”Aku di mana?” Vinia membuka lebar matanya dan memperhatikan ke sekelilingnya. Ia berkali-kali mengucek matanya. Seakan tidak percaya dengan yang di lihatnya.
Mereka mendarat di hutan yang gelap dan terlihat misterius. Suasananya sangat mencekam. Ia tidak pernah tahu bahwa sekarang dia berada di dimensi lain. Dunia yang dihuni oleh para abadi.
”Hei... Siapa kau sebenarnya? Mengapa kau membawaku kemari? Aku ingin pulang. Bawa aku kembali.” Vinia menunjuk pria itu dengan kesal. Ia hampir saja memukul pria itu dengan tinjunya.
Pria itu malah tersenyum. ”Selamat datang kembali nona Sena.” Ia membungkuk memberi penghormatan.
Vinia semakin bingung. Ia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Semua terlalu nyata untuk di pahami. Dengan sedikit marah ia memaki pria itu.
” Sena? Aku Vinia bukan Sena. Dasar penipu. Penculik." Vinia menarik kerah baju pria itu. " Cepat buka lagi lingkaran itu. Aku mau pulang." Suara kerasnya memecah keheningan di hutan itu.
Tapi pria itu hanya tersenyum saja yang membuat vinia semakin kesal. "Kau yang membawaku kemari."
"Aku?" Vinia menunjuk dirinya sendiri dengan telunjuknya. "Bagaimana bisa aku melakukan itu?" Ia semakin frustasi.
"Kau yang membuka portal dengan pena emas itu." Balasnya sambil menunjuk ke pena emas yang dipegang Vinia.
Vinia sontak mengangkat tangan kanannya dan mengamati pena itu. Raut wajahnya semakin masam. Jelas sekali ia sedang kebingungan mencermati semua yang terjadi padanya.
Ia mengernyitkan alisnya. "Aku hanya menulis yang kau katakan dan boomm! Aku berdiri disini. Anggap aku percaya dangan yang kau katakan. Beritahu aku bagaimana cara untuk kembali?" Tanya Vinia dengan tatapan tajam.
"Tidak ada jalan untuk kembali."
" Aarrghhhhh....." Vinia berteriak keras. Hingga membuat puluhan burung yang bertengger di pohon berterbangan ke langit lepas.
"Mari ikut denganku." Ajak pria itu.
Vinia memalingkan wajahnya. "Huh! Aku tidak mempercayaimu. Kau pergi saja sendiri."
"Baiklah." Pria itu melangkah pergi. "Bila malam tiba, ada banyak binatang buas berhati-hatilah."
Vinia bergidik ngeri membayangkan hewan buas yang dikatakan pria itu. Dengan berat hati ia mengikuti pria itu dari belakang. Dalam pikiran Vinia hanya itu pilihan yang ada saat ini. Ia tidak bisa mengambil resiko tinggal sendiri di hutan.
Matanya liar mengawasi ke sekitar. Setiap pohon ia perhatikan dengan jeli. Terkadang ia berteriak kaget melihat hewan-hewan aneh yang belum pernah ia temui sebelumnya. Langkahnya tiba-tiba terhenti. Telinganya bergerak-gerak mencari sumber suara yang mengusiknya. Rupanya itu senandung lagu dari sekumpulan peri-peri kecil bernyanyi di salah satu ranting pohon. Tak habis-habis Vinia mengumpat karena kaget. Semua hal yang dilihatnya sangat merusak nalarnya. Para peri yang melihat Vinia berbisik dengan yang lainnya, dia kembali.
"Hei...Sebenarnya tempat apa ini?" Vinia memulai pembicaraan.
"Ini adalah kerajaan Nirwana. Dunia para dewa." Jawab pria itu sambil mengayunkan tangannya kedepan.
Seketika terbentuklah lingkaran sihir. Sebuah bangunan yang mirip dengan kastil yang sering dilihat Vinia dalam film berdiri megah diatas awan. Tampak juga air terjun yang mengalir disekitar istana. Vinia membelalakan matanya dengan mulut yang terbuka.
"Wah....Kau pasti bercanda. Aku tahu aku sedang bermimpi. Aku sering memimpikan yang lebih aneh dari ini. Aku harus bangun." Vinia mencubit tangannya. "Ayo bangun." Tangannya mulai memukuli pipinya.
" Aww..sakit sekali." Ia mengelus pipinya yang terasa sakit.
