
Ryu melirik dengan tatapan yang dingin dan sedikit senyum. Tidak terkejut dengan perkataan Vinia. Lalu ia membalas Vinia dengan datar. Seolah itu bukanlah hal yang penting. ”Sepetinya Hara memperlakukanmu dengan baik.” Sindir Ryu, ia mengalihkan pandangannya ke taman. ”Baik katamu? Cih! Harusnya aku tidak mempercayai kata-katamu. Huh!” Vinia mengangkat kepalanya, berjalan meninggalkan Ryu. Pakaian yang ia gunakan terlalu besar, saat Vinia hendak melangkah tanpa sengaja kakinya memijak pakaiannya sendiri yang membuatnya terjungkal ke depan. Malu. Sudah pasti. Ryu yang melihat itu tersenyum sinis. Lalu tiba-tiba berbicara kepada Heris. ”Heris, apakah kau pernah dengar cerita hewan yang ceroboh?” tanya Ryu datar. Heris segera mengiyakan pertanyaan Ryu. ”Ya, aku pernah dengar itu, yang mulia.” balas Heris. ”
”Kau masih hidup?” Tanya Dewi itu kaget.Dulu ia dan Sena pernah berseteru karena sang Kaisar lebih memilih Sena dibandingkan dirinya. Ia masih mengingat jelas bagaimana Ryu memperlakukannya seperti kotoran. Sementara terhadap Sena ia selalu bersikap baik.”Tentu saja aku masih hidup. Maksudmu apa mengatakan itu?” Balas Vinia.Heris segera menarik Dewi Hara menjauh dari Vinia. Kemudian ia berbicara berbisik.”Dia bukan Sena. Hanya seseorang yang mirip saja.” Ujar Heris.Lalu Dewi Hara menyapu pandangannya ke arah Vinia. ”Tapi, itu nyaris sempurna. Seperti kembarannya saja.”Mereka berdua mengangguk dan serampak melirik Vinia. Kemudian Dewi Hara tersenyum saat berjalan mendekati Vinia.”Sepertinya aku salah mengenali orang. Maaf telah membuatmu tidak nyaman. Tapi pak
Dalam benak Vinia, ia harus menemukan Dewi Hara. Ia tidak mau sepanjang hari memakai pakaian yang lebih terlihat seperti gorden di tubuhnya. Ia berjalan menuju taman mencari sosok Dewi itu, akan tetapi di sana ada banyak Dewi dan dewa. Ia tidak tahu yang mana satu di antara mereka Dewi Hara. Pandangnya tertuju kepada sosok lelaki paruh baya yang tengah bermain catur bersama dewa yang lainnya. Ia menyeringai begitu mengetahui lelaki itu adalah Dewa Heris. Vinia berjalan perlahan mendekati Heris. Sepertinya ia berniat untuk menjahili Dewa itu. Beberapa pasang mata memperhatikan Vinia dengan tatapan yang takjub tak sedikit juga yang saling berbisik mencibir Vinia. Rupanya pakaian yang ia kenakan menarik perhatian mereka. Semua penghuni dunia itu tahu, baju itu milik sang Kaisar. Tentu saja, hanya Ryu Damian yang memakai pakaian dengan corak phoenix di punggungnya. ”Sepertinya ia habis tidur dengan Kaisar.” Bisik salah satu De
”Huh! Kaisar sombong. Seandainya kau bukan Kaisar, aku pasti sudah menghajarmu. Bajuku jadi basah semua.” Ia melirik bajunya yang masih melekat di badan. Kemudian Vinia keluar dari kolam air panas. Duduk di bawah pohon sakura yang tumbuh dekat kolam. ”Sial! Sekarang aku tidak punya satu pun pakaian. Aku bakal masuk angin jika kuyup begini. Di mana aku bisa mendapatkan baju yang baru? Aku tidak mengenal siapapun di sini.” Vinia terdiam sejenak memikirkan bagaimana ia mendapatkan pakaian yang kering dan hangat. Sesekali ia memeluk dirinya sendiri yang kedinginan ditiup angin. Lalu ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Sepenjang koridor itu terasa senyap tak ada siapapun. Ia bingung harus meminta tolong kepada siapa. Namun, Vinia menghentikan langkahnya pada saat ia melewati sebuah kamar dengan pintu besar berukiran burung Phoenix. Ia memandang ke kanan dan ke kiri. Mengamati situasi sekitar.
Ryu Damian meninggalkan Vinia di sana. Sorot matanya terpancar kesedihan yang tidak bisa digambarkan sesakit apa rasanya. Setiap melihat Vinia, kenangan indah saat bersama Sena dulu, selalu merasuki benaknya. Ryu masih mengingat setiap detil saat awal ia mulai mengejar Sena. Meskipun ia tahu, Aslan dan Sena saat itu sedang menjalin hubungan. *** "Jadi, ini alasan dia sering turun ke bumi? Sepertinya ia menyukai peri itu. Sangat tidak menarik. wanita hanya penghalang saja. Dewa terkuat seperti aku tidak butuh wanita." Ryu Damian mengintai dari balik pohon, melihat Aslan dan Sena sedang bercumbu mesra di tepi danau biru. Ryu tetap berada di sana untuk waktu yang lama. Entah mengapa rasa penasarannya seakan menahan Ryu untuk tetap memperhatikan mereka. Terkadang ia mencibir dan juga tertawa melihat pemandangan itu. Hingga, saat Sena melihat ke arah pohon tempat Ryu bersembunyi, Ryu tertegun melihat sorot mata coklat Sena. Bagi Ryu, itu seperti men