Sementara pria paruh baya itu tercenung memperhatikanya. Wanita aneh, ujarnya dalam hati.
Vinia menyadari pria itu menatapnya dengan aneh. Ia menjadi salah tingkah dan berdehem sambil mengalihkan wajahnya.
"Ini nyata. Aku tidak menyangka ada dunia seperti ini. Yang ku tahu hanya ada di buku dan film saja. Bukankah kau mau mengajakku ke sana?" Ujar Vinia mengalihkan perhatian pria itu.
Pria itu mengajak Vinia masuk kedalam lingkaran itu. Secara ajaib mereka langsung menghilang dan muncul di istana awan. Saat memasuki halaman istana, para pengawal yang menjaga gerbang membungkuk kepada mereka. Ia memperhatikan pria itu seksama.
"Sepertinya si tua ini orang yang berpengaruh di sini." Ia mengguman dalam hati.
Istana awan adalah kediaman sang kaisar yang memimpin para dewa. Meskipun dewa mahluk abadi dan terkuat juga membutuhkan pemimpin untuk mengontrol kekuatan mereka. Puluhan pohon sakura tumbuh di sepanjang jalan membentuk semacam terowongan. Setelah beberapa saat mereka sampai ke depan singgasana Kaisar. Seorang pria berambut putih dan panjang duduk di sana. Ia tampan dan memesona dengan baju terusan berwarna putih sedikit corak biru sampai menutup mata kaki. Mata birunya menelisik tajam Vinia. Lama ia menatap Vinia. Ia mengepalkan tangannya yang sedikit bergetar. Bibirnya bergerak namun terasa beku di sudut.
"Hormat yang mulia. Hamba telah kembali dari dunia fana. Tugas hamba sudah selesai." Pria itu mengepalkan kedua telapak tanganya di depan dada dan sedikit membungkuk.
Pria yang dipanggil yang mulia itu adalah Ryu Damian Kaisar di Kerajaan Nirwana. Dewa dari para dewa. Ia bertanggung jawab atas kelangsungan hidup para penghuni kerajaan Nirwana. Menjaga perdamaian di seluruh alam.
Vinia merasa tak asing dengan Ryu Damian. Ia merasa sudah mengenalnya selama bertahun-tahun. Jelas saja dia adalah pria yang selama ini ada dalam mimpinya. Tapi Vinia tidak menyadari itu.
"Jadi kau penguasa di alam ini? Bisakah kau membawaku pulang ke duniaku?" Tanya Vinia sembari berjalan mendekati singgasana.
Pria paruh baya itu segera menarik Vinia dan menyuruhnya membungkuk memberi penghormatan kepada Ryu Damian. Ia merasa Vinia terlalu lancang mendekati seorang kaisar tanpa izin.
"Untuk apa aku harus memberi hormat. Toh aku bukan penghuni dunia ini." Ucap Vinia lantang.
Semua yang ada di sana terkejut mendengar ucapan Vinia. Mereka tahu jika seseorang berbuat seperti itu akan menghadapi kematian. Kaisar Ryu Damian terkenal dengan sikap dingin dan kejamnya. Tapi jika itu menyangkut kedamaian seluruh alam ia akan bersikap bijaksana.
Sementara itu jauh dari kerajaan Nirwana, sebuah Puri berdiri diatas gunung Naga. Itu adalah tempat pengasingan bagi dewa yang melakukan kesalahan fatal. Seorang pria terlihat sedang bermain dengan seekor Jinx hewan peliharaannya. Jinx salah satu hewan ajaib menyerupai harimau putih bersayap yang ukurannya setinggi pria itu. Dia adalah sang dewa perang Aslan Falan yang juga saudara dari sang kaisar Ryu Damian. Seorang dewa kecil tiba-tiba menghampirinya yang membuat ia menghentikan kegiatannya. ”Tuan, hamba mendengar kabar sedang ada keributan di istana awan.” Pria itu adalah Reyes dewa kecil yang menjaga gunung Naga. ”Istana awan? Aku tidak peduli apa yang terjadi disana. Aku sudah lama memutuskan hubungan dengan istana awan. Jangan melaporkan hal yang tidak penting padaku.” Balas Aslan sambil mengusap bulu halus hewan kesayangannya. Reyes tersenyum menanggapi perkataan Aslan. ”Aku yakin Tuan akan peduli dengan berita ini. Ku dengar si tua Heris kembal
Dahulu Ryu Damian dan Aslan Falan memiliki hubungan yang baik. Sebagaimana abang pada adiknya. Aslan selalu melindungi Ryu. Kemana pun Aslan akan pergi, Ryu selalu mengikutinya. Aslan selalu bersikap ramah dan hangat. Sedangkan Ryu sedingin es dan angkuh. Suatu hari, Kaisar kerajaan Nirwana Dewa Ares mengatakan akan mencari penerus tahta. Energinya selama ratusan ribu tahun mulai menipis. "Heris, aku sudah menghabiskan ratusan ribu tahun memimpin para dewa. Kini energiku mulai menyusut. Aku ingin bermeditasi memulihkan energiku." Ujar Kaisar Ares. "Tapi, yang mulia itu akan memakan waktu puluhan ribu tahun. Jika yang mulia bermeditasi, hamba khawatir para dewa yang lainnya akan leluasa menggunakan kekuatannya." Balas dewa Heris sembari membungkukkan badannya. "Aku akan mencari penerusku." Ungkap Kaisar Ares. "Tapi, Yang mulia.." Dewa Heris menyanggah perkataan Kaisar Ares. "Lihatlah ke atas langit. Kau lihat kilauan cahaya kilat itu? L
Ryu Damian meninggalkan Vinia di sana. Sorot matanya terpancar kesedihan yang tidak bisa digambarkan sesakit apa rasanya. Setiap melihat Vinia, kenangan indah saat bersama Sena dulu, selalu merasuki benaknya. Ryu masih mengingat setiap detil saat awal ia mulai mengejar Sena. Meskipun ia tahu, Aslan dan Sena saat itu sedang menjalin hubungan. *** "Jadi, ini alasan dia sering turun ke bumi? Sepertinya ia menyukai peri itu. Sangat tidak menarik. wanita hanya penghalang saja. Dewa terkuat seperti aku tidak butuh wanita." Ryu Damian mengintai dari balik pohon, melihat Aslan dan Sena sedang bercumbu mesra di tepi danau biru. Ryu tetap berada di sana untuk waktu yang lama. Entah mengapa rasa penasarannya seakan menahan Ryu untuk tetap memperhatikan mereka. Terkadang ia mencibir dan juga tertawa melihat pemandangan itu. Hingga, saat Sena melihat ke arah pohon tempat Ryu bersembunyi, Ryu tertegun melihat sorot mata coklat Sena. Bagi Ryu, itu seperti men
”Huh! Kaisar sombong. Seandainya kau bukan Kaisar, aku pasti sudah menghajarmu. Bajuku jadi basah semua.” Ia melirik bajunya yang masih melekat di badan. Kemudian Vinia keluar dari kolam air panas. Duduk di bawah pohon sakura yang tumbuh dekat kolam. ”Sial! Sekarang aku tidak punya satu pun pakaian. Aku bakal masuk angin jika kuyup begini. Di mana aku bisa mendapatkan baju yang baru? Aku tidak mengenal siapapun di sini.” Vinia terdiam sejenak memikirkan bagaimana ia mendapatkan pakaian yang kering dan hangat. Sesekali ia memeluk dirinya sendiri yang kedinginan ditiup angin. Lalu ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Sepenjang koridor itu terasa senyap tak ada siapapun. Ia bingung harus meminta tolong kepada siapa. Namun, Vinia menghentikan langkahnya pada saat ia melewati sebuah kamar dengan pintu besar berukiran burung Phoenix. Ia memandang ke kanan dan ke kiri. Mengamati situasi sekitar.
Dalam benak Vinia, ia harus menemukan Dewi Hara. Ia tidak mau sepanjang hari memakai pakaian yang lebih terlihat seperti gorden di tubuhnya. Ia berjalan menuju taman mencari sosok Dewi itu, akan tetapi di sana ada banyak Dewi dan dewa. Ia tidak tahu yang mana satu di antara mereka Dewi Hara. Pandangnya tertuju kepada sosok lelaki paruh baya yang tengah bermain catur bersama dewa yang lainnya. Ia menyeringai begitu mengetahui lelaki itu adalah Dewa Heris. Vinia berjalan perlahan mendekati Heris. Sepertinya ia berniat untuk menjahili Dewa itu. Beberapa pasang mata memperhatikan Vinia dengan tatapan yang takjub tak sedikit juga yang saling berbisik mencibir Vinia. Rupanya pakaian yang ia kenakan menarik perhatian mereka. Semua penghuni dunia itu tahu, baju itu milik sang Kaisar. Tentu saja, hanya Ryu Damian yang memakai pakaian dengan corak phoenix di punggungnya. ”Sepertinya ia habis tidur dengan Kaisar.” Bisik salah satu De
”Kau masih hidup?” Tanya Dewi itu kaget.Dulu ia dan Sena pernah berseteru karena sang Kaisar lebih memilih Sena dibandingkan dirinya. Ia masih mengingat jelas bagaimana Ryu memperlakukannya seperti kotoran. Sementara terhadap Sena ia selalu bersikap baik.”Tentu saja aku masih hidup. Maksudmu apa mengatakan itu?” Balas Vinia.Heris segera menarik Dewi Hara menjauh dari Vinia. Kemudian ia berbicara berbisik.”Dia bukan Sena. Hanya seseorang yang mirip saja.” Ujar Heris.Lalu Dewi Hara menyapu pandangannya ke arah Vinia. ”Tapi, itu nyaris sempurna. Seperti kembarannya saja.”Mereka berdua mengangguk dan serampak melirik Vinia. Kemudian Dewi Hara tersenyum saat berjalan mendekati Vinia.”Sepertinya aku salah mengenali orang. Maaf telah membuatmu tidak nyaman. Tapi pak
Ryu melirik dengan tatapan yang dingin dan sedikit senyum. Tidak terkejut dengan perkataan Vinia. Lalu ia membalas Vinia dengan datar. Seolah itu bukanlah hal yang penting. ”Sepetinya Hara memperlakukanmu dengan baik.” Sindir Ryu, ia mengalihkan pandangannya ke taman. ”Baik katamu? Cih! Harusnya aku tidak mempercayai kata-katamu. Huh!” Vinia mengangkat kepalanya, berjalan meninggalkan Ryu. Pakaian yang ia gunakan terlalu besar, saat Vinia hendak melangkah tanpa sengaja kakinya memijak pakaiannya sendiri yang membuatnya terjungkal ke depan. Malu. Sudah pasti. Ryu yang melihat itu tersenyum sinis. Lalu tiba-tiba berbicara kepada Heris. ”Heris, apakah kau pernah dengar cerita hewan yang ceroboh?” tanya Ryu datar. Heris segera mengiyakan pertanyaan Ryu. ”Ya, aku pernah dengar itu, yang mulia.” balas Heris. ”
Vinia segera melepaskan rangkulan Dewa itu. Menampar wajahnya yang bak porselen itu. ”Kurang ajar. Beraninya kau menyentuhku.” Bentak Vinia geram. Lalu pria itu berlutut di depan Vinia melebarkan telapak tangannya, seikat bunga Edelweis kering muncul di genggamannya. Matanya memerah ketika mengingat kembali kenangan bunga itu, butiran bening menetes dari pelupuk matanya, jatuh membasahi Edelweis yang kering itu. Seketika kuntumnya kembali mekar dan segera seperti baru dipetik. ”Kau pernah memberikan bunga ini kepadaku ketika di lembah Bloom Forest. Di antara semua bunga, kau paling menyukai ini. Kau bilang ini melambangkan cinta yang abadi. Aromanya tak pernah pudar seperti cintaku padamu. Kendatipun kau tak mengenali aku, tetapi aku selalu mengenalimu.” Kilas balik ingatan Vinia berputar-putar di benaknya. Kadang ia melihat Padang bunga, sepasang kekasih yang berke
”Merindukanku, huh?”Sosok itu adalah Kaisar Ryu. Ia tersenyum tipis menatap Vinia yang terkejut dengan kehadirannya. Vinia segera melepaskan rangkulan Kaisar Ryu sesaat setelah mereka menapaki lantai.Tymus tertawa lebar, tebakannya benar. Lalu ia berbicara lantang tanpa ada rasa hormat sedikit pun.”Ryu, aku tahu kau akan datang. Ternyata kau sangat mengkhawatirkan manusia ini,” kekeh Tymus.Kaisar Ryu menyahut Tymus dengan dingin, suaranya terdengar lembut namun setajam belati, ”kau punya urusan denganku, bukan dengannya. Sedikit saja kau melukai dia, aku akan mengurungmu kembali ke dalam kristal penangkap jiwa.””Kulihat, kau sudah berubah. Tidak sedingin dulu. Hanya tatapanmu saja yang masih sama. Memandang r
”Mengapa kau tidak mencegahnya?” tanya Ryu dengan penekanan nada yang sedikit keras. ”Maafkan keteledoran hamba, Yang Mulia. Saat hamba sedang bertarung dengan Tymus, rupanya dia tidak sendirian. Seseorang bersamanya yang membawa Vinia. Lalu ia berpesan, 'jika ingin mendapatkan gadis itu kembali, suruh si Brengsek Ryu yang menemui aku' begitulah yang dia katakan, Kaisar,” Heris menirukan perkataan Tymus, ia sempat ragu-ragu untuk mengatakan 'brengsek', namun kini ia puas. Walau itu adalah ucapan dari Tymus, Heris senang seakan itu adalah kata-katanya sendiri. Hal yang seharusnya ia katakan sedari dulu. Ryu mengernyitkan keningnya dan berpikir. Ia sangat penasaran mengapa Tymus harus membawa Vinia sedangkan Tymus sendiri tidak tahu menahu hubungan Ryu dan Vinia. ”Ada banyak orang yang lebih berarti untuk di s
Suasana hati Ryu sedang buruk. Bahkan saat para dayang-dayang yang memberinya hormat saat berpapasan di koridor, ia bentak sesuka hati. Ryu memang dingin, namun sikapnya hari ini sangat buruk. Para penghuni istana awan sangat memahami perubahan sikapnya itu. Sepertinya akan ada hujan badai. Seikat Edelweiss itu mampu membuat amarah Ryu meledak.Heris hendak ke pergi istana samudera, ke rumah para siren, bangsa duyung. Pertemuan untuk membahas perdamaian dengan istana awan. Dahulu sang pemimpin Siren, Tymus Dien dikurung Ryu dalam sebuah bola kristal penangkap jiwa. Kenakalan Ryu pada masa itu, membuat seluruh penghuni alam itu resah. Para Siren menuntut Ryu untuk membayar ganti rugi dan tentu saja, Heris yang bertanggung jawab.Heris bertemu dengan Ryu di koridor itu, namun saat Heris memberinya salam, Ryu mengacuhkannya seakan ia transparan. Heris merasa a
Vinia segera melepaskan rangkulan Dewa itu. Menampar wajahnya yang bak porselen itu. ”Kurang ajar. Beraninya kau menyentuhku.” Bentak Vinia geram. Lalu pria itu berlutut di depan Vinia melebarkan telapak tangannya, seikat bunga Edelweis kering muncul di genggamannya. Matanya memerah ketika mengingat kembali kenangan bunga itu, butiran bening menetes dari pelupuk matanya, jatuh membasahi Edelweis yang kering itu. Seketika kuntumnya kembali mekar dan segera seperti baru dipetik. ”Kau pernah memberikan bunga ini kepadaku ketika di lembah Bloom Forest. Di antara semua bunga, kau paling menyukai ini. Kau bilang ini melambangkan cinta yang abadi. Aromanya tak pernah pudar seperti cintaku padamu. Kendatipun kau tak mengenali aku, tetapi aku selalu mengenalimu.” Kilas balik ingatan Vinia berputar-putar di benaknya. Kadang ia melihat Padang bunga, sepasang kekasih yang berke
Ryu melirik dengan tatapan yang dingin dan sedikit senyum. Tidak terkejut dengan perkataan Vinia. Lalu ia membalas Vinia dengan datar. Seolah itu bukanlah hal yang penting. ”Sepetinya Hara memperlakukanmu dengan baik.” Sindir Ryu, ia mengalihkan pandangannya ke taman. ”Baik katamu? Cih! Harusnya aku tidak mempercayai kata-katamu. Huh!” Vinia mengangkat kepalanya, berjalan meninggalkan Ryu. Pakaian yang ia gunakan terlalu besar, saat Vinia hendak melangkah tanpa sengaja kakinya memijak pakaiannya sendiri yang membuatnya terjungkal ke depan. Malu. Sudah pasti. Ryu yang melihat itu tersenyum sinis. Lalu tiba-tiba berbicara kepada Heris. ”Heris, apakah kau pernah dengar cerita hewan yang ceroboh?” tanya Ryu datar. Heris segera mengiyakan pertanyaan Ryu. ”Ya, aku pernah dengar itu, yang mulia.” balas Heris. ”
”Kau masih hidup?” Tanya Dewi itu kaget.Dulu ia dan Sena pernah berseteru karena sang Kaisar lebih memilih Sena dibandingkan dirinya. Ia masih mengingat jelas bagaimana Ryu memperlakukannya seperti kotoran. Sementara terhadap Sena ia selalu bersikap baik.”Tentu saja aku masih hidup. Maksudmu apa mengatakan itu?” Balas Vinia.Heris segera menarik Dewi Hara menjauh dari Vinia. Kemudian ia berbicara berbisik.”Dia bukan Sena. Hanya seseorang yang mirip saja.” Ujar Heris.Lalu Dewi Hara menyapu pandangannya ke arah Vinia. ”Tapi, itu nyaris sempurna. Seperti kembarannya saja.”Mereka berdua mengangguk dan serampak melirik Vinia. Kemudian Dewi Hara tersenyum saat berjalan mendekati Vinia.”Sepertinya aku salah mengenali orang. Maaf telah membuatmu tidak nyaman. Tapi pak
Dalam benak Vinia, ia harus menemukan Dewi Hara. Ia tidak mau sepanjang hari memakai pakaian yang lebih terlihat seperti gorden di tubuhnya. Ia berjalan menuju taman mencari sosok Dewi itu, akan tetapi di sana ada banyak Dewi dan dewa. Ia tidak tahu yang mana satu di antara mereka Dewi Hara. Pandangnya tertuju kepada sosok lelaki paruh baya yang tengah bermain catur bersama dewa yang lainnya. Ia menyeringai begitu mengetahui lelaki itu adalah Dewa Heris. Vinia berjalan perlahan mendekati Heris. Sepertinya ia berniat untuk menjahili Dewa itu. Beberapa pasang mata memperhatikan Vinia dengan tatapan yang takjub tak sedikit juga yang saling berbisik mencibir Vinia. Rupanya pakaian yang ia kenakan menarik perhatian mereka. Semua penghuni dunia itu tahu, baju itu milik sang Kaisar. Tentu saja, hanya Ryu Damian yang memakai pakaian dengan corak phoenix di punggungnya. ”Sepertinya ia habis tidur dengan Kaisar.” Bisik salah satu De
”Huh! Kaisar sombong. Seandainya kau bukan Kaisar, aku pasti sudah menghajarmu. Bajuku jadi basah semua.” Ia melirik bajunya yang masih melekat di badan. Kemudian Vinia keluar dari kolam air panas. Duduk di bawah pohon sakura yang tumbuh dekat kolam. ”Sial! Sekarang aku tidak punya satu pun pakaian. Aku bakal masuk angin jika kuyup begini. Di mana aku bisa mendapatkan baju yang baru? Aku tidak mengenal siapapun di sini.” Vinia terdiam sejenak memikirkan bagaimana ia mendapatkan pakaian yang kering dan hangat. Sesekali ia memeluk dirinya sendiri yang kedinginan ditiup angin. Lalu ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Sepenjang koridor itu terasa senyap tak ada siapapun. Ia bingung harus meminta tolong kepada siapa. Namun, Vinia menghentikan langkahnya pada saat ia melewati sebuah kamar dengan pintu besar berukiran burung Phoenix. Ia memandang ke kanan dan ke kiri. Mengamati situasi sekitar.
Ryu Damian meninggalkan Vinia di sana. Sorot matanya terpancar kesedihan yang tidak bisa digambarkan sesakit apa rasanya. Setiap melihat Vinia, kenangan indah saat bersama Sena dulu, selalu merasuki benaknya. Ryu masih mengingat setiap detil saat awal ia mulai mengejar Sena. Meskipun ia tahu, Aslan dan Sena saat itu sedang menjalin hubungan. *** "Jadi, ini alasan dia sering turun ke bumi? Sepertinya ia menyukai peri itu. Sangat tidak menarik. wanita hanya penghalang saja. Dewa terkuat seperti aku tidak butuh wanita." Ryu Damian mengintai dari balik pohon, melihat Aslan dan Sena sedang bercumbu mesra di tepi danau biru. Ryu tetap berada di sana untuk waktu yang lama. Entah mengapa rasa penasarannya seakan menahan Ryu untuk tetap memperhatikan mereka. Terkadang ia mencibir dan juga tertawa melihat pemandangan itu. Hingga, saat Sena melihat ke arah pohon tempat Ryu bersembunyi, Ryu tertegun melihat sorot mata coklat Sena. Bagi Ryu, itu seperti men